Anda di halaman 1dari 19

Kajian Kritik Sanad

Oleh : Rina Asih Handayani S.Pd.I


I.

PENDAHULUAN
Hadits menempati posisi yang sangat penting dalam setiap proses
pengambilan hukum (istinbath) umat Islam, karena merupakan dasar tasyri
ke-2 setelah Al-Quran. Kajian hadits hampir meliputi seluruh ruang lingkup
kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu kewajiban untuk mengikuti
hadits adalah seperti kewajiban untuk mengikuti Al-Quran.
Mengingat begitu pentingnya kedudukan Hadits, maka kajian hadits
semakin meningkat dari waktu ke waktu dimulai dari masa sahabat. Hal ini
sebagai upaya untuk menjaga keotentikan hadits itu sendiri. Karena
ternyata pasca khilafah khulafaur rasyidin tepatnya pada masa khilafah
dinasti Umayyah (setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan), umat
Islam terpecah menjadi beberapa golongan yaitu Syiah, Khawarij dan
Jumhur. Dimana masing-masing golongan ingin menduduki jabatan khalifah
karena menganggap kelompok mereka adalah yang paling benar dan
kelompok lain sesat. Untuk memperkuat pendapat masing-masing, maka
mereka membuat hadits-hadits palsu. Orang yang mula-mula membuat
hadits palsu adalah dari golongan syiah kemudian khawarij dan jumhur.
Pemalsuan hadits ini semakin meluas pada abad kedua yaitu dengan
munculnya propaganda-proaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani
Umayyah. Sebagai imbangan muncul pula dari pihak muawiyyah ahli-ahli
hadits palsu untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh
golongan oposisi.1
Berangkat dari carut marutnya pemalsuan hadits pada saat itu, akhirnya
muncullah ulama-ulama ahli hadits yang rela menghabiskan waktu untuk
mencari hadits dan mengoreksi kesahihannya. Mereka tidak segan-segan
untuk melakukan studi yang panjang walaupun hanya untuk mendapatkan
satu hadits.
Dalam proses studi hadits, sanad termasuk komponen penting yang
tidak bisa dinafikan selain dua komponen lain yaitu matan dan rowi. Hal ini
dikarenakan sanad merupakan rantai yang menghubungkan antara pesan
hadits sampai kepada Rasusullah. Dapat dibayangkan apabila salah satu
mata rantai itu ada yang bermasalah maka keabsahan hadits pun tentunya
dipertanyakan.
Dalam makalah yang singkat ini, kami bermaksud memaparkan sedikit
tentang kritik sanad. Di dalamnya nanti kami akan mencoba memaparkan
beberapa poin tentang pengertian kritik sanad itu sendiri, urgensi kritik
sanad, kriteria kesahihan sanad, berbagai pendekatan menilai sanad, ilmu
yang terkait dengan sanad dan penelitian sanad.

II.

DESKRIPSI
A. Pengertian

1Saeful Hadi, Ulumul Hadits Panduan Ilmu Memahami Hadits secara Komprehensif,
(Yogyakarta: Sabda Media, 2008), hlm. 7

Kata kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya


seorang hakim, krinein berarti menghakimi, kriterion berarti dasar
penghakiman. Selain itu kritik juga merupakan terjemahan dari bahasa
arab naqd ( )yang merupakan muradif dari kata yang berarti
membedakan. Dalam literatur lain ditemukan kata yang diartikan
dengan kritik, hal ini digunakan oleh muhadditsin awal abad kedua,
dilain tempat dikatakan bahwa maksud dari kritk adalah memisahkan
sesuatu yang baik dari yang buruk. Sementara secara terminologi kritik
merupakan usaha menemukan kesalahan atau kekeliruan dalam rangka
mencari kebenaran.2
Kata sanad dalam bahasa arab sinonim dengan kata daama yang
mengandung arti menopang atau menyangga, jamaknya Asnad dan
Sanadat.3[3Sedangkan menurut istilah hadis, terdapat perbedaan
rumusan pengertian. Al-Badru bin Jamaah dan Al-Thiby mengatakan
bahwa sanad adalah:
Berita tentang jalan matan. Yang lain
menyebutkan: Silsilah orang-orang (yang
meriwayatkan hadis), yang menyampaikannya kepada matan hadis.
Ada juga yang menyebutkan:
silsilah perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang pertama. 4[4]
Sementara Drs. Fathur Rahman dalam bukunya Ikhtisar Musthalahul
Hadis mengatakan bahwa sanad ialah jalan yang dapat menghubungkan
matnul-hadist kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw misalnya
seperti kata Bukhary:
: :
() .. :
Maka matnul-Hadist Tsalatsun diterima oleh al-Bukhary melalui
sanad pertama Muhammad ibn al-Mutsanna, sanad kedua AbdulWahhab-Ats-Tsaqafy, sanad ketiga Ayyub, sanad keempat Abi Qilab dan
seterusnya sampai sanad terakhir, Anas r.a., seorang shahabat yang
langsung menerima sendiri dari Nabi Muhammad s.a.w. Dengan
demikian al-Bukhary itu menjadi sanad pertama dan rawy terakhir bagi
kita.5
Sedangkan kata hadist diberi pengertian yang berbeda-beda oleh
para ulama; perbedaan-perbedaan pandangan itu, lebih disebabkan oleh
terbatasnya dan luasnya objek tinjauan masing-masing yang tentu saja
mengandung kecendrungan pada aliran ilmu yang dimiliki oleh ahlinya.
Misalnya ulama hadist mendefinisikan hadist sebagai segala sesuatu
yang diberikan dari Rasulullah Saw. Baik berupa sabda, perbuatan,
taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Rasulullah Saw.6[6]
Jadi, metode kritik sanad hadis ialah suatu cara yang sistematis
dalam melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis
tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka
2[2] Bustami M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm.5
3[3]Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak, tt), hlm. 1092.
4[4]http://harismubarak.blogspot.com/2012/07/metode-kritik-sanad-hadis.html
5[5] Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits (Cet. IV; Bandung: PT. Al-Maarif, 1985), hal. 95
6[6] Endang Soetari A., Ilmu Hadist, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 2

masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan


dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas
hadis (Shahih, hasan, atau dlaif).
B.

