Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Penjelasan Performance Rating


Berdasarkan praktek pengukuran kerja, maka metode penetapan rating

performance kerja operator adalah didasarkan pada satu faktor tunggal yaitu
operatorspeed. Sistem ini dikenal sebagai performance rating atau speed rating. Faktor
ini umumnya dinyatakan dalam prosentase (%) atau angka desimal,
dimana performancekerja normal akan sama dengan 100% atau 1.00. Rating faktor pada
dasarnya seperti apa yang telah diuraikan panjang lebar diaplikasikan untuk menormalkan
waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan kerja yang
berubah ubah. (Sritomo, 1992).

2.2

Pengertian Pengukuran Waktu


Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu

penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Pengukuran waktu (time study) ialah suatu
usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator (terlatih dan
qualified) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan
kerja yang normal dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu.
(dian.staff.gunadarma.ac.id)
2.3

Jenis-jenis Pengukuran Waktu


Pengukuran waktu terbagi menjadi 2 bagian. Pengukuran waktu secara langsung dan

pengukuran waktu secara tidak langsung.


1.

Pengukuran waktu secara langsung adalah pengukuran waktu yang dilakukan


secara langsung ditempat kerja. Contohnya adalah:

2.

A.

Pengukuran jam henti (stopwatch time study)

B.

Sampling pekerjaan (work sampling)

Pengukuran waktu secara tidak langsung adalah pengukuran waktu yang dilakukan
secara tidak langsung ditempat kerja, misalnya saja mengamati video kerja operator
atau mengamati data. Contohnya adalah:
A.

Data waktu baku (standard data)

B.

Data waktu gerakan (predeterminded time system)

2.4

Langkah-langkah Sebelum melakukan Pengukuran


Agar mendapatkan hasil yang baik, yaitu dapat dipertanggung-jawabkan maka tidak

cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti.
Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas
untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara
pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain. Berikut adalah sebagian langkah yang perlu
diikuti agar maksud diatas bisa tercapai.
2.4.1 Penetapan Tujuan Pengukuran
Tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Hal-hal penting yang
harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan penggunaan hasil pengukuran, tingkat
ketelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2.4.2 Melakukan Penelitian Pendahuluan
Hal yang harus dilakukan dalam rangka ini yaitu membakukan secara tertulis sistem
kerja yang dianggap baik. Semua kondisi dan cara kerja dicatat dan dicantumkan dengan
jelas serta bila perlu dengan gambar-gambar. Sering kali sebelum pengukuran dilakukan,
operator yang dipilih untuk melakukan pekerjaan melakukan serangkaian latihan dengan
sistem kerja yang baku. Hal tersebut terjadi bila operator belum terbiasa dengan sistem
kerja tersebut. Catatan yang baku inilah yang dipakai sebagai acuan jika pelatihanpelatihan semacam itu diperlukan.

2.4.3 Memilh Operator


Operator yang akan melakukan pekrjaan yang diukur bukanlah orang yang diambil
begitu saja dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu
agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-syarat
tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama serja dapat bekerja
secara wajar tanpa canggung.

2.4.4 Melatih Operator


Meski operator yang baik telah didapat, kadang-kadang pelatihan masih dibutuhkan
bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan
yang dijalankan operator. Hal ini terjadi jika yang diukur adalah sistem kerja baru sehingga
operator tidak berpengalaman melakukannya. Apabila dalam keadaan seprti ini operator

harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan
kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan atau dibakukan.
1.4.1 Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan
Berdasarkan hal ini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan
bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya.
Elemen-elemen kerja dibuat sedetail mungkin dan sependek mungkin tetapi masih mudah
untuk diukur waktunya dengan teliti.
1.4.2 Menyiapkan Perlengkapan Pengukuran
Apabila kelima langkah tersebut telah dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada
langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran, yaitu menyiapkan perlengkapan yang
diperlukan. Hal-hal tersebut adalah:
1.

Jam henti (stopwatch)

2.

Lembaran-lembaran pengamatan

3.

Alat tulis

4.

Papan pengamatan

2.5

Menentukan Waktu Baku


Setelah proses pengukuran selesai, langkah selanjutnya adalah mengolah data

tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku adalah
sebagai berikut :
a. Menghitung Waktu Siklus (Ws)
Waktu siklus adalah Waktu penyelesaian satu satuan produksi mulai dari bahan baku atau
mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan.
b. Menghitung Waktu Normal (Wn)
Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam
kondsi wajar dan kemampuan rata-rata.
c. Menghitung Waktu Baku (Wb)
Waktu baku adalah waktu penyelesaian yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal
untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam sistem kerja terbaik pada saat
itu.

