Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN BEDAH

Operasi Fraktur Os Femur dengan Metode Bone Pinning

Dosen Pembimbing:
Drh. Dudung Abdullah SM

Oleh:
Muhammad Adib Mustofa, SKH
B94134336

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN

Saat ini banyak orang memelihara hewan entah hanya sekedar sebagai hobi atau
bahkan sebagai teman hidup dan dianggap sebagai salah satu anggota keluarga, umumnya
mereka yang sayang dengan hewan peliharaanya akan membawa peliharaanya tersebut ke
dokter hewan untuk berkonsultasi seputar kesehatannya. Masalah kecil seperti menurunnya
nafsu makan sudah membuat pemilik menjadi resah. Kucing merupakan mamalia yang telah
mengalami domestikasi, ada banyak jenis kucing yang ada di dunia ini, salah satunya adalah
kucing lokal atau orang sering menyebutnya sebagai kucing kampung.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Berdasarkan jenisnya patah tulang
dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup, dan fraktur dengan
komplikasi. (Bucholz et al. 2006). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas pada os
femur. Trauma, seperti tertabrak atau jatuh, adalah penyebab yang paling sering melatar
belakangi kejadian patah tulang. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus
(luka), perdarahan, memar (konstusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau
robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (Mahartha et
al. 2013).
Pada kejadian fraktur peneguhan pemerikasaan biasanya dilakukan dengan melakukan
radiografi, hal ini bertujuan untuk mempertegas diagnosa yang diberikan, selain itu dengan
radiografi menggunakan sinar x bisa di dapatkan gambaran bentuk, type, ukuran pin yang
akan digunakan serta letak bagian tulang yang mengalami fraktur.
Tujuan
Operasi pembedahan ini bertujuan untuk mereposisi dan memperbaiki masalah
fraktura pada os femur seekor kucing. Selain itu juga untuk melatih serta menjadi media
pembelajaran bagi mahasiswa PPDH untuk mengatasi kejadian fraktur pada hewan kecil.
Manfaat
Operasi pembedahan ini bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kaki belakang
kucing sehingga dapat berjalan normal kembali. Selain itu operasi ini dapat melatih
mahasiswa untuk menangani kejadian patah tulang, khususnya pada hewan kecil.
TINJAUAN PUSTAKA
Frkatur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur tulang femur bisa
disebabkan oleh trauma. Fraktura karena trauma dapat dibedakan menjadi dua, (1)
fraktura os femur directa yaitu fraktura yang terjadi tepat di tempat trauma tersebut datang.
(2) Fraktura os femur indirecta yaitu fraktur yang terjadi tidak tepat di tempat trauma tersebut
datang. Secara umum penyebab fraktura dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Penyebab ekstrinsik
- Gangguan langsung: trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktura,
misalnya tertabrak, jatuh dari ketinggian.
- Gangguan tidak langsung: bending, perputaran, kompresi.
2. Penyebab intrinsik

- Kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur, seperti fraktur yang sering
terjadi pada hewan yang belum dewasa.
- Fraktur patologis: penyakit sistemik, seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia,
osteoporosis, hyperparatyroidism, osteomalacia.
- Tekanan berulang yang dapat menyebabkan fraktur
Pada banyak kasus, terjadinya fraktur diikuti dengan gejala klinis yang jelas terlihat,
secara sepintas pada bagian yang sakit akan menunjukan kelainan bentuk, fungsiolesa,
kebengkakan krepitasi dan rasa sakit. Fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur terbuka biasanya diikuti dengan ujung tulang atau bagian tulang
yang patah menyembul keluar menembus kulit, Fraktur tertutup tejadi apabila ujung tulang
yang patah masi tertutup oleh kulit. Menurut tingkat kerusakannya fraktur dapat dibedakan
menjadi fraktur complete dan incomplete.
Fraktur complete ditandai dengan adanya kerusakan pada dua fragmen dan perubahan
letak dari fragmen tersebut. Sedangkan fraktur incomplete sering terjadi pada hewan muda
dan ditandai dengan hilangnya kontinuitas dan perubahan letak. Sedangkan berdasarkan arah
patahan dan lokasi, fraktur dibagi menjadi tujuh yaitu fraktur transversal jika arah patahannya
tegak lurus dengan sumbu panjang tulang. Apabila dilakukan reposisi atau reduksi, fragmen
tulang tersebut mempunyai kedudukan yang cukup stabil sehingga mempunyai pengaruh
yang baik untuk kesembuhan. Kemudian fraktur oblique (miring) adalah fraktur dengan arah
patahan miring membentuk sudut melintasi tulang yang bersangkutan, fraktu rspiral jika arah
patahannya bentuk spiral disertai terpilinnya ekstremitas. Fraktur impaktive adalah fraktur
dimana salah satu ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive adalah
fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal adalah fraktur
pada titik pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid adalah fraktur
dimana bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain (Kumar, 1997).
Berdasarkan stabilitas fragmen fraktur yang terjadi fraktur dibedakan menjadi stabel fraktur
yaitu fragmen fraktur terfiksir setelah mengalami pengurangan dari kelebihan fraktur dan
Instable fraktur yaitu fragmen fraktur menjadi tidak stabil setelah mengalami pengurangan
fragmen.
Menurut lokasi fraktur dibedakan menjadi diaphysial fraktur yaitu fraktur yang terjadi
di tengah medial diaphysis, metaphysial fraktur yaitu metaphysis anatomi dari tulang
panjang, epiphysial fraktur yaitu fraktur epiphysial yang terjadi pada hewan dewasa, condylar
fraktur yaitu fraktur condylus baik medial atau lateral atau keduanya, dan articular fraktur
yaitu fraktur yang terjadi subchondral tulang dan articular kartilago.
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:
a. Reduksi
Reduksi pada kasus fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada posisi
anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada
posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi,
dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mengalami penyembuhan.
1.Metode reduksi, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual.
Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, pemberian

analgesik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat
imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan
tulangpengambilan gambar radiografi harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah
mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk
mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen
dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng,
sekrup, kawat, batang, dll).
c. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan
imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap
dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutik.Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
atau pembalutan luka agar tulang tidak bergeser sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang
bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua
tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang
cedera. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan
perifer.
Fase fase pada penyembuhan fraktur:
1

Fase hematoma

Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Havers mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma
yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit
dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan

darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada
sisi sisi fraktur segera setelah trauma.Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 3 minggu.
2

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya selsel osteogenik yang berproliferasi dari
periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel sel mesenkimal yang
berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
penambahan jumlah dari sel sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak
terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radioluscen.Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
3

Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal
dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas
diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam garam
kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada
pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4

Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4
8 dan berakhir pada minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur.
5

Fase remodeling

Bila union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini
perlahanlahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang
dan kalus eksterna secara perlahanlahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi
tulang yang kompak dan berisi sistem havers dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8
12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

Femur
Femur merupakan salah satu tulang penyusun alat gerak pada kaki belakang. Ujung
bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput

lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk
articulatio coxae. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan
crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai
crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan
oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di
atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

a. Anatomi os femur

b. Os femur

Persiapan operator dan pembantu operator


Operator dan pembantu operator sebelum dan selama pelaksanaan operasi harus selalu
dalam kondisi steril. Operator dan pembantu operator mempersiapkan diri dengan mencuci
tangan dari ujung tangan sampai batas siku sebelum operasi, menggunakan air sabun di
bawah air bersih yang. Selama operasi, operator dan pembantu operator harus menggunakan
masker, sarung tangan steril, dan pakaian khusus untuk operasi untuk mengurangi
kontaminasi.
Persiapan obat-obatan
Premedikasi yang digunakan yaitu Atropin sulfat 0,025% dengan dosis 0,02 mg/kg
BB secara subcutan. Untuk anestesi digunakan campuran Xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB
dengan Ketamin HCL 10% dosis 15 mg/kg BB yang diberikan secara intramuskuler.
Antibiotik yan gakan diberikan harus juga dipersiapkan.

