Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

ABSISI DAUN

Oleh :
DIANA PRATIWI (123204047)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemisahan bagian atau organ tanaman, seperti daun, bunga, buah atau batang
yang terjadi secara alami disebut dengan Absisi. Faktor alami yang terjadi dalam proses
absisi yaitu panas, dingin, kekeringan dimana faktor-faktor tersebut akan berpengaruh
terhadap absisi. Proses penurunan kondisi yang menyertai pertambahan umur yang
mengarah kepada kematian organ atau organisme disebut penuaan (senensensi).
Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang
pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini
menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin mencegah
absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi dengan bertambahnya
umur daun, jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel
yang mulai menghasilkan etilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi.
Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi terpisah dengan memacu sintesis
enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan absisi.
Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk mencegah
kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak
mampu menyerap air pada tanah yang membeku. Pengguguran daun pada setiap musim
gugur yang diawali dengan terjadinya perubahan warna, kemudian daun mengering dan
gugur adalah juga merupakan proses penuaan. Warna pada daun yang akan gugur
merupakan kombinasi pigmen-pigmen baruyang dibentuk pada musim gugur, kemudian
pigmen-pigmen yang telah terbentuk tersebut tertutup oleh klorofil. Daun kehilangan
warna hijaunya pada musim gugur karena daun-daun tersebut berhenti mensintesis
pigmen klorofil.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui dari pada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun. Pada
saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah yang
terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel
parenkim berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah daun rontok,
daerah absisi membentuk parut atau luka pada batang. Sel-sel yang mati menutupi parut
untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.

Pertumbuhan tanaman tidak terjadi terus menerus atau pertumbuhannya terbatas,


terutama pada daun yang telah tua sering mengalami absisi (pengguguran daun). Pada
daun Gymnospermae dan Dycotyledoneae umumnya sebelum mati gugur dulu sebagai
akibat adanya perubahan pada pangkal tangkai daun atau helaian daun bagian tangkai
tersebut dinamakan daerah pengguguran yang mempunyai srtuktur berbeda dengan
sekitarnya. Daerah pengguguran merupakan bagian paling lemah dari tangkai daun. Di
tempat tersebut diameter berkas pengangkut lebih kecil dari bagian yang lain, tidak
mengandung kolenkim maupun sklerenkim.
Sebelum mengalami absisi maka terjadi lapisan pemisah pada daerah
pengguguran tersebut. Sel-sel parenkim tempat tersebut membelah membelah menjadi
sel yang lebih kecil, pipih mengandung tepung dan plasmanya kental. Sel-sel penyusun
lapisan ini dindingnya larut atau bahkan seluruh selnya hancur sehingga daun gugur
akibat tenaga mekanis atau gaya gravitasi. Lapisan yang tersisa pada batang akan
membentuk lapisan pelindung, dapat berupa pelindung jaringan primer atau berupa
pelindung sekunder berupa periderm. Di bawah lapisan pelindung primer kemudian
diendapkan suberin dan lignin sebagai penghalang keluarnya air dan masuknya infeksi
penyakit. Lapisan periderm ini bersambung dengan periderm batang. Untuk mengetahui
bagaimanakah pengaruh hormon terhadap absisi daun, maka dialakukanlah penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah :
Bagaimanakah pengaruh pemberian AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp.?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh pemberian
AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp..

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian absisi
Absisi adalah suatu proses secara alami terjadinya pemisahan bagian atau organ
tanaman, seperti: daun, bunga, buah atau batang. Faktor alami yang terjadi dalam proses
absisi yaitu panas, dingin, kekeringan dimana faktor-faktor tersebut akan berpengaruh
terhadap absisi. Proses penurunan kondisi yang menyertai pertambahan umur yang
mengarah kepada kematian organ atau organisme disebut penuaan (senensensi).

