Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

DEPRESI PADA MASA KEHAMILAN

Oleh:
Aldy Valentino Maehca Rendak
H1A 007 001

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT JIWA
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2015

PENDAHULUAN
Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau
nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau
berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus
tanggung jawab sehari-harinya. Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9
bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih. Depresi
merupakan gangguan mood yang muncul pada 1 dari 4 wanita yang sedang hamil dan hal ini
bukan sesuatu yang istimewa. Penyakit ini selalu melanda mereka yang sedang hamil, tetapi
sering dari mereka tidak pernah menyadari depresi ini karena mereka menganggap kejadian
ini merupakan hal yang lumrah terjadi pada Ibu hamil, padahal jika tidak ditangani dengan
baik dapat mempengaruhi bayi yang dikandung Ibu. 1,2
Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang sama seperti halnya pada
depresi yang terjadi pada orang awam secara umum, dimana pada kejadian depresi akan
terjadi perubahan kimiawi pada otak. Depresi juga dapat dikarenakan adanya perubahan
hormon yang berdampak mempengaruhi mood Ibu sehingga Ibu merasa kesal, jenuh atau
sedih. Selain itu, gangguan tidur yang kerap terjadi menjelang proses kelahiran juga
mempengaruhi Ibu karena letih dan kulit muka menjadi kusam.2
Penelitian menunjukkan angka kematian maternal pada wanita berkulit hitam lebih
tinggi dari wanita berkulit putih. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya stress, nutrisi
rendah, dan kurangnya supervisi medis diantara wanita berkulit hitam. Tenaga medis harus
meningkatkan usaha mereka untuk memberikan perawatan awal dan berkelanjutan sepanjang
masa kehamilan. Angka kematian ini dalam penelitian terutama ditunjukkan sebanding
dengan tingkat depresi akibat stress pada ibu hamil. Terjadinya gejala depresi selama periode
perinatal dapat mudah dikenali. Estimasi prevalensi adalah 7,4% -20% antenatal dan sampai
19,2% pada tiga bulan pertama setelah melahirkan. Depresi antenatal dikaitkan dengan gizi
buruk, penyalahgunaan alkohol dan substansi, pelayanan kesehatan yang buruk, kesehatan
diri yang buruk, dan bayi yang sakit. Depresi postnatal memiliki dampak berarti pada ibu dan
pasangannya, keluarga, interaksi ibu dengan bayi dan emosional jangka panjang dan
perkembangan kognitif bayi.2
Kehamilan seharusnya menjadi saat-saat yang paling membahagiakan bagi seorang Ibu.
Namun terkadang, sebagai seorang calon Ibu (apalagi karena baru pertama kali menghadapi
kehamilan) ada saja rasa kekhawatiran yang berlebihan sehubungan dengan semakin
1

dekatnya proses kelahiran. Sekitar 10-20% wanita berusaha untuk melawan gejala depresi
dan seperempat sampai setengahnya terkena depresi yang berat. Pada suatu studi terhadap
360 ibu hamil, maka 10% dari mereka mengalami depresi saat kehamilan dan hanya 6,8%
yang mengalami depresi pasca kehamilan.2
Depresi ini membutuhkan penanganan yang adekuat sehingga tidak menyebabkan
gangguan fungsi mental pada wanita hamil dan tidak menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan janin serta proses persalinan.
Oleh karena itu menurut penulis sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk dapat
memahami mengenai depresi pada masa kehamilan dan penatalaksanaannya, sehingga
kejadian depresi ini dapat ditangani dengan baik oleh tenaga kesehatan. Sehingga penulis
mera perlu untuk membuat referat yang berjudul Depresi pada Masa Kehamilan

DEPRESI PADA MASA KEHAMILAN

Epidemiologi
Prevalensi kejadian depresi pada masa kehamilan berbeda-beda pada setiap studi dan
pada setiap trimester kehamilan. Pada trimester pertama, prevalensi kejadian depresi sekitar
7,4%. Sedangkan pada trimester kedua, angka prevalensi kejadian depresi meningkat hingga
12,8% dan pada trimester ketiga berkisar pada 12%. Perbedaan antara trimester pertama
dengan trimester kedua serta ketiga ini disebabkan oleh karena kecenderungan wanita hamil
yang mengalami depresi baru mulai mencari bantuan medis setelah masuk trimester kedua,
sehingga prevalensi kejadian depresi pada trimester pertama lebih kecil. Dari studi diperoleh
data bahwa angka kejadian depresi pada wanita hamil dan wanita dewasa yang tidak hamil
tidak jauh berbeda.3,4,5
Secara global, kejadian depresi merupakan penyebab beban penyakit utama (disease
burden) pada wanita. Pada studi yang dilakukan di Amerika selama tahun 1998 hingga tahun
2005, diperoleh data bahwa sekitar 0,8% dari 32,2 juta wanita didiagnosa mengalami depresi
pada masa kehamilan.4,6

