Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

TEKNIK REKLAMASI

POTENSI LAHAN RAWA


DALAM PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN
DI INDONESIA

Disusun Oleh:
GALIH HABSORO SUNDORO, ST

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PENGAIRAN


MINAT MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini berisi tentang potensi lahan rawa dalam peningkatan
produksi pangan di indonesia.
Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih juga kami haturkan kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. H. Suhardjono, Dipl. HE, Mpd selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknik Reklamasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Malang,

Penulis

Maret 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................
BAB I KETAHANAN PANGAN NASIONAL.......................................................
1.1

Pegertian Ketahanan Pangan........................................................................

1.2

Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia..........................................................

1.3

Masalah Terkait Ketahanan Pangan.............................................................

BAB II USAHA PENINGKATAN PRODUKSI.....................................................


2.1

Peran Produksi Dalam Ketahan Pangan Indonesia......................................

2.2

Usaha Peningkatan Produksi Pangan...........................................................

BAB III PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DALAM PENINGKATAN


PRODUKSI................................................................................................
3.1

Sepintas Tentang Lahan Rawa....................................................................

3.2

Kondisi dan Potensi Lahan Rawa di Indonesia..........................................

3.3

Sejarah Ekstensifikasi Lahan Rawa di Indonesia.......................................

BAB IV PENGEMBANGAN POTENSI RAWA UNTUK LAHAN


PERTANIAN..............................................................................................
4.1

Reklamasi Rawa.........................................................................................

4.2

Kegiatan Survei, Investigasi, dan Desain (SID) Dalam Reklamasi


Rawa...........................................................................................................

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010 - 2035......................3


Gambar 2. Peta Sebaran Lahan Rawa di Indonesia...............................................11
Gambar 3. Bagan Alir Perencanaan Reklamasi Rawa...........................................15

BAB I
KETAHANAN PANGAN NASIONAL

1.1 Pegertian Ketahanan Pangan


Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Terpenuhinya kebutuhan
pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam UUD
1945. Dijelaskan pula tentang definisi ketahanan pangan, yaitu kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Ketahanan pangan
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup. Cukup dalam jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau. Pangan yang dimaksud
adalah pangan yang tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat.
Ketahanan pangan merupakan dasar bagi tercapainya ketahanan ekonomi
dan ketahanan nasional suatu bangsa. Ketahanan pangan menjadi hal yang
strategis dalam keberlangsungan suatu bangsa. Sehingga pengelolaan pangan
harus dilakukan secara sistematis, terpadu, menyeluruh, dan berorientasi masa
depan. Darmadji (2011) menyatakan bahwa kecukupan pangan dengan harga
terjangkau menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Hal ini
karena kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan
politik. Pengaruh dari kesemua kerawanan tersebut pada akhirnya akan dapat
menggoyahkan stabilitas nasional.

1.2 Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia


Haryanto, dkk, (2002) dalam Darmadji (2011) menjelaskan pada tahun
1964 pemerintah mengeluarkan berbagai program untuk meningkatkan produksi.
Program-program tersebut antara lain: program Demmas, Bimmas, Bimmas baru,
Bimas Nasional, dan Insus. Kala itu pemerintah juga mengeluarkan berbagai
kebijakan untuk mendukung program peningkatan produksi. Kebijakan tersebut
antara lain: subsidi benih, pupuk, dan pestisida, kredit usahatani, dan pembinaan
kelembagaan usahatani. Sehingga pada tahun 1984 1989 Indonesia sempat
menjadi negara swawsembada beras.
Status swasembada beras yang disandang Indonesia hanya berlangsung
beberapa tahun saja. Hingga saat ini Indonesia masih harus mengimpor beras
untuk memenuhi kebutuhannya. Permasalahan ketersediaan pangan yang sedang
hangat saat ini adalah adanya kenaikan harga beras. Dalam Kompas (4/3/2015)
dikabarkan bahwa harga beras naik Rp 1.000 - Rp 2.000 per kg selama dua
minggu terakhir (Februari 2015). Kenaikan harga beras ini ditengarai akibat
kekosongan stok dalam tiga bulan sebelumnya.
1.3 Masalah Terkait Ketahanan Pangan
Isu-isu mengenai kelangkaan dan kenaikan harga pangan, terutama beras,
sepertinya sudah cukup lazim di Indonesia. Penyebab terjadinya kelangkaan
pangan ini cukup banyak dan kompleks. Secara umum, permasalahan ketersediaan
pangan di Indonesia terkait dengan kondisi berikut:
a.
b.
c.
d.

