Anda di halaman 1dari 6

Bhinneka

Tugas bersama; Missionaris bhinneka

Ringkasan :
Mengikat diri dalam kesatuan bhinneka diawali dengan kesadaran akan
perbedaan. Cara terbaik untuk meraih kesadaran tersebut adalah dengan
melakukan travelling berjenis backpacking. Sebab, diantara jenis travelling
lainnya, backpacking adalah jenis yang paling membumi dan mengantarkan
pada realita perbedaan yang dinamis dan saling mengikat. Sejalan dengan
itu akan muncul ikatan-ikatan baru dalam perjalanan yang berbasis konsep
bhinekka.

Telah saya lihat, dasawarsa ini pasar transportasi dan travelling


semakin gencar dan merambah ke berbagai golongan di Indonesia. Artinya,
saat ini kita memiliki akses yang mumpuni ke berbagai tempat di nusantara
terutama objek pariwisata. Sehingga pertanyaan mendasar yang harus
ditunjukan kepada diri sendiri adalah, apa yang menghalangi saya untuk
melihat pertiwi?
Mungkin sebelumnya kita bertanya mengapa harus melakukan perjalanan.
Bangsa Indonesia harus mengakui, bahwasanya sejak dahulu kita
adalah bangsa perintis. Kita memiliki lagu nenek moyangku karangan ibu
Soed yang menggambarkan keberanian nenek moyang dalam dunia
pelayaran dan eksplorasi. Fakta lainnya adalah bahwa saat ini lebih dari
60% bangsa Indonesia melakukan kegiatan mudik setiap tahunnya sebagai
bentuk silaturahmi pada handai taulan dan kerabat. Setiap tahun bangsa
Indonesia bergerak bersama dalam satu arus, membuktikan bahwa kita
memang memiliki tradisi untuk melakukan perjalanan.
Harun yahya, dalam kalimatnya yang telah mendunia mengatakan, dan saya
ambil kuotasinya,
'I always wonder why birds choose to stay in the same place when
they can fly anywhere on the earth, then I ask myself the same
question
The world is a book, and those who do not travel read only one
page. Saint Augustine.
Kuotasi-kuotasi tersebut merupakan perumpamaan yang jelas perihal
manusia harus sedikitnya menjejakkan kaki untuk melihat dunia, sebab
mereka yang saya kenal sering melakukan perjalanan adalah orang-orang
yang paling memahami seni bertoleransi dan berpandangan terbuka

terhadap perbedaan. Ini adalah sasaran tembak untuk menyatukan konsep


bhinneka kita.
Sebelumnya izinkan saya menjelaskan apa itu backpacking.
Backpacking atau kerap disebut low budget travelling adalah suatu kegiatan
lintas budaya/tempat yang mandiri (tanpa guna jasa travelling) dan bersifat
sosial. Para pelaku backpacking, yang kerap disebut backpacker selalu
menekankan 3 hal dalam pelaksanaannya. Persiapan, penyesuaian dan
sosialisasi. Persiapan merupakan fungsi yang harus dilakukan backpacker
sebelum melakukan perjalanan dan biasanya terdiri dari 3 aspek yang harus
dipenuhi yakni konsumsi, akomodasi, dan transportasi. Penyesuaian adalah
fungsi yang mengacu pada tindakan adaptasi terhadap lingkungan lokal
yang sedang dan akan kita tuju. Sementara fungsi sosialisasi adalah kegiatan
berkomunikasi dengan elemen lokal berupa individu-individu dalam
lingkungan yang sedang dan akan kita tuju.
3 hal ini menjadi alasan mengapa sistem ini cocok dengan tema kita
bhinneka. Sebab, individu yang melakukan backpacking tidak hanya terpaut
dengan pemanjaan mata terhadap alam/tempat (unsur rekreasi) yang dituju
tetapi juga berbagi pandangan secara langsung maupun tidak dengan
manusia di dalamnya. Dengan bertukar pikiran, kita akan memahami dan
sedikitnya jadi menghargai perbedaan didalamnya.
Dengan modal sedikit (low budget), artinya kita harus bersikap taktis
dalam melakukan perjalanan. Sehingga, kita dipaksa untuk mencari jalan
terbaik dan paling optimal dalam mencari tujuan perjalanan. Kemudian
dihadapkan pada kondisi yang membuat kita harus bersosialisasi dengan
penduduk lokal karena mereka mengenal kawasan itu dengan baik, yang
mana mengantarkan kita pada satu dua potong cerita lokal yang tidak kita
dapatkan ketika mengikuti kegiatan travelling biasa. Yang kemudian,
menjadi bahan pemikiran baru terhadap pandangan kita terhadap
heterogenitas bangsa. Inilah keunikan backpacking, dimana destinasi bukan
tujuan, tetapi bonus. Tujuannya adalah mendapatkan pengalaman di
sepanjang jalan.
Kini kita masuk dalam skala nusantara dan penerapan konsep keBhinneka-an. Sebagaimana kita ketahui bangsa Indonesia terdiri dari ratusan
suku bangsa yang hidup saling berdampingan, tetapi jarang yang saling

