Anda di halaman 1dari 18

NAMA PENYUSUN : SAFIRA RISQI AMALIA

NIM

: 2350408014

PROGRAM STUDI : SASTRA PRANCIS


JURUSAN

: BAHASA DAN SASTRA ASING

A. Judul Skripsi
Kepribadian Marxian Menurut Erich Fromm dalam Drama Les Bonnes
Karya Jean Genet (sebuah tinjauan psikologi sastra)

B. Latar Belakang
Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang dihasilkan manusia
dengan menggunakan bahasa sebagai alat pelahirnya. Karya sastra diciptakan
bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga bermanfaat bagi pembacanya. Dengan
ditunjang oleh daya imajinasi dan kreasi serta ketajaman mata hatinya, pengarang
lewat karya

sastra menghadirkan bukan hanya

sebagai sesuatu yang

menyenangkan, tetapi juga bermanfaat. Tidaklah mengherankan apabila karya


sastra menambah kekayaan batin setiap penikmatnya. Ia mampu menjadikan para
penikmat lebih mengenal manusia dengan kemanusiaannya karena yang
disampaikan dalam karya sastra tersebut tidak lain adalah manusia dengan segala
macam perilakunya (Sudjiman 1988:12).
Dalam buku Pengantar Ilmu Sastra yang diterbitkan pada tahun 1984, Jan
van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststjeijn mengungkapkan bahwa
sastra merupakan sebuah ciptaan, kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi,
mengkaji beberapa disiplin ilmu. Keragaman sastra, khususnya sebagai
perwujudan genre, dengan sendirinya memerlukan bentuk dan cara-cara

pemahaman yang juga berbeda. Keragaman sastra mencerminkan keragaman latar


belakang sosial budayanya. Sastra merupakan refleksi dari kehidupan suatu
masyarakat, yang kemudian diolah kembali oleh pengarang sehingga terciptalah
suatu karya sastra.
Penulis memilih karya Jean Genet sebagai objek penelitian karena
pengarang tersebut memiliki banyak karya yang terkenal. Selain itu, pengarang
tidak hanya berprofesi sebagai penulis, tetapi juga sebagai aktivis politik. Dengan
kedua profesi tersebut, Jean Genet menuangkan semua fakta-fakta sosial yang ia
lihat dan alami ke dalam sebuah karya sastra. Genet lebih sering menulis naskah
drama, pada karyanya dia bisa menghidupkan jiwa tokoh dengan gaya bahasanya.
Cerita pada drama tersebut merepresentasikan kondisi masyarakat saat itu.
Drama Les Bonnes dibuat pada masa emas kapitalisme abad XX yang
banyak mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat. Genet memberikan
pandangan lain dari sosok pembantu. Dia menggambarkan perasaan pembantu
yang terkurung dengan pekerjaan dan dijauhkan dari kehidupan sosial. Tidak
hanya dari kalangan borjuis saja yang bisa menikmati hidup layaknya manusia
pada umumnya. Orang atau masyarakat pada umumnya menganggap pembantu
hanya sebagai pembantu saja, tidak sebagai manusia sebenarnya yakni sebagai
mahluk sosial. Les Bonnes merupakan karya yang berisi kritikan terhadap kaum
borjuis dan masyarakat lain yang memandang rendah kaum proletar.
Banyak dari beberapa karya Genet juga telah dipentaskan dan difilmkan.
Selain hal tersebut penulis juga tertarik menganalisis konflik pada tokoh utama
yang karakter pribadinya terpengaruh oleh struktur sosial. Pada karya Les Bonnes,

Genet membuktikan realita terjadinya praktek kelas pada masyarakat yang


disebabkan oleh kapitalisme. Selain itu, drama ini terinspirasi oleh realita nyata
yang terjadi di Perancis yang dikenal dengan tragedi "Les Soeurs Papin". Drama
ini mengisahkan dua orang pembantu dan seorang majikan yang bertindak
sewenang-wenang. Atas perlakuan buruk yang mereka dapatkan setiap hari, maka
terbesit dalam pikiran kedua pembantu tersebut untuk membunuh sang majikan.
Beberapa pihak lain juga mengangkat tragedi tersebut ke dalam film dan buku.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam
skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakter tokoh utama (pembantu) dalam drama Les Bonnes karya
Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm ?
2. Bagaimana konflik yang muncul antara dua kelas sosial yang berlawanan
(dilema eksistensi) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet berdasarkan
teori kepribadian marxian Erich Fromm ?
3. Bagaimana mekanisme pelarian diri tokoh pembantu dalam drama Les
Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian ?

D. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan karakter tokoh utama (pembantu) dalam drama Les Bonnes
karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm.

2. Mendeskripsikan konflik yang muncul antara dua kelas sosial yang


berlawanan (dilema eksistensi) dalam drama Les Bonnes karya Jean Genet
berdasarkan teori kepribadian marxian Erich Fromm.
3. Mendeskripsikan mekanisme pelarian diri tokoh pembantu dalam drama Les
Bonnes karya Jean Genet berdasarkan teori kepribadian marxian.
Untuk mendeskripsikan hal tersebut di atas, penulis akan menggunakan teori
kepribadian marxian yang dipaparkan oleh Erich Fromm.

E. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Melengkapi

khasanah

pengetahuan

sastra

dengan

alternatif

bentuk

pendekatan teori dengan mengaplikasikan teori kepribadian marxian dengan


isi drama.
2. Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang sastra dan kepribadian
marxian dalam kaitannya dengan dunia sastra.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan perbandingan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:
1. Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca bahwa ilmu
sastra dapat saling melengkapi dengan bidang-bidanng ilmu yang lainnya,
misalnya psikologi sastra.

2. Memberikan ide bagi mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk
menganalisis lebih lanjut lagi mengenai kajian psikologi sastra yakni
mengenai teoritisi kepribadian marxian yang terkandung dalam karya sastra.

F. Metodologi Penelitian
1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan untuk meneliti drama ini adalah pendekatan
psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya
sebagai aktifitas kejiwaan. Karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologis
yang menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika teks berupa
drama atau prosa (Endraswara 2003:96).
Jatman dalam Endaswara (2003:97) berpendapat bahwa karya sastra dan
psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tidak langsung dan
fungsional. Pertautan tidak langsung, karena baik sastra maupun psikologi
memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan manusia
memiliki hubungan fungsional karena sama-sama mempelajari keadaan kejiwaan
orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra
bersifat imajinatif.
Oleh karena itu, penulis akan menggunakan teori psikologi yaitu teori
kepribadian marxian menurut Erich Fromm.
1.2

Objek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis. Objek penelitian ini
adalah karakter tokoh utama yang terpengaruh oleh struktur sosial, yang
selanjutnya dihubungkan dengan teori kepribadian marxian menurut Erich
Fromm.
5

1.3

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah drama yang berjudul Les Bonnes
karya Jean Genet beserta kalimat-kalimat atau data-data yang berhubungan
dengan karakter tokoh utama yang dipengaruhi oleh struktur sosial.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Agar memperoleh data yang sesuai dengan tema penelitian ini, diperlukan
suatu teknik atau metode yang sesuai dengan objek penelitian. Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik pustaka,
karena sumber data diperoleh dari sumber tertulis. Pendekatan psikologis yang
digunakan peneliti untuk menganalisis drama Les Bonnes karya Jean Genet.

1.5

Metode dan Teknik Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif, yaitu penelitian terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika
diperlukan, bukan berbentuk angka (Endaswara 2003:5). Ciri-ciri terpenting
metode kualitatif, adalah: a) memberikan perhatian utama pada makna dan pesan,
sesuai dengan hakikat objek, b) lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan
hasil penelitian, c) tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek peneliti,
subjek peneliti sebagai instrument utama, d) desain dan kerangka penelitian
bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka, e) penelitian bersifat alamiah
(Ratna 2008:47).

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kepustakaan. Teknik ini
mencakupi kegiatan mengumpulkan, mendeskripsikan, dan menganalisis korpus
data secara kritis.
G. Landasan Teori
Teori Kepribadian Marxian
Teori kepribadian marxian merupakan teori gabungan dari teori Freud
dengan teori Marx. Freud lebih merumuskan bahwa karakter seseorang
ditentukan oleh faktor biologis dan Marx melihat manusia dideterminasi oleh
masyarakat, terutama oleh sistem ekonomi. H a l t e r s e b u t d i t u n j u k a n
d e n g a n penelitiannya tentang hubungan antara kelas-kelas ekonomi
dan jenis- jenis kepribadian. Fromm menggabungkan kedua teori tersebut karena
ia yakin bahwa banyak temuan Freud seperti peran ketidaksadaran dalam tingkah
laku manusia sangat signifikan untuk memahami kepribadian manusia. Dalam
teorinya, Fromm ingin menunjukan perhatiannya terhadap perjuangan manusia
yang tidak pernah menyerah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam
kaitannya dengan kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan orang lain
(Alwisol 2009:121)
1. Dilema Eksistensi
Menurut Fromm, hakekat manusia bersifat dualistik, paling tidak
terdapat empat dualistik di dalam diri manusia:

Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia

Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang


harus dipenuhi. Sedangkan manusia sebagai manusia memiliki

kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi.