Meningkatnya kebutuhan,
Menurunnya produktifitas lahan,
Berkurangnya lahan akibat konversi ke non pertanian
Berkurangnya minat terhadap bidang pertanian.

Meningkatnya kebutuhan akan pangan tidak terlepas dari pengaruh


peningkatan jumlah penduduk. Data proyeksi penduduk dari Badan Pusat Statistik
menunjukkan saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 252 juta jiwa. Sekalipun
program KB sukses, penduduk kita akan mencapai sekitar 300 juta jiwa pada
tahun 2035. Dengan tingkat konsumsi seperti saat ini sebesar 139 kg per kapita
per tahun. Pada tahun 2035 dibutuhkan sekitar 40 juta ton beras untuk memenuhi
kebutuhan pangan rakyat indonesia.

Proyeksi Penduduk 2010 - 2035


350
300
250
200
Jumlah Penduduk (juta jiwa) 150
100
50
-

Tahun

Gambar 1. Grafik Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010 - 2035


Besarnya produksi sangat tergantung kepada produktivitas lahan dan
ketersediaan lahan. Direktorat Pengkajian Bidang Ekonomi (2013) menyatakan
bahwa selama dua dasawarsa terakhir, laju pertumbuhan produktivitas pangan di
Indonesia sangat lamban. Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir (1996-2010),
produktivitas beras tumbuh dibawah 1 persen per tahun.
Jika produktivitas tinggi maka secara otomatis produksi akan meningkat.
Mengingat jumlah penduduk indonesia yang terus meningkat, maka peningkatan
3

produktivitas saja tidaklah cukup. Peningkatan jumlah lahan pertanian juga sangat
penting. Direktorat Pengkajian Bidang Ekonomi (2013) menjelaskan bahwa untuk
menghasilkan 50 juta ton beras, dibutuhkan sawah dengan produktivitas rata-rata
5 ton GKG (Gabah Kering Giling) per hektar seluas sekitar 11 juta hektar.
Sedangkan data menunjukkan, sekarang Indonesia hanya mempunyai sekitar 6,5
juta hektar sawah.
Saat ini lahan pertanian di Indonesia bukannya bertambah, namun justru
terus mengalami penurunan. Menurut Khudori dalam Pamong Reader (2013)
selama 1999-2002 laju tahunan konversi lahan pertanian mencapai 110.000
hektar. Angka ini melonjak pada periode 2002-2006 menjadi 145.000 hektar per
tahun. Bahkan dalam rentang periode 2007-2010 di Jawa saja laju konversi ratarata 200.000 hektar per tahun. Dimana hingga saat ini pemerintah mencetak sawah
baru sekitar 37.000 - 45.000 hektar per tahun (Haryono, 2013). Angka penyusutan
ini tentu saja tidak sebanding dengan penambahan lahan sawah yang baru.
Banyaknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian disebabkan
oleh peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, perubahan minat usaha masyarakat
ke bidang non pertanian juga berandil besar. Saat ini posisi pertanian dianggap
kurang menguntungkan dibanding sektor ekonomi lainnya. Meningkatnya
konversi lahan pertanian tentu saja berakibat pada menurunnya jumlah produksi
pangan.

BAB II
USAHA PENINGKATAN PRODUKSI

2.1 Peran Produksi Dalam Ketahan Pangan Indonesia


Maleha dan Sutanto (2006) menjelaskan bahwa ketahanan pangan
memiliki 3 subsistem utama. Sub sistem utama terbeut meliputi: ketersediaan
pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan
merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta
keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus
dikelola agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari jumlah, jenis, dan
waktunya.
Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan
ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata berarti
pangan tersedia di semua lokasi yang membutuhkan saja. Kebutuhan untuk tiap
individu juga harus terpenuhi. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin
kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu
dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka.
Hal ini dimaksudkan agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses
pangan bagi seluruh penduduk.
Subsistem konsumsi pangan tidak hanya menyangkut besarnya kebutuhan
pangan bagi masyarakat saja. Konsumsi pangan juga menyangkut peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam memahami pangan, gizi dan
kesehatan. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengelola konsumsinya

secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan


gizi yang cukup dan berimbang. Konsumsi pangan juga harus sesuai dengan
kebutuhan bagi pembentukan manusia sehat, kuat, cerdas dan produktif.
Dalam upaya untuk peningkatan ketahan pangan, maka ketiga subsistem
tersebut harus dimaksimalkan. Melihat kondisi Indonesia saat ini, nampaknya
meningkatkan ketersediaan pangan menjadi solusi yang paling mendesak
dilakukan. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat tiap
tahunnya. Dengan tingkat kebutuhan yang tinggi maka produksi juga harus
ditingkatkan.
Untuk dapat meningkatkan produksi pangan, maka sektor pertanian
mutlak juga harus ditingkatkan. Peningkatan sektor pertanian tidak hanya terkait
dengan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat saja. Peningkatan sektor pertanian
akan berpengaruh terhadap sumber devisa, pajak, sumber penerimaan negara,
sumber lapangan kerja, serta sumber pertumbuhan ekonomi nasional.
2.2 Usaha Peningkatan Produksi Pangan
Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian dapat ditempuh dengan
berbagai cara. Secara umum usaha peningkatan produksi panen oleh Ajriah
dijabarkan sebagai berikut:
a. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan
sebaik-baiknya menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak
dilakukan di Pulau Jawa dan Bali yang memiliki lahan pertanian sempit. Pada
awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Panca Usaha Tani.

Kemudian dilanjutkan dengan program Sapta Usaha Tani. Adapun Sapta


Usaha Tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan:
- pengolahan tanah yang baik,
- pengairan yang teratur,
- pemilihan bibit unggul,
- pemupukan,
- pemberantasan hama dan penyakit tanaman,
- serta pengolahan pasca panen.
b. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan
cara memperluas lahan pertanian baru. Ekstensifikasi dapat dilakukan dengan
membuka hutan, daerah rawa-rawa, persawahan pasang surut, dan lain
sebagainya. Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang
penduduk seperti di luar Pulau Jawa. Ekstensifikasi khususnya dilakukan di
beberapa daerah tujuan transmigrasi.
c. Diversifikasi Pertanian
Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau
tanaman pertanian. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketergantungan pada
salah satu hasil pertanian.
d. Mekanisasi Pertanian
Mekanisasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan
menggunakan mesin-mesin pertanian modern. Mekanisasi pertanian banyak
dilakukan di luar Pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian luas. Pada
program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi
tenaga utama.
e. Rehabilitasi Pertanian
Rehabilitasi pertanian adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang
semula tidak produktif menjadi lahan produktif. Rehabilitasi pertanian dapat
dilakukan dengan mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi
tanaman yang produktif.

Berdasarkan tujuannya, ke lima usaha peningkatan produksi diatas dapat


dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah yang bertujuan
meningkatan produktifitas lahan pertanian. Kelompok ini meliputi intensifikasi,
diversifikasi, mekanisasi, dan rehabilitasi. Kelompok kedua adalah yang bertujuan
meningkatkan jumlah lahan pertanian (ekstensifikasi).
Meningkatkan produktivitas merupakan pilihan pertama yang harus
dilakukan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan ekstensifikasi pertanian
membutuhkan usaha ekstra dibandingkan keempat usaha yang lain. Selain itu
ekstensifikasi memiliki resiko yang lebih besar. Sayangnya hanya dengan
meningkatkan produktivitas lahan saja belum bisa memenuhi kebutuhan pangan
seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pertimbangan kebutuhan pangan semakin
meningkat, maka usaha pertanian dengan ekstensifikasi layak untuk dilakukan.
Disamping itu indonesia masih memiliki cukup lahan yang kurang produktif,
terutama di luar jawa.
Dilihat dari jenis lahan yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi
pertanian, lahan ekstensifikasi dibedakan menjadi:
a. Ekstensifikasi Lahan Kering
Lahan kering yang dimaksud adalah lahan yang memiliki keterbatasan asupan
air. Lahan ini hanya mendapat air ketika musim hujan. Saat musim kering
lahan ini tidak dapat digunakan untuk kegiatan pertanian karena tidak ada air.
Untuk dapat memanfaatkan lahan ini diperlukan pembangunan infrastruktur
untuk penyediaan air irigasi. Infrastruktur tersebut seperti: bendung,
bendungan, saluran irigasi, dan saluran drainase.
b. Ekstensifikasi Lahan Basah

