Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut. Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar Luka
yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan
jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar merupakan
jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut. . Luka
bakar dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan baik laki-laki
maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat
dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan, untuk luka yang luas dapat
mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di
rumah sakit.1-4
Luka bakar, yang telah mencapai proporsi epidemi dalam beberapa tahun
terakhir, dianggap sebagai masalah kesehatan yang lebih serius daripada epidemi
polio. Dalam beberapa tahun terakhir profesi medis telah mulai mengenal dan
memahami masalah yang terkait dengan luka bakar. Pada 1950-an terdapat kurang
dari 10 rumah sakit di Amerika Serikat yang khusus luka bakar. Sejak saat itu,
telah ada kemajuan yang signifikan dalam memahami masalah luka bakar dan kini
ada sekitar 200 pusat perawatan khusus luka bakar di Amerika Serikat.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi kulit
2.1.1 Anatomi kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar. Luas kulit orang dewasa 2 m2
dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis
kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.2
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada
garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 2

Gambar 1. Lapisan-lapisan kulit.2

1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah
lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat

tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,


merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di
telapak tangan dan kaki. 3
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.
Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatanjembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero.
Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen. 3
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel
yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes). 3
2. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak di bawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis
dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis
besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare
yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas

serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar


lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang
serta lebih elastis. 3
3. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. 3
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening.3
4. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang
dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ
tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh,
paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia

menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit
akan mengendur serta makin kehilangan kontur. 3
2.1.2 Fungsi Kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut2 :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis

terutama

lapisan

tanduk

berguna

untuk

menutupi

jaringanjaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh


pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari
diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit
dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan
bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti
sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai
alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh
yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar
36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit
mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan.
Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam,
yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja
disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis
sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.

5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam
lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat
masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat
tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam
saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam
peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak
halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilanFungsi lain dari kulit
yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat
maupun konstraksi otot penegak rambut.

2.2 Luka Bakar


2.2.1 Definisi3-5
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah
sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif.
Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak.
Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C. Suhu
65C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar.
Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada
kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47C, air panas yang mempunyai suhu
60C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial
thickness skin loss dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss.
Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C
selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120
detik.
6

2.2.2 Epidemiologi4-5
Menurut The National Institutes of General Medical Sciences, sekitar 1,1
juta luka-luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap tahun di Amerika
Serikat. Di antara mereka terluka, sekitar 50.000 memerlukan rawat inap dan
sekitar 4.500 meninggal setiap tahun dari luka bakar. Ketahanan hidup setelah
cedera luka bakar telah meningkat pesat selama abad kedua puluh. Perbaikan
resusitasi, pengenalan agen antimikroba topikal dan, yang lebih penting, praktek
eksisi dini luka bakar memberikan kontribusi terhadap hasil yang lebih baik.
Namun, cedera tetap mengancam jiwa.4
Di Amerika Serikat, sekitar 1,1 juta luka bakar dilaporkan per tahun. Ratarata seseorang meninggal akibat luka bakar setiap 2 jam , dan setiap 23 menit
kasus baru dilaporkan. Sekitar 50.000 orang dirawat di rumah sakit. Dari mereka
yang dirawat di rumah sakit, 20.000 yang mengalami luka bakar besar telah
melibatkan paling sedikit 25% dari total permukaan tubuh mereka dan kurang
kebih 4500 pasien dengan luka bakar meninggal, dan sekitar satu juta akan
mempertahankan cacat substansial atau permanen yang dihasilkan dari luka bakar
mereka.5
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur
20-29 tahun. Diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih mudah, luka bakar jarang
terjadi pada umur 80 tahun ke atas. 6
Sekitar 80% luka bakar dapat terjadi di rumah. Pada anak umur 3-14 tahun,
penyebab luka bakar paling sering karena nyala api yang membakar baju. Pada
orang dewasa, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri
ataupun kebakaran yang terjadi di rumah akibat rokok. 6
2.2.3 Etiologi
Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
evaluasi dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas : 4,6
1.
Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api
itu sendiri, uap panas, cairan panas, dan benda-benda panas, serta terpapar
oleh suhu rendah yang sangat ekstrim. Kedalaman luka bakar karena suhu

berkaitan dengan temperatur cairan, lamanya paparan dengan cairan, dan


2.

viskositas cairan (biasanya ada kontak lama dengan cairan lebih kental).
Luka bakar karena bahan kimia, seperti berbagai macam zat asam, basa,
dan bahan tajam lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,

3.

pertanian dan militer.


Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct
Current (DC). Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan
dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang

elektrik itu sampai mengenai tubuh.


4. Luka bakar inhalasi, seperti keracunan karbon monoksida, panas atau
5.

smoke inhalation injuries.


Luka bakar akibar radiasi, yang bersumber dari bahan-bahan nuklir,
termasuk sinar ultraviolet. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar
dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.

2.2.4 Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 2 berdasarkan:
1. Dalamnya luka bakar.
a. Klasifikasi luka bakar menurut Dupuytren
Klasifikasi lama yang diperkenalkan oleh Dupuytren adalah pembagian
derajat luka bakar dalam 6 derajat :
- Luka bakar derajat 1
Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang
suhunya tidak mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia. Biasanya

bentuk luka berupa kemerahan dan proses penyembuhan terjadi tanpa


meninggalkan parut. Waktu penyembuhan antara beberapa jam sampai
beberapa hari.

gambar 3. Derajat 1 luka bakar


Luka bakar derajat 2
Luka diakibatkan terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya
mencapai titik didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit superficial hanya
sedikit yang rusak dan penyembuhannya tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada awalnya terdapat vesikel yang kemudian akan terasa sakit
dan warnanya menjadi hitam.

Gambar 4. Luka bakar derajat 2


Luka bakar derajat 3
Luka bakar ini adalah akibat cairan yang suhunya diatas titik didih.
Pada keadaan ini lapisan superficial kulit seluruhnya rusak sehingga
pada penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut. Ujung
persyarafan juga terbakar dan halini mengakibatkan rasa nyeri yang
hebat. Pada proses penyembuhan dapat terjadi jaringan parut yang
mengandung semua element kulit, sehingga tidak mengalami
kontraktur.

Gambar . 3 luka bakar derajat 3


Luka bakar derajat 4
Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung syaraf juga ikut
rusak, sehingga pada luka bakar ini rasa nyeri tidak ada. Jaringan parut
yang terbentuk akan mengalami kontraksi dan deformitas. Luka
terkelupas pada hari ke 5 atau ke 6 dan penyembuhan akan berjalan
lambat.

Gambar 6. Luka bakar grade 4


-

Luka bakar derajat 5


Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir selalu
mengalami deformitas.

10

Gambar 7. Luka bakar grade 5


Luka bakar derajat 6
Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya
mengakibatkan kerusakan anggota badan.

Gambar 8. Luka bakar grade 6


b. Klasifikasi luka bakar oleh Wilson
- Luka bakar derajat satu ( derajat satu dan dua, Dupuytren)
Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis. Disini
kapiler mengalami dilatasi dan terjadi transudasi cairan kedalam
jaringan ikat, yang menyebabkan edema. Secara umum blister diliputi
oleh kulit yang berwarna keputihan diatasnya, epidermis yang
avaskuler dan dibatasi oleh zona yang berwarna hiperemi. Bila besar
blister kurang dari 1 cm maka blister ini akan diresorpsi, sebaliknya
bila blister ini pecah maka akan meninggalkan daerah dengan dasar
yang berwarna kemerahan. Luka bakar derajat satu ini akan sembuh
11

tanpa meninggalkan jaringan parut. Walaupun luka bakar yang terjadi


adalah derajat satu akan tetapi bila meliputi lebih dari sepertiga
permukaan tubuh terutama yang terletak pada daerah kepala, leher,
badan, atau dinding depan dari abdomen maka akan menyebabkan
-

kefatalan.
Luka bakar derajat dua ( derajat tiga dan empat, Dupuytren)
Terjadi destruksi dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis dapat
mengalami koagulasi, pengerutan, berupa daerah yang dibatasi oleh
zona yang berwarna kemerahan, dan blister kulit. Dalam beberapa hari,
biasanya dalam beberapa minggu jaringan yang nekrosis akan
mengelupas dan meninggalkan ulcus yang lambat menyembuh. Luka
bakar derajat dua sering memerlukan koreksi bedah plastik untuk

mengatasi jaringan parut yang terbetuk selama penyembuhan.