2.6

Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan


Hal yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang

sebenarnya dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sesuatu yang
ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat banyak (hingga tak
terhingga), karena dengan demikian diperolah cara yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak
mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. Tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan adalah pencerminan kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah
memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
2.6.1 Pengertian Tingkat Ketelitian
Tingkat ketelitian adalah penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu
penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu
penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari).
2.6.2 Pengertian Tingkat Keyakinan
Tingkat keyakinan adalah besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang didapat
memenuhi syarat ketelitian. Ini pun dinyatakan dalam persen. Misalkan tingkat ketelitian
10% dan tingkat keyakinan 95%, memberi arti bahwa pengukur membolehkan nilai rata-rata
pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan
berhasil mendapat hal ini sebesar 95%. Semakin tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar
tingkat keyakinan, maka akan semakin banyak pengukuran yang diperlukan.

2.7

Penyesuaian
Bagian yang paling penting tetapi justru yang paling sulit didalam pelaksanaan

pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat
pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo, ataupun performancekerja
semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Tujuan
melakukan kegiatan ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa dinormalkan kembali.
Ketidak normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang
wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Berikut
adalah beberapa cara untuk menentukan penyesuaian.
a. Cara Persentase
Berdasarkan cara ini besar faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur
melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan

pengukurannya pengamat menentukan harga p yang menurut pendapatnya menghasilkan


waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus.
b. Cara Sintesa
Cara sintesa merupakan waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan
harga yang diperoleh dari tabel data waktu gerakan, kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
Harga rata-rata tersebut dinilai sebagai faktor penyesuaian bagi satu siklus yang
bersangkutan.
c. Cara Shumard
Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja
dimana setiap kelas mempunyai nilai masing-masing. Pengukur diberi patokan untuk
menilai performance kerja operator menurut kelas-kelas Superfast, Fast+, Fast, Fast-,
Excellent dan seterusnya.
Tabel Penyesuaian Menurut Cara Shumard

Kelas

Performance

Kelas

Performance

Superfast

100

Good

65

Fast +

95

Normal

60

Fast

90

Fair +

55

Fast

85

Fair

50

Excellent

80

Fair

45

Good

75

Poor

40

Good +

70

d. Cara Westinghause

Westinghause mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran


atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu :

Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika


melakukan pekerjaannya.

Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan,


temperatur dan kebisingan ruangan.

Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari saat ke saat.

Angka-angka diberikan bagi setiap kelas-kelas dari faktor-faktor di atas diperlihatkan pada
tabel dibawah ini:
Tabel Penyesuaian Westinghause

Faktor

Kelas

Lambang

Penyesuaian

Superfast

A1

+ 0,15

A2

+ 0,13

B1

+ 0,11

B2

+ 0,08

C1

+ 0,06

C2

+ 0,03

Average

0,00

Fair

E1

- 0,05

E2

- 0,10

F1

- 0,16

F2

- 0,22

Keterampilan
Excelent

Good

Poor

Excessive

A1

+ 0,13

A2

+ 0,12

B1

+ 0,10

B2

+ 0,08

C1

+ 0,05

C2

+ 0,02

Average

0,00

Fair

E1

- 0,04

E2

- 0,08

Excellent

Good

Usaha

Tabel 2.2 Tabel Penyesuaian Westinghause (Lanjutan)

Faktor

Kelas

Lambang

Penyesuaian

Poor

F1

-0,12

F2

-0,17

Ideal

0,06

Excellent

0,04

Good

0,02

Usaha
Kondisi Kerja

Konsistensi

Average

Fair

-0,03

Poor

-0,07

Perfect

0,04

Excellent

0,03

Good

0,01

Average

Fair

-0,02

Poor

-0,04

e. Cara Bedaux
Cara bedaux tidak jauh berbeda dengan cara shumard, pada cara shumard patokan
penilaian berdasarkan kelas-kelas performance kerja dan tiap-tiap kelas mempunyai nilainilai tersendiri. Metode penyesuian bedaux dinyatakan dalam B (huruf pertamaBedaux,
penemunya), misalkan 60B atau 70B.
f. Cara Objektif
Berdasarkan cara ini, pengukur tidak mempunyai sistematika yang jelas. Memang pada
cara yang disebut terakhir ini seorang pengukur melakukan penelitian secara keseluruhan,
yaitu menilai semua faktor yang dianggap berpengaruh.