Faktor Resiko Kejadian Depresi Pada Masa Kehamilan


Faktor resiko untuk kejadian depresi pada masa kehamilan antara lain:3,4,5,6,7

riwayat gangguan depresi atau gangguan bipolar atau gangguan cemas sebelum
kehamilan, baik pada riwayat pribadi maupun riwayat kesehatan mental keluarga,

ketakutan terhadap kelahiran bayi,

kurangnya dukungan sosial,

kehamilan yang tidak diinginkan,

status ekonomi rendah,

riwayat kekerasan dalam rumah tangga, termasuk hubungan pernikahan yang kurang
harmonis (pada masa kehamilan ataupun pada masa kanak-kanak),

wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal,

usia pada saat hamil kurang dari 20 tahun (usia remaja) atau usia pada saat hamil
mendekati masa menopause,

wanita perokok,

wanita hamil yang memiliki lebih dari 3 orang anak,


3

kejadian buruk yang menimpa wanita mendekati masa kehamilannya (kematian orang
dekat).
Dari studi didapatkan bahwa dari 511.938 wanita hamil, 0,8% mengalami episode

depresi mayor selama kehamilan, dimana 46,9% memiliki riwayat gangguan depresi sebelum
hamil. Sehingga riwayat gangguan depresi sebelum hamil menjadi faktor resiko terbesar
untuk munculnya episode depresi mayor pada masa kehamilan. Selain itu faktor resiko kedua
terbesar dari kejadian depresi pada masa kehamilan ini adalah rasa ketakutan wanita hamil
terhadap kelahiran bayi yang mereka kandung.5

Diagnosa Gangguan Depresi Berat (Episode Depresi Mayor)


Tabel 1. DSM-IV-TR Kriteria Diagnosis Episode Depresi Mayor1,4,8
A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1.

Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang
sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah

2.

Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal

3.

Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan : pada anak-anak, berat badan
yang tidak naik

4.

Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5.

Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)

6.

Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari

7.

Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)
hampir setiap hari

8.

Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari

9.

Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa
perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.

B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran


C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan)
atau kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

Pada DSM V terdapat perubahan poin diagnosa Episode Depresi Mayor, yaitu pada
poin B hingga E sebagai berikut:8
A. (Sama Dengan DSM IV)
B. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan pada proses
sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lainnya
5

C. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan)
atau kondisi medis umum.
Catatan: Kriteria A-C menunjukkan Episode Depresi Mayor
D. Kemunculan dari Episode Depresi Mayor ini tidak dapat dijelaskan secara baik
dengan diagnosa Gangguan Skizoafektif, Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform,
Gangguan Delusi, atau Spectrum Skizofrenia lainnya yang spesifik dan tidak spesifik
serta Gangguan Psikotik lainna.
E. Tidak pernah ada episode manik atau hipomanik sebelumnya.

Tipe Depresi
Spesifikasi Gangguan Depresi Mayor
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 2 memperlihatkan
kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya. 1
Walaupun tidak terientifikasi dengan DSM-IV-TR, depresi cemas dapat terjadi pada
pasien depresi (60-90%) dimana terdapat gejala anxietas (kekhawatiran yang berlebihan,
tegang, dan gejala somatic yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi
cemas memperlihatkan kemampuan fungsi yang lebih besar dan disabilitas psikososial
dengan resiko bunuh diri yang lebih besar dan prognosis yang lebih buruk, walaupun hanya
dengan tingkat kecemasan yang rendah. 1
Tabel 2. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD
Sub tipe

Spesifikasi DSM-IV-TR

Depresi melankolis

Dengan

Kunci

gambaran Mood nonreaktif, anhedonia,

melankolis

kehilangan berat badan, rasa


bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik,

mood

yang

memburuk pada pagi hari,

terbangun di pagi buta


Depresi atipikal

Dengan gambaran atipikal

Mood reaktif, terlalu banyak


tidur,

makan

berlebihan,

paralisis yang dibuat, sensitive


pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham)