Luka bakar derajat tiga ( derajat lima dan enam, Dupuytren)
Yang karakteristik dari luka bakar ini adalah destruksi yang luas
tidak hanya pada kulit dan subkutis tetapi juga pada otot dan
tulang.destruksi pada ujung-ujung syaraf juga dapat terjadi yang
mengakibatkan kehilangan rasa nyeri yang relatif. Devitalisasi jaringan
pada area luka bakar menyebabkan mudah terkenanya infeksi dan
penyembuhan

yang

berjalan

lambat.

Bila

eksposurenya

berkepanjangan, maka kulit dan jaringan ikat dibawah kulit akan


terbakar dan menjadi arang. Sedangkan ekposure yang luas dari tubuh
setelah kematian oleh karena panas dan asap menyebabkan seluruh
tubuhh menjadi arang dengan otot-otot dan organ- organ dalam yang
terpanggang, dan akhirnya menghanguskan bagian-bagian tubuh
terutama ekstremitas, genetalia dan telinga.
c. Klasifikasi derajat luka bakar yang lainnya
- Luka bakar derajat 1 (luka bakar superficial).
Luka bakar hanya terbatas pada lapipsan epidermis. Luka bakar
derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh
tanpa jaringan parut dalam waktu 5 7 hari.
-

Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis).

12

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih


ada element epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa
epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 21 hari.
Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka
derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka
bakar superficial, karena adanya iritasi ujung syaraf sensorik. Juga
timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena
permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat 2
dibedakan menjadi :
-

Derajat dua dangkal


Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan
penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10- 14 hari.

Derajat dua dalam


Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Bila kerusakkan lebih dalam mengenai dermis, subyektif
dirasakan nyeri.penyembuhan terjadi lebih lama tergantung
bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi selsel kulit ( epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Luka bakar derajat 3


Lukabakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi
elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan
harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi
memeberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada
bula dan tidak nyeri.

13

gambar. Klasifikasi luka bakar Saad M. AlQahtani et al. JBJS Reviews 2014;2:e4

2. Luasnya luka bakar.


Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 yang
terkenal dengan nama Rule Of Nine atau Rule Of Wallace. 7
Kepala dan leher ... 9%
Lengan (masing-masing 9%)... 18%
Badan Depan ...18%
Badan Belakang 18% ..... 36%
Tungkai (Masing-masing 18%) .. 36%
Genitalia/perineum ... 1%
Total100%

14

Gambar 2: Rule of Nine

Pada anak-anak, kepala dan leher memiliki daerah permukaan yang jauh
lebih besar dari pada orang dewasa dan anggota gerak bawah yang lebih kecil.
Untuk menghindari kesulitan ini bagan seperti bagan lund and browder dapat
digunakan untuk menentukan TBSA luka bakar pada tiap umur. Pada pemeriksaan
ringkas luka bakar yang kecil, satu permukaan tangan pasien dapat digunakan
sebagai penentuan 1% daerah permukaan tubuh. 8
Perlu diingat bahwa satu telapak tangan seseorang adalah 1% dari
permukaan tubuhnya. Pada anak-anak, Bagan menurut Lund dan Browder
membagi lebih akurat tetapi untuk di hafal agak sukar. Oleh karenanya orang
membuat modifikasi saja dari Rule of Nine, modifikasi ini bermacam-macam
namun yang dipilih di sini adalah yang mirip dengan bagan dari Lund dan
Browder. Ditekankan disini umur patokan adalah 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
14

9
18

18

Umur 15 thn

9
18

18
1

18

18

18

16

9
18

16

umur 5 thn

18

14

14

umur 0-1 thn

Gambar 3: Modifikasi Rule Of Nine untuk anak

Antara umur 15 tahun dan 5 tahun, untuk tiap tahun, tiap tungkai berselisih
0,2%. Antara umur 5 tahun dan 1 tahun, untuk tiap tungkai berselisih 0,4%. 7

Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak
korban dengan api, lamanya eksposure, bahkan pakaian yang digunakan korban
pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat
15

keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih
banyak energi thermal ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan
katun terbakar lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan
dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan
menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan
menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai
bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat
luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan
mengelilingi tubuh.
2.2.5