Lahan basah adalah lahan yang tergenang air sepanjang waktu atau biasa
disebut rawa. Ekstensifikasi lahan basah dapat dilakukan dengan membangun
infrastruktur pengatur air. Ini dilakukan untuk menjaga kondisi air dalam
lahan basah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Penanganan pada lahan basah relatif lebih sulit dibandingkan dengan
ekstensifikasi pada lahan kering. Selain itu lahan basah umumnya jauh dari
pemukiman penduduk, lokasinya terpencil, dan akses yang sulit. Agar
pengembangan lahan basah dapat berhasil, maka banyak infrastruktur yang harus
dibangun. Selain itu sarana dan prasarana pemukiman baru bagi pengelola lahan
juga harus dibangun.
Ekstensifikasi di lahan basah nampaknya menjadi solusi terakhir dalam
usaha peningkatan produksi pangan di Indonesia. Namun saat ini jumlah
penduduk semakin meningkat serta banyak lahan pertanian yang ada sudah
terkonversi. Di masa mendatang, mau tidak mau ekstensifikasi pertanian harus
dilakukan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan pangan.

BAB III
PENGEMBANGAN LAHAN RAWA
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI

3.1 Sepintas Tentang Lahan Rawa


Menurut Suhardjono, Prasetyorini, dan Hariwibowo (2010), rawa
merupakan dataran rendah yang selalu tergenang air, baik bersifat sementara
maupun sepanjang waktu. Genangan ini disebabkan oleh kondisi pembuangan
(drainase) yang buruk. Rawa bisa juga merupakan suatu cekungan yang
menampung luapan air dari sekitarnya. Berdasarkan asal air yang menggenang,
rawa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan daerah berawa-rawa disepanjang pantai
sampai jauh ke pedalaman. Lahan rawa ini dipengaruhi secara langsung atau
tidak langsung oleh gerakan pasang surut air laut.
b. Rawa non pasang surut (lebak)
Rawa non pasang surut (lebak) umumnya merupakan lahan dengan keadaan
topografi rendah dan berbentuk cekungan. Akibat air hujan, daerah tersebut
tergenang air. Air rawa tersebut berangsur-angsur kering di musim kemarau.
Terkadang kering sama sekali dalam waktu relatif singkat (1-2 bulan).
Menurut Nugroho, dkk. (1992) dalam Najiyati, Muslihat, dan Suryadiputra
(2005) luas lahan rawa di Indonesia mencapai 33,4 juta hektar atau sekitar 17%
dari luas daratan Indonesia. Luasan rawa tersebut terdiri dari 20,1 juta hektar
lahan pasang surut dan 13,3 juta hektar rawa non pasang surut.

10

3.2 Kondisi dan Potensi Lahan Rawa di Indonesia


Haryono (2013) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pemetaan Badan
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian, luas
lahan rawa di seluruh Indonesia sekitar 33,43 juta ha. Kawasan itu tersebar di
Pulau Sumatra (10,9 juta hektar), Pulau Kalimantan (10,6 juta hektar), Pulau
Sulawesi (1,4 juta hektar), dan Pulau Papua (10,5 juta hektar). Peta sebaran lahan
rawa di Indonesia disajikan dalam Gambar 2.

Sumber : Haryono, 2013

Gambar 2. Peta Sebaran Lahan Rawa di Indonesia.


Haryono (2013) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa menurut
penelitian Manwan dkk. (1992) dan Nugroho dkk., sebanyak 9,53 juta hektar
lahan rawa di Indonesia memiliki kondisi yang sesuai untuk kegiatan pertanian.
Hingga saat ini luas rawa yang dimanfaatkan untuk budidaya pertanian baru
sekitar 2,27 juta hektar. Itu artinya lahan rawa yang dimanfaatkan hanya 23,8
persen dari luas total lahan rawa yang sesuai untuk kegiatan pertanian. Sisanya,
76,2 persen atau seluas sekitar 7,26 juta hektar belum dimanfaatkan.