Persiapan alat
Meja operasi harus dibersihkan dan disterilkan dengan cara disemprot alkohol 70 %.
Alat-alat operasi dipersiapkan dalam keadaan steril dan diletakkan secara urut dan rapi pada
meja yang berdekatan dengan meja operasi
Metode
Persiapan hewan
Persiapan kucing meliputi pemeriksaan penunjang radiografi untuk menetukan lokasi
patah tulang. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dan dilakukan pemeriksaan
darah rutin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah kucing memenuhi syarat operasi atau
tidak, selain itu hal yang harus dipersiapkan adalah kesehatan kucing dan obat-obatan untuk
anaestesi serta antibiotika penisilin-streptomycin. Sebelum dianaestesi, kucing diberi
premedikasi berupa atropin. Pemberian atropin ini bertujuan agar kucing tidak muntah saat
dianaestesi. Rambut kucing pada bagian yang akan dioperasi dicukur terlebih dahulu. Bila
kucing dinyatakan memenuhi syarat dan dinyatakan sehat, maka operasi dapat dilaksanakan.
Umumnya kucing harus dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum selama 2 jam
sebelum operasi dilakukan, dengan tujuan agar kondisi usus dalam keadaan kosong sehingga
kucing tidak muntah dalam kondisi teranestesi
. Sebelum operasi juga dilakukan sterilisasi alat bedah, orthopedic set, dan
seperangkat baju operasi, serta tampon. Selanjutnya adalah menyiapkan atropin untuk
premedikasi, xylazine-ketamin untuk anaestesi, dan penicilin untuk antibiotika topikal selama
operasi. Dosis xylazine yang diberikan adalah 2 mg/kg bobot badan, sedangkan dosis
ketamine adalah 22 mg/kg bobot badan. Setelah pencukuran selesai dan kucing telah
teranaetesi, maka kucing dibaringkan di atas meja operasi. Pada daerah yang akan disayat
diolesi iodine tincture sebagai antiseptik. Selanjutnya dipasang kain penutup atau duk pada
badan kucing yang tidak akan dibedah.
Operasi

Tindakan operasi diawali dengan menyayat bagian medial dari femur, sayatan
longitudinal dilakukan sekitar 3 cm dari arah proximal ke distal. Penyayatan ini dilakukan
pada kulit diatas tulang yang mengalami fraktur. Kulit, fascia, dan jaringan subkutan
diretraksikan, fascia lata diiris pada sepanjang tepi cranial muskulus biceps femoris. M. biceps
femoris dirarik ke kaudal dan m. vastus lateralis ditarik ke depan sehingga tampak bagian permukaan
tulang femur dan otot disayat hingga terlihat os femur. Saat melakukan penyayatan, harus

diperhatikan adanya pembuluh darah. Pembuluh darah sebaiknya diikat sebelum disayat
karena akan menyebabkan pendarahan apabila penyayatan dilakukan pada pembuluh darah
besar.
Saat tulang yang mengalami fraktur telah terlihat, tulang dikuakkan untuk
memudahkan memasukkan pin. Pin dimasukkan dengan bantuan bor tulang hingga
menembus bagian proximal os femur. Selanjutnya, pin dipotong dengan gergaji sesuai ukuran
panjang tulang. Tulang direposisi hingga tulang menempel seperti normal. Posisi tersebut
difiksasi, lalu sisa pin di bagian proximal di palu hingga menembus medula os femur bagian
distal. Pin yang berada di proximal os femur diusahakan sedemikian rupa agar tidak menonjol
pada bagian luar tulang. Hal ini agar sendi antara os femur dan os tibia-fibula tidak terganggu
pergerakannya. Tulang yang mengganggu reposisi dipotong agar tidak melukai otot, Apabila
reposisi dan pemasangan intramedullary pin telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah
menjahit otot dan kulit. Penisilin diteteskan pada lokasi tersebut sebelum dilakukan
penjahitan otot. Penjahitan otot dilakukan dengan metode simple suture menggunakan
chromic catgut 3/0. Bagian yang dijahit selanjutnya adalah kulit. Metode dan benang yang

digunakan untuk menjahit kulit sama dengan penjahitan otot. Setelah penjahitan kulit selesai,
luka operasi dibersihkan dan diolesi dengan iodine tincture.
Post- Operasi

