Kehutanan di Indonesia
Louis V. Verchot, Elena Petkova, Krystof Obidzinski, Stibniati Atmadja,
Elizabeth L. Yuliani, Ahmad Dermawan, Daniel Murdiyarso dan Salwa Amira
Louis V. Verchot
Elena Petkova
Krystof Obidzinski
Stibniati Atmadja
Elizabeth L. Yuliani
Ahmad Dermawan
Daniel Murdiyarso
Salwa Amira
CIFOR
Jl. CIFOR, Situ Gede
Bogor Barat 16115
Indonesia
T +62 (251) 8622-622
F +62 (251) 8622-100
E cifor@cgiar.org
www.cifor.cgiar.org
Pendahuluan
Sektor kehutanan harus memainkan peran utama
dalam mencapai target ambisius Pemerintah Indonesia
(GoI) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
sebesar 26%. Pada pertemuan G-20 September 2009
di Pittsburgh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memaparkan visi untuk mencapai pengurangan emisi
yang signifikan melalui sektor yang berhubungan
dengan LULUCF, terutama melalui pendekatan
reforestasi daripada pengurangan deforestasi. Pada saat
yang sama, pemerintah Indonesia telah menetapkan
sejumlah target investasi dan perluasan produksi
bahan pangan pokok dan komoditas hutan tanaman,
seperti kayu dan kelapa sawit suatu target yang dapat
Tabel 1. Klasifikasi penutupan lahan oleh Kementerian Kehutanan Indonesia dan perubahan yang diprediksi
dengan laju deforestasi saat ini
HutanNon-hutanTotala
106 hektar
Laju deforestasi
20032006
1000 hektar
per tahun
Laju deforestasi
tahunan relatif
%
Hutan yang
tersisa sampai
tahun 2020
106 hektar
185,9
0,49
35,6
Kawasan Hutan
Hutan konservasi
38,2
9,7
49,6
Hutan produksi
40,9
18,6
60,5
466,6
1,14
34,4
Hutan konversi
11,0
11,0
22,4
108,7
0,99
9,5
Total
90,1
39,3
132,4
761,2
0,84
79,4
8,3
46,5
55,4
412,9
4,96
2,5
98,5
85,8
187,8
1174,1
1,19
82,0
a Ketidaksesuaian jumlah total terjadi karena piksel yang terhalang oleh tutupan awan atau data tidak tersedia. Sumber: Kementerian
Kehutanan 2009
41
59
30
9
Hutan terdegradasi
Agak kritis
Kritis
61
Sangat kritis
1 Kawasan Hutan adalah lahan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan. Tidak seluruh areal di dalam Kawasan Hutan tertutup oleh vegetasi
namun semua areal di dalam kawasan ini berada di bawah yurisdiksi Kementerian Kehutanan. Terdapat juga lahan di luar Kawasan Hutan tertutup
vegetasi hutan, tetapi tidak dikelola oleh Kementerian Kehutanan.
6
Reforestasi tahunan (20042008)
Hektar (x 106)
3
2
1
2014 2016
Gambar 2. Berbagai upaya reforestasi saat ini dan yang direncanakan untuk HTI dalam lingkup Kementerian Kehutanan
Karawang Ekawana
Sinar Mas
Kiani Kertas
Garuda
Kalimantan
Indah Kiat
Korindo
Intiguna
Pratama
RAPP
UFS
Putra Adil
Laksana
Lontar Papyrus
Wirajaya
Surabaya Agung
Gambar 3. Pabrik bubur kertas dan kertas yang telah berdiri dan yang direncanakan di Indonesia
Tabel 2. Hasil dari permodelan dinamika karbon untuk tiga skenario selama rentang 50 tahun
Skenario
Penanaman di atas tanah bermineral
Penanaman di atas tanah gambut
Penanaman di atas lahan berumput terdegradasi
Emisi/pembuangan
Emisi/pembuangan total
tCO2 ha-1
830
4 130
2420
12080
86
435
Nilai positif mewakili emisi ke atmosfer, dan nilai negatif mencerminkan pembuangan. Emisi dan pembuangan dihitung per hektar dan
menunjukkan emisi kumulatif total selama periode 50 tahun. Emisi/pembuangan total dihitung dengan mengasumsikan bahwa areal seluas
18 juta hektar telah berhasil ditanami seluruhnya.