Urgensi Kritik Sanad Hadits


Tujuan pokok penelitian sanad haditsadalah untuk mengetahui
kualitas hadits yang diteliti. Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam
hubungannya dengan kehujjahan hadits yang bersangkutan. Hadits yang
kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai
hujjah. Pemenuhan syarat itu karena hadits merupakan sumber ajaran
Islam. Penggunaan hadits yang tidak memenuhi syarat akan dapat
mengakibatkan ajaran Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
Oleh karena itu penelitian terhadap hadis Nabi saw. menjadi
penting dilakukan oleh para ilmuan, dan menjadikan hadis atau ilmu
hadis sebagai bidang studi keahliannya. Hal ini berdasar pada beberapa
faktor:
a)

Hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran dan atau sumber hukum
Islam sesudah al-Quran.
Cukup banyak ayat al-Quran yang memerintahkan orang
beriman untuk patuh dan taat dan selanjutnya mengikuti petunjuk
Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah swt. Anjuran tersebut
diantaranya tercantum Al-Quran, surat Ali Imran/3:32 menyebutkan
yang terjemahnya sebagai berkut: Katakanlah; Taatlah Allah dan
Rasul-Nya; jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tiadak
menyukai orang-orang kafir.
Menurut penjelasan ulma, bahwa ayat tersebut memberi
petunjuk bahwa bentuk ketaatan kepada Allah swt. adalah dengn
mematuhi petunjuk al-Quran, sedangkan bentuk ketaatan kepada
Nabi saw. adalah mengikuti sunnah-nya atau hadis. Selanjutnya ayat
al-Quran yang menjelaskan tentang taat kepada Nabi saw
Dengan petunjuk ayat di atas, maka jelaslah bahwa hadis atau
sunnah Nabi Muhammad saw. merupakan sumber ajaran agama
Islam, di samping al-Quran. Orang yang menolak hadis sebagai salah
satu sumber ajaran Islam, berarti orang itu menolak petunjuk alQuran

b) Hadis Nabi saw. tidak seluruhnya tertulis pada waktu Nabi masih
hidup.
Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadis beliau, tapi
di saat yang berbeda, beliau pernah mnyuruh sahabat untuk menulis
hadis beliau
Kebijakan Nabi tersebut, menimbulkan perbedan pendapat
dikalangan ulama, bahkan dikalangan sahabat Nabi sendiri, tentang
boleh tidaknya menulis hadis Nabi. Di masa Nabi, ada terjadi
penulisan hadis misalnya surat-surat Nabi yang beliau kirim kepada
sejumlah pembesar untuk memeluk Islam. Di antara sahabat yang
menulis hadis Nabi tersebut, misalnyan Abdullah bin Amar bin Ash,
Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, Sumrah bin Jundab, Jabir bin
Abdullah dan Abdullah bin Abi Aufa Sekalipun demikian tidak semua

hadis terhimpun ketika itu, hal itu sangat beralasan karena sahabat
yang membuat catatan itu adalah inisiatif sendiri. Di sisi lain mereka
kesulitan untuk mencatat setiap peristiwa dari Nabi saw., apalagi
kejadiannya hanya terjadi di hadapan satu atau dua orang saja.
c) Telah terjadi upaya pemalsuan terhadap hadis Nabi saw.
Masih sulit dibuktikan, bahwa di zaman Nabi saw. sudah terjadi
pemalsuan hadis. Kegiaatan pemalsuan hadis mulai muncul dan
berkembang di masa khalifah Ali bin Abi Thalib(memerintah 35-40 H).
Demikian pendapat ulama hadis pada umumnya.
Awalnya faktor yang mendorong seseorang
melakukan
pemalsuan hadis karena kepentingan politik. Ketika itu terjadi
pertentangan politik antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan. Masing-masing pendukung berusaha untuk memenangkan
perjuangannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh sebagian dari
mereka adalah membut hadis-hadis palsu.
Menurut sejarah, pertentangan politik tersebut telah pula
mengakibatkan timbulnya pertentangan di bidang teologi. Sebagian
pendukung aliran teologi yang timbul pada saat itu telah membuat
berbagai hadis palsu untuk memperkuat argumantasi aliran yang
mereka yakini benar.
Selain itu upaya dari musuh-musuh Islam yang berusaha untuk
menghancurkan Islam dari dalam, mereka membuat hadis palsu
dalam rangka memerangi Islam.Demikian pula karena kepentingan
ekonomi, keinginan menyenangkan hati pejabat (menjilat kepada
pejabat), dan ada juga sebagian muballig berpendapat bahwa, untuk
kepentingan dakwa dapat saja membuat hadis palsu.
Dengan telah terjadinya pemalsuan hadis tersebut, maka
kegiatan penelitian hadis menjadi sangat penting . Tanpa dilakukan
penelitian hadis, maka hadis Nab saw. akan bercampur aduk dengan
yang bukan hadis Nabi saw. dan akhirnya ajaran Islam akan dipenuhi
dengan berbagai hal yang akan menyesatkan umat.
d)

