Anda di halaman 1dari 9

OPTIMALISASI PROSES PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT

DARI GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL DENGAN VARIASI


TEMPERATUR DAN PERBANDINGAN
RATIO ANTARA GLISEROL DENGAN ASAM BENZOAT
Nur Aini Setiawati, Wahyuda Auwalani, Jimmy, ST. MT
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITN Malang
Jl. Bendungan Sigura-gura No. 2 Malang 65145
e-mail: yudawah@gmail.com
Abstrak
Gliserol merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel yang membutuhkan pengolahan
lebih lanjut supaya memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Proses esterifikasi gliserol merupakan salah
satu metode yang banyak digunakan dalam konversi gliserol. Produk dari konversi gliserol ini bersifat
ramah lingkungan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji lebih lanjut proses reaksi gliserol dan asam benzoat dengan menggunakan katalis asam klorida
untuk mendapatkan kondisi optimum proses produksi gliserol tribenzoat yang meliputi variabel
temperatur (50, 65, 70, 80, 90 C) dan perbandingan ratio antara gliserol dengan asam benzoat (1:3,
1:3,5, 1:5, 1:7). Penelitian dilakukan dengan mereaksikan antara asam benzoat yang larut didalam
metanol dengan gliserol dan asam klorida sebagai katalis dalam reaktor berpengaduk dengan variabel
tetap tekanan didalam reaktor 3 atm, pengadukan 100 rpm, volume reaktor 500 ml, waktu reaksi 60 menit,
dan katalis 7%. Dengan Perbandingan ratio mol gliserol dan asam benzoat 1:5 dan suhu operasi 70 C
diperoleh sebagai kondisi optimum untuk dapat mengkonversi reaktan menjadi gliserol tribenzoat
dengan perolehan produk gliserol tribenzoat yang relatif tinggi. Dalam kondisi seperti itu diperoleh yield
77,75 %.
Kata kunci: gliserol, gliserol tribenzoat, hasil samping biodiesel, optimalisasi proses
Abstract
Glycerol is by-product of biodiesel making and requires continue processing to increase
economic value. Glycerol esterification process is one method that is widely used in the conversion of
glycerol. Product of glycerol conversion is environmentally friendly because it is not a derivative of
petroleum. This study aims to examine further the reaction of benzoic acid with glycerol and hydrochloric
acid catalyst to obtain optimum conditions glycerol tribenzoat production process that includes a
variabels temperature (50, 65, 70, 80, 90 C) and ratio comparisons between glycerol with benzoic acid
(1:3, 1:3,5, 1:5, 1:7). Research performed by reacting the benzoic acid dissolved in metanol with
glycerol and hydrochloric acid as a catalyst in a stirred reactor with fixed variabel pressure inside the
reactor 3 atm, stirring 100 rpm, volume 500 ml reactor, the reaction time of 60 minutes, and the catalyst
7%. By comparison mole ratio of glycerol and benzoic acid 1 : 5 and 70 C operating temnperature is
obtained as the optimum condition to be able to convert the reactants into glycerol tribenzoat with glycerol
product acquisition tribenzoat relatively high. In such conditions the yield obtained 77,75%.
Keyword: glycerol, glycerol tribenzoat, byproduct of biodiesel, optimization process
1. Pendahuluan
Bahan bakar minyak bumi merupakan salah satu kebutuhan utama yang banyak digunakan di berbagai
negara. Menurut data automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar Indonesia telah melebihi produksi sejak
tahun 1995 dan diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam waktu 10 15 tahun
mendatang (Anshari et al,2012).
Pada tahun 2014 produksi biodiesel nasional mencapai 680.000 kilo liter. Namun produksi biodiesel
tersebut masih jauh dibawah target sesuai dengan peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional, kuota bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel pada tahun 2011-2015 sebesar 3
persen dari konsumsi energi nasional atau setara dengan 1,5 juta kiloliter (Harian Kompas, 2014). Dari
produksi biodiesel sebanyak ini akan dihasilkan gliserol yaitu propana dengan gugus hidroksil pada masing-

