FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
REFERAT
JUNI 2013
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Oleh:
Muh. Ilham Hidayat
Abrar Pratama S.
Eviyarni
Pembimbing :
dr. Handedi
Supervisor:
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
:
:
Nama
NIM
:
:
Abrar Pratama.S
110 208 069
Nama
NIM
:
:
Eviyarni
110 209 013
Pembimbing
dr.Handedi
I.
PENDAHULUAN
II.
III.
IV.
Meningitis
tuberkulosis
merupakan
manifestasi
32% kasus meningitis dan menurun drastis kurang dari 8% dalam 25 tahun
kemudian, sedangkan di India pada tahun yang sama, 60% kasus terjadi
pada anak usia 9 bulan - 5 tahun (Frida M, 2011).
1
XII.
progresif. Pneumonia
serebral
muncul,
termasuk
mengantuk,
kaku
kuduk,
kelumpuhan nervus kranial (terutama nervus kranial III, VI, dan VII),
anisokor, muntah, dan kejang fokal atau umum. Pada anak yang lebih tua
dan orang dewasa, sakit kepala dan muntah merupakan gejala utama tahap
kedua, dan sakit kepala pada pasien dengan tuberkulosis milier sangat
berhubungan dengan keterlibatan meningeal. Kadang-kadang makrosefali
dapat diamati pada bayi. Sebanyak 10% pasien tidak mengalami demam
(Starke RJ, 2010).
XXV. Tahap ketiga dari meningitis tuberkulosis ditandai dengan
defisit neurologi yang berat, termasuk koma, instabilitas otonom, dan
demam yang meningkat. Hemiplegia dapat terjadi selama onset penyakit
atau pada tahap selanjutnya, tapi biasanya berhubungan dengan infark di
daerah arteri serebri media. Monoplegia, bukan gejala yang umum terjadi,
terjadi akibat lesi vaskuler pada tahap awal dari penyakit. Quadriplegia
disebabkan oleh infark bilateral atau edema yang hebat, terjadi hanya pada
kasus yang lebih lanjut (Starke RJ, 2010).
XXVI. Terjadinya meningitis tuberkulosa pada anak seringkali
bertahap, terjadi selama 1-3 minggu, dan tampaknya di beberapa kasus
dipicu oleh infeksi virus, jatuh, atau benturan di kepala. Kadang timbulnya
gejala tiba-tiba dan ditandai dengan kejang atau perkembangan defisit
neurologi yang cepat (Starke RJ, 2010).
XXVII.
XXXII.
Frekuens
i
LXIII.
4
LXIV. 50 80 %
LXV. 60 95 %
LXVI. 30 60%
LXVII. 5 10 %
LXVIII. 60
80%
LXIX.
LXX.
LXXI. 40 80%
LXXII. 10
30%
LXXIII. 30
60%
LXXIV. 30
50%
LXXV.30 40 %
LXXVI. 5 15%
LXXVII. 10
20%
LXXVIII. 10
20%
LXXIX. 5 10%
LXXX.
LXXXI. 50%
LXXXII. 5%
LXXXIII.
LXXXIV.
LXXXV. 80
90%
LXXXVI. 50%
LXXXVII.
5
1000
LXXXVIII.
1
0 70%
LXXXIX. 30
90%
XC. 0,45 3,0*
XCI. 5,0 10,0
XCII. 95%
XCIII. * Protein Serebrospinal dapat > 10 g/l dengan
sumbatan medulla spinal
XCIV.
XCV. DIAGNOSA
XCVI.
XCVII.
Diagnosis
ditegakan
berdasarkan
anamnesis,
Tes Tuberkulin
CII.
cukup sederhana dan rutin pada orang dewasa yang kooperatif, dapat lebih
sulit dilakukan pada anak-anak. Tes ini dinilai setelah 48-72 jam
penempelan dengan pengukuran dan pencatatan jumlah indurasi (bukan
eritma). Jumlah indurasi dianggap sebagai tes kulit positif tergantung pada
risiko infeksi tuberkulosis dan risiko infeksi tuberkulosis berkembang
menjadi penyakit tuberkulosis. Secara umum, indurasi yang lebih dari 5
mm dianggap positif untuk orang dengan tanda klinis atau radiografi
dengan tanda-tanda penyakit tuberkulosis (Starke RJ, 2010).