Hidup dan mati
Kesadaran diri dan pikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan
mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya.

Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan


Manusia mampu mengkonsepkan realisasi diri yang sempurna, tetapi
karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai.
Kesendirian dan kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri tetapi manusia juga tidak
bisa menerima kesendirian.
Dilema-dilema eksistensi tidak akan pernah terselesaikan. Namun

seseorang harus menjembatani dualisme ini, karena semua gerak di dunia ini
dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim yakni tesa dan
antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya
dapat dipandang sebagai tesa baru yang akan memunculkan antitesa lain.
Konflik yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia disebut
dilema eksistensi.
Terdapat dua cara menghindari dilema eksistensi, pertama dengan
menerima otoritas dari luar tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri
dengan masyarakat. Dengan cara tersebut manusia (yang menjadi budak dari
penguasa) mendapatkan perlindungan atau rasa aman. Cara kedua, bersatu

dengan orang lain atau kelompok lain menciptakan ikatan dan tanggung
jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.
Masyarakat kapitalis menempatkan seseorang sebagai korban dari
pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan
ketidak-berjayaan dapat merusak mental. Ciri seseorang yang bermental sehat
menurut Fromm adalah seseorang yang mampu bekerja produktif sesuai
dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu berpartisipasi dalam
kehidupan sosial yang penuh cinta (Alwisol 2009:25).
2. Kebutuhan Manusia
Pada umumnya kata kebutuhan diartikan sebagai kebutuhan fisik,
yang oleh Fromm disebut sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari
manusia. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan
eksistensinya sebagai manusia. Menurut Fromm kebutuhan manusia
dikelompokan menjadi dua, yaitu; kebutuhan untuk menjadi bagian dari
sesuatu dan menjadi otonom dan kebutuhan memahami dunia dan
beraktivitas.
2.1 Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatn
Keterhubungan (relatedness)
Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam
dan dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang
dicintai, menjadi bagian dari sesuatu. Hubungan paling memuaskan bisa
positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung
jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain. Namun bisa menjadi
negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan.

Keberakaran (rootedness)
9

Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatanikatan yang membuatnya betah di dunia. Manusia menjadi asing dengan
dunianya karena dua alasan; pertama, dia direnggut dari akar-akar
hubungannya

oleh

situasi,

kedua,

fikiran

dan

kebebasan

yang

dikembangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan


perasaan isolasi/tak berdaya.

Menjadi Pencipta (transcendency)


Manusia menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, oleh karena itu

kemudian merasa ketakutan terhadap alam semesta, yang membuatnya


menjadi merasa tak berdaya. Seseorang membutuhkan peningkatan diri,
berjuang untuk mengatasi sifat pasif dikuasai alam menajdi aktif, bertujuan
dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Sama halnya
seperti pada keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu)
atau negatif (menghancurkan sesuatu).
Kesatuan (unity)
Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari
kemandirian dan kemerdekaan, untuk apa orang mengejar kemandirian dan
kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi? Dari dilema ini
muncul kebutuhan unitas.
Identitas (identity)
Kebutuhan untuk menjadi aku, kebutuhan untuk sadar dengan
dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan dapat
mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa
bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Orang yang sehat, tidak
banyak membutuhkan menyesuaikan diri dengan kelompok, tidak mudah

10

menyerah, tidak mau mengorbankan kebebasan dan individualitanya untuk


bisa diterima lingkungan.
2.2 Kebutuhan Untuk Memahami dan Beraktifitas
Kerangka Orientasi (frame of orientation)
Manusia selalu dihadapkan dengan fenomena

alam

yang

membingungkan dan realitas yang menakutkan, mereka membuthkan


hidupnya menjadi bermakna. Kerangka orientasi merupakan seperangkat
keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku
bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk
memperoleh kesehatan jiwa.
Kerangka Kesetiaan (frame of devotion)
Kebutuhan untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Manusia
membutuhkan sesuatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya,
sesuatu yang membuat hidupnya menjadi bermakna. Kerangka pengabdian
adalah peta yang mengarahkan pencarian makna hidup, menjadi dasar dari
nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan.
Keterangsangan Stimulasi (excitation-stimulation)
Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan
kemampuan otak. Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana
(misalnya: makanan), tetapi juga stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya:
puisi).
Keefektivan
Kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak
mampu dan melatih kompetensi.
3. Mekanisme Pelarian Diri
Normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian)
dan kebahagiann (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara
untuk memperoleh makna kebersamaan dalam kehidupan. Pertama, mencapai
kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain, tanpa
11

mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Kedua, memperoleh rasa


aman dengan meninggalkan kebebasan dan menyerahkan bulat-bulat
individualitas dan integritas diri kepada sesuatu (bisa seseorang atau lembaga)
yang dapat memberi rasa aman. Cara memperoleh rasa aman dengan
berlindung di bawah kekuatan orang lain didefinisikan oleh Fromm sebagai
mekanisme pelarian. Ada tiga mekanisme pelarian diri, yaitu otoritarianisme,
destruktif, dan konfromitas.
Otoritarianisme
Kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian diri dan
menggabungkanya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya,
untuk memperoleh kekuatan yang dirasakan tidak dimilikinya.
Kebutuhan untuk menggabung dengan partner yang memiliki kekuatan
bisa berupa masokisme atau sadisme. Masokisme merupakan hasil dari
perasaan dasar tidak berdaya, lemah dan inferior yang dibawa saat
menggabungkan diri dengan orang atau institusi yang memiliki
kekuatan, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya.
Sedangkan sadisme seperti masokisme dipakai untuk meredakan
kecemasan dasar melalui penyatuan diri dengan orang lain/institusi.
Ada tiga jenis sadisme yang saling berkaitan yakni; membuat orang
lain tergantung kepada dirinya sehingga memperoleh kekuatan dari
orang lain yang lebih lemah, mengeksploitasi dan mengambil
keuntungan dari orang lain, dan kecenderungan melihat orang lain
sengsara secara fisik atau psikis.

Perusakan
12

Seperti otoritarianisme, destruktif berakar pada perasaan


kesepian, isolasi, dan tek berdaya. Destruktif mencari kekuatan tidak
melaui membangun hubungan dengan pihak luar, tetapi melalui usaha
membalas/merusak kekuatan orang lain.

Penyesuaian
Bentuk pelarian dari perasaan kesepian dan isolasi berupa
penyerahan individualita dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan
kekuatan dari luar. Seseorang menjadi robot, mereaksi persis seperti
yang direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain.
Semakin dia menyesuaikan diri, semakin dia merasa tak berdaya. Dan
semakin tak berdaya dia harus semakin menyesuaikan diri. Seseorang
hanya

dapat

memecah

lingkaran

penyesuain

diri

dengan

ketakberdayaan ini kalau bisa mencapai realisasi diri atau kebebasan


yang positif.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memaparkan sistematika
penulisan yang terdiri dari 5 bab, yaitu sebagai berikut

Bab I yang memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


Bab II memaparkan landasan teori yang digunakan sebagai pedoman
penulisan skripsi yang meliputi: psikologi sastra, teori kepribadian
marxian Erich Fromm, hakekat manusia, dilema eksistensi, dan
mekanisme pelarian diri.

13

Bab III berisi pembahasan metodologi penelitian yang meliputi:


pendekatan penelitian, objek penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data serta teknik analisis data.


Bab IV memuat analisis data. Pada bab ini menjelaskan tentang hasil
penelitian dan pembahasan, yang berisi tentang analisis karakter
tokoh utama dalam roman Les Bonnes karya Victor Hugo

berdasarkan teori behaviorisme.


Bab V berisi penutup, yaitu berupa kesimpulan dan saran.
Kelima Bab ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiranlampiran.

I. Analisis Data
Drama Les Bonnes menceritakan tentang dua orang saudara yang
bekerja sebagai pembantu pada masa kapitalisme. Dalam kesehariannya
mereka mencurahkan perasaannya akan keterasingan dari pekerjaan
sebagai pembantu. Perhatikan kutipan di bawah ini :
Elle se laisse avec lassitude tomber sur le fauteuil.
Solange : Il fait lourd ce soir. Il a fait lourd toute la journe.
Claire : Oui.
Solange : Et cela nous tue, Claire. (page 33)
Dengan keadaan lelah dia membiarkan dirinya jatuh ke kursi.
Solange : Cuaca mendung sore ini. Keadaannya berat setiap hari.
Claire : Iya.
Solange : Dan hal itu membunuh kita, Claire.
Pada kutipan di atas, terlihat adanya keterasingan tokoh terhadap
dunia luar, bahwa hari-hari yang mereka lalui menjadi berat. Hal ini
dikuatkan oleh kutipan berikut: il a fait lourd ce toute la journe, et cela