masing atom karbonnya sebanak 10% produksi biodiesel. (Bajammal et al, 2005).
Meskipun gliserol bukan merupakan zat yang beracun, buangan limbah gliserol dengan volume yang
besar tetap akan menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan dan kesehatan dan akan menjadi
tidak ekonomis dan efisien bila gliserol hanya dibuang begitu saja. Alternatif yang memungkinkan adalah
mengubah gliserol menjadi produk lain yang bernilai ekonomis lebih tinggi dan lebih aman bagi
lingkungan.
Gliserol dapat dirubah menjadi gliserol asetat, gliserol karbonat, gliserol tribenzoat dan sebagainya. Pada
penelitian ini dipilih gliserol tribenzoat karena selain memiliki reaksi yang sederhana bahan baku
pembuatannya mudah didapatkan dan juga memiliki banyak kegunaan atau manfaat diantaranya sebagai
edible coating, bahan plasticizer, bahan peningkat sifat adhesive dan lain-lain.
Prasetyo dkk., (2012b) melakukan penelitian tentang esterifikasi gliserol dengan asam benzoat
menggunakan katalis asam sulfat dengan variabel berubah temperature, perbandingan mol asam benzoat
dengan gliserol dan waktu operasi. Didapatkan konversi paling baik adalah 64,165% pada rasio mol gliserol
dan asam benzoat 1:3 dengan temperatur 60 C dan waktu 30 menit.
Abdurrakhman dkk., (2013) juga melakukan penelitian tentang esterifikasigliserol dengan asam
benzoat menggunakan katalis asam klorida menggunakan variabel berubah temperatur, perbandingan mol
dan konsentrasi katalis didapatkan yield paling tinggi sebesar 71,87 % pada dengan temperatur 65 C, rasio
mol antara asam benzoat gliserol 3,5:1 dan konsentrasi katalis terhadap gliserol 7%. Dengan menggunakan
variabel tetap volume sistem 500 ml dan kecepatan pengadukan 100 rpm.
Oleh karena itu diperlukan usaha untuk memperbesar konversi gliserol tribenzoat yang telah diakukan
dari para peneliti terdahulu dengan cara menggunakan variasi temperatur dan ratio perbandingan antara
gliserol dan asam benzoat pada penelitian ini.
2. Metodologi Penelitian
Bahan:
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gliserol hasil samping biodiesel, asam benzoat,
methanol, asam klorida, aquadest, dan kertas saring.
Pelarutan asam benzoat
Asam benzoat ditimbang sebanya 36,64 gr (untuk perbandingan rasio 1:3) lalu melarutkannya dengan
metanol 490,31 ml di dalam beakerglass 1000 m hingga homogen.
Proses esterifikasi gliserol dan asam benzoat
- Menambahkan asam benzoat yang telah dilarutkan dalam metanol kedalam reaktor (no 4)
- Menambahkan gliserol 8,1 ml kedalam reaktor (no 4)
- Menambahkan katalis asam klorida sebanyak 1,6 ml kedalam reaktor ( no 4)
- Memasang gas ket dan menutup reaktor dengan kuat
- Memastikan semua valve sudah tertutup, kecuali valve control tekanan
- Mengkondisikan tekanan didalam reaktor hingga 3 atm dengan cara menyalakan sklar kompresor
(no 14)
- Menyalakan saklar heater (no 15) dan mengkondisikan suhu didalam reaktor sesuai dengan variabel
yang telah ditentukan dengan melihat temperatur indikator (no 12)
- Melakukan pengadukan dengan kecepatan 100 rpm dengan meyalakan saklar pengaduk (no 16)
- Mengatur kecepatan pengadukan (no 11)
- Proses reaksi selama 60 menit
- Mengeluarkan larutan dalam reaktor
- Melakukan pencucian dengan menambahkan aquadest sekaligus memisahkan padatan dengan
menggunakan kertas saring
- Menghilangkan kandungan air dan metanol dalam sampel dengan cara memasukkan ke dalam oven
pada suhu 110 C selama 60 menit
- Menimbang sampel yang telah dikeringkan dan menentukan yield reaksi
- Memasukkan ke botol sampel
- Melakukan analisa FTIR