Dengan gambaran psikotik

Halusinasi atau waham

Depresi katatonik

Dengan gambaran katatonik

Katalepsi,

katatonik,

negativism,

mutisme,

mannerism,

echolalia,

echopraxia (tidak lazim pada


klinis sehari-hari)
Depresi kronik

Gambaran kronis

2 tahun atau lebih dengan


kriteria MDD

Gangguan afektif musiman

Musiman

Onset yang seperti biasa dan


kambuh

pada

saat

tertentu

(biasanya

musim
musim

gugur/dingin)
Depresi postpartum

Postpartum

Onset depresi selama 4 minggu


postpartum

Keparahan
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi
tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4.3). DSM-IV-TR membaginya tngkat keparahannya
berdasarkan efek yang dihasilakan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab
individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat
keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang
menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat
keparahan.1
7

Keparahan depresi menentukan pemilihan terapi yang diberikan. Sebagai contoh,


psikoterapi adalah terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan
dan sedang, tetapi depresi berat memperlihatkan respon yang baik terhadap terapi kombinasi.
Bukti terbaru menyatakan bahwa antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya
untuk depresi berat.1
Tabel 3. Derajat keparahan depresi
Keparahan depresi

Kriteria DSM-IV-TR

Kriteria ICD-10

Ringan

1. Mood depresi atau kehilangan minat +

1. 2 gejala tipikal

4 gejala depresi lainnya

2. 2 gejala inti lainnya

2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan


Sedang

1. Mood depresi atau kehilangan minat +


4 atau lebih gejala depresi lainnya

1. 2 gejala tipikal
2. 3 atau lebih gejala

2. Gangguan sosial/pekerjaan yang

inti lainnya

bervariasi
Berat

1. Mood depresi atau kehilangan minat +


4 atau lebih gejala depresi lainnya

1. 3 gejala tipikal
2. 4 atau lebih gejala

2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang


berat atau ada gambaran psikotik

inti lainnya
Juga dapat dengan atau
tanpa gejala psikotik

Screening Depresi Pada Masa Kehamilan


Wanita hamil harus discreening untuk mengetahui adanya depresi pada masa
kehamilan. Waktu untuk melakukan screening ini selama masa kehamilan adalah:9
1. Pre-konsepsi: pada masa ini harus digali informasi mengenai riwayat kesehatan
mental dan pengobatan gangguan menta personal dan keluarga .
2. Pregnancy (selama masa kehamilan): ketika kunjungan pertama pemeriksaan
antenatal
3. Postpartum: selama masa kunjungan postnatal pada minggu ke 4 atau ke 6 dan bulan
ke 3 atau ke 4 postpartum.

Alat screening depresi yang dapat digunakan selama masa kehamilan dan postpartum
adalah:
1. Skala Depresi Postnatal Edinburg (Edinburg Postnatal Depression Scale): telah
tervalidasi untuk digunakan pada masa kehamilan maupun masa postpartum
Skala Depresi Postanatal Edinburg (Edinburgh Postnatal Depression Scale/EPDS)
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1987 pada publikasi British Journal of
Psychiatry. Pada Alat screening ini terdapat 10 pertanyaan dan wanita yang hamil
yang mendapat skor 10 atau di atas 10 dicurigai sangat besar mengalami gangguan
depresi dan bila skor di atas 13 maka diasumsikan bahwa wanita tersebut telah
mengalami depresi (sensitivitas 0,50 dan spesifisitas 0,90). Kuisioner ini menilai
tanda dari gejala depresi yang berhubungan dengan gangguan mood, bukan menilai
gejala fisik yang muncul akibat dari gangguan depresi yang juga dapat muncul pada
wanita hamil yang tidak mengalami depresi. 6,9

10

Gambar1. Skala Depresi Postnatal Edinburg9

2. Patient Health Questionnaire 9 (PHQ 9)


3. Screening Depresi selama Kehamilan (Screening for Depression during
Pregnancy) oleh National Institute for Health and Clinical Excellence

Tabel 4. Pertanyaan Skrining untuk Depresi selama kehamilan.


