Anda di halaman 1dari 14

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Takbisa kita pungkiri lagi bahwa teknologi dewasa ini semakin maju dan
berkembang begitu pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan
manusia. Perkembangan secara global ini dapat berdampak positif dan
negatif pada suatu negara. Orang-orang di berbagai belahan dunia dapat
saling bertukar informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dengan
berkembangnya teknologi saat ini dapat memudahkan proses pendidikan
di suatu negara seperti di indonesia, namun jika penggunaannyapun juga
salah maka hal ini akan berdampak buruk bagi pendidikan di indonesia.
Karena pendidikan adalah suatu hal yang penting untuk membentuk
kualitas sumber daya manusia, hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam
meningkatkan mutu sistem pendidikan.

Perubahan pesat yang paling menimbulkan banyak perhatian adalah


sekitar masalah moral. Karena banyak orang merasa tidak mempunyai
pegangan lagi tentang norma kebaikan. Norma-norma lainnya hanya terasa
tidak meyakinkan atau bahkan dirasa tidak dapat dijadikan pegangan sama
sekali. Orang tidak hanya lari dari hati nurani, karena hati nurani
merasakan tak berdaya menemukan kebenaran apabila norma-norma yang
biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba pasti
Al Purwa Hadiwardoyo(1994:9)

Belakangan ini, persoalan demi persoalan selalu menghiasi wajah dunia


pendidikan kita. Persoalan ini muncul akibat lemahnya komitmen
pemerintah dalam mengelola sistem pendidikan yang benar-benar
memberikan perubahan terhadap tingkahlaku dan kepribadian anak didik
di sekolah. Tidak jarang bila terjadi tawuran di masyarakat, pelajar
menjadi pelopor terdepan dalam berperan. Hal ini menyebabkan kerugian
mendasar bagi dunia pendidikan yang pada hakikatnya mempunyai
tanggung jawab untuk membina anak didik agar menjadi generasi
potensial dan berkepribadian luhur.

Pengaruh globalisasi setidaknya telah merongrong watak dan karakter


anak didik yang mengalami perubahan secara derastis sehingga
menghasilkan generasi yang tak mampu menghadapi benturan budaya
global yang menghadang di depan kita. Di kalangan generasi muda,
pendidikan moral sering terabaikan, bahkan sering tidak menjadi prioritas
dalam setiap agenda pendidikan di lembaga-lembaga sekolah. Persoalan
ini muncul, akibat tidak adanya perhatian dan pengawasan dari
pemerintah, akibatnya banyak lembaga-lembaga sekolah yang lebih
mengembangkan pengembangan nalar kritis (critical development)
daripada pengembangan moral yang didasari dengan pengembangan
spiritual sehingga implikasinya pada kedangkalan dalam memahami ajaran
agama secara holistik.

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk membimbing dan


mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik dalam
bentuk pendidikan formal ataupun informal. Lembaga pendidikan formal
dan informal adalah salah satu tempat bagi peserta didik untuk menjadi
manusia yang berkualitas yang memiliki bekal ilmu pengetahuan,
keterampilan dan keahlian.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
suatu bangsa. Karena melalui pendidikan inilah dapat tercipta generasi
yang cerdas, berwawasan, terampil dan berkualitas, yang diharapkan dapat
menjadi generasi-generasi yang dapat memberi perubahan bangsa menuju
kearah yang lebih baik. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada pasal 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sprituil keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara. Saat proses pendidikan
berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan, menurut GBHN Tahun 1999
atau UU No.2/1989 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan
bahwa Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dilihat dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional,dapat di pahami bahwa


pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama(SMP)
harus di laksanakan secara sistematis guna mencapai tujuan yang di
harapkan bersama. Hal tersebut berkaitan dalam pembentukan karakter
peserta didik hingga mampu menjadi insan yang beretika, bermoral, dan
mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat.

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) saat


ini selain rendahnya hasil belajar siswa adalah moral siswa yang juga
masih tergolong rendah. Banyaknya tindakan amoral yang dilakukan
peserta didik seperti mencontek, tawuran, membolos dan tindakan lainnya
mengindikasikan bahwa pendidikan formal gagal dalam membentuk
karakter peserta didik. Sjarkawi (2006: 45) menyatakan bahwa perilaku
dan tindakan amoral disebabkan oleh moralitas yang rendah. Moralitas
yang rendah antara lain disebabkan oleh pendidikan moral di sekolah yang
kurang efektif.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki peranan


penting dalam usaha mengembangkan dan membina potensi yang dimiliki
siswa termasuk juga dalam pembentukan karakter dan moralitas siswa.
Sekolah juga menyediakan berbagai kesempatan bagi siswa untuk

melakukan berbagai kegiatan belajar mengajar, sehingga para siswa


memperoleh pengalaman pendidikan. Salah satu mata pelajaran di sekolah
yang dapat digunakan untuk membentuk karakter dan moralitas anak
adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Mata pelajaran IPS Terpadu bertujuan mengembangkan potensi peserta


didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap menilai positif terhadap perbaikan segala ketimpangan
yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat.
Selain itu, IPS Terpadu mempunyai tugu mulia dan menjadi pondasi
penting bagi pengembangan intelektual, emosional, dan social peserta
didik, yaitu mampu mengembangkan cara berpikir, bersikap, dan
berprilaku yang bertanggung jawab.