Alat Penelitian
8

9
12

Keterangan:
1. Compressor
2. Box Compressor
10
3. Tabung Pemanas
4. Reaktor
13
5. Thermocouple
6. Valve control tekanan
7. Motor Pengaduk
8. Pressure Gauge
9. Valve Pembuangan gas
10. Control Panel
11. Pengatur Kecepatan Pengaduk
12. Temperatur Indikator
13. Saklar Power On / Off
14. Saklar Compressor
15. Saklar Heater
16. Saklar Pengaduk

5
4
11

16
14

15

3. Hasil dan Pembahasan


Analisa dilakukan di dua tempat, analisa pertama yaitu analisa kuantitatif dilakukan di Laboratorium
Teknik Kimia dengan cara gravimetri sehingga didapatkan yield reaksi dari tiap-tiap sampel yang
direaksikan.
Analisa yang kedua yaitu analisa kualitatif yang dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Surabaya dengan menggunakan instrumen FTIR (Fourier Transform Infra Red) sehingga dapat diketahui
gugus fungsi produk yang dihasilkan dari penelitian, apakah produk tersebut merupakan gliserol tribenzoat
atau bukan. Analisa di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya dengan instrumen FTIR menguji
secara kualitatif 20 sampel yang ada, jadi semua sampel dari penelitian yang kami lakukan, diuji dengan
menggunakan FTIR karena ditakutkan pada kondisi operasi yang berbeda-beda akan dihasilkan gugus fungsi
produk yang berbeda-beda pula atau tidak menghasilkan gliserol tribenzoat seperti apa yang diharapkan.
Berikut akan dilampirkan hasil analisa FTIR dari 20 sampel dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Hasil analisa FTIR
Temperatur Nomor
Rasio (mol)
Hasil Analisa
Gliserol : As. Benzoat
Sampel
(C)
50
1
Sangat Identik
65
2
Sangat Identik
1:3
70
3
Sangat Identik
80
4
Sangat Identik
90
5
Sangat Identik
50
6
Sangat Identik
65
7
Sangat Identik
1:3,5
70
8
Sangat Identik
80
9
Sangat Identik
90
10
Sangat Identik
50
11
Cukup Identik
65
12
Sangat Identik
1:5
70
13
Sangat Identik
80
14
Sangat Identik
90
15
Sangat Identik
50
16
Sangat Identik
65
17
Sangat Identik
1:7
70
18
Sangat Identik
80
19
Sangat Identik
90
20
Sangat Identik
Hasil analisa FTIR terdiri dari 3 (tiga) macam kriteria yang akan disesuaikan dengan hasil spektra yaitu
sangat identik, cukup identik, dan tidak identik. Dari ketiga kriteria tersebut, 19 sampel yang di analisa

kualitatif menggunakan FTIR memiliki hasil sangat identik hanya ada satu sampel yang memiliki hasil
cukup identik yaitu sampel no 11, diperkirakan penyebab dari sampel no 11 memiliki hasil yang berbeda
dengan yang lain dikarenakan pada saat menganalisa masih terdapat udara yang mengandung oksigen
disekitar sampel saat ditembak oleh laser di dalam instrumen FTIR. Seharusnya pada saat menganalisa
ditunggu sampai jarak waktu tertentu agar gas nitrogen yang berasal dari tabung nitrogen dapat mengalir
disekitar sampel yang akan dianalisa secara keseluruhan terlebih dahulu, agar tidak ada oksigen yang dapat
mengganggu pembacaan FTIR.
Berikut akan diberikan spektra IR standard yang diambil dari jurnal yang menjadi referensi serta hasil
analisa FTIR yang memiliki kriteria sangat identik (sampel no 2), sedangkan ke 18 sampel yang lain yang
memiliki kriteria sangat identik mengikuti sampel no 2 pada 1:3 65 C karena didapatkan hasil yang sama
(bisa dilihat dilampiran) dan ditampilkan pula untuk hasil yang cukup identik (sampel no 11) yang berupa
spektra IR sebagai agar dapat membandingkannya.