sebenarnya hanya setengahnya saja yang telah benarbenar ditanami dan produktif. Ada juga keragu-raguan
tentang peningkatan tajam atas produksi kayu dari HTI
yang baru-baru ini dilaporkan untuk tahun 2007 dan
2008 seperti digambarkan dalam Gambar 2, karena
angka ini tidak didukung oleh data pembangunan
hutan tanaman kayu selama 67 tahun sebelumnya
(Sugiharto 2007). Kemungkinan ada pemanenan yang
terlalu awal untuk menyediakan bahan baku bagi pabrik
bubur kertas, yang berarti bahwa pasokan di masa depan
tidak akan tersedia. Hal ini menimbulkan keraguan
akan kebenaran data tersebut dan keabsahannya untuk
proyeksi di masa depan. Namun demikian, bahkan
dengan data yang akurat sekalipun, Gambar 2 di atas
menunjukkan bahwa, dengan perkembangan reforestasi
yang terjadi pada waktu-waktu sebelumnya atau saat
ini, mencapai target reforestasi untuk penyerapan
karbon merupakan hal yang sangat sulit, bahkan
mustahil. Kesulitan untuk mencapai target reforestasi ini
berdampak pada pengurangan emisi hutan: Jika pabrik
bubur kertas dan kertas dibangun dan hutan tanaman
tidak dapat memasok bahan mentah yang cukup agar
dapat beroperasi, maka kemungkinan industri kertas
akan mencari pasokan dari sumber-sumber ilegal.
Hal inilah yang sebenarnya terjadi sekarang, dan
menciptakan permintaan untuk kayu ilegal.
Pembangunan HTI dapat dilaksanakan melalui beberapa
skenario. Pembangunan HTI terutama adalah untuk
produksi bubur kayu (Kementerian Kehutanan 2006);
75% dari sejumlah ijin yang dikeluarkan untuk konsensi
hutan tanaman definitif sampai dengan tahun 2005
adalah untuk konsesi bubur kayu. Karena itu, fokus
25000
20000
15000
10000
5000
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pembangunan hutan
tanaman kayu
(x 1000 m3)
400
300
200
100
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 4. Data produksi HTI kayu dan pembangunan areal penanaman menunjukkan
ketidaksesuaian antara penurunan luas areal penanaman pada tahun 2000 dan 2001 dan
peningkatan pasokan kayu bulat pada tahun 2007 dan 2008 (Kementerian Kehutanan 2009)
Tabel 3. Hasil permodelan dinamika karbon untuk tiga skenario kelapa sawit selama rentang waktu 50 tahun
Skenario
Emisi/pembuangan total
tCO2 ha-1
Emisi/pembuangan total
620
juta ton
11160
2200
39600
100
1 800
Nilai positif mewakili emisi ke atmosfer, dan nilai negatif mencerminkan pembuangan. Emisi dan pembuangan dihitung per hektar dan
menunjukkan emisi kumulatif total selama periode 50 tahun. Emisi/pembuangan total dihitung dengan mengasumsikan bahwa areal seluas
18 juta hektar telah berhasil ditanami seluruhnya.