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan,


dalam pengembangan pembelajaran guru hanya memperhatiak aspek
kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotirik tidak di
perhatikan. Selain itu penilaian guru terhadap prestasi belajar peserta didik
hanya di lihat dari reting hasil belajar kognitif. Penilaian hasil belajar
cenderung mengutamakan hafal materi ajar, yang seperti ini yang sering
terjadi di setiap sekolah, padahal di era global seperti ini bukan hanya
intelektual yang harus kita miliki melainkan moral yang baik juga harus di
kembangkan. Kurangnya pendidikan moral di sekolahan mengakibatkan

siswa mengalami kesulitan dalam membedakan mana yang benar dan


mana yang salah dalam setiap tindakan sehari hari.

Kecerdasan Moral atau yang biasa dikenal dengan MQ (moral quotient)


adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dan
mana yang salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan
menerapkannya dalam tindakan.
Menurut Abdul Mujib sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2002 : 92),
kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat
kaidah atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan membutuhkan
interaksi dengan lingkungan luar. Ketika seorang anak berinteraksi dengan
lingkungan, maka dapat diperhatikan bagaimana sikap yang diperankan,
penuh belas kasih, adanya atensi, tidak sombong atau angkuh, egois atau
mementingkan diri sendiri dan sejumlah sikap lainnya.
Berdasarkan pendapat di atas kecerdasan moral tidak dapat di capai
dengan menghafal atau mengingat kaidah atau aturan yang di pelajari di
dalam kelas, hal ini menguatkan bahwa setiap pembelajaran tidak harus di
lakukan di dalam kelas, namun bisa juga di lakukan di luar kelas atau di
dalam masyarakat sekalipun. Hal tersebut membutuhkan model-model
pembelajaran yang menunjang demi tercapainya pendidikan moral yang di
inginkan. Selain itu cara mengajar guru juga harus di perhatikan
kebanyakan guru masih menggunakan cara lama yaitu menggunakan
metode ceramah yang membuat siswa sangat bosan dalam melaksanakan
proses belajar.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari salah seorang guru mata
pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Natar , terdapat permasalahan Moralitas
yang mengakibatkan siswa kesulitan dalam menggunakan kecerdasan

moralnya seperti membolos, mencontek, datang terlambat kesekolah,


merokok, mengeluarkan kata-kata kurang sopan terhadap teman, tidak
mengerjakan tugas yang di berikan guru, suka berkelahi, membantah apa
kata guru, kurang memanfaatkan fasilitas ibadah pada jamnya, dan lain
sebagainya. Banyaknya permasalahan moralitas pada siswa di sebabkan
oleh beberapa faktor di antaranya, kurangnya penerapan model
pembelajaran yang tepat guna meningkatkan kecerdasan moral pada siswa,
hal tersebut dapat di atasi dengan mengubah cara mengajar guru.
Rendahnya kecerdasan moralitas siswa yang terjadi di SMP N 1 Natar
Lampung Selatan di duga belum di terapkannya berbagai model
pembelajaran dalam proses pembelajaran. Selama ini pembelajaran IPS
Terpadu masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu
ceramah dan tanya jawab. Dengan metode tersebut transfer of
knowledge berlangsung satu arah, dari guru kepada siswa dan tidak
terjadi interaksi. Kedudukan dan fungsi guru dalam proses pembelajaran
cenderung masih dominan. Penyampaian materi secara lisan membuat
siswa lebih terlihat pasif dalam proses pembelajaran dan kurang
menimbulkan semangat kreatifitas siswa. Hal ini yang memicu siswa
untuk melakukan tindakan tindakan amoral seperti membolos dan tidak
mengerjakan tugas. Penerapan metode pembelajaran tersebut dapat
menimbulkan kejenuhan pada siswa. Sehingga dalam pembelajaran siswa
sering melakukan tindakan seperti mengobrol dengan teman sebangkunya
atau asik dengan imajinasinya sendiri. Hal ini dapat di ambil kesimpulan
bahwa seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan

menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, mereka akan lebih


banyak berinteraksi dengan guru guru, teman sebaya, penjada sekolah,
para pedagang di sekolah, dan masyarakat di sekitar sekolah. Hal ini
menuntut sekolah bahwa pendidikan moral sangatlah di butuhkan oleh
peserta didik guna meningkatkan kecerdasan moral pada anak.
Menurut Nurul Zuriah (2007:22) Pendidikan moral adalah suatu program
pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan
menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan
memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Oleh
karena itu pada tahap awal perlu dilakukan pengondisian moral dan latihan
moral.