11

Selama ini beberapa pengembangan lahan rawa dengan penerapan sistem


budidaya yang baik, sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya bahkan
memberikan hasil yang cukup menjanjikan. Menurut Susanto (2009) dalam
Haryono (2013), di Telang, Sumatra Selatan, panen padi dapat mencapai 7 8 ton
GKG per hektar. Sementara itu, produktivitas di Bintang Mas, Kalimantan Barat
sekitar 5 6 ton GKG.
Sebenarnya lahan rawa Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam
peningkatan produksi pangan di masa mendatang. Jika dapat mengelola seluruh
lahan rawa tersebut, maka tidak mustahil Indonesia dapat kembali mencapai
swasembada pangan.
3.3 Sejarah Ekstensifikasi Lahan Rawa di Indonesia
Pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian sudah dilakukan jauh sebelum
Indonesia mengenal sistem pertanian modern. Berdasarkan catatan Muhammad
Noor dan Jumber (2007) dalam Haryono (2013) ekstensifikasi atau pembukaan
lahan rawa untuk pertanian pertama kali dilakukan di daerah aliran Sungai Pawan,
Kalimantan Barat semasa Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
Ekstensifikasi lahan rawa untuk pertanian makin masif ketika Belanda
menguasai wilayah Nusantara. Pada tahun 1920-an Belanda membangun kanakanal (banjir) di kawasan Tamban dan Serapat (Kalimantan Selatan). Untuk
mendukung hal tersebut petani dari Jawa didatangkan untuk menggarap lahan.
Pelaksanaan ekstensifikasi lahan rawa semakin meluas ketika Indonesia
merdeka. Pada era Orde Lama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga
membuka lahan rawa untuk pertama kalinya. Proyek ini dikenal dengan nama
Dredge, Drain, and Reclamation.
12

Ketika pemerintahan Orde Baru, pada tahun 1970-an kondisi pangan di


Indonesia sangat mencamaskan. Didasarkan pada hal tersebut, Presiden Soeharto
menggagas ide ekstensifikasi lahan rawa seluas 5,25 juta hektar. Proyek tersebut
ditargetkan tercapai selama 15 tahun. Kegiatan ini diimbangi dengan program
transmigrasi untuk menggarap lahan-lahan tersebut. Melaui Proyek Pembukaan
Persawahan Pasang Surut (P4S) berhasil dibuka sekitar 1,24 juta hektar lahan
pertanian baru.
Berkat adanya kontribusi pembukaan lahan rawa, pada tahun 1984
Indonesia mendapat penghargaan dari Badan Pangan Dunia (Food and
Agriculture Organization atau FAO) karena berhasil mencapai swasembada
pangan. Sayangnya prestasi ini hanya bertahan sampai tahun 1989.
Pada tahun 1995 Indonesia kembali diterpa impor pangan yang sangat
besar. Untuk mengatasi hal tersebut, dicanangkan Proyek Lahan Gambut (PLG)
Sejuta Hektar (Mega Rice Estate Project). Proyek ini dipusatkan di Kalimantan
Tengah. Sayangnya proyek ini tidak berjalan sesuai rencana. Seiring dengan
situasi politik yang tidak kondusif, pada tahun 1999 proyek tersebut dihentikan
dan dibiarkan terbengkalai. Baru pada tahun 2007, melalui Inpres No 2 Tahun
2007, proyek tersebut dilanjutkan secara bertahap selama tahun 2007-2011.