B. Daerah absisi

Gambar 1. Zona absisi daun

Setelah daun rontok, daerah absisi membentuk parut luka pada batang. Sel-sel
yang mati menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
Gugurnya daun dipicu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek
pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini
menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.
Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun,
tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan
meningkat. Sementara itu, sel-sel yang mulai menghasilkan etilen akan mendorong
pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapisan absisi terpisah
dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan absisi.
Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk mencegah
kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak
mampu menyerap air pada tanah yang membeku.
4

Daerah absisi

Gambar 2. Sayatan membujur daerah absisi

C. Sintesis dan inaktivasi


Absisi disintesis melalui asam mevalonat pada jalur sintesis asopren. Kebanyakan
sintesis absisi berlangsung di daun dan buah xantoksin yang berperan seperti absisi.
Absisi dapat di non-aktifkan dengan cara diikatkan pada glukosa atau diubah menjadi
asam faseat dan senyawa serupa.
Pada dasarnya absisi berperan sebagai penghambat pertumbuhan dan gugurnya
daun dan buah. Juga memicu terjadinya dormansi pada tumbuhan. Absisi mudah
ditransport ke semua jaringan. Efek hambatan absisi terhadap perkecambahan merupakan
antagonis giberelin. Diduga absisi berperan menghambat sintesis protein, melalui
aktivitas enzim ribonuklease yang memecah RNA. Jika RNA berkurang karena diuraikan
oleh rebonuklease, sintesis protein akan terhambat.
Absisi berperan pada menutupnya stomata, terbukti dari fakta bahawa tumbuhan
yang kurang air akan membentuk absisi dan stomata menutup. Analisis terhadap
meristem dorman menunjukkan kadar absisi dan kadar giberelin rendah, sebaliknya bila
kuncup yang sedang tumbuh kembali setelah dorman akan menunjukkan kenaikan kadar
giberelin dan penurunan kadar absisi.

D. Peranan hormon dalam absisi daun


Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin, Addicot Etall,
1955:65 mengemukakan bahwa absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang ada di
daerah proksimal sama atau lebih dari jumlah auksin yang terdapat didaerah distal.
Tetapi apabila junlah auksin berada di daerah distal lebih besar dari daerah proksimal

maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata lain proses absisi ini akan terlambat. Teori
lain (Biggs dan Leopold 1958) menerangkan bahwa pengaruh auksin terhadap absisi
ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi auksin yang tinggi akan
menghambat terjadinya absisi, sedangkan auksin dengan konsentrasi rendah akan
mempercepat terjadinya absisi. Teori terakhir ditentukan oleh Robinstein dan Leopold
(1964) yang menerangkan bahwa respon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi
ke dalam dua fase jika perlakuan auksin diberikan setelah auksin terlepas. Fase pertama,
auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin dengan konsentrasi yang sama
akan mendukung terjadinya absisi.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.
Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah
yang terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun
dari sel-sel parenkima berukuran kecildengan dinding sel yang tipis dan lemah. Setelah
daun rontok, daerah absis imembentuk parut/luka pada batang. Sel-sel yang mati
menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen. Dari gambaran
teori di atas maka untuk dapat mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi daun,
dilakukan percobaan pada tanaman Coleus sp..
Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang
pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini
menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.Auksin mencegah absisi
dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun,tetapi dengan bertambahnya umur
daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel yang
mulai menghasilkan etilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya
etilen merangsang lapisan absisi yang terpisah dengan memacu sintesis enzim yang
merusak dinding-dinding sel pada lapisan absisi.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.
Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah
yang terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari
sel-sel parenkima berukuran keci dengan dinding sel yang tipis dan lemah. Proses
pencernaan dinding, yang disertai dengan tekanan akibat pertumbuhan yang tidak
imbang antara sel proksimal yang membesar dan sel distal yang menua di zona absisi,
mengakibatkan pematahan. Selama konsentrasi auksin yang lebih tinggi dipertahankan di