Patogenesis

Dalam perjalanan penyakit dibedakan tiga fase pada luka bakar: 5


1. Fase Awal, fase akut, fase shock.
Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit,
akibat cedera teknis yang bersifat sistemik.
2. Fase setelah shock berakhir/diatasi atau fase sub akut.
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir/dapat diatasi. Luka terbuka akibat
kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah
antara lain:
a. Proses inflamasi. Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda
dengan luka sayat elektif, proses inflamasi disini terjadi lebih hebat
disertai eksudasi dan kebocoran protein. Pada saat ini terjadi reaksi
inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik
dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan proses imunologik,
yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn-toxin) yang
menginduksi respon inflamasi sistemik (sistemik inflamation response
syndrome, SIRS)
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
c. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi (evaporative heat
loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase Lanjut.
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadinya
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar

16

berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan organ-organ strukturil.
Cedera panas menyebabkan kerusakan pada jaringan dapat dibedakan atas 3
zona, masing-masing yaitu:
1.

Zona koagulasi, daerah yang berlangsung mengalami kontak dengan sumber

panas.
2. Zona statis, daerah dimana terjadi no flow phenomena oleh karena adanya
kerusakan pada endotel, trombosit dan leukosit di pembuluh kapiler, yang
3.

menyebabkan gangguan sirkulasi mikro dan perfusi ke jaringan.


Zona hiperemi, daerah yang mengalami vasodilatasi,

gangguan

permeabilitas kapiler, edema dan distribusi sel radang akut.


Gangguan sirkulasi yang terjadi disebabkan perubahan permeabilitas
kapiler, perubahan tekanan onkotik dan hidrostatik yang kemudian diikuti
ekstravasasi cairan dengan manifestasi hipovolemi dan penimbunan cairan di
jaringan intersisiel (edema).
Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme.
Pada tahap awal terjadi proses metabolisme anaerob yang menyebabkan
peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat yang menimbulkan asidosis.
Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel, iskemik jaringan berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan hambatan perfusi ke jaringan
organ-organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung dan ginjal; yang
selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme
pertahanan tubuh, bila terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh
(homeostasis), maka organ-organ perifer yang pertama dikorbankan oleh tubuh
(vasokonstriksi perifer), organ dimaksud dalam hal ini ginjal. Dengan adanya
penurunan dan disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat menyebabkan berjalannya proses
sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya, bila terjadi kelebihan pemberian cairan
(overload), sementara sirkulasi dan perfusi tidak/belum berjalan normal, atau pada
kondisi syok, cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi
klinisnya tampak sebagai edema paru. Edema paru menyebabkan kegagalan

17

fungsinya sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah dan jaringan hipoksik
mengalami degenerasi yang bersifat irreversibel. Sel-sel otak adalah organ yang
paling sensitif, bila dalam waktu lebih dari 4 menit terjadi kondisi hipoksia, maka
sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian yang menyebabkan kegagalan
fungsi pengaturan di tingkat sentral. Sementara edema paru juga merupakan beban
bagi jantung sebagai suatu pompa. Pada mulanya jantung mampu menjalankan
mekanisme kompensasi namun akhirnya terjadi dekompensasi.
Kegagalan fungsi organ-organ (multi system organ failure/mof) yang
diuraikan diatas tidak terjadi begitu saja dan tidak terlepas dari peran mediatormediator inflamasi seperti sitokin, ekosanoids (prostaglandin, tromboksan dan
radikal bebas,dsb) yang dilepas ke dalam sirkulasi menyusul suatu cedera
jaringan.
Reaksi dari mediator-mediator inflamasi ini dikenal dengan sebutan
systemic inflammation response syndrome/sirs yang merupakan fenomena yang
rumit terjadi dalam beberapa fase. Kondisi klinis yang terlihat adalah suatu
keadaan yang disebut multisystem organ dysfunction/mod akan berakhir dengan
multisystem organ failure, mof ( yang sebelumnya diduga / dikenal sebagai
kondisi sepsis). Dengan kegagalan fungsi organ-organ penting, proses berakhir
dengan kematian. 4
2.2.6

Mortalitas pada luka bakar.