Gambar 1. Spektra IR standar gliserol tribenzoat (Abdurrakhman et al, 2013)

Gambar 2. Hasil uji FTIR untuk hasil yang sangat identik (sampel no 2)

Gambar 3. Hasil uji FTIR untuk hasil yang cukup identik (sampel no 11)

Jika melihat bentuk spektra dan titik-titik puncak dari hasil analisa diatas dapat terlihat bahwa hasil
spektra atau hasil uji FTIR sama dengan hasil spektra standard gliserol tribenzoat.
Prasetyo
(2012b)
mengatakan
bahwa
gliserol
tribenzoat
memiliki
gugus
fungsi
C6H5COOCH2CH(C6H5COO)CH2(C6H5COO) yang tergolong dalam grup ester, dalam penelitiannya hasil
analisa FTIR menunjukkan bahwa hasil spektra IR sampel ada panjang gelombang pada 1687,02 cm-1 dan
Prasetyo (2012b) mengatakan bahwa panjang gelombang tersebut mendekati dalam grup ester.
Abdurrakhman (2013) mengatakan pula gliserol tribenzoat memiliki gugus fungsi
C6H5COOCH2CH(C6H5COO)CH2(C6H5COO) yang tergolong dalam grup ester dengan panjang gelombang
pada daerah sidik jari yaitu 1750 cm-1, dalam penelitiannya hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa hasil
spektra IR sampel terdapat panjang gelombang 1757 cm-1 dan Abdurrakhman (2013) mengatakan bahwa
dengan panjang gelombang tersebut mendekati dalam grup ester. Lalu diperkuat lagi dengan pernyataan
Abdurrakhman dimana spektra mempunyai penyesuaian yang tetap (close match) di daerah tersebut, serta
dikaji lebih lanjut di daerah frekuensi gugus yaitu pada 3168,23 cm-1 yang menandakan gugus aromatic
maka hal ini merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa yang memberikan kedua spektra ini adalah identik.
Jika melihat hasil analisa FTIR penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil analisa FTIR penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Prasetyo (2012b) dan Abdurrakhman (2013),. Hanya saja sampel no 11
pada gambar 3 didapatkan hasil analisa yang sedikit berbeda yakni terdapat tambahan titik puncak pada
3792,2 cm-1, hasil yang berbeda ini disebabkan masih terdapat udara yang mengadung oksigen yang berada
disekitar sampel yang akan diuji dalam instrumen FTIR, rentang waktu yang hanya sebentar saat sampel
dimasukkan dengan dan saat penembakan laser menjadi faktor masih adanya oksigen yang dapat
mempengaruhi hasil analisa karena gas nitrogen yang dimasukkan masih belum menyebar disekitar daerah
tembakan laser disekitar sampel.
Pada penelitian ini hasil analisa FTIR untuk gambar 2 menunjukkan bahwa hasil spektra IR sampel
terdapat panjang gelombang 1687,0 cm-1 yang menunjukkan senyawa ester dan hasil tersebut sama dengan
hasil analisa yang dilakukan Prasetyo (2012b) yang mendapat panjang gelombang 1687,02 cm -1 dan close
match dengan hasil analisa 18 sampel yang lain.
Sedangkan pada gambar 3 juga terdapat panjang gelombang 1682,15 cm-1 yang tidak jauh berbeda dari
panjang gelombang pada gambar 2 dan dapat disimpulakan bahwa sample tersebut merupakan gliserol
tribenzoat. Hanya saja perlakuan pada saat analisa yang salah menyebabkan ada tambahan panjang
gelombang pada 3792,2 cm-1 yang menyatakan adanya oksigen yang masih terkandung dan menggau
pembacaan FTIR.
Selain identik dengan panjang gelombang milik Prasetyo (2012b) 1687,0 cm-1 panjang gelombang yang
didapatkan pada hasil analisa (1687,02 dan 1687,0 cm-1) yang menyatakan gugus ester tersebut identik
dengan panjang gelombang atau frekuensi yang didapatkan dari jurnal mengenai spektra IR oleh
Kristianingrum (2010) dimana dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa senyawa ester terletak pada frekuensi
antara 1650 cm-1.
Tabel 2. Perbandingan analisa FTIR
Panjang gelombang pada
Panjang geombang
Penelitian
sidik jari
pada frekuensi gugus
Terdahulu oleh Prasetyo., dkk (2012b)
1687,02 cm -1 (ester)
1431,18 cm-1 (CH3-,-CH2-)
Terdahulu oleh Abdurrakhman., dkk (2013)
1456,26 cm-1 (CH3-,-CH2)
3168,23 cm-1 (C-H)
-1
1757,02 cm (ester)
Hasil penelitian sample no 2
1687,0 cm-1 (ester)
2925,4 cm-1 (C-H)
-1
Hasil penelitian sample no 11
1682,15 cm (ester)
2922,66 cm-1 (C-H)
Jadi pada penelitian ini hasil analisa FTIR yang telah dilakukan memiliki panjang gelombang yang sama
bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Prasetyo (2012b) yang
mendapatkan panjang gelombang 1687,02 cm-1 dan Abdurrakhman (2013) mendapatkan panjang gelombang
1757 cm-1 beserta junal mengenai spektra IR yang mengatakan gugus ester terletak diantara pada panjang
gelombang 1650 cm-1. Hasil spektra juga mempunyai penyesuaian yang tetap (close match) di daerah ini.
Pada daerah frekuensi gugus pada gambar 2 didapatkan panjang gelombang 2925,1 cm-1 sedangkan pada
hasil spektra pada gambar 3 didapatkan panjang gelombang 2922,16 cm-1 yang tidak jauh berbeda dengan
hasil analisa FTIR yang telah dilakukan abdurrakhman (2013) yang mendapatkan panjang gelombang
3168,23 cm-1 dan Kristianingrum (2010) yang menyatakan bahwa CH aromatik terletak diantara frekuensi
3030 cm-1. Dari penjelasan diatas dengan cara membandingkan dengan penelitian terdahulu, jurnal mengenai
spektra IR dengan hasil analisa FTIR penelitian ini dapat disimpulkan senyawa tersebut merupakan gliserol
tribenzoat.
Sebelum melakukan analisa kualitatif di Universitas Airlangga Surabaya telah dilakukan terlebih dahulu
analisa kuantitatif di Laboratorium Teknik Kimia dengan cara menimbang sampel gliserol tribenzoat dari