helai daun, pengguguran dapat ditundanamun penuaan menyebabkan penurunan tingkat


auksin pada organ tersebut dankonsentrasi etilen mulai meningkat.
Etilen, zat pemacu pengguguran yang terkuat dan tersebar luas diberbagai organ
tumbuhan dan pada banyak spesies tumbuhan menyebabkan pembesaran sel dan
menginduksi sintesis serta sekresi hidrolase pengurai dinding sel. Ini akibat efeknya pada
transkripsi, sebab jumlah molekul mRNA yang menjadikan hidrolase (paling tidak
selulase) meningkatkan sekali setelah diberi perlakuan etilen.
Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk mencegah
kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak
mampu menyerap air pada tanah yang membeku. Bagi tumbuhan, gugurnya daun ini
berguna untuk membuang organ yang tidak berguna yang mungkin sebagai sumber
infeksi yang potensial dan pada beberapa spesies untuk memberi tempat bagi daun baru
yang akan tumbuh pada musim berikutnya (Vidy, 2009:20).
Percobaan pertumbuhan suatu bagian tubuh tumbuhan sangat erat kaitannya
dengan pertumbuhan atau aktivitas bagian tubuh tumbuhan yang lainnya. Diduga
hubungan ini terjadi karena adanya suatu senyawa kimia tertentu yang bergerak dari
suatu bagian kebagian yang lainnya. Ada lima senyawa yang dinamakan hormon,
berfungsi sebagai koordinator pertumbuhan dan perkembangan pada tubuh tumbuhan.
Sering pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan disebabkan karena terjadi
pertumbuhan yang disebabkan karena perubahan yang terjadi perubahan sintesis atau
distribusi hormon didalam tubuh.
Hormon yang dimaksud adalah auksin, sitokinin, gibelerin, absisin dan etilen.
Tergantung pada system yang dipengaruhi, hormon dapat berfungsi sendiri atau lebih
sering dalam keseimbangan antar hormon itu.
Hormon didefinisikan sebagai senyawa organik non hara, disintesis daam suatu
bagian tubuhnya, ditransport kebagian lain tempat hormon itu berfungsi. Tetapi hal itu
tidak selalu berlaku, karena ada kalanya hormon disinetesis ditempat ia berfungsi. Etilen
sebaagai gas sangat mungkin tidak ditransport dalam tubuh, tetapi dilepaskan keatmosfer
untuk mempengaruhi bagian lain.
Fungsi hormon adalah untuk mempengaruhi kerja gen dalam menentukan
ekspresinya atau mempengaruhi kerja enzim tanpa langsung melibatkan RNA dalam
sintesis protein.

E. Auksin
Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman Hasil
penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan bahwa
Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auksin.
Kejadian alam, stimulasi auksin pada pertumbuhan celeoptile ataupun pucuk
suatu tanaman, merupakan suatu hal yang dapat dibuktikan. Praktek yang mudah dalam
pembuktian kebenaran diatas dapat dilakukan dengan Bioassay method yaitu dengan the
straight growth tets dan curvature test. Indoleacetaldehyde diidentifikasikan sebagai
bahan auksin yang aktif dalam tanaman, selanjutnya ia mengemukakan bahwa zat kimia
tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian berubah menjadi IAA.
Perubahan tersebut adalah perubahan dari Trypthopan menjadi IAA Tryptamine sebagai
salah satu zat organik, merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam biosintesis IAA.
Dalam hal ini perlu dikemukakan dalam tanaman fanili Cruciferae dan merupakan zat
yang dapat dikelompokan ke dalam auksin. Zat tersebut atas bantuan enzym nitrilase
dapat membentuk auksin. Indoleacetonitrile yang terdapat pada tanaman, terbentuk dari
Glucobrassicin atas aktivitas enzym Myrosinase. Dan zat organik lain (Indoleethanol)
yang terbentuk dari Trypthopan dalam biosin.
Auksin merupakan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan. Terutama pada
sel target dalam pembelahan dan pemanjangan sel. Secara kimia auksin disebut indole
acetil acid (IAA). Kerja hormon auksin untuk memanjangkan sel ini dengan cara
meluinakkan dinding sselny. Kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan turgor sel
sehingga dinding selnya dapat memanjang.
Di dalam tubuh auksin dijumpai dalam bentuk bebas (yang dianggap bentuk
aktifnya) atau Dalam bentuk terikat dengan molekul lain misalnya dengan glukosa atau
mioinositol bentuk terikat ini dianggap tidak aktif). Selain itu terdapat berbagai senyawa
yang sanga mudah diubah menjad auksin (kelompok ini disebut precursor auksin), yang
sebelum menjadi auksin tidak mampu mempengaruhi pertumbuhan.
Auksin adalah indol yang mengikat asetat, sehingga atas dasar strukturnya
disebut IAA (indol acetic acid) atau asam indol acetate. Auksin sebagi hormon yang
diduga hanya dalam bentuk IAA ini. Prekusor auksin yang dikenal adalh indol
asetonitril, indol asetaldehid, indol piruvat, indol etanol, dan triptamin. Sebenarnya
snyawa ni merupakan senyawa antara pada pembuatan auksin dari triptofan.