CIII. Pemeriksaan Cairan Serebrospinalis
CIV. Pungsi lumbal pada meningitis tuberkulosis biasanya
menunjukkan peningkatan opening pressure dan jernih, serta tidak
berwarna. Kebanyakan pasien memiliki tingkat pleositosis moderat,
biasanya kurang dari 500 sel/mm3. Leukosit CSS lebih besar dari 1000
sel/mm3 jarang pada meningitis tuberkulosis. Walaupun sel PMN lebih
banyak pada awal perjalanan penyakit. Namun pada saat dilakukan pungsi
lumbal tampak limfositosis (Starke RJ, 2010).
CV.
sangat meningkat bila terjadi obstruksi CSS, kadar glukosa jarang turun di
bawah 20 mg/dl sehingga kadar glukosa yang rendah ini dapat
membedakan meningitis tuberkulosis dengan penyebab lain, kecuali
penyebab bakteri.
CVI. Pemeriksaan Radiologi
CVII. Pada penelitian oleh Etlik et al (2004). Pada 16 pasien
meningitis tuberkulosis menemukan bahwa hanya ditemukan 2 pasien
(12,5%) yang memiliki kelainan pada rontgen toraks seperti TBC milier,
limfadenopati, konsolidasi pada paru-paru sebelah kanan.
CVIII. CT scan dan MRI tidak dapat menegakkan diagnosis
mikobakterium tuberkulosis tetapi dapat membantu menyingkirkan
gangguan SSP dan dapat memberi petunjuk mengenai tuberkulosis SSP
(Starke RJ, 2010).
CIX. Sebagian besar pasien yang diperiksa dengan MRI
ditemukan hasil radiologi abnormal yang sesuai dengan meningitis
tuberkulosis termasuk hidrosefalus (25%), enhancement sisterna basalis
(18%), dan infark bilateral pada ganglia basalis (43%). Sebaliknya,
sebagian besar pasien yang diperiksa dengan CT scan tidak ditemukan
hasil radiologi yang abnormal kecuali hidrosefalus (Etlik et al, 2004).
Pada pemeriksaan CT scan sering ditemukan ventrikel melebar, eksudat,
dan meninges yang menebal terutama di daerah basilar otak (Starke RJ,
2010).
CX.
CXI.
CXII.
CXIII.
CXIV.
CXV.
CXVI.
CXVII.
CXVIII.
CXIX.
CXX.
CXXI.
CXXII.
CXXIII.
CXXIV.
CXXV.
CXXVI. Differential Diagnosis
CXXVII.
Infeksi bakteri disebabkan oleh meningitis yang tidak diobati atau diobati
secara
setengah-setengah,
abses
otak
(brain
abscess),
leptospirosis,
brucellosis.
Infeksi virus disebabkan oleh herpes simplex, mumps.
Infeksi jamur disebabkan oleh cryptococcosis, histoplasmosis.
Infeksi protozoa disebabkan oleh toxoplasmosis.
Vascular disebabkan oleh emboli, infeksi endokarditis, sinus thrombosis,
stroke, systemic vasculitis syndromes.
CXXVIII.
CXXIX.
CXXX.
TERAPI
CXXXI.
Saat
ini
telah
tersedia
berbagai
macam
untuk
mengurangi
CXXXVII.
Obat
CXXXVIII.
Dosis
CXXXIX. F
reku
ensi
CXLI. Kemungkinan resistensi obat yang rendah
CXLII. A
CLIII. 300 mg
CLXVI. S
INH
CLIV. 600 mg
etia
CXLIII.
CLV. 15 30
p
RIF
mg/kg
hari
CXLIV.
CLVI.
CLXVII. S
PRZ
CLVII. 300
etia
CXLV.
mg
p
CXLVI. B
CLVIII. 600
hari
INH
mg
CLXVIII. S
CXLVII.
CLIX. 25
etia
RIF
mg/kg
p
CXLVIII.
BB
hari
Etambutol atau
CLX. 1 g
CLXIX.
streptomisin
CLXI.
CLXX. S
CXLIX.
CLXII. 300
etia
CL. C INH
mg
p
CLI.
CLXIII. 900
hari
CLII.