Setelah operasi selesai, selanjutnya luka operasi dibalut dengan kasa steril. Balutan
tersebut diganti setiap dua hari sekali. Pasien diperiksa kesehatannya setiap hari. Pemeriksaan
kesehatan meliputi pengukuran suhu, frekuensi napas, frekuensi jantung. Pengamatan pada
urinasi, defekasi, makan, minum, dan cara berjalan. Selama masa pemulihan, kucing
diberikan antibiotik amoxcilin dengan dosis 2mg/kg bobot badan secara peroral dua kali
sehari selama tiga hari. Pengambilan gambar x-ray dilakukan setelah operasi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemeriksaan Fisik
Signalement Hewan
Nama
Jenis hewan/spesies
Ras/breed
Warna rambut dan kulit
Jenis kelamin

Umur

Berat badan
Tanda khusus

: Cimeng
: Kucing
: Domestik
: Coklat, hitam
: Jantan
: 3 bulan
: 0.8 kg
: luka di kaki belakang sebelah kanan

Anamnesis
Cimeng adalah seekor kucing berumur 3 bulan. Cimeng ditemukan berjalan
pincang dengan kaki belakang sebelah kiri sedikit mengalami kelainan. Ketika dipalpasi,
terdengar krepitasi dan bagian os femur asimetris antara kaki kanan dan kiri. Dari hasil
palpasi tersebut, diperkirakan cimeng mengalami patah tulang pada bagian femur, tidak
diketahui pasti penyebabnya berdasarkan lama kejadiannya diperkirakan pataha tulang femur
yang terjadi kemungkinan masih baru karena belum terbentuk callus. Pemeriksaan penunjang
berupa radiografi dilakukan untuk memastikan kondisi kaki belakang cimeng.
Status Present

Keadaan Umum:
Perawatan
Habitus
Temprament
Gizi
Pertumbuhan badan
Sikap berdiri
Suhu tubuh
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Adaptasi lingkungan

: buruk
: berjalan pincang
: baik, tenang
: baik
: sedang
: menumpu dengan tiga kaki
: 34,4C
: 154 kali/menit
: 48 kali/menit
: kurang baik

Kepala dan leher


Inspeksi:
Ekspresi wajah
: tenang
Pertulangan kepala
: simetris
Posisi tegak telinga
: tegak ke atas
Posisi kepala
: lebih tinggi dari tulang punggung
Palpasi
Mata dan orbita mata kiri:
Palpabrae
: membuka dan menutup sempurna
Cilia
: mengarah keluar
Konjunktiva
: bersih, CRT < 3 detik, rose
Menbran nictitans
: tidak terlihat
Bola mata kiri:
Sklera
: putih
Cornea
: bening
Iris
: tidak ada perlekatan
Limbus
: rata
Pupil
: tidak ada perubahan
Refleks pupil
: ada
Vasa injectio
: tidak terjadi
Mata dan orbita mata kanan:
Palpabrae
: membuka dan menutup sempurna
Cilia
: mengarah keluar
Konjunktiva
: bersih, CRT < 3 detik, rose
Menbran nictitans
: tidak terlihat
Bola mata kanan:
Sklera
: putih
Cornea
: bening
Iris
: tidak ada perlekatan
Limbus
: rata
Pupil
: tidak ada perubahan
Refleks pupil
: ada
Vasa injectio
: tidak terjadi
Mulut dan rongga mulut:
Rusak/luka bibir
: tidak ada
Mukosa
: rose
Gigi geligi
: lengkap
Lidah
: kasar, tidak ada luka
Telinga:
Posisi
: tegak ke atas
Bau
: bau khas cerumen
Permukaan
: bersih
Krepitasi
: tidak ada
Refleks panggilan
: ada