hasil reaksi yang telah dihilangkan impuritisnya dan membandingkannya dengan massa reaktan sehingga
dapat diperoleh yield hasil reaksi.
Tabel 3. Hasil analisa kuantitatif dengan metode gravimetri
Massa
Yield (%)
Ratio mol
Massa
Massa
Yield (g)
T
Gliserol
Terhadap
(giserol/as.b
gliserol
as.benzoat
Terhadap
tribenzoat
gliserol dan
(C)
enzoat)
(gram)
(gram)
gliserol
(gram)
asam benzoat
50
10,19
36,63
27,68
2,7164
59,1200%
65
10,19
36,63
28,92
2,8381
61,7685%
1:3
70
10,19
36,63
31,35
3,0765
66,9586%
80
10,19
36,63
29,49
2,8940
62,9859%
90
10,19
36,63
29,13
2,8587
62,2170%
50
10,19
42,74
35,12
3,4465
66,3518%
65
10,19
42,74
38,38
3,7664
72,5109%
1:3,5
70
10,19
42,74
38,95
3,8224
73,5878%
80
10,19
42,74
36,87
3,6183
69,6580%
90
10,19
42,74
35,74
3,5074
67,5231%
50
10,19
61,06
49,38
4,8459
69,3053%
65
10,19
61,06
53,14
5,2149
74,5825%
1:5
70
10,19
61,06
55,48
5,4446
77,8667%
80
10,19
61,06
53,71
5,2709
75,3825%
90
10,19
61,06
53,28
5,2287
74,7789%
50
10,19
85,48
53,21
5,2218
55,6183%
65
10,19
85,48
56,96
5,5898
59,5380%
1:7
70
10,19
85,48
59,75
5,8636
62,4543%
80
10,19
85,48
58,46
5,7370
61,1059%
90
10,19
85,48
55,63
5,4578
58,1461%
Dari hasil analisa kuantitatif didapatkan yield reaksi tertinggi pada sampel dengan perbandingan ratio 1:5
dan pada suhu 70 C dengan massa gliserol tribenzoat 55,48 gram dan yield 77,87 %. Sedangkan hasil yield
reaksi yang terendah terletak pada sampel nomor 1 yakni terletak pada perbandingan ratio 1:3 dan suhu 50
C dengan massa 27,68 gram dan yield 59,12 %. Dari 20 sampel yang telah dianalisa didapakan hasil yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan karena kondisi operasi yang berbeda-beda pula sehingga dapat
mempengaruhi yield reaksi.
Berikut akan diberikan dalam bentuk grafik yang menggambarkan hubungan antara ratio dengan massa
produk gliserol tribenzoat yang dihasilkan, hubungan antara massa gliserol tribenzoat dengan hubungan
antara temperatur terhadap yield reaksi, dan hubungan antara perbandingan ratio antara gliserol dengan asam
benzoat terhadap yield reaksi.
massa gliserol tribenzoat (g)