Proses penghimpunan dan periwayatan hadis Nabi saw. Telah


memakan waktu yang sangat panjang.
Dalam sejarah, penghimpunn hadis secara resmi dan masal
terjadi atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (W.101 H/750
M).Dikatakan resmi karena kegiatan penghimpunan itu merupakan
kebijakan dari kepala negara; dan dikatakan masal karena perintah
kepala negara itu ditujukan kepada para gubernur dan ulama ahli
hadis pada zaman itu.
Pada sekitar pertengahan abad ke 2 hijriyah, telah muncul karyakarya himpunan hadis diberbagai kota besar; misalnya di Makkah,
Madinah, dan Bashrah. Puncak penghimpinan hadis Nabi terjadi
sekitar pertenghan abad ke 3 hijriyah.
Dengan demikian, jarak waktu antara masa penhimpunan hadis
dan wafatnya Nabi saw. cukup lama. Hal itu membawa akibat bahwa
berbagai hadis yang dihimpun dalam berbagai kitab menuntut
penelitian yang seksama untuk menghindarkan dari penggunaan
dalil hadis yang tidak dapat dipertanggunjawabkan validitasnya.

e) Kitab-kitab hadis yang telah banyak beredar ternyata menggunakan


metode dan pendekatan penyusunan yng bervariasi.
Sebagai mana diketahui bahwa jumlah kitab hadis yang telah
disusun oleh ulama periwayat hadis cukup banyak. Jumlah tersebut
sangat sulit dipastikan angkanya sebab mukharrijul hadis(ulama yang
meriwayatkan hadis dan sekaligus mengadakan penghimpunan hadis)
tidak terhitung jumlahnya. Apalagi, sebagian dari penghimpun hadis
itu ada yang menghasilkan karya himpunan hadis lebih dari satu
kitab.
Metode penyusuanan kitab-kitab himpunan hadis tersebut
ternyata tidak seragam. Hal itu memang logis, seabab yang lebih
ditekankan dalam penulisan itu bukanlah metode penyusunannya,
melainkan penghimpunan hadisnya.
Masing-masing mukharrij memiliki metode sendiri-sendiri, baik
dalam penyusunan, sistemtikanya dan topik yang dikemukakan oleh
hadis yang dihimpunnya, maupun kriteria kualitas hadisnya masingmasing. Karenanya tidaklah mengherankan, bila pada masa sesudah
kegiatan penghimpuanan itu, ulama menilai dan membuat krieteria
tentang peringkat kualitas kitab-kitab himpunan hadis tersebut,
misalnya al-Kutubul khamsah(lima kitab hadis yang standar), alKutubus sittah(enam kitab hadis yang stanadar), dan al-Kutubus
sabah (tujuh kitab hadis yang standar).
f) Periwayatan hadis lebih banyak berlangsung secara makna dari pada
secara lafal.
Mayoritas
sahabat Nabi membolehkan periwayatan
hadis
secara makna. Mereka misalnya, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Masud, Anas bin Malik, Abu Darda, Abu
Hurairah dan Aisyah istri Rasulullah. Adapun
yang menolak
periwayatan hadis secara makna, misalnya, Umar bin Khattab,
Abdullah bin Umar bin Khattab dan Zaid bin Arqam.
Perbedaan pandangn tentang periwayatan hadis secara makna
itu terjadi juga di kalangan ulama sesudah zaman sahabat. Ulama
yang membolehkan periwayatan secara makna menekankan
pentingnya pemenuhan syarat-syarat yang cukup ketat, misalnya
proses
periwayatan,
yang
bersangkutan
harus
mendalam
pengetahuannya tentang bahasa arab, hadis yang diriwayatkan
bukanlah bacaan yang bersifat taabbudi, umpamanya bacaan shalat,
dan periwayatan secara makna dilakukan karena sangat terpaksa.
Dengan demikian, periwayatan hadis secara makna tidaklah
berlangsung secara longgar, tetapi cukup ketat.
Selain itu ada sebagian kecil umat Islam yang menolak hadis
Nabi saw. Sebagai sumber ajaran dan hujjah, kelompok ini kemudian
disebut sebagai inkar al-sunnah (menolak sunah), mereka dengan
beberapa argumentasi misalnya; 1) al-Quran sudah sangat lengkap
dan sempurna sebagaimana Allah jelaskan dalam Q.S. al-Nahl :16; 89,
2) Hadis tidak ada perintah untuk diikuti, andaikan ada perintah untuk
itu, tentunya Nabi saw. Sejak awal sudah menyuruh para sahabat
untuk menulis seluruh hadis, ternyata tidak demikian.7[7]
7[7] http://walangjurnal.wordpress.com/2012/10/24/urgensi-penelitian-sanad-dan-matan-hadis/

C. Kriteria Kesahihan Sanad


Karena begitu pentingnya kajian kritik sanad hadits, selanjutnya
adalah perlu menetapkan kriteria berupa persyaratan yang sangat ketat
yang harus ada pada orang yang meriwayatkan hadits, demi
terjaminnya kesahihan sanad. Saeful Hadi menyebutkan ada dua syarat
yang harus melekat pada seorang perowi, yaitu: (1) Adil, (2) Dhobith.
1.

Pengertian Adil
Kata adl adalah bentuk masdar dari kata kerja adala yadilu


adlan wa udulan wa adalatan

Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf ain () , dal (



)

) , yang makna pokoknya adalah al-istiwa (


dan lam ((,

keadaan lurus) dan al-iwijaj (


= keadaan menyimpang). Jadi
rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak
belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau berbeda. Dari
makna pertama, kata adl berarti menetapkan hukum dengan
benar. Jadi, seorang yang adil adalah berjalan lurus dan sikapnya
selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.
Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata adl, yang
menjadikan pelakunya tidak berpihak kepada salah seorang yang
berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang adil berpihak
kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah
sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia
melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.8[8]

2.

Pengertian Dhobith
Dhobith adalah kekuatan ingatan rowi atas sesuatu yang sudah
diterimanya dan kepahamannya terhadap apa yang dia dengar.
Kedhobithan seseorang dapat diketahui dengan:
a)

Membandingkan riwayatnya dengan riwayat orang lain yang


terkenal kepercayaan, keadilan, ingatan dan hafalannya.

b)

Jika kenyataan menunjukkan bahwa penyesuaian riwayatnya


dengan riwayat orang-orang tersebut cukup kuat sedang
perbedaannya sedikit, maka yakinlah bahwa rowi itu seorang
yang dhobith.