1. Selama satu bulan sebelumnya, apakah Anda pernah merasa terganggu oleh perasaan
diri rendah, depresi, atau perasaan putus asa?
2. Selama satu bulan sebelumnya, apakah Anda pernah terganggu dengan rasa memiliki
minat untuk melakukan sesuatu yang hanya sedikit atau hanya memiliki sedikit rasa
kesenangan dalam melakukan sesuatu?
3. Jika jawaban untuk pertanyaan kedua adalah "ya," tanyakan "Apakah hal ini
merupakan sesuatu yang menurut Anda perlu dibantu untuk diatasi?"
* Pertanyaan dari Institut Nasional untuk Kesehatan dan Klinis Excellence.4

Alat screening bukan alat untuk mengkonfirmasi diagnosa depresi pada masa
kehamilan, melainkan untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan penilaian lebih
lanjut dan pasien rentan terhadap kejadian depresi.9

11

Dampak Depresi Terhadap Kehamilan


Efek dari depresi terhadap kehamilan dan janin kemungkinan akibat secara langsung
dari subtract neurobiloigis depresi seperti glukokortikoid yang melewati sawar plasenta, atau
janin dapat dipengaruhi secara tidak langsung oleh depresi melalui mekanisme neuroendokrin
yang dimodulasi oleh depresi. Efek tidak langsung ini diperkirakan berhubungan dengan
hiperaktivitas dari aksis putuitari-adrenal (pituitary-adrenal axis), yang menginduksi
hipersekresi faktor pelepasan kortikotropin (corticotropin-releasing factor) oleh plasenta
yang dapat meningkatkan kontraktilitas miometrium, sehingga dapat berujung pada
persalinan preterm atau kematian janin/keguguran. Depresi juga dapat menyebabkan
terjadinya pelepasan hormon vasoaktif yang dapat memicu kejadian hipertensi dalam
kehamilan, sehingga dapat berujung kepada kejadian pre-eklampsia. Depresi juga dapat
menyebabkan dampak tidak langsung terhadap janin melalui perilaku kesehatan yang buruk
oleh wanita hamil, seperti pola makan yang buruk dan peningkatan berat badan selama
kehamilan yang tidak adekuat, pola tidur yang buruk atau terganggu, penggunaan obat-obat
yang dijual bebas secara berlebihan atau konsumsi alkohol, rokok, serta kafein yang
berlebihan. Terhadap janin, selain keguguran atau persalinan preterm, kejadian depresi juga
dapat menyebabkan berat lahir rendah pada bayi, gangguan pertumbuhan janin (pertumbuhan
badan dan kepala)/intrauterine growth retardation (IUGR), serta dapat menyebabkan
gangguan tumbuh kembang pada anak.6
Pada kesehatan mental wanita hamil, depresi dapat menyebabkan gejala vegetatif,
keinginan untuk melukai diri, keinginan bunuh diri, atau bahkan dapat menyebabkan kejadian
psikosis pada ibu. Kejadian depresi pada kehamilan ini juga diperkirakan merupakan
penyebab utama dari kejadi depresi postpartum.3,6

Tatalaksana Depresi Pada Masa Kehamilan


Tatalaksana dari depresi dalam kehamilan terdiri dari modalitas nonfarmakologis dan
modalitas farmakologis.4,6,10
1. Modalitas Nonfarmakologis
a. Psikoterapi Interpersonal dan Terapi Kognitif
Studi

menunjukkan

bahwa

penggunaan

psikoterapi

interpersonal

merupakan pilihan yang efektif dalam mentalaksanai kejadian depresi pada masa
kehamilan dan merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang ingin menghindari
12

penggunaan antidepresan atau pada mereka yang sering mengalami kekambuhan


depresi akibat penggunaan antidepresan yang tidak adekuat. 4,6
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku yang
berkontribusi terhadap kejadian depresi. Psikoterapi interpersonal bertujuan untuk
meningkatkan nilai faktor-faktor interpersonal, seperti kurangnya keterampilan
sosial, yang berkontribusi terhadap kejadian depresi. Kedua terapi perilaku
kognitif dan psikoterapi interpersonal diberikan dalam kurun waktu 6 sampai 12
minggu yang terdiri dari 1-jam sesi setiap kali pertemuan, telah terbukti efektif
dalam mengobati depresi.4
b. Terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsive Teraphy)
Terapi elektrokonvulsif dilakukan apabila ditemukan kasus depresi yang
berat atau depresi dikaitkan dengan kemunculan gejala psikotik. Dari penelitian
ditemukan bahwa kejadian efek samping dari penggunaan elektrokonvulsi pada
pengobatan depresi pada masa kehamilan ini sangat kecil, efek samping berupa
kelahiran prematur ataupun kejadian ketuban pecah dini muncul dalam proporsi
yang sangat rendah. Pemantauan yang adekuat diperlukan untuk meminimalkan
resiko yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan terapi elektrokonvulsif ini.4,6
2. Modalitas Farmakologis
Angka kejadian malformasi kongenital adalah sekitar 1-3%, dimana waktu
potensial yang paling besar untuk terjadi proses teratogenik akibat penggunaan obat
antidepresan ini muncul pada 12 minggu pertama dari masa kehamilan, karena hampir
sebagian besar proses organogenesis terjadi pada periode waktu ini. Gambaran keamanan
penggunaan obat antidepresan pada wanita hamil dapat dilihat pada tabel berikut.4,6,9

