Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kasus Ujian Farmasi

DECOMP CORDIS

Oleh :
Nurul Futuchah

G0007122

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U RAK AR TA
2011

ILUSTRASI STATUS PASIEN

A. ANAMNESA
1. Identitas Pasien
Nama

: Tn. T

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Pijilan 04/04 Jambanan Sidoharjo Sragen

No. RM

: 81 37 37

2. Keluhan Utama

: Sesak napas dan kaki bengkak

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak napas, sesak dirasakan
berkurang dengan posisi setengah duduk. Pasien juga merasakan bengkak
pada pergelangan pada kaki, bengkak terutama pada sore hari, dan hilang
pada pagi hari atau jika kaki berada pada posisi lebih tinggi.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Peny. jantung : disangkal

R. Hipertensi

: (+) sejak 5 tahun

R. DM

: disangkal

R. Asma

: disangkal

R. Alergi

: disangkal

5. Riwayat Penyakit keluarga

R. Sakit jantung : ( + ) kakek penderita.

R. Hipertensi

: disangkal

R. DM

: disangkal

R. Asma

: disangkal

6. Riwayat Kebiasaan

R. Merokok

: disangkal

R. Olahraga

: pasien jarang berolahraga

R. Minum alkohol

: disangkal

7. Riwayat Status Gizi :


Penderita makan tiga kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk
seadanya, telur, tempe, jarang makan ayam dan daging.
8. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang PNS, memiliki istri dan 2 orang anak.


Saat ini penderita tinggal bersama istri dan anaknya.
9. Anamnesa Sistem
Kulit

: kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning


(-), kebiruan (-)

Kepala

: pusing (+), nggliyer (+), jejas (-)

Mata

: pandangan

kabur

(-),

mata

kuning

(-),

pandangan dobel (-), berkunang-kunang (-)


Hidung

: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga

: pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-),


berdenging (-)

Mulut

: mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan


(-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir
pecah-pecah (-)

Tenggorokan

: sakit telan (-), serak (-), gatal (-)

Respirasi

: sesak (+), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-)

Cardiovaskuler

: sakit dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (+),


keringat dingin (-), berdebar-debar(+), mudah
lelah (+)

Gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), perut terasa panas (-),


kembung (-), sebah (-), mbeseseg (-), nafsu
makan menurun (-), perut membesar (-), muntah
darah (-), BAB warna hitam (-), BAB darah
lendir (-), BAB sulit (-), ambeien (-)

Genitourinaria

: BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah


(-), nyeri saat BAK (-), sering kencing (-),
kencing sedikit (-)

Muskuloskeletal

: nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-),


kesemutan (-)

Extremitas

: atas

pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak


(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

bawah :

pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak


(+/+), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis, tampak lemah, gizi kesan cukup
Tanda vital:
a. Tekanan darah

: 170/ 110 mmHg

b. Nadi

: 124 x / menit

c. Heart rate

: 124x / menit

d. Respirasi

: 32x / menit

e. Suhu

: 36,7 0 C (per axiller)

f. Berat badan

: 70 kg

g. Tinggi badan

: 165 cm

IMT = 70/ (1,65)2 = 25,71 kg/m2


Kesimpulan

: Status gizi berlebih

Kulit

: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),


venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+)

Kepala

: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak


mudah dicabut

Mata

: cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),


reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem
palpebra (-/-)

Telinga:

sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut

: bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (+),
gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah
tremor (-), papil lidah atrofi (-)

Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)


Leher

: simetris, trachea di tengah , JVP meningkat (5+4 cm) , KGB


membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)

Thorax

: normochest, simetris, retraksi supraternal (+), spider nevi (-),


pernapasan tipe thoraco-abdominal

Jantung

: Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak kuat angkat,

Perkusi

: batas jantung kanan atas :SIC II linea


parasternal kanan.
Batas jantung kanan bawah : SIC IV 2
cm kanan linea parasternal kanan.
Batas jantung kiri atas : SIC II linea
parasternal kiri.
Batas jantung kiri bawah : SIC V 3 cm
medial linea medioclavicula kiri.
Pinggang jantung : SIC III
Kesan : Batas jantung melebar

Auskultasi

: HR : 124 kali/menit, reguler

BJ I-II murni, intensitas normal,


reguler, bising (-)
Paru

: Depan : Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),

Suara

tambahan (+/+) RBH (+/+)


Belakang:Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara


tambahan (-/-)RBH (+/+).
Abdomen

: Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal


Perkusi

: timpani, undulasi (-), shifting dullness (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien


tidak teraba.