Ada beberapa faktor yang meyebabkan kematian pada kejadian luka bakar,
yaitu:
1. CO Poisoning dan smoke inhalation.
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran
yang hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila
dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang
atau mobil. Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka
CO poisoning dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam
penyebab kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO
poisoning merupakan aspek yang penting dari penyebab kematian pada luka

18

bakar, biasanya korban menjadi tidak sadar dan meninggal sebelum api
membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan mengapa korban tidak
melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam menentukan
penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi darah
yang mengandung CO harus dinilai secara hati hati.
Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna, misalnya
kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan
menghasilkan gas CO. CO dalam darah merupakan indikator yang paling
berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu
terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi
pada paru-paru.
Bila CO merupakan penyebab mati yang utama, maka saturasi dalam
darah paling sedikitnya dibutuhkan 40% COHb, kecuali pada orang tua, anakanak dan debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25%.
Sebenarnya kadar COHb pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering
tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal
menunjukan 50 60% saturasi, walaupun kadarnya secara umum kurang dari
kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti
pembunuhan

dengan

gas

mobil

atau

industrial

exposure,

dimana

konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan


pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian dengan
kadar CO yang rendah.
Beberapa faktor lainnya selain CO yang dapat dipercaya sebagai
penyebab kematian adalah kasus-kasus kematian oleh karena smoke
inhalation. Pada banyak kasus kematian, dimana thermal injuries pada badan
tidak sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian
adalah smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat
rumah tangga seperti furnitur, cat, kayu, pernis, karpet, dan komponenkomponen yang secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl
dan material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat
toksik bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.

19

Sianida adalah salah satu gas yang dihasilkan dalam kebakaran, akan
tetapi pada kenyataannya, jumlah sianida yang diproduksi dalam kebakaran
adalah relatif kecil dengan konsentrasi yang sebenarnya tidak membahayakan
dalam kehidupan. Bahkan dalam ruangan yang tertutup yang diberikan gas
sianida murni dengan konsentrasi tinggi, seperti yang terjadi pada kamp-kamp
kematian NAZI ternyata tidak dapat menyebabkan kematian dalam waktu
yang cepat dan kematian tidak terjadi dalam beberapa menit. Deteksi sianida
dalam darah sulit dilakukan apalagi gas ini juga diproduksi postmortem pada
waktu pembusukan.
2. Trauma mekanik.
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba
untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Lukaluka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk
memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan
kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem
sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.
3. Anoxia dan Hypoxia.
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai
penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka
masih cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin
yang diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata
walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya.
Radikal bebas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab
kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi
inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.
4. Luka bakar itu sendiri.
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi
yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih
resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi
oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu
terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan

20

dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami


kontraktur.
5. Excessive Heat.
Environmental hypertermia dapat menjadi fatal. Bila tubuh terekspos pada gas
panas, air panas atau ledakan panas dapat menyebabkan shock yang disertai
kolaps kardiovaskuler yang mematikan.
Beberapa komplikasi akibat luka bakar yang dapat berujung pada kematian
(delayed death), antara lain:
1. Syok.
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan
disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal syok
yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Segera setelah terjadi
luka

bakar,

terjadi

perubahan-perubahan

yang

bertahap

yang

mengikutinya. Kerusakkan akan terjadi sampai kedalaman kulit tertentu,


akan tetapi lapisan kulit yang lebih dalam walaupun masih vital akan
mengalami trauma cukup berat sebagai akibat thermal injury. Pembuluh
darah kapiler akan melebar dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler,
sehingga cairan yang kaya protein akan cepat hilang dari plasma kedalam
ruang extracellular, menyebabkan edema yang hebat dan kehilangan
volume darah dari sirkulasi.
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang progresif ini
berhubungan dengan pengaktifan komplemen dan pelepasan histamin,
dimana interaksi dari histamin dan xanthine oxidase akan menghasilkan
peningkatan aktifitas katalitik enzim-enzim ini. Oksigen toksik yang
dihasilkan oleh reaksi xanthine oxidase meliputi H2O2 dan radikal
hidroksil,substansi inilah yang menyebabkan kerisakan endothel pembuluh
darah.
2. Pulmonary edema.
Luka bakar pada jalan nafas akan mengakibatkan inhalasi asap dan api
yang panas pada saluran nafas. Bibir dan mulut biasanya memperlihatkan
kelainan berupa luka bakar, dan perubahan yang sama terjadi pada saluran
nafas.

