Anda di halaman 1dari 5

AFTA

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana
tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara
anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA.
Tujuan AFTA adalah Meningkatkan perdagangan ditingkat ASEAN (Intra-ASEAN
Trade) Merangsang pertumbuhan penanaman modal langsung (Foreign Direct Investment )
Membuat kawasan regional ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negaranegara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN
sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta
penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di
Singapura tanggal 27 28 Januari 1992 , dengan enam negara yang menyepakati pertama kali
yaitu brunei darussalam, indonesia, malaysia, Philippina, singapura dan thailand, vietnam
pada yahun 1995, laos dan myanmar 1997, serta kamboja tahun 1999.
AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1 Januari 2002 dengan
fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya masih diperkenankan lebih dari 0-5%).
Target tersebut diterapkan untuk negara ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru sbb :
Vietnam (2006); Laos dan Myanmar (2008); dan Cambodia (2010).
Manfaat AFTA bagi Indonesia antaralain yaitu Peluang pasar yang semakin besar dan
luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar 500 juta dan tingkat pendapatan
masyarakat yang beragam, Biaya produksi yang lebih efisien karena ada spesialisasi,
Pemasaran produk yang lebih mudah kepada negara-negara ASEAN, Implementasi AFTA
meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN, Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk
yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu,
Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis
di negara anggota ASEAN lainnya.
Sedangkan Tantangan Indonesia dalam perdagangan bebas antar Negara ASEAN
adalah kurang siapnya Sumberdaya Manusianya yang kurang bisa berinovatif dan masih
belum maksimalnya Infrastruktur sehingga Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus
menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna
dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya
baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN
lainnya.
Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan
penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negaranegara ASEAN. Kesepatakan penurunan tarif atas sejumlah komoditi yang termasuk dalam
preferensi, terbagi dalam dua jalur. Pertama, jalur cepat (fast track) yaitu produk yang
memiliki tarif diatas 20 persen dikurangi menjadi 0-5 persen pada 1 Januari 2000. Kedua,
jalur normal (normal track) yaitu produk yang memiliki tarif diatas 20 persen akan dikurangi
menjadi 0-5% pada 1 Januari 2003.
Secara lengkap kesepakatan CEPT adalah sebagai berikut :
Mengurangi intra-ASEAN Tariffs menjadi 0 5% dalam kurun waktu 10 tahun.
Adapun pelaksanaannya berbeda-beda disetiap negara anggota sebagai berikut :Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand pada tahun 2003
(dipercepat menjadi 2002);Vietnam pada tahun 2006; Laos dan Myanmar pada tahun
2008; 4) Kamboja pada tahun 2010.

Menghapus Quantitative Restrictions (Pembatasan jumlah) setelah mendapatkan


kelonggaran CEPT serta menghapus Non-Tariff Barriers (hambatan non tarif) yang
lain dalam jangka waktu 5 tahun setelah ketetapan CEPT.
Mendorong kerja sama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama
dibidang bea masuk serta standar dan kualitas
Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen
CEPT Produk List
1. Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi
kriteria sebagai berikut : Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule,
Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs), Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya
harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
2. Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara
dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta
secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
3. Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai
Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum,
bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam
CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk
yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan
Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
4. General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara
permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alasan
keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan,
serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement).
Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List
hingga saat ini sebanyak 96 pos tariff
Langkah menghadapi AFTA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemantapan organisasi pelaksanaan AFTA


Promosi dan penetrasi pasar
Peningkatan efisiensi produksi dalam negeri
Peningkatan kualitas SDM
Perlindungan terhadap industri kecil
Upaya meningkatkan daya saing sektor pertanian

APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum kerja sama ekonomi Lingkar
Pasifik yang didirikan di Canberra, Australia pada tahun 1989. APEC saat ini beranggotakan
21 Ekonomi, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cili, China, Hong Kong-China,
Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Filipina, Papua
New Guinea, Rusia, Singapura, Thailand, China Taipei, Amerika Serikat, dan Viet Nam.
Sebagai salah satu forum kerja sama ekonomi utama di kawasan, APEC bertujuan
untuk mencapai Bogor Goals, yaitu terciptanya liberalisasi perdagangan dan investasi di