Dalam kriteria kesahihan sanad, selain syarat sifat adil dan dhobith
yang harus melekat pada seorang rowi, ulama hadis sampai abad ke-3 H
memberikan penjelasan tentang penerimaan berita yang dapat
diperpegangi. Di antara pernyataan-pernyataan mereka yaitu:
- Tidak boleh diterima suatu riwayat hadis, terkecuali yang berasal dari
orang-orang yang tsiqah.
-

Hendaklah orang yang akan memberikan riwayat hadis


diperhatikan ibadah salatnya, perilakunya dan keadaan dirinya.

Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang yang tidak dikenal
memiliki perngetahuan hadis.

8[8] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html

itu

Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang-orang yang suka


berdusta, mengikuti hawa nafsunya dan tidak mengerti hadis yang
diriwayatkannya.

Tidak boleh diterima riwayat hadis dari orang yang ditolak


kesaksiannya.9[9]

Imam al-Syafiiah yang pertama mengemukakan penjelasan yang


lebih konkret dan terurai tentang riwayat hadis yang dapat dijadikan
hujjah. Hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah kecuali memenuhi dua
syarat, pertama hadis tersebut diriwayatkan oleh orang tsiqah (adil dan
dhabith), kedua rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad Saw. Kriteria yang dikemukakan oleh al-Syafiiy tersebut
sangat menekankan pada sanad dan cara periwayatan hadis. Kriteria
sanad hadis yang dapat dijadikan hujjah tidak hanya berkaitan dengan
kualitas dan kapasitas pribadi periwayat saja, melainkan juga berkaitan
dengan persambungan sanad. Dan hal ini dipegang oleh muhadditsin
berikutnya, sehingga dia dikenal sebagai bapak ilmu hadis. Namun,
dibeberapa tempat termasuk di Indonesia, al-Bukhary dan Muslim yang
dikenal sebagai bapak ilmu hadis, padahal mereka tidak mengemukakan
kriteria definisi kesahihan hadis secara jelas. Al-Bukhari dan Muslim
hanya memberikan petunjuk atau penjelasan umum tentang kriteria
hadis yang kualitas sahih. Dan dari hasil penelitian oleh ulama,
ditemukan perbedaan yang prinsip antara keduanya tentang kriteria
kesahihan hadis disamping persamaannya.10[10]
Perbedaan antara al-Bukhary dan Muslim tentang kriteria hadis
sahih terletak pada masalah pertemuan antara periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad, walaupun pertemuan itu terjadi
hanya satu kali saja terjadi. Sedangkan Muslim, pertemuan itu tidak
harus dibuktikan; yang penting antara mereka telah terbukti
kesezamannya.
Adapun
persyaratan-persyaratan
lainnya
dapat
dinyatakan sama antara yang dikemukakan oleh al-Bukhary dan Muslim.
Persyaratan-persyaratan
itu
menurut
hasil
penelitian
ulama
sebagaimana dikutip Syuhudi Ismail dalam kitab Had-y al-Sariy
Muqaddimah Fath al-Bary yang dikarang oleh Ahmad Aly bin Hajar
al-Asqalany, ialah:
a)

Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari


periwayat pertama sampai periwayat terakhir;

b)

Para periwayat dalam sanad hadis itu haruslah orang-orang yang


dikenal tsiqah;

c)

Hadis itu terhindar dari cacat (illat) dan kejanggalan (Syadz);

d)

Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sezaman.

Dengan demikian, suatu sanad hadis yang tidak memenuhi


keempat unsur tersebut adalah hadis yang kualitas sanad-nya tidak
sahih.
9[9] M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 120
10[10] Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, Edisi I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 23

D. Berbagai Pendekatan Menilai Sanad


Ada beberapa pendekatan dalam menilai sanad hadits, diantaranya
yaitu:

E.

a)

Pendekatan
Psikohistoris.
Pendekatan
psikohistoris
ini
dimanfaatkan, mengingat hadis yang tak lain dari suatu yang
berasal dari bahasa ujaran, dalam memahaminya memerlukan
kelengkapan. Komarudin Hidayat mengatakan, munculnya tradisi
penulisan dan percetakan tidak berarti menghapus tradisi lisan,
melainkan memperkaya. Bahkan penilaian sementara ahli bahwa
ketika bahasa lisan ditransfer kedalam bahasa tulis, maka banyak
aspek fundamental dalam peristiwa bahasa menghilang. Padahal,
seperti dilanjutkan oleh Komar, komunikasi adalah suatu peristiwa
yang melibatkan aspek psikologis, tempat, suasana, gaya dan ketika
peristiwa komunikasi dituangkan dalam tulisan, maka menjadi
terkunci dan membeku.

b)

Pendekatan Historis fenomenologis. Yaitu suatu teks hadis tidak


akan lepas dari segi peristiwa kesejarahan ketika ia direkam
disamping juga kondisi dimana sahabat mengartikulasikan teks itu
dalam bentuk tuturan yang akhirnya menjadi bahan tertulis seperti
yang ada sekarang. Karena itu, pendekatan dimaksud sangat
diperlukan guna dapatnya memahami hadis secara utuh dekat
dengan konteks ketika hadis itu diperoleh dari penyampainya, yakni
sahabat yang meriwayatkan hadis dalam kondisi seperti yang
dikehendaki oleh penyampainya pada masa hadis tersebut
disampaikan.

c)

Pendekatan Sosiohistoris. Yaitu keadaan sosial kemasyarakatan dan


tempat serta waktu terjadinya, memungkinkan utuhnya gambaran
pemaknaan hadis yang disampaikan, sekiranya dipadukan secara
harmoni dalam suatu pembahasan. Oleh karena itu, pendekatan ini
dapat dimanfaatkan sehingga diperoleh hal-hal yang bermanfaat
secara optimal dari hadis yang disampaikan.11[11]

Ilmu yang Terkait dengan Sanad


Dalam studi sanad hadits, muncul beberapa ilmu yang terkait
dengannya. Ilmu-ilmu tersebut adalah : Ilmu Rijalil Hadits, Ilmul Jarhi wa
Tadil, Ilmu Ilalil Hadits.
a)

llmu Rijalil Hadis


Yaitu Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis, baik dari
sahabat, tabiin, maupun dari angkatan sesudahnya .
Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi
menerima hadis dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang
menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini
diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab
yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi
itu dalam menerima hadis.