13

Tabel 5. Profil Keamanan Antidepresan Untuk Kehamilan

Kesimpulan
Pada referat ini penulis telah membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kejadian depresi pada masa kehamilan, berupa cara diagnosa, screening, pilihan tatalaksana,
serta kemungkinan dampak dari kejadian depresi pada masa kehamilan. Depresi pada masa
kehamilan merupakan suatu isu yang penting yang tidak bias diacuhkan begitu saja,
mengingat kejadian depresi pada masa kehamilan ini cukup tinggi angka kejadiannya. Selain
itu juga, depresi pada masa kehamilan ini masih menjadi isu penting karena dampak yang
dapat ditimbulkan baik pada janin dan perkembangannya serta terhadap kesehatan mental
14

wanita hamil jika depresi ini tidak ditatalaksanai dengan baik. Wanita hamil tidak seharusnya
menolak tatalaksana farmakologis hanya karena mereka sedang hamil, terdapat modalitas lain
yang bisa dipergunakan untuk mengatasi depresi pada masa kehamilan ini yang terbukti
relatif aman terhadap perkembangan janin. Sehingga sudah seharusnya provider kesehatan
menjelaskan pilihan yang dapat diambil oleh wanita hamil yang mengalami depresi untuk
mengatasi keluhannya, dan provider kesehatan mampu menjelaskan keuntungan dan efek
samping dari modalitas terapi depresi ini berdasarkan bukti klinis yang diperoleh dari hasilhasil penelitian ilmiah. Sehingga pada akhirnya, kesehatan mental wanita hamil dapat dijaga
sebaik mungkin.

15

Kepustakaan
1. Sadock B J, Sadock V A, and Ruiz P. Mood Disorder: Depression and Bipolar in
Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry, 10th Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins, 2007. pp. 528-61.
2. Kurniawan ES, Ratep N, Westa W. Faktor Penyebab Depresi Pada Ibu Hamil Selama
Asuhan Antenatal Setiap Trimester. Denpasar: Bagian/Smf Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, 2013.
hh. 1-13.
3. Chaudron LH. Complex Challenges in Treating Depression During Pregnancy. Am J
Psychiatry. 2013; 170:1220.
4. Stewart DE. Depression during Pregnancy. N Engl J Med. 2011, October ; 365:1605-11.
5. Risnen S, Lehto SM, Nielsen SH, Gissler M, Kramer MR, Heinonen S. Risk factors for
and perinatal outcomes of major depression during pregnancy: a population-based
analysis during 20022010 in Finland. BMJ Open, 2014;4:pp.1-9.
6. Hendrick V. Prevalence, Clinical Course, and Management of Depression During
Pregnancy in Current Clinical Practice: Psychiatric Disorders in Pregnancy and the
Postpartum: Principles and Treatment. Totowa, NJ: Humana Press, 2008. pp. 13-39.
7. Lancaster CA, Gold KJ, Flynn HA, Yoo H, Marcus SH, Davis MM. Risk factors for
depressive symptoms during pregnancy: a systematic review. AJOG. 2010, Jan: pp.5-14.
8. American Psychiatric Association. Depressive Disorders in Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder, 5th Ed. USA: WashingtonAmerican Psychiatric Publishing,
2013. Pp. 161-71.
9. Mohapatra S, Yaduvanshi R, Agrawal A, Gupta B. Treatment of Depression During
Pregnancy. Delhi Psychiatry Journal. 2013: 16(2). pp. 277-82.
10. Vigod et al. Transcranial direct current stimulation (tDCS) for treatment of major
depression during pregnancy: study protocol for a pilot randomized controlled trial.
Trials. 2014, 15:pp.366.

16

Anda mungkin juga menyukai