Pentingnya pendidikan moral pada anak ini berguna untuk membentuk


moral peserta didik sehingga menjadi lebih baik. Hal ini dapat di
tingkatkan menggunakan model-model pembelajaran yang di berikan
kepada peserta didik oleh guru. Ada dua macam model pembelajaran
yang dapat membantu guna meningkatkan kecerdasan moral peserta didik
di antaranya adalah model

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL),


model pembelajaran ini merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi
siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, dan warga Negara.

Model pembelajaran VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang


dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Teknik
mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat
VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa
dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah
ada dan tertanam dalam diri siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang


sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang
memungkinkan siswa siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan,
memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik
mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah
agar dapat memecahkan masalah masalah dunia nyata atau masalah
masalah yang disimulasikan.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang menyangkut moral yang


mampu memberikan pemahaman yang menyatu untuk membedakan
sesuatu yang benar dengan yang salah (Danah Zohar dalam Taufik
Bahaudin, hal. 189) Dalam Emotional Spiritual Quotient, kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap

10

pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan Intellectual


Quotient, Emotional Quotient dan Spiritual Quotient secara komprehensif.
Kecerdasan spiritual pada hakekatnya, adalah kecerdasan untuk
menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan
perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya. Kecerdasan spiritual yang bertumpu pada bagian dalam diri kita
yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar.

Dalam uraian di atas jelas bahwa model pembelajaran yang di sajikan


dapat membantu meningkatkan kecerdasan moral namun belum dapat di
ketahui ke efektivan dari masing-masing model pembelajaran tersebut,
maka dari itu berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Model
Pembelajaran Mata Pelajaran IPS Terpadu dalam Meningkatkan
Kecerdasan Moral dengan Memperhatikan Kecerdasan Spiritual
Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan Tahun
Pelajaran 2014 / 2015.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Moral Siswa SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan masih tergolong
rendah.

11

2. Guru hanya menilai prestasi belajar siswa dari aspek kognitif saja,
sedangkan aspek afektif kurang diperhatikan.
3. Guru IPS masih menggunakan metode konvensional.
4. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).
sehingga partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
masih tergolong rendah.
5. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih tergolong rendah.
6. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat.
7. Guru kurang memperhatikan prilaku siswa dalam proses pembelajaran.
8. Belum di ketahui ke efektifan model pembelajaran untuk
meningkatkan kecerdasan moral siswa.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan larat belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
penelitian ini membatasi pada kajian efektivitas model pembelajaran yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran CTL (contextual
teaching and learning) dengan model pembelajaran VCT (value
clarification technique) pada mata pelajaran IPS Terpadu dalam
meningkatkan kecerdasan moral dengan Memperhatikan Kecerdasan
Spiritual Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan
Tahun Pelajaran 2014 / 2015.

D. Rumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan kecerdasa moral siswa dalam pembelajaran IPS
Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model

12

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan siswa


yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran value
clarification technique (VCT) ?
2. Apakah kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran value
clarification technique (VCT) pada siswa yang memiliki kecerdasan
spiritual rendah ?
3. Apakah kecerdasan moral siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) lebih rendah dibandingkan dengan
siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran value
clarification technique (VCT) pada siswa yang memiliki kecerdasan
spiritual tinggi ?
4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan
spiritual siswa pada mata pelajaran IPS terpadu.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui perbedaan kecerdasan moral siswa yang
pembelajaranya menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan value clarification technique
(VCT).
2. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan value clarification technique

13

(VCT) dalam meningkatkan kecerdasan moral pada siswa yang


memiliki kecerdasan spiritual rendah.
3. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan value clarification technique
(VCT) dalam meningkatkan kecerdasan moral pada siswa yang
memiliki kecerdasan spiritual tinggi.
4. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan
spiritual siswa pada mata pelajaran IPS terpadu.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan di laksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Menyajikan wawasan khusus tentang penelitian yang menekankan
pada moralitas siswa dan menerapkan model pembelajaran yang
berbeda pada mata pelajaran IPS terpadu.
b. Hasil penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan, khususnya bagi Teknologi Pendidikan dalam
kawasan pemanfaatan.
2. Secara praktis
a. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan hasil
belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara
lebih optimal dan mengurangi prilaku prilaku yang tidak baik pada
pelajaran IPS Terpadu.
b. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran
tentang alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
hasil belajar dan moralitas siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan
rujukan yang bermanfaat bagi perbaikan mutu pembelajaran.
G. Ruang lingkup penelitian
1. Objek Penelitian

14

Objek penelitian ini adalah kecerdasan moral siswa dalam


pembelajaran IPS Terpadu, model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL), dan model pembelajaran value clarification
technique (VCT)
2. Subjek Penelitian.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap.
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1Natar Lampung Selatan.
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2014/2015.
5. Ruang Lingkup Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan

Anda mungkin juga menyukai