11[11] http://abdulasep-belajarberkarya.blogspot.com/2010/06/penelitian-hadis.html

Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama,


karena hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui
keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari
pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak
ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas
dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat
umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi
yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat- riwayat para
perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat
hadis maudu. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap
cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata
yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.
Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan
berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadis disebut Mutalif dan
Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama- nama perawi yang
sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad.
Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan
ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan
sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam
tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad
ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya
menyebut tanggal wafat.
Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama
yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja.
Dalam semua itu para ulama telah berjerih payah menyusun kitabkitab yang dihajati.
Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari golongan
sahabat Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para
sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian usaha itu dilaksanakan
oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu terdapat beberapa ahli lagi,
di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H).
Kitabnya bernama AI-Istiab.
Pada permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H)
mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya
dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini
adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi
GaribiI Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam
kitab At-Tajrid.
Sesudah itu pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar
Al-Asqali menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama AI-Ishabah.
Dalam kitab ini dikumpulkan Al- Istiab dengan Usdul Gabah dan
ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab- kitab tersebut.
Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.
Al-Bukhori dan muslim telah menulis juga kitab yang
menerangkan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu
hadis saja yang dinamai Wuzdan.
Kemudian, dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah
Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang menerangkan namanama sahabat yang hidup 120 tahun.

b)

Ilmul Jarhi Wat Tadil


Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian
dari ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang
sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang
berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil
ialah:Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang
dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya
(memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang
khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang
tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya),
telah tumbuh sejak zaman sahabat.
Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab
AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi
sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan
keadaan perawi-perawi hadis ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu
Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Sesudah berakhir masa tabiin, yaitu pada kira-kira tahun 150
Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi,
menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang
memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said AlQattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H), sesudah itu,
Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq
bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitabkitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para
perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.
Di antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main
(233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230
H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq
ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari
(256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi
ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).
Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang
memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar
Asqalani (852 H).
Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada
beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang
dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang yang lemah
saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadis. dan ada pula yang
melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan
perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang
melengkapi segala kitab.
Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat
Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat
besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sahabat nama-nama tabiin
dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa
ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari,
Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat

berguna bagi ahli hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam
ibnu Katsir.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat
dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan
kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk
dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan tingkatan
penghapal-penghapal hadis. Banyak pula ulama yang menyusun
kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan AsSayuti.
Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang
lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan
kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)
c)

IImu Illail Hadis


Ilmu Illial Hadis ialah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang
tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis.
Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu
memasukkan satu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang serupa
itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadis.
Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan
hadis, dan sehalus- halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit
hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang
sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai
malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadis.
Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini
(23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai
Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AIlmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu
Abdillah AI-Hakim.

F.

Penelitian Sanad
a)

Itibar dan Pembuatan Skema


Al-Itibar menurut bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara
tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di dalamnya.
Sedangkan menurut istilah adalah penelitian jalan-jalan hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui apakah ada
orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak.
Kegiatan itibar al-sanad dalam istilah ilmu hadits adalah
menyertakan sanad-sanad lain untuk suatu hadits tertentu, yang
hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang
periwayat saja.12[12]
Pembuatan skema sanad. Membuat urutan sanad mulai dari
mukharrijnya sampai dengan Rasulullah saw. dalam satu bagan.
Misalnya Hadis yang diingin diteliti terdapat pada 3 kitab Hadis,
misalnya dalam Sunan Abu Dawud, Sahih Muslim dan Musnad
Ahmad, maka yang harus dilakukan oleh peneliti adalah membuat

12[12] http://abiquinsa.blogspot.com/2010/10/takhrij-al-hadits-dan-itibar-al-sanad.html

skema sanad dalam satu bagan yang menunjukkan urutan sanad,


mulai dari Abu Daud, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal sampai ke
Rasulullah saw.13[13]
b)

Meneliti Kualitas Periwayat


Ulama hadis telah sepakat bahwa dua hal yang harus diteliti
pada diri periwayat hadis adalah keadilan dan kedabithannya.
Keadilan adalah sesuatu yang berhubungan dengan kualitas
pribadinya, sedangkan kedabithannya adalah hal-hal yang
berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Apabila kedua hal itu
(adil dan dabit) dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat hadis
tersebut dinyatakan periwayat yang tsiqah.

c)

Menyimpulkan Hasil
Langkah terakhir adalah kegiatan penyimpulan, yaitu apakah
Hadis yang diteliti melalui kaidah sanad termasuk Sahih, Hasan atau
Daif dengan syarat-syarat yang telah dikemukakan di atas.Contoh:

Ab Dud, kitab al-kutub al-sittah, Maktabah al-Rusyd, Beirut,


kitab al-Sunnah bab syarhu al-sunnah, hlm. 1701, no. hadis. 4596







Artinya: Telah menceritakan kepada kami Wahab bin
Baqiyah, dari Khlid, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah,
dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Kaum
Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau
tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah
menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan,
dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Kutipan Riwayat hadis di atas di awali dengan
. Yang
menyatakan kata itu adalah Abu Daud, yakni Sulaiman bin al-Asya
bin al-Syaddd bin Amr (wafat 275 H). Karena Ab Dud sebagai
Mukharrijul-Hadits, maka dia dalam hal ini berkedudukan sebagai
periwayat terakhir untuk hadis yang dikutip di atas. Dalam
mengemukakan riwayat, Abu Daud menyandarkan riwayatnya
kepada periwayat sebelumnya, yakni Wahab bin Baqiyah. Nama
periwayat yang disandari oleh Ab Dud tersebut dalam ilmu hadis
disebut sebagai sanad pertama. Dengan demikian, maka sanad
terakhir untuk riwayat hadis di atas adalah Ab Hurairah, yakni
periwayat pertama karena dia sebagai sahabat Nabi saw yang
berstatus sebagai pihak pertama yang menyampaikan hadis
tersebut. Berikut akan dikemukakan urutan periwayat dan urutan
sanad untuk hadis di atas:
NAMA PERIWAYAT

URUTAN

13[13] http://suhendri-usthendri.blogspot.com/2009/01/kritik-sanad.html

URUTAN

SEBAGAI PERIWAYAT

SEBAGAI SANAD

Ab Hurairah

Periwayat I

Sanad V

Ab Salamah

Periwayat II

Sanad IV

Muhammad bin Amr

Periwayat III

Sanad III

Khlid bin Abdullah

Periwayat IV

Sanad II

Wahab bin Baqiyah

Periwayat V

Sanad I

Ab Dud

Periwayat VI

(mukharijul-hadis)

Dari daftar nama tersebut tampak jelas bahwa periwayat


pertama sampai dengan periwayat keenam atau sanad pertama
sampai sanad kelima, masing-masing satu orang. Adapun lambinglambang metode periwayatan yang dapat dicata dari hadis tersebut
( qla). Itu berarti terdapat
adalah
( haddaan),
( an), dan
perbedaan metode periwayatan yang digunakan oleh para periwayat
dalam sanad hadis tersebut.
igat al-Isnad itu ada delapan tingkatan (martabah). Tingkatan
pertama lebih tinggi daripada tingkatan kedua dan tingkatan kedua
lebih tinggi dari tingkatan ketiga dan seterusnya. Jika melihat metode
periwayatan yang digunakan pada hadis di atas, maka lafal


termasuk dalam martabat pertama, sedangkan lafal dan
termasuk martabat kedelapan.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara penjang lebar
mengenai biografi para perawi hadis Abu Hurairah yang
diriwayatkatkan oleh Ab Dud di antaranya adalah:
1. Ab Dud
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asyats bin al-Syaddd
bin Amr, demikianlah yang dikatakan oleh Abdurrahman bin Ab
Htim. Beliau lahir pada tahun 202 H dan meninggal pada tahun
275 H. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah
Ibrhm bin al-Ramdy, Ibrhm bin Hamzah al-Ramaliy, Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal, Wahab bin Baqiyah al-Wsiy dan lain-lain.
Muridnya dalam periwayata hadis diantaranya adalah al-Tirmy,
Ibrhm bin Hamdan bin Ibrhm bin Ynus al-Aqliy, al-Nasi,
Abdullah bin Sulaiman bin al-Asya (anaknya), Ab Ali bin
Muhammad bin Abdullah bin Umar, dan AbAmr.
Pernyataan Kritikus hadis mengenai Ab Dud adalah:

Al-Hkim Ab Abdillah: Ab Dud adalah Ahli hadis pada


masanya.

Abu Htim Bin Hibbn: Ab Dud adalah salah seorang


pemimpin dunia yang faqih, alim, huffa, dan wara.

Musa bin Hrum al-Hfi: Ab Dud diciptakan di dunia ini


memiliki hadis dan di akhirat memiliki syurga.

Ahmad bin Muhammad bin Ysin al-Hawry: Ab Dud adalah


seorang huffa dalam bidang hadis. Dia seorang yang taat
beribadah, pemaaf, dan wara.

Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Ab Dud adalah


seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi dan
kapasitas intelektual yang tinggi dan tidak ada satupun yang
mencela ataupun melemahkannya. Pernyataannya menerima hadis
dari Wahab bin Baqiyah dapat dipercaya.
2. Wahab bin Baqiyah[11]
Nama lengkapnya adalah Wahab bin Baqiyah bin Uman bin Sbur
bin Ubaid bin dam bin Ziyd al-Wsiy, Ab Muhammad al-Mafuf
Bawahbany. Beliau lahir pada tahun 155 H dan meninggal pada
tahun 236 H, demikianlah menurut Muhammad bin Abdullah alHaram, Ab al-Qsim al-Bagwi, Ab Htim bin Hibbn, dan
Ahmad bin Kaml al-Qd. Gurunya dalam periwayatan hadis
diantaranya adalah Aqlab bin Tamm, Biysr bin al-Mufaal, Jafar
bin Sulaiman al-uba, Htim bin Ahnaf al-Wsi, Khlid bin
Abdullah al-Wsi, dan Sulaiman bin Akhdar. Muridnya dalam
periwayatan hadis diantaranya adalah Muslim, Ab Dud, Ibrhm
bin Ayub al-Wsi al-Adl, Ab al-Wlid Ahmad bin Bisyr al-ayals,
Ahmad bin al-Hasan al-Wsi, dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
Kakeknya adalah Ziyd Ra Qais bin Sad bin Ubdah.
Pernyatan Kritikus hadis mengenai Wahab bin Baqiyah:

Hasyim bin Marad al-abarn, dari Yahya bin Min berkata:


Beliau orangnya iqah (terpercaya), akan tetapi ia masih kecil
ketika mendengarnya.

Ibnu Hibbn di dalam kitabnya ia mengatakan: Wahab bin


Baqiyah orangnya iqah.

Hfi Ab Bakar al-Khatib: Dia orangnya iqah.

Penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Wahab bin Baqyah


adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas pribadi baik
dan terpercaya dan tidak ada satupun yang mencelahnya.
Pernyataannya menerima hadis dari Khlid bin Abdullah dapat
dipercaya.
3. Khlid bin Abdullah
Nama lengkapnya adalah Khlid bin Abdullah bin Abdurrahman
bin Yazd al-ahhn. Nama panggilannya Abal-Haiam dan Ab
Muhammad. Dia dilahirkan pada tahun 110 H dan wafat pada tahun
176 H, demikianlah menurut li bin Abdullah bin Mubasysyir alWsi. Gurunya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah
Ismail bin Ahmad bin Ab Sulaiman, Sulaiman bin Ab Khlid, Aflah
bin Humaid al- Madan, dan Ab Bisyr. Muridnya dalam bidang
periwayatan hadis diantaranya adalah Ibrahim bin Ms al-Raz,
Ishaq bin Syhn al-Wsi, Ab Umar Hafd bin Umar al-Hau, dan
Khalf bin Hisym al-Bazzr.
Pernyataan Kritikus hadis mengenai Khid bin Abdullah:

Abdurrahman bin Htim berkata: Abdurrrahman bin Ahmad Ibnu


Hanbal mengabarkan di dalam kitabnya kepadaku, dia berkata:
Bapakku telah berkata: Khlid al-ahhn itu iqah dan shaleh
dalam agamanya.

Ab al-Qsim al-abarn berkata: Aku telah mendengar


Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dia berkata: Khlid bin
Abdullah al-Wsi termasuk orang-orang yang mulia.

Muhammad bin Saad, Abu Zurah Abu Htim, al-Tirmi, dan alNas mengatakan bahwa dia adalah seorang yang iqah, Abu
Htim menambahkan bahwa hadisnya itu sahih (baik, sah). AlTirmi mengatakan dia adalah seorang Hfi.

Ab Dud berkata: Ishaq al-azrak berkata: Aku tidak menemukan


yang lebih utama dari pada Khlid bin al-ahhn.

Dari penilaian kritikus di atas menunjukkan bahwa Khlid bin


Abdullah adalah seorang periwayat hadis yang memiliki kualitas
pribadi baik dan terpercaya.
4. Muhammad bin Amr[13]
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Amr bin al-Qmah bin
Waqqa al-Lai, terkadang dia dipanggil Ab Abdillah dan Ab alHasan, al-Madan. Dia wafat pada tahun 144 H demikian menurut
Wqid dan 145 menurut Amr bin Ali. Gurunya dalam periwayatan
hadis diantaraya adalah Ibrhm bin Abdullah bin Hunain, Ibrhm
bin Abdurrahman bin Auf, Khlid bin Abdullah bin Harmalah, Dnr
bin Ab Abdillah al-Qarra, al-Arabi bin L, Slim bin Abdullah bin
Umar, Saad bin Said al-Anar, dan Saad bin al-Munir bin Ab
Humaid al-Said. Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya
adalah Asba bin Muhammad al-Qursy, Ismail bin Jafar, al-Hasan
bin alih bin Hay, Ab Usamah Hammad bin Usmah, dan Khlid
bin Abdullah al-Wsi.
Komentar Kritikus hadis mengenai Muhammad bin Amr:

Ishaq bin Hkim berkata: Yahya al-Qaan pernah berkata:


Muhammad bin Amr merupakan laki-laki yang aleh namun
bukan orang yang paling hafal hadis.

Ishaq bin Manur berkata: Dari Yahya bin Muin, sesungguhnya


dia pernah ditanya tentang Muhammad bin Amr dan Muhammad
bin Ishaq, manakah dari keduanya yang didahulukan? Dia
berkata: Muhammad bin Umar.

AbBakar bin Abi Khaiamah berkata, Yahya bin Muin pernah


ditanya mengenai Muhammad bin Amr, lalu ia berkata: Orangorang selalu berhati-hati terhadap hadisnya kemudian
ditanyakan kepadanya: Apakah alasannya? Dia menjawab:
Dahulu dia pernah sekali menceritakan (hadis) dari Ab Salamah
dengan dengan ucapan dari pikirannya, kemudian pada
kesempatan lain dia menceritakannya dari Ab Salamah, dari
Ab Hurairah.

Ibrhm bin Yaqub al-Said al-Juwazjan berkata: Dia tidak kuat


hadisnya dan hadisnya dilemahkan.

Ab Htim: Hadisnya baik, ditulis, dan dia juga seorang guru.

Al-Nasi: Tidak apa-apa (hadisnya) dan di tempat lain ia


berkata: Dia itu iqah.

Ab Ahmad bin Ad: Hadis miliknya itu bagus, sekumpulan orang


terpercaya iqah telah meriwayatkan hadis darinya.

Ibnu Hibbn menyebutkankan namanya dalam kitab al-iqh,


dan dia berkata: Dia itu sering melakukan keliruan (yukhtiu)

Penilaian kritikus di atas mengenai Muhammad bin Amr berbedabeda, ada yang menganggapnya iqah dan ada juga
melemahkannya. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
Muhammad bin Amr adalah perawi yang tidak terpercaya,
meragukan, dan tidak bisa diterima hadisnya begitu saja. Di dalam
biografinya tidak ditemukan ketersambungan sanad dari Ab
Salamah dan Khlid bin Abdullah tetapi antara Ab Salamah
dengan Khlid ada ketersambungan karena ada hubungan antara
guru dan murid
5. Ab Salamah
Nama lengkapnya adalah Ab Salamah bin Abdurrahman bin Auf
al-Qursy al-zuhry al-Madany. Dia wafat pada tahun 94 H,
demikianlah menurut al-Haiam bin Ady, sedangkan menurut
Muhammad bin Saad dia meninggal pada tahun 92 H pada masa
khalifah al-Wald dan umurnya pada saat itu adalah 72 tahun.
Gurunya dalam meriwayatkan hadis diantaranya adalah Usmah
bin Zaid, Anas bin Mlik, Bisyr bin Zaid, aubn pembantu
Rasulullah saw, Jabir bin Abdullah al-Anary, Jafar bin Amr bin
Umayyah al-Drimy, dan Muawiyah bin al-Ahkam al-Sulamy.
Muridnya dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Ismail bin
Umayyah, a-Aswad bin al-Ala bin Jriyah al-aqafi, Bukair bin
Abdullah bin al-Asyaj, ummah bin Kilab, Jafar bin Rabah, dan
Muhammad bin Amr bin al-Qmah.
Pernyataan Kritkus hadis mengenai Ab Salamah:

Muhammad bin Saud berkata: Dia itu iqah dan


meriwatkan hadis.

banyak

Ab Zurah: Dia adalah imam yang iqah.