Leher:
Perototan
Trachea
Esofagus
Thorak
Inspeksi
Bentuk rongga thorak
Tipe pernafasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi
Perkusi:
Lapangan paru-paru
Gema perkusi

Alat Gerak
Inspeksi:
Perototan kaki depan
Perototan kaki belakang
Spasmus otot
Tremor
Sudut persendian
Cara bergerak-berjalan
Cara bergerak-berlari
Palpasi:
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan
Kaki kanan depan
Kaki kiri belakang
krepitasi
Kaki kanan belakang
Konsitensi pertulangan
Reaksi saat palpasi
Letak reaksi sakit
Panjang kaki depan ka/ki
Panjang kaki belakang ka/ki

Pemeriksaan Radiografi sebelum Operasi

: simetris
: teraba, tidak ada refleks batuk
: tidak teraba

: simetris, tidak ada kelainan


: costalis
: teratur
: dangkal
: 120 kali/menit
: normal, tidak ada perluasan
: nyaring

: simetris
: kaki kiri tidak simetris
: tidak ada
: tidak ada
: kaki kiri belakang ada perubahan
: tidak koordinatif dengan 3 kaki
: tidak koordonatif dengan 3 kaki
: teraba
: teraba
: teraba, pada bagian os femur terasa adanya
: teraba
: krepitasi pada os femur
: menarik kaki kanan belakang
: os femur kiri
: simetris
: tidak simetris

Hasil radiografi memperlihatkan perubahan posisi dan bentuk dari os femur bagian
kiri. Terlihat fraktur pada os femur ber type oblique

Perhitungan Dosis Anastesi


Pada operasi ini pilihan anastesi yang digunakan adalah kombinasi xylazine-ketamine
secara intramuscular. Pada umumnya xylazin dikombinasikan dengan ketamin untuk
beberapa spesies hewan, terutama kuda, kucing, anjing, primata dan kelinci (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Sebelum xylazine dan ketamine diberikan terlebih dahulu, premedikasi
terlebih dahulu diberikan. Pemberian premedikasi bertujuan untuk memeberikan rasa tenang,
mengurangi nyeri saat anaestesi dan pembedahan, mengurangi dosis dan efek samping dari
anestetika yang digunakan, serta untuk menambah khasiat dari anaestetika. Premedikasi yang
digunakan adalah atropin. Tujuan pemberian atropin sebelum anaestesi adalah untuk
menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut. Selain itu juga untuk
mengurangi efek parasimpatolitik/paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya
refleks vagal.
Pertimbangan penggunaan xylazine dan ketamine karena kedua sediaan ini paling
sering digunakan dan dapat saling melengkapi antara efek analgesik dan relaksasi otot, selain
itu dibandingkan dengan obat obatan anaestesi yang lainnya xylazine dan ketamin tergolong
lebih murah, akan tetapi dampak negatif juga ditumbulkan oleh kombinasi penggunaan
xylazine dan ketamin mnurut Flecknell (2000) dapat menekan metabolisme dan kerja jantung
sehingga dapat menurunkan frekuensi respirasi dan denyut jantung. Penggunaan xylazine
dapat mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan oleh
penggunaan ketamine. Kombinasi ketamine-xylazine memiliki banyak keuntungan,
diantaranya mudah dalam pemebriannya, ekonomis, induksinya cepat begitu pula dengan
pemulihannya,
Premedikasi :

Atropin
Dosis : 0.025 mg/kg BB
Konsentrasi : 0.25 mg/ml

Jumlah pemberian :
=

0.025 x 0.8
0.25

= 0.08 ml

2 x 0.8
20 mg/ml

= 0.08 ml

Anastesi General:

Xylazine 2%:
Dosis: 2 mg/kg BB
Konsentrasi: 20 mg/ml
Jumlah pemberian :
=

Ketamine 10%
Dosis : 10 mg/kg BB
Konsentrasi : 100mg/ml
Jumlah pemberian :
=

10 x 0.8
100 mg/ml = 0.08 ml

Prinsip penanganan fraktur adalah reposisi tulang. Reposisi tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu reposisi tanpa operasi dan reposisi dengan operasi. Pada kasus fraktur
os femur kali ini, penanganan reposisi tulang adalah dengan operasi pembedahan dan
dilanjutkan dengan pemasangan intramedullary pin. Pertimbngan pemilihan metode
intramedullary pin berdasarkan bentuk frakturnya. Fraktur dengan type tranversal akan lebih
mudah ditangani dengan metode intramedullary pin karena tulang tidak hancur, sehingga
ketika pin ditembuskan ke dalam sumsum tulang tulang dapat lebih mudah menyatu.
OPERASI

Operasi diawali dengan menyayat kulit dibagian medial dari femur, sayatan
longitudinal dilakukan sekitar 3 cm dari arah proximal ke distal. Penyayatan ini dilakukan
pada bagian tulang yang mengalami fraktur. Kulit, fascia, dan jaringan subkutan diretraksikan,
fascia lata diiris pada sepanjang tepi cranial muskulus biceps femoris. M. biceps femoris dirarik ke
kaudal dan m. vastus lateralis ditarik ke depan sehingga tampak bagian permukaan tulang femur dan

otot disayat hingga terlihat os femur. Saat melakukan penyayatan, harus diperhatikan adanya
pembuluh darah. Pembuluh darah sebaiknya diikat sebelum disayat karena akan
menyebabkan pendarahan apabila penyayatan dilakukan pada pembuluh darah besar.
Saat tulang yang mengalami fraktur telah terlihat, tulang dikuakkan untuk memudahkan
memasukkan pin. Pin dimasukkan dengan bantuan bor tulang hingga menembus bagian
proximal os femur. Sebelumnya, pin dipotong dengan gergaji sesuai dengan ukuran panjang
tulang. Setelah itu, tulang direposisi hingga menempel seperti normal. Posisi tersebut
difiksasi, lalu sisa pin di bagian proximal di palu hingga menembus medula os femur bagian
distal. Pin yang berada di proximal os femur diusahakan sedemikian rupa agar tidak menonjol
pada bagian luar tulang. Hal ini agar sendi antara os femur dan os tibia-fibula tidak terganggu

pergerakannya. Tulang yang mengganggu reposisi dipotong dengan tang tualng agar tidak
melukai otot.
Apabila reposisi dan pemasangan intramedullary pin telah selesai, maka tahap
selanjutnya adalah menjahit otot dan kulit. Penisilin terlebih dahulu diteteskan pada lokasi
tersebut sebelum dilakukan penjahitan otot. Penjahitan otot dilakukan dengan metode simple
suture menggunakan chromic cat gut 3/0. Bagian yang dijahit selanjutnya adalah kulit.
Metode dan benang yang digunakan untuk menjahit kulit sama dengan penjahitan otot.
Setelah penjahitan kulit selesai, luka operasi dibersihkan dan diolesi dengan iodine tincture.

a. Sayatan pada kulit dan otot medial hingga tulang terlihat.

b. Pemasangan intramedullary pin dengan menggunakan bor manual

c. Pin dimasukkan ke dalam sumsum tulang dan ditembuskan ke bagian proximal os


femur.

d. Pin yang ditembuskan kemudian disambungkan dengan bagian tulang


yang patah, dilakukan dengan mengungkit bagian tulang yang akan
disambungkan.

e. Proses penjahitan sayatan dengan menggunakan cutgat 3/0

f. Hasil reposisi os femur setelah pemasangan pin

Monitoring Saat Operasi

Tabel 1. Hasil pengukuran suhu, denyut jantung, dan frekuensi nafas selama operasi
Parameter
Suhu (C)
Jantung
(kali/menit)
Nafas
(kali/menit)