Extremitas

: Atas

: edem (+/+), akral dingin (-/-),

luka (-/-),

clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)


Bawah

: edem (+/+), akral dingin (-/-), luka

(-/-),

clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)


C. RESUME :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas, sesak dirasakan
berkurang dengan posisi setengah duduk. Pasien juga merasakan bengkak
pada pergelangan pada kaki, bengkak terutama pada sore hari, dan hilang
pada pagi hari atau jika kaki berada pada posisi lebih tinggi.
Keadaan umum : lemah, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital : Tensi = 170/110 mmHg
Nadi = 124 x / menit
Frekuensi jantung = 124 x / menit

Frekuensi nafas = 32 x / menit


Suhu per axiller = 36,7 0C
Cor

: I : ictus cordis tidak tampak.


P : ictus cordis tidak kuat angkat
P : kesan batas jantung melebar
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo

: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (+/+) RBH (+/+).

Abdomen

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Extremitas : akral dingin - -

oedem -

- -

E. DIAGNOSIS
Diagnosis fungsional : Decompensated cordis
Diagnosis etiologi

: Penyakit jantung hipertensi.

F. TERAPI
Non Medikamentosa
1.

Diet rendah garam

2.

Gaya hidup sehat

Medikamentosa
R/ Kaptopril tab mg 12,5 No. X
S 3 dd tab 1h a.c
R/ Furosemid tab mg 40 No. VII
S 1-0-0
Pro : Tn. T (35 th)
Pembahasan obat
1. Kaptopril
Kaptopril merupakan ACE inhibitor yang bekerja langsung. Kaptopril
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi akan menurunkan

tekanan darah, sedankan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi


air dan natrium dan retensi kalium. Pada gagal jantung kongastif, efek ini akan
sangat mengurangi beban jantung.
Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral. Pemberian
bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30%, oleh karena itu, obat
ini diberikan 1 jam sebelum makan.
Dosis awal kaptopril untuk gagal jantung adalah 6,25 mg tid, kemudian
dosis dititrasi sampai dosis target, yaitu dosis pemeliharaan yang telah terbukti
efektif. Dosis target kaptopril adalah 25-50 mg tid.
(Setiawati dan Nafrialdi, 2007)
2. Furosemid
Furosemid bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na/K/Cl
di ansa henle asendens. Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan
menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta
meningkatnya efek dieresis. Furosemid mudah diserap di saluran cerna. Dosis
awal furosemid untuk gagal jantung adalah 40 mg od atau bid, dan dosis
ditingkatkan sampai diperoleh dieresis yang cukup. Setelah euvolemia tercapai,
dosis diuretic harus diturunkan sampai dosis minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan euvolemia.
(Setiawati dan Nafrialdi, 2007)

GAGAL JANTUNG
A. Definisi
Gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau hanya
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
Kelas 4. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
melakukan tirah baring.
(Gray et al., 2005)
Sekarang GJ dianggap sebagai remodelling

progresif akibat

beban/penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan


penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-Inhibitor,
Angiotensin Receptor-Blocker atau Bloker diutamakan di samping obat
konvensional (diuretika dan digitalis) ditambah dengan terapi yang muncul
belakangan ini seperti biventricular pacing, recyncronizing cardiac teraphy
(RCT), intra cardiac defibrllator (ICD), bedah rekonstruksi ventrikel kin (LV
reconstruction surgery) dan mioplasti (Sitompul dan Irawan, 2003).
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel.Gagal jantung diastolik didefenisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan

pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena


pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan jasmani saja (Sitompul dan Irawan, 2003).
2. Gagal Jantung Akut dan kronik
Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis,trauma atau infark miokard luas. Curah
jantung yang menurun secara tiba tiba menyebabkan penurunan tekanan
darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi
atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan lahan.Kongesti
perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan
baik (Panggabean, 2007).
3. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel,meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan pam menyebabkan pasien sesak napas dan
ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pads miokard
kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda (William, 2000).
B. Patogenesis Gagal Jantung Sistolik
GJ sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying
HD/ index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu
diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan
sindrom klinis yang disebut gagal jantung.
Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai
mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal
(gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan
tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung,