Edema paru yang fulminan dapat terjadi sebagai akibat iritasi


21

dinding alveoli, bronchiolar dan bronchus oleh karena inhalasi asap dan
gas. Kematian terjadi oleh karena korban drowning pada sekresi lendir
yang berlebihan yang diproduksi oleh saluran nafasnya. Mekanisme
kematian ini biasanya timbul dalam beberapa jam, dapat dalam satu atau
dua hari setelah broncho-pulmonary terjadi.
Smoke inhalation ini dapat diikuti oleh fase laten. Dimana pada
fase ini tidak ada gejala-gejala dari obstruksi jalan nafas seperti refleks
bronchospasme dan hipersekresi. Setelah 6 sampai 48 jam kemudian fase
kedua dapat terjadi, yang karakteristik dari fase ini adalah onset dari
edema paru yang terjadi secara tiba-tiba, yang diikuti oleh obstruksi
tracheobronchial yang hebat dan reflek batuk yang tidak efektif yang
kemudian

diikuti

oleh

retensi

dari

sekresi,

atelektase

dan

bronchopneumonia. Keadaan ini diperburuk lagi dengan hambatan dalam


pembentukan surfactant oleh karena kerusakan secara kimia dan hypoxia
dari sel-sel alveoli. Adanya mukosa bronchus yang nekrosis, terbentuknya
alveolar membrane hyaline dan edema interstitial akan menyebabkan
hambatan dalam pengembangan paru dan menyebabkan ventilasi yang
adekuat menjadi tidak mungkin. Perubahan-perubahan pada paru ini dapat
mengakibatkan kegagalan jantung kanan yang akut. Kematian oleh karena
acute chemical-smoke lung injury ini secara pasti tidak dapat diketahui.
3. Laryngeal edema.
Inhalasi udara yang panas, gas atau api akan menyebabkan edema
yang meliputi lipatan aryepiglotik, epiglottis dan vocal cord yang
mengakibatkan hambatan dalam jalan nafas. Kelainan pada laryng ini
biasanya diikuti dengan luka bakar pada wajah yang berat.
4. Pneumonia dan infeksi saluran nafas lainnya.
Hipostatik pneumonia adalah komplikasi non spesifik yang tersering yang
terjadi oleh karena thermal injury. Inhalasi asap dan gas-gas kimia akan
menyebabkan iritasi mukosa saluran nafas yang menyebabkan predisposisi
invasi kuman dan akhirnya menyebabkan laryngotracheobronchitis dan
pneumonitis.
5. Lower nephron nephrosis (hemoglobinuric nephrosis).
Destruksi jaringan ikat apapun sebabnya akan menyebabkan shok dan
sepsis yang mengakibatkan kelainan pada ginjal dengan akibat anuria dan
azotemia
22

6. Acute hemolytic anemia.


Terjadi destruksi yang nyata yang menyertai kelainan klinik dan
laboratorium. Ini dapat tertutup oleh karena adanya hemokonsentrasi.
Kehilangan sel darah pada luka bakar terjadi oleh karena:
- Efek langsung dari panas pada erythrocyte yang sedang mengalami
sirkulasi yang mengaliri kapiler pada waktu terbakar akan
-

menyebabkan fragmentasi sel darah merah dan sferositosis.


Lekukan sel darah merah yang terbakar akan menyebabkan stasis

sirkulasi.
- Kongesti visceral dan melena.
7. Sepsis
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier (sawar), luka
sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit yang luas,
terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan ini disertai
pengeluaran protein dan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein
kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti
hepar dan paru (ARDS), yang berakhir dengan kematian.
8. Curling`s ulcer.
Erosi gaster superficial sering terjadi, bahkan duodenum sering mangalami
ulkus, ini yang pertama kali digambarkan oleh Curling. Post burn ulcer ini
juga terjadi pada esophagus, ileum dan caecum. Insidence ulcus duodenum
yang tercatat di Amerika Serikat adalah lebih dari 5%, sedangkan di
United Kingdom Muir dan Johnes menemukan 18 contoh kasus dari
32.500 kasus yang diobati. Curling`s ulcer ini biasanya berbentuk tegas
punched-out, dengan kedalaman yang bervariasi dari yang hanya di lamina
propria sampai seluruh ketebalan dinding visceral. Secra histology ulcus
ini digambarkan sebagai progresi yang akut tanpa fibroplasia seperti yang
terdapat pada lesi ulkus peptic yang kronik. Sering terjadi perdarahan
submukosa, dan sering terlihat tanpa ulserasi. Sering dijumpai koloni
bakteri, jamur pada kerusakan mukosa ini.
Teori lain dari Curling`s ulcer ini adalah teori yang melibatkan
kerusakan pada endotel kapiler oleh karena toksin yang beredar pada
sirkulasi darah yang diproduksi oleh protein jaringan ikat yang breakdown.