RIF
mg
CLXXI. S
CLXIV. 600
etia
mg
p
CLXV.600 mg
hari
CLXXII. S
etia
p
hari
CLXXIII. S
etia
p
hari
CLXXIV.
CLXXV. S
etia
p
hari
CLXXVI. 2
x
sem
ingg
u
CLXXVII.
Setiap hari
CLXXVIII.
CXL.
Lam
CLXXIX.
6
CLXXX.
6
CLXXXI.
2
CLXXXII.
CLXXXIII.
9
CLXXXIV.
9
CLXXXV.
2
CLXXXVI.
2
CLXXXVII.
CLXXXVIII.
1
CLXXXIX.
8
CXC.
1
CXCI.
8
10
2x
sem
ingg
u
CXCII. Kemungkinan resistensi obat yang tinggi
CXCIII. A
CXCV. 300
CXCVII. S
INH
mg
etia
CXCIV.
CXCVI. 600
p
RIF
mg
hari
CXCVIII. S
etia
p
hari
CCI. Kasus dengan resistensi obat, diberikan setelah tes
resistensi
CCII.
CCIII. PROGNOSIS
CCIV.
CCV. Prognosis
meningitis
tuberkulosis
CXCIX.
1
CC.
1
ditentukan
oleh
dan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Penelitian
11
CCXV.
CCXVII. Hyponatrae
mia
CCXVIII. Hydrocepha
lus
CCXIX. Stroke
CCXX. Cranial
nerve palsies
CCXXI. Epileptic
seizures
CCXXII. Diabetes
insipidus
CCXXIII. Tuberculom
a
CCXXIV. Myeloradicu
lopathy
CCXXV. Hypothalam
ic syndrome
CCXXVI. Addisons
disease
CCXXXI. 5
1
CCXXXII.
44
CCXXXIII.
34
CCXXXIV.
30
CCXXXV.2
9
CCXXXVI.
6
CCXXXVII.
3
CCXXXVIII.
3
CCXXXIX.
3
CCXL. 1
CCXVI. (
%)
CCXLIV. 4
9
CCXLV. 4
2
CCXLVI. 3
3
CCXLVII.2
9
CCXLVIII.
28
CCXLIX. 6
CCL. 3
CCLI. 3
CCLII. 3
CCLIII. 1
CCLIV. 1
CCLV.1
CCLVI. 1
12
CCXXVII.
Syri
ngomyelia
CCXXVIII.
Cave
rnous
sinus
syndrome
CCXXIX. Acute
tubular necrosis
CCXXX. Severe
metabolic
acidosis
CCLVII.
CCLVIII.
CCLIX.
CCXLI. 1
CCXLII. 1
CCXLIII. 1
KESIMPULAN
CCLX.
Meningitis
Mycobacterium tuberculosis
tuberkululosis
disebabkan
oleh
mortalitas yang tinggi. Selain itu memiliki insidensi yang tinggi terutama
di negara-negara berkembang.
CCLXI.
13
CCLXXVI.
CCLXXVII.
CCLXXVIII.
CCLXXIX.
CCLXXX.
CCLXXXI.
DAFTAR PUSTAKA
CCLXXXII.
CCLXXXIII. Anderson NE, 2010. Neurological and systemic complications of
tuberculous meningitis and its treatment at Auckland City Hospital, New
Zealand. in : Journal of Clinical Neuroscience. Elsevier. Pp. 1018 1022.
CCLXXXIV. Etlik et al, 2004. Radiologic and Clinical Findings in
Tuberculous Meningitis. Eur. in : J. Gen. Med. Pp. 19 24.
CCLXXXV. Frida M, 2011. Meningitis Tuberkulosis. dalam : Infeksi pada
Sistem Saraf Kelompok Studi Neuro Infeksi. hal. 13 19. Airlangga
University Press, Surabaya.
CCLXXXVI. Pasco PW, 2012. Diagnostic Features of Tuberculous Meningitis :
a Cross-Sectional Study. Pasco BMC Research Notes, 5:49.
CCLXXXVII. Prasad K, Singh MB, 2009. Corticosteroid for Managing
Tuberculosis Meningitis.
CCLXXXVIII.
14
CCXCIII.
CCXCIV.
15