Menit ke-

Pre
Operasi

15

30

34,4

33,3

32,7

160

72

88

24

28

24

SUHU(C 0)
35
34.5
34.4
34
33.5

33.3

33
32.7

32.5
32
31.5
waktu 0

menit 15

Grafik 1. Monitoring suhu saat operasi

menit 30

Jantung (kali/menit)
180
160
160
140
120
100
80
60

88
72

40
20
0
WAKTU 0

MENIT 15

MENIT 30

Grafik 2. Monitoring jantung saat operasi

Frekuensi (nafas/menit)
29
28

28

27
26
25

24

2424
23
22
waktu 0

menit 15

menit 30

Grafik 3. Monitoring frekuensi nafas selama operasi


Berdasarkan data yang didapatkan suhu tubuh dari awal operasi sudah berada pada
rentang yang lebih rendah diabndingkan dengan suhu normal kucing (.......) hal ini diduga
akibat
Sardjana, IKW dan D Kusumawati. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada University
Press. Bulaksumur, Yogyakarta 1-49.

Post Operasi
Tindakan post operasi yang dilakukan setelah pembalutan adalah monitoring keadaan
umum kucing, pembersihan area sekitar jahitan, pemberian perubalsam, penggantian
pembalutan 2 hari sekali, pemberian antibiotik secara teratur (amoxcilin per oral), dan

pengambilan gambar radiografi setelah operasi. Selain itu untuk menambah nafsu makan
pada kucing diberikan scoot emulsion dan imbost peroral sekali sehari selama 4 hari.
Hasil monitoring post operasi
Monitoring kondisi hewan setelah operasi dilakukan setiap hari di waktu pagi dan
sore. Keadaan umum yang diamati meliputi frekuensi nafas, denyut jantung, suhu, defekasi,
urinasi, makan dan minum. Hasil pengamatan menunjukkan pada hari pertama post operasi,
keadaan umum hewan baik, frekuensi nafas, denyut jantung dan temperatur berada pada
kisaran normal. Nafsu makan dan minum baik, defekasi dan urinasi terlihat lancar kucing
tidak lagi diare, saat awal kucing dibawa sebelum dilakukan operasi, kucing mengalami diare
hal ini diduga akibat penggantian pakan. Hasil pemeriksaan pada setiap harinya menunjukkan
bahwa kucing berangsur-angsur sehat dan kondisi tubuhnya membaik.
Tiga hari setelah dilakukan operasi kucing sudah kembali berjalan dengan
menggunakan keempat kakinya, walaupun sedikit diseret tetepi kaki sudah digunakan untuk
menumpu.

No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Parameter
Suhu (C)
Frekuensi
Nafas
Denyut
Jantung
Makan
Minum
Feses
Urin
Luka

Tabel 2. Pengamatan kondisi fisiologis kucing post operasi


Hari ke1
5
2
3
4
Pag Sor Pag Sor Pag Sor
Pagi Sore
Pagi Sore
i
e
i
e
i
e
38. 38.
38. 38. 38.
38.4 38.7
38
38.6 38.8
3
7
8
3
9
32

32

28

32

28

28

32

32

28

32

152

148

148

160

152

144

160

148

156

144

+
+
+
+
Bas
ah

+
+
+
Bas
ah

+
+
+
+
Bas
ah

+
+
+
Bas
ah

+
+
+
+
+
+
+
Bas keri
ah ng

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keri Keri Keri
ng
ng
ng

+
+
+
Keri
ng

Grafik monitoring post operasi


180
160
152
140

148

148

38.7
32

38
28

160

152

160

156

144

148

38.9
28

38.6
32 38.832 38.428

144

120
100
80
60

38.3

4032

38.8
32

38.3
28

38.7
32

20
0

frekuensi nafas

denyut jantung

suhu

Berdasarkan hasil post operasi kucing dalam keadaan sehat. Keadaan umum kucing
stabil. Nafsu makan kucing baik setelah dilakukan operasi. Begitu pula dengan defekasi dan
urinasi kucing yang teratur setiap harinya.feses kucing tidak lagi encer seperti saat diare.
Pada hari ketiga kucing mulai menapakkan kaki belakang sebelah kiri ketika berjalan dan
berlari. Berikut adalah gambar radiografi tulang setelah operas

Anda mungkin juga menyukai