kawasan Asia Pasifik sebelum tahun 2010 untuk anggota Ekonomi Maju dan sebelum tahun
2020 untuk anggota Ekonomi Berkembang. Dalam mencapai Bogor Goals, APEC
melandaskan kerjasama yang dibangun pada tiga pilar, yaitu liberalisasi perdagangan dan
investasi, fasilitasi bisnis, dan kerjasama ekonomi dan teknik (ECOTECH).
Para Pemimpin APEC juga sepakat untuk mewujudkan strategi pertumbuhan yang
bersifat seimbang, inklusif, berkelanjutan, inovatif, dan aman (balanced, inclusive,
sustainable, innovative, and secure) yang tertuang dalam dokumen APEC Leaders Growth
Strategy.
KTT APEC 2011 di selenggarakan di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS) pada
tanggal 12-15 November 2011 dengan memprioritaskan pembahasan pada tiga bidang, yaitu
isu-isu perdagangan dan investasi generasi baru, pertumbuhan hijau (green growth) dan kerja
sama reformasi regulasi (regulatory reform). Dan diharapkan negara-negara anggota APEC
lebih fokus pada upaya memperkuat integrasi ekonomi guna mewujudkan kawasan
perdagangan bebas Asia Pasifik sehingga nantinya berbagai tarif perdagangan dapat
dihilangkan dan tidak ada lagi tarif-tarif baru yang akan muncul. Pada tahun 2013 KTT ke-21
APEC tahun 2013 akan diselenggarakan di Bali, dan seluruh rangkaian pertemuan APEC di
tahun 2013 perlu dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjukan peran aktif Indonesia di
dalam memajukan arsitektur ekonomi regional, memanfaatkan integrasi ekonomi kawasan
bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan investasi, dan
ekspor Indonesia, serta mempromosikan potensi perdagangan, investasi, pariwisata,
kebudayaan daerah dan nasional.
Manfaat APEC bagi Indonesia yaitu, APEC merupakan forum yang fleksibel untuk
membahas isu-isu ekonomi internasional, APEC merupakan forum konsolidasi menuju era
perdagangan terbuka dan sejalan dengan prinsip perdagangan multilateral, Peningkatan peran
swasta dan masyarakat Indonesia menuju liberalisasi perdagangan, Peningkatan Human and
Capacity Building, Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi
Indonesia, APEC sebagai forum untuk bertukar pengalaman, Memproyeksikan kepentingankepentingan Indonesia dalam konteks ekonomi internasional, APEC merupakan salah satu
forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan kepentingannya
dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan
terbuka
G-20.
Krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi pada tahun 2007 merupakan dampak
dari sistem arsitektur ekonomi dan keuangan internasional yang tidak berimbang terutama
dalam hal regulasi sektor keuangan yang kurang accountable. Berawal dari krisis kredit
perumahan (subprime mortgage crisis) di AS, lemahnya regulasi keuangan dan tingginya
keterikatan sektor keuangan antar negara, khususnya produk derivatif keuangan,
menyebabkan menjalarnya krisis negara maju ke negara berkembang lainnya. Efek domino
krisis ekonomi tersebut turut menyeret sektor riil dan mengakibatkan terpuruknya
perekonomian negara-negara di dunia.
Krisis ekonomi serupa pernah dialami kawasan Asia tahun 1997. Namun, krisis kali ini
memiliki pengaruh yang lebih besar sehingga memerlukan penanganan yang lebih
menyeluruh dan kerjasama negara-negara di dunia. Krisis ekonomi dan keuangan global telah
menghambat proses pembangunan terutama negara Least Developed Countries serta telah
menyebabkan kemunduran pencapaian MDGs.
Namun, seiring dengan diberlakukannya berbagai kebijakan untuk menyelamatkan
perekonomian oleh pemerintah masing-masing negara, perekonomian global telah mulai
menunjukkan tanda-tanda perbaikan awal 2010, walaupun proses recovery diprediksi masih