23

Kapiler yang rusak ini yang bertanggung jawab terhadap petekie


submukosa dan sepertinya ini merupakan locus minoris yang resisten yang
kemudian berkembang menjadi ulkus.
9. Non specific squele.
Korban luka bakar dapat meninggal oleh karena homologous serum
jaundice, pulmonary emboli, atau kerusakan sumsum tulang atau
gangguan hematopoetik. Iatrogenik dan kesalahan dalam managemen
pengobatan

dapat

mengakibatkan

korban

terlambat

dalam

penyembuhannya.
2.2.7

Pemeriksaan Luar Korban


Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi

pada kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban
yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.
Artefak artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar:
1. Skin Split.
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit
dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang
menyerupai luka sayat dan sering disalah-artikan sebagai kekerasan tajam.
Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam
antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang
bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh
darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
2. Abdominal Wall Destruction.
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan
keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini.
Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak
diluar atau didalam rongga abdomen.
3. Skull Fractures.
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan
pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan
mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan
terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang
hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat

24

artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak
penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
4. Pseudo Epidural Hemorrhage.
Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar
dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage
atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural
hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom
biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb
appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal,
parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.
5. Non-Cranial Fractures.
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering
ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena terekspos
terlalu lama dengan api dan asap. Tulang tulang yang terbakar
mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering menunjukkan fraktur
kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang
sehingga memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke
kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa
tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena
sudah mengalami fragmentasi.
6. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi
pugilistic. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan
kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas
mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat
didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya.
Posisi pugilistic ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada
waktu hidup atau sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat rigor ini
akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.
2.2.8

Pemeriksaan Dalam korban.


Beberapa temuan intravitalitas pada korban luka bakar:
1. Jelaga dalam saluran nafas.
Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta
isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari
25

kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam


jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup
partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari
inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk
kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan
pharynx, glottis , vocal cord , trachea bahkan bronchiolus terminalis.
Sehingga bila secara histology ditemukan jelaga yang terletak pada
bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi
respirasi.
Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini
juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat
asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan
mucus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena
iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata
bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah.
2. Saturasi COHb dalam darah.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran.
Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.
Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi
COHb maka

korban mati sebelum terjadi kebakaran. Bahwa kadar

saturasi CO dalam darah tergantung beberapa faktor termasuk


konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata
dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisikondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-rata
absorbsi CO.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang
meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang
berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan
tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah sehingga
warna cherry red ini menjadi sulit untuk dikenali.
3. Reaksi jaringan.
Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut
yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik

26

luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan
hidup cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya
respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem.
Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar
derajad tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi
radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari
pembuluh darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak
dapat mencapai area luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang.
Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup
pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara
postmortem.Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat,
kecuali pada kulit yang hangus terbakar.Agak jarang dengan dasar merah
atau areola yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda
pasti.
Secara tradisionil banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat
membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yangterjadi
postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan
itu. Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung
lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka
yang absolute
4. Subendocardial left ventricular hemorrhages.
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena
efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada
korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi
aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak
dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih
hidup saat terjadi kebakaran.

DAFTAR PUSTAKA

27

1. Moenadjat Y.

Luka bakar, pengetahuan klinis praktis. Edisi kedua.

Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2001. p:l-82.


2. Gerard J. Tortora, Bryan H. Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology, 12th Edition. Canada: John Wiley & Sons.
3. Wasitaatmadja, S. M., 2003. Faal Kulit. Dalam: Djuanda,A. (eds). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4. Sabiston, David.C, Buku ajar bedah (Essentials Of Surgery) Edisi ke 1,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1992. 150-163
5. American Burn Associations (2002) Burn Incidence Fact Sheet
6.

Djuanda, A. DR. Prof, Hamzah, M. Dr., Aisah, S. DR., Anatomi Kulit,


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga, FKUI, Jakarta, 1999. 3-6

7.

Djohansjah Marzoeki. Dr. Dr., Pengelolaan Luka Bakar, Fakultas Ilmu


Kedokteran Universitas Hasanuddin. 1-15

8. David C. Sabisfon, Jr.M.D., Buku Ajar Bedah (Essential Of Surgery)


bagian Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995. 151-163

28

Anda mungkin juga menyukai