60,00
55,00
50,00
50 C

45,00

65 C

40,00

70 C

35,00

80 C

30,00

90 C

25,00
3

3,5

4,5 5 5,5 6
mol asam benzoat

6,5

Gambar 4.4. Hubungan antara perbandingan ratio terhadap massa gliserol tribenzoat pada berbagai
temperatur

Yield terhadap gliserol (g)

6,0000
5,5000
5,0000
50 C

4,5000

65 C

4,0000

70 C

3,5000

80 C

3,0000

90 C

2,5000
3

3,5

4,5 5 5,5 6
mol asam benzoat

6,5

Yield terhadap reaktan total (%)

Gambar 4.5. Hubungan antara perbandingan ratio dengan yield terhadap gliserol pada berbagai
temperatur
79,00%
74,00%
50 C

69,00%

65 C
64,00%

70 C
80 C

59,00%

90 C
54,00%
3

3,5

4,5 5 5,5 6
mol asam benzoat

6,5

Gambar 6. Hubungan antara ratio dengan yield reaksi terhadap reaktan total pada berbagai temperatur

Yield terhadap gliserol (g)

6,0000
5,5000
5,0000
4,5000

'1:3

4,0000

'1:3,5

3,5000

'1:5

3,0000

'1:7

2,5000
50

60

70
80
Temperatur (C)

90

Gambar 7. Hubungan antara temperatur dengan yield terhadap gliserol pada berbagai perbandingan
ratio

Yield terhadap reaktan total


(%)

80,00%
75,00%
70,00%

'1:3

65,00%

'1:3,5
'1:5

60,00%

'1:7
55,00%
50

60
70
80
Temperatur (C)