Kotak 2. Dampak yang belum diperhitungkan dari perkebunan kelapa sawit terhadap masyarakat
lokal dan keanekaragaman hayati di dalam dan sekitar Taman Nasional Danau Sentarum2
Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) merupakan lahan basah (wetland) terbesar di Asia, yang terdiri atas 83 danau
musiman yang saling berhubungan, diselingi berbagai jenis hutan rawa, hutan rawa gambut dan hutan dipterocarpus
dataran rendah (Giesen dan Aglionby 2000). Lebih dari 2500 rumah tangga mengandalkan lahan basah dan hutan ini
untuk penghidupan mereka (Indriatmoko dalam proses penerbitan). Pada tahun 2007 pemerintah daerah mengeluarkan
18 ijin untuk perkebunan kelapa sawit di dalam dan di sekitar lahan basah ini, termasuk di daerah penyangga taman
nasional, areal tangkapan air dan di hutan rawa dengan gambut yang dalam. Sejumlah perkebunan ini akan membuka
lebih dari 100.000 hektar areal hutan primer dan sekunder, yang memunculkan risiko penting yang terkait dengan
polusi, eutrofikasi dan pengendapan sedimen dari lahan basah Danau Sentarum. Dari 211 spesies ikan yang ditemukan
di dalam taman nasional ini (Kottelat dan Widjanarti 2005), paling sedikit 104 spesies, di antaranya adalah ikan dengan
nilai komersial yang tinggi, membutuhkan air jernih dengan kandungan oksigen yang tinggi. Pembukaan lahan juga
akan mengancam hewan liar di dalam dan di sekitar taman nasional, termasuk di dalamnya 12 spesies reptilia, 78 spesies
burung dan 44 spesies mamalia yang termasuk dalam kategori terancam menurut Daftar Merah IUCN.
Perkebunan kelapa sawit akan menurunkan kualitas sumberdaya hutan dan air, yang mendukung perikanan dan
peternakan lebah, yang merupakan sumber pendapatan utama bagi lebih dari 2500 rumah tangga yang hidup di dalam
hutan. Praktik-praktik tradisional, termasuk perikanan dengan budidaya keramba (US$ 3,5 juta setiap tahun), pembenihan
ikan arwana (US$ 714 juta setiap tahun) dan peternakan lebah madu liar organik (US$ 90.000 per tahun), akan terancam
bahaya. Pada tingkat daerah, perubahan kualitas dan aliran air akan merusak prasarana sumber energi bertenaga air mikro
yang memasok energi yang murah, berkelanjutan dan bersih untuk perdesaan. Pada tingkat propinsi, kerusakan fungsi
hidrologis TNDS dapat memperparah banjir di sepanjang Daerah Aliran Sungai Kapuas, yang merupakan tempat tinggal
bagi lebih dari 3,2 juta orang dan 6 kotamadya dan kabupaten utama di Kalimantan Barat.
Banyak yang berpendapat bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan jalan yang menjanjikan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja. Yuliani dkk. (dalam proses penerbitan) menjabarkan
bahwa belum semua biaya telah diperhitungkan dalam analisis yang mengarah pada penyimpulan semacam itu.
Kerusakan lingkungan dapat berpengaruh kurang baik terhadap pola hidup dan cara mencari penghidupan secara
tradisional. Masih belum jelas apakah pertimbangan antara keuntungan ekonomis dan dampak lingkungan dapat
mengimbangi kerugian yang dialami masyarakat lokal.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktik-praktik ilegal dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit telah
menyebar luas. Misalnya, pembukaan lahan dan penanaman bibit tanpa ijin, tidak adanya penilaian dampak lingkungan,
dan pembalakan liar dengan tujuan untuk mengubah klasifikasi lahan agar menjadi lahan kritis untuk menyederhanakan
prosedur perijinan. Masyarakat lokal melaporkan bahwa mereka merasa dimanipulasi untuk menandatangani dokumen
penyerahan lahan dengan janji-janji palsu, berbagai ancaman, dan di bawah pengaruh alkohol. Pelajaran yang dapat
dipetik di sini adalah bahwa program pengembangan perkebunan harus dilakukan secara bersamaan dengan penegakan
hukum dan penerapan program dan kebijakan yang konsisten agar dapat melindungi hak-hak masyarakat lokal dan
penduduk asli.