13

BAB IV
PENGEMBANGAN POTENSI RAWA
UNTUK LAHAN PERTANIAN

4.1 Reklamasi Rawa


Menurut Suhardjono, dkk. (2010) reklamasi adalah suatu proses dan
tindakan membudidayakan daerah-daerah yang masih belum dimanfaatkan. Hal
itu dilakukan agar memberikan manfaat yang lebih besar bagi kehidupan manusia.
Sedangkan reklamasi rawa adalah upaya peningkatan fungsi dan pemanfaatan
rawa untuk kepentingan masyarakat luas.
Pelaksanaan reklamasi rawa dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan
teknologi. Pemilihan teknologi reklamasi harus tepat sesuai kondisi dan tujuan
yang diharapkan. Dalam reklamasi rawa selain membangun infrastruktur,
pengolahan tanah yang tepat juga sangat penting dilakukan. Mengingat jenis tanah
di daerah rawa kurang baik bagi sebagian besar tanaman pertanian. Jenis tanah
yang kurang baik antara lain: tanah sulfat asam, tanah gambut, tanah salinitas
dengan kadar garam yang tinggi, dan tanah yang ditumbuhi rumput-rumputan.
4.2 Kegiatan

Survei,

Investigasi,

dan

Desain

(SID)

Dalam

Reklamasi Rawa
Pengembangan lahan rawa untuk pertanian harus direncanakan secara
matang. Hal ini dilakukan agar tujuan pengembangan dapat tercapai dengan
efektif, efisien, dan biaya semurah mungkin. Dengan persiapan yang baik dan
matang, diharapkan hasilnya pun akan baik.

14

Kegiatan perencanaan awal reklamasi rawa terdiri dari: survey, infestigasi,


dan desain. Kegiatan ini biasa disebut dengan istilah SID. Hubungan antara ketiga
kegiatan tersebut ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Perencanaan Reklamasi Rawa.


Dalam rangka untuk mendukung pembuatan perencanaan teknis, maka
perlu dilakukan kegiatan survey dan investigasi. Menurut Suhardjono, dkk. (2010)
beberapa aspek yang diperlukan untuk survey adalah: topografi daerah rawa,
15

hidrologi dan hidrometri, kondisi kesuburan lahan, kondisi sifat fisik lahan,
kondisi masyarakat sekitar, keadaan sosial ekonomi masyarakat, budaya setempat,
dll. Sedangkan lingkup pekerjaan survey dan investigasi pada kegiatan
pengembangan rawa pada umumnya sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Survey pemetaan situasi detail (pemetaan topografi)


Survey hidrologi dan hidrometri dan jaringan reklamasi
Survey tanah
Survey mekanika tanah

e. Survey sosio-agro ekonomi dan lingkungan


Dalam Suhardjono dkk. (2010) dijabarkan pula bahwa dalam pembuatan
desain/ rancangan teknis umumnya dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Membuat sistem jaringan drainasi sesuai dengan kondisi topografi daerah
studi.
b. Melakukan uji abnormalitas data. Dilakukan dengan uji outlier untuk
memastikan semua data yang didapat berada pada batas yang bisa ditoleransi.
c. Melakukan uji konsistensi data. Metode yang digunakan adalah RAPS
(Rescaled Adjusted Partial Sums). Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui tingkat konsistensi dari data yang diperoleh.
d. Menghitung curah hujan rancangan. Menggunakan metode log pearson type
III dengan kala ulang yang telah ditentukan.
e. Menguji kesesuaian distribusi yang telah dilakukan untuk menentukan curah
hujan rancangan maksimum.
f. Perhitungan curah hujan efektif lahan.
g. Perhitungan evapotranpirasi potensial dari lahan studi.
h. Penetapan pola tata tanam yang berkaitan erat dengan pengelolaan air di
lahan. Sehingga kebutuhan air tanaman tidak melebihi kapasitas yang
tersedia.
i. Menghitung besarnya drain module. Perhitungan ini dilakukan unuk
mendapatkan besarnya debit yang harus dibuang darilahan di lokasi studi.
j. Menghitung besarnya debit drainasi.

16

k. Merencanakan dimensi saluran. Perhitungan dimensi saluran digunakan untuk


mendapatkan dimensi yang sesuai dengan besarnya debit yang harus dibuang.
l. Menganalisa sifat fisik tanah yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan dimensi saluran.
m. Perencanaan pola operasi pintu skot balok.
n. Pemrosesan data hidrolika dengan perangkat lunak (software). Perangkat
lunak ini digunakan untuk mengetahui kondisi profil aliran jika diberi
perlakuan-perlakuan terentu (pola operasi pintu).
o. Perhitungan analisa ekonomi dengan menghitung keuntungan yang akan
ditimbulkan akibat adanya saluran rencana.