90

Gambar 8. Hubungan antara temperatur terhadap yield reaksi pada berbagai ratio
Pembahasan mengenai trend line pada gambar 4. yakni hubungan antara perbandingan ratio antara
gliserol dan asam benzoat terhadap massa gliserol tribenzoat yang dihasilkan pada berbagai temperatur. Dari
gambar dapat disimpulkan massa terbesar terletak pada 1:7 temperatur 70 C yakni 59,75 gram, namun kami
memilih massa terbaik pada 1:5 temperatur 70 C karena didapatkan massa produk yang tidak jauh berbeda
yakni 55,48 gram. Kami memilih massa terbaik pada titik 1:5 dan 70 C dikarenakan alasan efisiensi bahan,
karena pada 1:7 asam benzoat yang digunakan terlalu banyak namun tidak menunjukkan perubahan massa
yang signifikan. Selain dari alasan tersebut kami memilih kondisi terbaik pada 1:5 temperatur 70 C
dikarenakan yield terhadap reaktan total (gliserol dan asam benzoat) adalah yang terbesar dari pada yang
lain.
Pembahasan mengenai trend line pada Gambar 5 yakni hubungan antara perbandingan ratio antara
gliserol dan asam benzoat dengan yield (terhadap gliserol). Secara teori semakin besar perbandingan mol
reaktan akan semakin besar pula frekuensi reaktan bertumbukan dan semakin besar pula yield yang
dihasilkan. Dalam penelitian ini juga didapatkan hal yang demikian yaitu semakin besar perbandingan ratio
antara gliserol dan asam benzoat semakin besar pula yield yang dihasilkan. Kami menambahkan yield
(terhadap gliserol) karena sebenarnya asam benzoat merupakan variable bebas yang selalu berubah-ubah
sehingga tidak dapat digunakan sebagai acuan yang tetap dalam penentuan yield hasil reaksi.
Pembahasan mengenai trend line pada Gambar 6 yakni hubungan antara perbandingan ratio antara
gliserol dan asam benzoat dengan yield (terhadap reaktan total) hasil reaksi pada berbagai temperatur. Secara
teori semakin besar perbandingan ratio yang diberikan semakin besar pula yield reaksi yang akan dihasilkan
hal ini dikarenakan semakin besar frekuensi reaktan yang bertumbukan. Namun pada penelitian ini
didapatkan hasil yang optimum pada perbandingan ratio 1:5 dan suhu 70 C, hal ini dikarenakan pada
perbandingan ratio 1:7 terlalu banyak asam benzoat yang dibutuhkan, sehingga semakin banyak asam
benzoat yang tidak bereaksi dan akan mempengaruhi yield reaksi yang dihasilkan sangat rendah. Dimana
yield reaksi merupakan perbandingan antara massa produk (gliserol tribenzoat) dengan massa reaktan
(gliserol dan asam benzoat). Selain itu pada perbandingan ratio 1:7 didapatkan massa gliserol tribenzoat
yang hampir sama dengan massa gliserol tribenzoat yang didapat dari perbandingan ratio 1:5 dari hal ini
menunjukkan bahwa perbandingan ratio terbaik 1:5 dengan alasan efisiensi proses. Hal ini semakin
diperkuat dengan hasil atau yield (%) terhadap gliserol dan asam benzoat pada berbagai temperatur dengan
hasil tertinggi selalu pada perbandingan ratio 1:5.
Pembahasan mengenai trend line pada gambar 7 yakni hubungan antara temperatur dengan yield
terhadap gliserol dan gambar 4.8 yakni hubungan antara temperatur dengan yield reaksi terhadap massa
reaktan total pada berbagai macam perbandingan ratio. Secara teori bahwa semakin tinggi temperatur maka
partikel-partikel akan semakin reaktif bergerak sehingga semakin memperbesar kemungkinan terjadi
tumbukan antara partikel. Apabila partikel-partikel terlalu reaktif bergerak maka tidak memperkecil
kemungkinan jika reaksi akan bergeser kembali kekiri atau ke arah reaktan kembali pada waktu yang telah
ditetapkan yaitu 60 menit. Jadi diperkirakan pada suhu 80 C dan 90 C produk yang telah terbentuk terlalu
reaktif pula untuk bergerak sehingga menggeser kembali kearah reaktan dikarenakan reaksi berjalan secara
reversible atau bolak-balik.
Prasetyo (2012b) mengatakan bahwa apabila suatu reaksi kimia yang berlangsung terdapat laju reaksi
dan konsentrasi pereaksi pun berkurang. Beberapa waktu kemudian reaksi dapat berkesudahan, artinya
semua pereaksi habis bereaksi. Namun pada reaksi ini tidak berkesudahan dan pada seperangkat kondisi
tertentu, konsentrasi pereaksi dan produk reaksi menjadi tetap. Reaksi yang demikian disebut dengan reaksi