Anas bin Mlik: Di kalangan kami terdapat lelaki dari ahli ilmu,
nama salah seorang diantara mereka adalah memakai
kunyahnya, yaitu Ab Salamah bin Abdurrahman.

Setelah mengetahui penilain para kritikus di atas, dapatlah kita


pahami bahwa Ab Usmah salah seorang sahabat Nabi yang
terpercaya dan banyak meriwayatkan dan keilmuannya dalam
bidang hadis tidak perlu diragukan lagi. Pernyataannya menerima
hadis dari Abu Hurairah dapat dipercaya.
6. Ab Hurairah
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin akhr bin
Abdurrahman bin Wbiah bin Mabad al-Asady al-Raqy, Gurunya

dalam periwayatan hadis di antaranya adalah: Bisyri bin Lhiq alRaqy, Jafar bin Barqn, Syaibn bin Abdurrahman al-Nahawy,
alhah bin Zaid al-Raqy,dan Qays bin al-Raby. Muridnya dalam
periwayatan hadis di antaranya adalah: anaknya sendiri yaitu
Abdussalam bin Abdurrahman al-Wbiy, Ab Dud meriwayatkan
satu hadis darinya. Kunyahnya adalah Abu Hurairah al-Dausy.
Setelah melihat biografi perawi di atas maka dapat kita ketahui
bahwa ada sanad yang bermasalah yakni Muhammad bin Amr yang
dilemahkan oleh banyak ulama, tapi lemah yang dimaksud di sini
adalah bukan karena maksiat atau hal yang buruk lainnya akan tetapi
karena kelemahan hafalannya dan seringnya melakukan kekeliruan.
Dari semua hadis riwayat Ab Hurairah pasti akan melalui jalurnya
Muhammad bin Amr yang lemah, meskipun semua sanadnya yang
lain (selain Muhammad bin Amr) iqah.14[14]
III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa :
1) Metode kritik sanad hadis ialah suatu cara yang sistematis dalam
melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis tentang
individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masingmasing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam
rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis
(Shahih, hasan, atau dlaif).
2) Urgensi kritik sanad hadits adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang
diteliti. Hal ini dikarenakan:
a) Hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran dan atau sumber hukum Islam
sesudah al-Quran.
b) Hadis Nabi saw. tidak seluruhnya tertulis pada waktu Nabi masih
hidup.
c) Telah terjadi upaya pemalsuan terhadap hadis Nabi saw.
d)

Proses penghimpunan dan periwayatan hadis Nabi saw. Telah


memakan waktu yang sangat panjang.

e) Kitab-kitab hadis yang telah banyak beredar ternyata menggunakan


metode dan pendekatan penyusunan yng bervariasi.
f) Periwayatan hadis lebih banyak berlangsung secara makna dari pada
secara lafal.
2)

Ada beberapa 4 kriteria kesahihan sanad, yaitu:


a) Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari
periwayat pertama sampai periwayat terakhir;
b) Para periwayat dalam sanad hadis itu haruslah orang-orang yang
dikenal tsiqah ( adil dan dhobith)
c) Hadis itu terhindar dari cacat (illat) dan kejanggalan (Syadz);
d) Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sezaman.

14[14]http://ahmadsyaki.blogspot.com/2012/11/kritik-sanad-hadits.html

3)

Diantara pendekatan dalam menilai sanad yaitu:


a) Pendekatan Psikohistoris ( yaitu pendekatan yang melibatkan aspek
psikologis, tempat, suasana, gaya dan ketika peristiwa komunikasi
hadits terjadi)
b) Pendekatan Historisfenomenologis ( yaitu pendekatan dari segi
peristiwa kesejarahan ketika hadits itu direkam disamping juga kondisi
sahabat saat mengartikulasikan hadits )
c)
Pendekatan Sosiohistoris ( yaitu melihat keadaan sosial
kemasyarakatan dan tempat serta waktu terjadinya )
4) Beberapa ilmu yang terkait dengan kajian kritik sanad yaitu:
a)
Ilmu Rijaalil Hadits
b)
Ilmul Jarhi Wat Tadil
c)
Ilmu Illalil Hadits
5)

Dalam proses penelitian sanad, ada beberapa tahapan yaitu:


a) Itibar dan Pembuatan Skema
b) Meneliti kualitas Perowi
c) Menyimpulkan Hasil
October 18, 2013 in Uncategorized.

Related posts
TAFSIR AL-QURAN BERKERANGKA KEBUDAYAAN
SEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IAT

Post navigation
SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI IAT-STAIN SALATIGA
SEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IAT

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website

Comment
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title="">
<acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em>
<i> <q cite=""> <strike> <strong>

Search

Recent Posts

TAFSIR AL-QURAN BERKERANGKA KEBUDAYAAN

SEMINAR REGIONAL PENGEMBANGAN PRODI IAT

Kajian Kritik Sanad

SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI IAT-STAIN SALATIGA

Recent Comments
Archives

December 2013

October 2013

August 2013

Categories

beranda

Uncategorized

Meta

Log in

Entries RSS

Comments RSS

WordPress.org

Proudly powered by WordPress | Theme: Expound by Konstantin Kovshenin

Anda mungkin juga menyukai