10

anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan,emosi atau konsumsi


garam berlebih, emboli pans, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma,
endokarditis infektif. Gagaljantung simtomatik jugs akan tampak kalau teijadi
kerusakan

miokard

akibat

progresivitas

penyakit

yang

mendasarinya/underlying HD. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto toraks , ekokardiografi-Doppler
dan kateterisasi (Askandar dan Setiawan, 2007).
C. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung menggunakan kriteria Framingham
Kriteria Major
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema pase akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d'effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia(> 120/menit)
Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor
(Panggabean, 2007; Askandar dan Setiawan, 2007)

11

D. Penatalaksanaan Gagal Jantung


Obat gagal jantung meliputi :
1. ACE inhibitor
ACE inhibitor merupakan obat lini pertama untuk pasien dengan
fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun. Pada pasien gagal jantung
tanpa retensi cairan, ACE inhibitor harus diberikan sebagai terapi awal;
dan pada pasien GJ dengan retensi cairan, ACE inhibitor harus diberikan
bersama diuretik (Setiawati dan Nafrialdi, 2007).
2. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
Untuk pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri :
a.

ARB dapat digunakan sebagai alternatif ACE inhibitor yang tidak


dapat mentoleransi ACEI

b.

ARB dapat dipertimbangkan dalam kombbinasi dengan ACEI pada


pasien yang masih simtomatik
(Setiawati dan Nafrialdi, 2007)

3. Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut
yang selalu disertai dengan kelebihan cairan yang bermanifestasi sebagai
kongesti paru atau edema perifer. Diuretik diberikan sampai terjadi
diuresis yang cukup untuk mencapai euvolemia, dan mempertahankannya
(Setiawati dan Nafrialdi, 2007).
4. Antagonis aldosteron
Aldosteron akan memacu remodeling dan disfungsi ventrikel
melalui peningkatan preload dan efek langsung, sehingga antagonis
aldosteron dapat menghambat remodellingnya. Antagonis aldosteron
direkomendasikan untuk ditambahkan pada:
c.

ACEI dan diuretik kuat pada GJ lanjut.

d.

ACEI dan beta blocker pada gagal jantung setelah infark miokard
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri
(Setiawati dan Nafrialdi, 2007)

12

5. Beta Blocker
Beta blocker direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada
pasien gagal jantung NYHA II-III yang stabil, etiologi iskemik maupun
noniskemik, bersama ACEI, dan diuretik jika diperlukan, dan tidak ada
kontraindikasi. Oleh karena beta blocker pada GJ byukan class effect,
maka hanya bisoprolol, karvedilol, dan metoprolol lepas lambat yang
direkomendasikan untuk pengobatan GJ (Setiawati dan Nafrialdi, 2007).
6. Glikosida Jantung
Efek digoksin pada pengobatan GJ adalah inotropik positif,
kronotropik negatif, dan mengurangi aktivitas saraf simpatis. Digoksin
sekarang ini hanya digunakan untuk : 1) pasien GJ dengan fibrilasi atrium,
2) pasien GJ dengan ritme inus yang masih simtomatik, terutama yang
disertai takikardi. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi
ginjal menurun(ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah
(kurang dari 3.5 meq/L) (Setiawati dan Nafrialdi, 2007).

13

DAFTAR PUSTAKA

Askandar T, Setiawan PB. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University Press
Gray HH, KD Dawkins, JM Morgan, dan IA Simpson. 2005, Lecture Notes
Kardiologi, edisi 4. Jakarta: Erlangga.
Panggabean MM. 2007. Gagal Jantung. Dalam : Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmnu
Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI
Setiawati A dan Nafrialdi. 2007. Obat Gagal Jantung. Dalam : Dalam: Gunawan
SG, dkk (eds). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI
Sitompul B., Irawan JS. 2003. Gagal Jantung. Dalam Buku ajar Kardiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Williams, H. Gordon. 2000. ed. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

14

Anda mungkin juga menyukai