17

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat ditarik beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
a. Ketidak-seimbangan

antara

permintaan

dengan

produksi

pangan

mengakibatkan terjadinya permasalahan pangan. Ini terjadi karena jumlah


penduduk Indonesia semakin meningkat, sedangkan produksi pangan
terutama beras semakin menurun.
b. Salah satu penyebab turunnya produksi pangan adalah banyaknya lahan
pertanian yang dikonversi menjadi non pertanian.
c. Untuk dapat meningkatkan produksi pangan tidak dapat hanya dilakukan
dengan meningkatkan produktifitas lahan saja. Untuk menjaga ketersediaan
pangan di masa mendatang, perluasan lahan pertanian harus dilakukan.
d. Lahan rawa memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai lahan
pertanian. Ada sekitar 9, 53 hektar lahan rawa di Indonesia yang memiliki
kondisi yang sesuai untuk kegiatan pertanian.
e. Untuk dapat memanfaatkan lahan rawa sebagai lahan pertanian perlu
dilakukan kegiatan reklamasi. Hal ini dilakukan untuk mengkondisikan lahan
rawa yang ada agar dapat ditumbuhi tanaman pertanian.
f. Pengembangan lahan rawa untuk pertanian harus direncakan secara matang.
Hal ini dilakukan agar tujuan pengembangan dapat tercapai dengan efektif,
efisien, dan biaya semurah mungkin.

18

DAFTAR PUSTAKA

Ajriah.

Usaha-usaha

Meningkatkan

Hasil

Pertanian.

14

Maret

2015.

idkf.bogor.net: http://idkf.bogor.net/yuesbi/e-DU.KU/edukasi.net/ SMP/


GEOGRAFI/Pertanian/materi04.html
Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk menurut Provinsi, 2010-2035
(Ribuan).

14

Maret

2015.

www.bps.go.id:

http://www.bps.go.id/

linkTabelStatis/ view/id/1274
Darmadji. 2011. Analisis Kinerja Usahatani Padi dengan Metode System Of Rice
Intensification (Sri) di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Widya Agrika, 9 (3): 1 18.
Direktorat Pengkajian Bidang Ekonomi. 2013. Meningkatkan Produktivitas
Pertanian guna Mewujudkan Ketahanan Pangan dalam Rangka
Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 15: 12 19.
Haryono. 2013. Lahan Rawa Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia. IAARD
Press - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Litbang Kompas. 2015. Harga Beras Naik, Salah Siapa. 13 Maret 2015.
kompas.com:

http://print.kompas.com/baca/2015/03/04/Harga-Beras-

naik%2c-Salah-Siapa
Maleha dan Sutanto, A. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein,
13 (2): 194 - 202.
Najiyati, S., Muslihat, L. dan Suryadiputra, I. N. N. 2005. Panduan Pengelolaan
Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change,

19

Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia


Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Pamong Readers. 2013. Soal Konversi Lahan yang Tak Kunjung Usai. 14Maret
2015. pamongreaders.com: http://pamongreaders.com/berita-369-soalkonversi-lahan-yang-tak-kunjung-usai.html
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pangan.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Suhardjono, Perasetyorini, L., dan Hariwibowo, R. 2010. Reklamasi Daerah Rawa
Untuk Pengembangan Persawahan. Citra Malang. Malang.

20

TENTANG PENULIS

Nama Lengkap

: Galih Habsoro Sundoro, ST

NIP.

: 19860413 201012 1 005

Pangkat/ Golongan

: Penata Muda/ III.a

Tempat/ Tanggal lahir

: Surakarta/ 13 April 1986

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat rumah

: Rejowinangun, Rt. 19, Ds. Masaran, Kec. Masaran,


Kab. Sragen, Prov. Jawa Tengah, 57282

No. HP.

: 085728269414

Alamat E-mail

: galz_gunner@yahoo.com

Unit Kerja

: Balai Sungai, Pusat Litbang Sumber Daya

Air
Alamat Kantor

: Jl. Solo-Kartasura Km. 7 Surakarta 57101

No. Telp. Kantor

: 0271-719429

Anda mungkin juga menyukai