2.8

Kelonggaran
Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini bisa

diklasifikasi menjadi personal allowance, fatigue allowance, dan delay allowance. Waktu
baku yang akan ditetapkan harus mencakup semua elemen-elemen kerja dan ditambah
dengan kelonggaran-kelonggaran (allowance) yang perlu. Dengan demikian maka waktu

baku adalah sama dengan waktu normal kerja di tambah dengan waktu longgar. (Sritomo
Wignjosoebroto,1992).
1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Personal (Personal allowance).
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu yang bersifat
kebutuhan pribadi (personal needs). Jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil dapat
di tetepkan dengan jalan melaksanakan aktifitas time study sehari kerja penuh atau dengan
metode sampling kerja. Pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan dimana operator bekerja
selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai
24 menit) setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil
ini.
2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepaskan Lelah (Fatique allowance).
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyabab diantaranya adalah kerja
yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Masalah yang di hadapi
untuk menetapkan jumlah waktu yang diijinkan untuk istirahat ini sangat sulit dan kompleks
sekali. Disini waktu yang dibutuhkan untuk keprluan istirahat akan sangat tergantung pada
individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul
beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
Periode istirahat untuk melepaskan lelah diluar istirahat makan siang dimana semua
pekerja dalam suatu departemen tidak diijinkan untuk bekerja akan bisa menjawab
permasalahan yang ada. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi pengadaanya akan
tergantung pada jenis pekerjaan yang ada tentunya. Untuk pekerjaan-pekerjaan berat,
problem kebutuhan istirahat untuk melepaskan lelah sudah banyak berkuarang karena
disini sudah mulai diaplikasikan penggunaan peralatan atau mesin yang serba mekanis dan
otomatis secara besar-besaran, sehingga mengurangi peranan manusia. Sebagai
konsekuensinya maka kebutuhan waktu longgar untuk istirahat melepaskan lelah ini dapat
pula dihilangkan.
3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan (Dellay allowance).
Keterlambatan bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindari (unavoidable
delay), tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang sebenarnya masih bisa untuk
dihindari. Keterlambatan yang terlalu besar tidak akan dipertimbangkan sebagai dasar
untuk menetapkan waktu baku. Unavoidable delay disini terjadi dari saat ke saat yang
umumnya disebabkan oleh mesin, operator, ataupun hal-hal lain yang diluar kontrol. Mesin
pada peralatan kerja lainnya selalu diharapkan pada tetap pada kondisi siap pakai atau
kerja. Apabila terjadi kerusakan dan perbaikan berat terpaksa harus dilaksanakan, operator
biasanya akan ditarik dari syasiun kerja ini sehingga delay yang terjadi akan dikeluarkan

dari pertimbangan-pertimbangan untuk menetapkan waktu baku untuk proses kerja


tersebut.
Setiap keterlambatan yang masih bisa bisa dihindari (unavoidable delay) seharusnya
dipertimbangkan sebagai tantangan dan sewajarnya dilakukan usaha-usaha keras
mengeliminir delay semacam ini. Macam dan lamanya keterlambatan untuk suatu
aktifitas time study secara penuh ataupun bisa juga dengan kegiatan sampling kerja.
Elemen-elemen kerja yang tidak masuk dalam siklus kerja akan tetapi harus diamati dan
diukur sebagaimana elemen-elemen kerja lainnya yang masih termasuk dalam siklus
operasi.
Personal allowance umumnya diaplikasikan sebagai prosentase tertentu dari waktu normal
dan bisa berpengaruh pada handling time maupun machine time. Untuk mempermuda
perhitungan biasanya fatique allowance juga akan dinyatakan sama (prosentase dari
normal time) dan begitu pula hanyya dengan delay. Apabila ke tiga jenis kelonggaran waktu
tersebut diaplikasikan secara bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal inia akan
bisa menyaderhanakan perhitungan yang harus dilakukan. Untuk mempermudah waktu
baku (standard time) untuk penyelesaiaan suatu operasi kerja disini normal time harus
ditambahkan dengan allowance time (yang merupakan prosentase waktu
normal). Disamping itu ada kecendrungan allowance time ini sebagai waktu y6ang diberikan
kelonggaran untuk berbagai macam hal per hari kerja.

Anda mungkin juga menyukai