14

nous tue (keadaannya berat setiap hari, dan hal itu membunuh kita).
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya alienasi yang tokoh pemabantu.
Alienasi atau disebut juga keterasingan yaitu situasi ketika manusia tidak
mengalami dirinya sebagai pelaku ketika menguasai dunia, tetapi juga
berarti bahwa dunia (alam, benda-benda dan manusia sendiri) tetap asing
bagi manusia itu sendiri (Fromm 2004:58). Sewajarnya manusia
pembantu juga berhak untuk mendapatkan haknya sebagai manusia.
Kebutuhannya akan keterhubungan dengan orang lain dan mengikatkan
diri dengan kehidupan.

Dalam buku Konsep Manusia Menurut Marx yang diterbitkan


pada tahun 2001, Erich Fromm mengungkapkan bahwa dalam
Kemerdekaan dan kebebasan, bagi Marx didasarkan pada perilaku
mencipta diri. Seorang manusia tidak menganggap dirinya merdeka jika
dia tidak menjadi majikan bagi dirinya sendiri, dan dia hanya dapat
menjadi

majikan

untuk

dirinya

sendiri

ketika

meminjamkan

eksistensinya untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika seseorang bisa
menegaskan dan mengungkapkan bahwa dia tidak hanya bebas dari (free
from) tetapi juga bebas untuk (free to).
Masyarakat kapitalis menempatkan orang sebagai korban dari
pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan
ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Normalitas atau
situasi mental yang sehat adalah keadaan optimal dari pertumbuhan

15

(kemandirian) dan kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Ketika


seseorang merasa tertekan dengan keadaan, maka dia cenderung akan
melakukan pertahanan atau bisa juga perlawanan. Perlawanan dilakukan
demi meraih kebebasan dari kondisi sebelumnya.
Perhatikan kutipan di bawah ini :
Sonnerie la porte dentre de lappartement.
Solange : Cest elle. Cest elle qui rentre. (Elle prend sa soeur
aux poignets). Claire, tu es sre de tenir le coup?
Claire : Il en faut combien?
Solange : Mets-en dix. Dans son tileul. Dix cachets de gardnal.
Mais tu noseras pas.
Claire, elle se dgage, va arranger le lit. Solange la regarde un
instant.
Jai le tube sur moi. Dix
Solange, trs vite : Dix. Neuf ne suffiraient pas. Davantage la
ferait vomir. Dix. Fais le tileul trs fort. Tu as compris. (page 6364)
Terdengat suara pada pintu masuk apartemen.
Solange : Itu dia. Itu dia yang pulang. (Dia meraih pergelangan
tangan saudaranya). Claire, kamu yakin untuk bertahan?
Claire : Ini diperlukan berapa banyak?
Solange : Berikan sepuluh. Dalam air tilleulnya. Sepuluh tablet
obat penenang. Tapi kamu tidak berani.
Claire, dia melepaskan diri dan pergi menata tempat tidur.
Solange melihanya seketika. Aku mempunyai tabung. Sepuluh.
Solange, sangat cepat : Sepuluh. Sembilan tidak akan cukup.
Lebih banyak maka akan membuatnya muntah. Sepuluh. Buatlah
air tilleul sangat keras. Kamu mengerti.
Dari kutipan di atas mengindikasikan bahwa, kedua pembantu
tersebut sedang mempersiapkan minuman tilleul yang diberikan obat
dengan dosis tinggi untuk sang majikannya. Hal tersebut merupakan
salah satu mekanisme pelarian diri tokoh proletar. Untuk memperoleh
rasa aman, tokoh pembantu melakukan perlawanan dengan tindakan

16

destruktif. Hal ini dikuatkan dengan kutipan kalimat berikut: neuf ne


suffiraient pas. Davantage la ferait vomir. Dix. Fais le tilleul trs fort
(sembilan tidak akan cukup. Lebih banyak maka akan membuatnya
muntah. Sepuluh. Buatlah air tilleul sangat keras).

Daftar Pustaka
Alwisol. 2009. Teori Kepribadian. Malang: UMM Press.
Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
From, Erich. 2004. Konsep Manusia Menurut Marx. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar
Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

17

18

Anda mungkin juga menyukai