2 Kotak ini merangkum tulisan oleh Yuliani dkk. (dalam proses penerbitan) tentang Taman Nasional Danau Sentarum.
Emisi total
Pengurangan emisi untuk mencapai target
Kemungkinan pengurangan emisi dari:
Penghentian kebakaran gambut
Penghentian deforestasi
Penghentian emisi LUCF
Penghentian pengeringan gambut
784
26%
1353
564
512,4
45%
19%
17%
675
23%
19%
11
Kesimpulan
Analisis ini menunjukkan bahwa Indonesia tampaknya
tidak akan dapat memenuhi proporsi target
pengurangan emisinya secara signifikan hanya dengan
memperluas areal penanaman saja. Besarnya upaya yang
dituntut dan berbagai masalah yang dijumpai dalam
mencapai target saat ini, target penanaman yang lebih
sederhana, tidak memberikan harapan baik bagi masa
depan dimana penanaman pohon merupakan bagian
inti dari strategi pengurangan emisi. Namun demikian,
analisis ini mengindikasikan bahwa perluasan areal
penanaman memiliki potensi terbatas dan bersifat
kondisional dalam strategi pemanfaatan lahan yang
menyeluruh untuk mengurangi emisi.
Pemerintah Indonesia merencanakan untuk
memperluas sistem produksi lahan intensif dalam
15 tahun ke depan, dan paling sedikit 30 juta hektar
Referensi
Barber, C.V. 2002 Forests, fires and confrontation
in Indonesia. Dalam: Matthew, R. dkk. (eds)
Conserving the peace: resources, livelihoods
and security, 99170. International Institute for
Sustainable Development, Winnipeg, ON, Canada.
Barr, C., Dermawan, A., Purnomo H. dan Komarudin,
H. 2010 Financial governance and Indonesias
Reforestation Fund during the Soeharto and postSoeharto periods, 19892009: A political economic
analysis of lessons for REDD+. Occasional Paper 52.
CIFOR, Bogor, Indonesia.
Boer, R., Sulistyowati, Las, I., Zed, F., Masripatin, N,
Kartakusuma, D.A., Hilman, D. dan Mulyanto,
H.S. 2009 Summary for policy makers: Indonesias
Second National Communication under the United
Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC).
Colchester, M., Jiwan, N., Andiko, Sirait, M., Firdaus,
A.Y., Surambo, A. dan Pane, H. 2006 Promised
land: Palm oil and land acquisition in Indonesia
Implications for local communities and indigenous
peoples. Forest Peoples Programme and Sawit
Watch, Moreton-in-March, UK, and Bogor,
Indonesia.
Couwenberg, J., Dommain, R. dan Joosten, H. 2009
Greenhouse gas fluxes from tropical peatlands in
Southeast Asia. Global Change Biology 16:
17151732.
De Foresta, H., Michon, G., Kusworo, A. dan Levang,
P. 2004 Damar agroforests in Sumatra, Indonesia:
Domestication of a forest ecosystem through
domestication of dipterocarps for resin production.
Dalam: Kuster, K. dan Belcher, B. (eds). Forest
products, livelihoods and conservation: Case studies
of non-timber forest product systems. Volume 1,
Asia, 207226. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Dennis, R.A., Mayer, J., Applegate, G., Chokkalingam,
U., Colfer, C.J.P., Kurniawan, I., Lachowski, H.,
Maus, P., Permana, R.P., Ruchiat, Y., Stolle, F.,
Suyanto dan Tomich, T.P. 2005 Fire, people and
pixels: linking social science and remote sensing to
understand underlying causes and impacts of fires in
Indonesia. Human Ecology 33: 465504.
Departemen Kehutanan 2006 Rencana pembangunan
jangka panjang kehutanan tahun 20062025.
Departemen Kehutanan, Jakarta, Indonesia.
13
www.cifor.cgiar.org
www.ForestsClimateChange.org