berjalan lambat mengingat sistem finansial yang masih lemah. Proses pemulihan juga tidak
akan merata dirasakan per kawasan. Selain itu, terdapat kecenderungan di perekonomian
negara maju bahwa perbaikan di sektor finansial kurang sejalan paralel dengan perbaikan di
sektor riil dengan salah satu indikator utama yang memprihatinkan adalah semakin
meningkatnya angka pengangguran. Untuk mengatasi krisis tersebut, Pemerintah AS
berinisiatif menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (G20 Summit) bagi para
pemimpin/kepala negara G20 yang diadakan di Washington DC tanggal 15 November 2008.
Krisis ekonomi global menyadarkan otoritas keuangan dan bank sentral berbagai negara
bahwa integrasi sistem keuangan yang semakin erat membutuhkan adanya forum diskusi
permanen yang intensif dalam rangka menciptakan stabilitas keuangan global melalui upaya
pencegahan dan penyelesaian krisis keuangan internasional. Keanggotaan G20 terdiri dari
Kanada, Perancis, Jerman, Itali, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brazil,
Cina, India, Indonesia, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Turki.
Peran Indonesia dalam setiap KTT G20 senantiasa memajukan kepentingan negara
berkembang dan menjaga terciptanya sistem perekonomian global yang inklusif dan
berkelanjutan (antara lain: usulan pembentukan global expenditure support fund, menghindari
pembahasan exit strategy paket stimulus fiskal yang dapat merugikan negara berkembang, dan
mendorong tercapainya konsensus selaku bridge builder). Lebih lanjut peran tersebut antara
lain:
a. Indonesia dapat mengedepankan pendekatan konstruktif dalam pembahasan isu di
G20.
b. Semangat G20 yang mendorong equlity, trust building dan berorentasi solusi
menjadikan forum G20 menjadi forum yang demokratis di mana semua negara
mempunyai kesempatan untuk speaking on equal footing dengan negara manapun.
Indonesia perlu terus menjaga karakteristik dasar G20 tersebut dari desakan dominasi
ataupun pengerasan sikap/posisi dari negara-negara anggota G20.
c. Pergeseran posisi Indonesia dari negara low income countries menjadi negara middle
income countries serta dari negara penerima bantuan menjadi negara penerima
sekaligus negara donor, membutuhkan penyesuaian profile Indonesia di dunia luar.
Untuk itu, peran aktif Indonesia di G20 menjadi penting karena G20 dapat dijadikan
sebagai wadah untuk instrumen politik luar negeri RI mendukung upaya Indonesia
menjadi negara maju pada tahun 2025.
d. Mengingat Indonesia mempunyai cukup banyak success stories dalam program
pembangunan, partisipasi Indonesia dalam G20 dapat digunakan untuk
mengedepankan pengalaman Indonesia sebagai kontribusi global Indonesia dalam
pembahasan forum G20. Pada KTT Pittsburgh, misalnya, Indonesia menjadi contoh
sukses pengalihan subsidi BBM tidak langsung menjadi subsidi langsung (program
BLT). Indonesia dapat bekerjasama dengan Bank Dunia dan OECD untuk mengangkat
berbagai success stories Indonesia.
KTT G20 tahun 2010 diadakan di Seoul, Korea Selatan, tanggal 11-12 November
dengan prioritas yang dibangun dari keketuaan Korea Selatan pada tahun 2010:
1. Framework for Strong, Sustainable and Balanced Growth;
2. financial regulatory reform;
3. development. Perhatian khusus akan diberikan pada isu food security,
infrastructure, private sector development, financial inclusion and inclusive
growth.
KTT G20 tahun 2011 akan diadakan di Cannes, Perancis pada tanggal 3-4 November
dengan tiga isu utama yang meliputi:

1) international monetary reform;


2) reducing excessive volatility;
3) improving global governance (institutions and standards).
Manfaat konkret Indonesia berpartisipasi aktif dalam G-20
Indonesia masuk anggota baru Financial Stability Forum (FSF) yang merupakan
stadanrt setting body bagi sistem keuangan
Indonesia mendapatkan Defered Drawdown Option (DDO) dari Bank Dunia, ADB,
Jepang dan Australia bagi program pengentasan kemiskinan dan infrastruktur yang
menjadi model GESF
G-20 yang merupakan pemegang saham terbesar di ADB berkomitmen untuk
meningkatkan permodalan ADB untuk mendorong pembangunan kawasan Asia.
Negara maju berkomitmen untuk memberikan peningkatan kapasitas bagi
pengembangan sektor keuangan di negara berkembang.
Manfaat non keuangan : G-20 berkomitmen menjamin dan melindungi hak pekerja
migran.

Anda mungkin juga menyukai