reversible dan kesetimbangan. Pada reaksi semacam ini produk reaksi yang terjadi akan bereaksi membentuk
kembali pereaksi.
Dengan membandingkan antara teori yang ada mengenai tumbukan partikel dengan pernyataan Prasetyo
(2012b) dapat disimpulkan bahwa penyebab pada temperatur 80 C dan 90 C didapatkan yield yang lebih
rendah dikarenakan tumbukan yang terlalu besar yang akan menyebabkan pada waktu tertentu reaksi dapat
berkesudahan secara lebih cepat dari pada waktu yang telah ditetapkan bila dibandingkan dengan temperatur
yang lebih rendah, dan diperkirakan waktu saat reaksi berkesudahan tersebut kurang dari 60 menit sehingga
reaksi akan bergeser kembali ke arah reaktan dan dapat mempengaruhi yield hasil reaksi. Hal ini
membuktikan kesetimbangan reaksi terletak pada temperatur 70 C dengan waktu 60 menit.
Dan hal ini diperkuat dimana yield atau massa gliserol tribenzoat hasil reaksi akan mengalami penurunan
semua pada berbagai perbandingan ratio mol antara gliserol dan asam benzoat pada suhu 80 C dan 90 C.
Berarti dapat disimpulkan bahwa kondisi temperatur terbaik terletak pada 70 C.
Dan dalam penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari waktu dan jumlah katalis
yang optimum agar menghasilkan yield yang lebih besar pada waktu kesetimbangan reaksi terjadi..
4. Kesimpulan
Kondisi optimum terjadi pada perbandingan ratio 1:5 dan pada temperatur 70 C yang menghasilkan
masaa gliserol tribenzoat sebesar 55,48 g, yield terhadap gliserol sebesar 5,44 g dan yield terhadap reaktan
total hasil reaksi sebesar 77,87 %. Hal ini menunjukkan kenaikan yield bila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya. Jadi bisa dikatakan penelitian ini yang semula bentujuan untuk optimalisasi proses pembuatan
gliserol tribenzoat dari gliserol dan asam benzoat ini berhasil yang ditandai dengan kenaikan yield bila
dibandingkan dengan penelitian yang sebelumnya.
Daftar Pustaka
Abdurrakhman., Rifianto, Y., dan Widayat. (2013) Studi Awal Proses Pembuatan Glycerol Tribenzoat Dari
Gliserol Dan Asam Benzoat Dengan Menggunakan Katalis Asam Klorida. Jurnal Teknologi Kimia
dan Industri Vol 2, No 3, 30-36
Anshari, M. I., Damayanti, O., dan Roesyadi, A. (2012). Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit
Dengan Katalis Padat Berpromotor Ganda Dalam Reaktor Fixed Bed. Jurnal Teknik POMITS Vol 1,
No 1
Bajammal, F., Subianto, E. I., dan Setiadi, T. (2005) Kajian Awal Produksi Etanol Dari Gliserol Sebagai
Hasil Samping Industri Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia ITB 1-5
Direktur Frontier Research Center for Smart Energy and Eco-efficiency. (2014). Produksi Biodiesel Dalam
Negeri Jauh Di Bawah Target. http://www.kompas.com/read. Diakses tanggal 4 September.
Gunawan, F., Gunawan, I., Palinggi, S., Ayucitra, A., dan Ismadji, S. (2013) Konversi Lumpur Aktif
Menjadi Biodiesel Dengan Proses Subkritis Tanpa Katalis Secara InsituJurnal Teknik Kimia
Universitas Widya Mandala Surabaya
Prasetyo, A. E., Widhi, A., dan Widayat. (2012a) Potensi Gliserol Dalam Pembuatan Turunan Gliserol
Melalui Proses Esterifikasi. Jurnal Ilmu Lingkungan vol 10, Issue 1:26-31
Prasetyo, A. E., Widhi, A., dan Widayat. (2012b) Proses Reaksi Gliserol dan Asam Benzoat dengan
Menggunakan Katalis Asam Sulfat. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 1, No 1, 118-123
Sigma-Aldrich., (2011). Material Safety Data Sheet version 4.0. http:/www.sigma-aldrich.com. Diakses
tanggal 6 juni 2014.
Zhou, W., dan Boocok. (2006) Phase Distribution of Alcohol, Glycerol, and catalyst in the
transesterification of soybean oil Jurnal Of The American Oil Chemists Society 83, 12; ProQuest
Science Journals pg. 1047.
Aziz, I., Nurbayti, S., dan Luthfiana, F.(2012) Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Biodiesel Jurnal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol 1 No 1.
Hidayati, R., Hidayat, A., Arita, S.(2012) Pengaruh penambahan H3PO4 Terhadap Persen Total Gliserol
Hasil Samping Biodiesel Jurnal Teknik Kimia No 4 Vol 18
Kristianingrum, S. (2010) Spektroskopi Inframerah Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta Vol 2 No 5
Wikipedia ensiklopedia bebas. Bahan metanol, gliserol, asam benzoat, HCl dan faktor-faktor yang
mempengaruhi reaksi. http://www.id.wikipedia.org/wiki. Diakses tanggal 11 Januari 2015
Forum Biodiesel Indonesia (FBI) Penentuan kadar gliserol AOCS CA 14-56 atau ASTM D-6584, FBIA02-03
Science lab chemical and laboratory equipment., Material Safety Data Sheet. Gliserol, benzoic acid, HCl
and methanol. http://www.science lab.com. Diakses tanggal 12 Januari 2015
Himmelblau, D.M., Riggs, J.B. (2004) Basic Priciples and Calculation in Chemical Engineer 7 th edition
United States of America

Anda mungkin juga menyukai