beririsan. Alasanya karena masing-masing dari suku didalamnya masih


memiliki rasa superioritas atau kurang memahami entitas suku lainnya.
Ketidakpahaman/ kesalahpahaman ini banyak ditemukan pada kaum muda.
Sebab kaum muda yang berkecimpung di daerahnya sendiri mengakumulasi
kultur lokal yang ia miliki dengan informasi mentah mengenai budaya lain
melalui sumber-sumber yang kurang dinamis seperti catatan sejarah dan
doktrin sekolah. Hal ini yang melahirkan steriotipe antar suku yang
berbahaya.
Satu-satunya cara untuk menghancurkan steriotipe yang menjadi
kangker itu adalah dengan melihat sendiri realita budaya dan keindahan adat
istiadat dari suku lain di sekitar kita. Dan cara melihat terbaik adalah dengan
membumikan diri, bukan semata-mata datang dengan jasa pariwisata swasta
dan dihadapkan hanya pada keindahan kawasan yang memanjakan mata,
tetapi duduk bersama dalam komunikasi langsung dan melihat pahitmanisnya cerita yang mereka bawa dulu, dan perubahan-perubahan yang
terjadi kini. Saat itu, steriotip akan lenyap, tergantikan dengan rasa kagum
dan penghargaan atas perbedaan.
Ketika pandangan stereotip berhasil dihancurkan, ia (si pelaku) akan
haus oleh rasa ingin tahu mengenai kekayaan alam dan budaya yang
dimiliki pertiwi. Hal ini merupakan gejala alami dimana individu
mengalami suatu peristiwa baru yang mencengangkan. Karena itulah
mengapa backpacking selalu memiliki kejutan-kejutan didalamnya
ketimbang jenis travelling lain. Jadi, dimana langkah pertama adalah
menyucikan pemikiran, langkah berikutnya membangun kembali.
Kaum muda, adalah orang-orang yang paling memiliki antusias
untuk melihat kebenaran dan paling bisa diubah pola pikirnya ketika
dihadapkan terhadap realita. Dengan membangun komunitas backpacker
yang baik, atau setidaknya menstabililasi dan mempopulerkan kegiatan ini
di ranah sosial yang tepat, kita akan mampu membentuk individu penjejak
yang mau melihat kebenaran dan indahnya heterogenitas dari bangsa
Indonesia.
Bersamaan dengan itu, mereka yang memiliki ketertarikan yang
sama untuk memahami konsep bhinneka melalui penjejakkan, akan bertemu
di tengah jalan, bergandeng tangan menuju destinasi berikutnya, dan

menularkan virus-virus bhinneka kepada individu dan generasi berikutnya.


Pemikiran ini sangat utopis dan teoritis, saya paham, tetapi jauh dari
mustahil. Sepuluh dari teman saya yang ikut-ikutan, kini tujuh diantaranya
diikuti oleh teman-teman lainnya sebagai agen bhinneka dalam menggali
heterogenitas bangsa. Kegiatan backpacking selalu meninggalkan jejak
dalam perjalanannya, sebab banyak hal yang kita temukan didalam sana,
yang tidak kita temukan dengan jasa travelling swasta.
Saat ini, ratusan bahkan mungkin ribuan pemuda bangsa tengah
menjejak di berbagai pelosok pertiwi, mulai dari mencari kesenangan,
hingga mengejar kebenaran. Sudah saatnya pendidikan bhinneka dikemas
dalam kemasan yang berbeda dan melibatkan alam dan seluruh elemen
sosial didalamnya sebagai ruang kelasnya. Sudah saatnya kaum muda
menjadi para missionaris bhinneka yang bertanggung jawab atas persatuan
dan kesadaran bangsa atas perbedaan. Yang dibutuhkan adalah mewujudkan
wadah yang tepat dan mensolidkan kegiatan ini sebagai bibit-bibit rantai
bhinneka yang akan menguat dimasa depan.

. Biodata

Judul Naskah

: Tugas Bersama; Missionaris Bhinneka

Nama Penulis

: Bangkit Mandela

Tempat & Tanggal Lahir

: Jakarta, 5 mei 1993

Nama Perguruan Tinggi

: Universitas Indonesia

Nama Fakultas & Jurusan

: TEKNIK, Arsitektur

Domisili (Alamat Surat)

: Jl. Haji Amat No.2 Kukusan, Beji, Depok

Alamat Email

: got0_68@hotmail.com
Telepon/Ponsel

: 085697657307

Anda mungkin juga menyukai