Karena hormon dalam tubuh hanya dalam pukul lah yang kecil, maka teknik
dengan analisis dengan cara enimbangan, kalorimetri, atau kromatografi tidak dapat
digunakan. Untuk anallisis digunakan teknik biossay, yatu dicobakan pada jaringan
hidup. Untuk itu digunakan koleoptil Avena. Mula-mula koleoptil dipotong ujungnya,
kemudian ditempat luka diletakkan blok agar yang menandung senyawa yang diduga
hormon, tetapi tidak tengah-tengah. Akibat perbedaan kescepatan pertumbuhan antara
sisi yang ditempeli blok gara dan sisi lain yang bebas akn terjadi lengkungan koleoptil.
Besarnya sudut yang terjadi antara kontrol dan perlakuan setara dengan konsentrasi.
Denagan membuat kurva standart, konsentrasi senyawa yang dicobakan akan diketahui.
Karena teknik mempersiapkan hormon sebelum tes dengan koleoptil ini rumit,
sekarang dikembangkan teknik kombiasi antara kormatografi gas dan spektrografi massa,
yang lebih sederhana dengan ketelitian yang lebih besar.

F. Peran auksin
Berbagai proses pertumbuhan dipengaruhi auksin. Tanpa auksin tidak akan terjadi
pertumbuhan sampa saat ini belum ada yang membantahnya. Meskipun auksin dapat
mempengaruhi berbagai proses pertumbuhan, bahwa dalam tubuh hormon berada dalam
keseimbangan dengan hormon yang lainnya. Jadi efek penambahan auksin bukanlah
semata-mata akibat auksin itu saja.
Contoh pertumbuhan yang dipengaruhi auksin adalah kecepatan pertumbuhan,
pembentukan dormansi, pertumbuhan, pemasakan buah, penuaan dan pengguguran,
penentuan kelamin bunga, gerak tropi dan lain-lain.
Kenyataan bahwa batang dan akar memberi reaksi yang berbeda pada kadar
auksin berbeda, menunjukkan bahwa masing-masing mempunyai kadar efekif optimum
berbeda. Pada konsentrasi sama, terhadap akar meghambat dan terhadap batang memacu
pertumbuhan.
Selain peran diatas auksin juga berperan dalam pembentukan akar adventifg pada
tanaman dibiakkan dengan setek. Buah partenokarpi, yaitu pembentukan buah tanpa
terjadi pembuahan, dapat dihasilkan secara buatan dengan cara memberi auksin pada
putiknya. Buah yang dihasilka adalah buah tanpa biji.

G. Auksin Sintetik
Dengan memperhatikan bentuk molekul asam indol asetart yang dapat berfungsi
aktif sebagai hormon maka molekul lain yang serupa benuknya akan dapat pula

berfungsi aktif. Namun persyaratan utuk serupa aaasam indol asetat itu tidak terlalu
kakku, sehingga dijumpai pula senyawa yang agak jauh kemiripannya secara structural
tetapi mempunyai aktivitas auksin juga.
Atas dasar itu diuatlah berbagoai senyawa sintetik yang murah dan cepat
membuatnya, dengan efektivitas auksin yang sama dengan IAA. Contoh senyawa sintetik
itu adalah asam indol butirat, asam naftalenasetat, dan yang popular yaitu 2,4 D (2,4
dichlorophenoxyacetic acid) digunakan untuk berbagai herbisida.
Selain senyawa yang berfungsi seperti auksin, adapula senyawa yang
mengganggu kerja auksin, sehingga disebut anti auksin. Auksin dalam konsentrasi yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan. Fenomena ini dapat digunakan untuk membasmi
gulma. Senyawa herbisida sejenis auksin antara lain 2,4 D digunakan untuk membasmi
gulma disawah atau dipertanian monokultur tumbuhan monokotil lain.

10

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental, karena dilakukan
percobaan untuk menjawab rumusan masalah, dan terdapat variabel-variabel dalam
penelitian yang dilakukan yaitu variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel
kontrol.

B. Variabel percobaan
Variabel yang digunakan dalam melekukan percobaan ini antara lain :
Variabel kontrol :
Jenis tanaman (tanaman Coleus sp../iler)
Lokasi penanaman
Jumlah daun
Intensitas penyiraman air
Variabel manipulasi :
Jenis hormon yang diberikan (diolesi lanolin dan diolesi 1 ppm AIA
dalam lanolin)
Lokasi pemberian hormon
Variabel respon :
Waktu gugurnya daun tanaman Coleus sp..

C. Alat dan Bahan


Alat
1. Pisau
2. Kertas label
3. Alat tulis
4. Camera
Bahan
1. Tanaman Coleus sp..
2. Lanolin
3. AIA 1 ppm dalam lanolin (4 ml AIA 1 ppm dicampur dengan 00 gram
lanolin)

11

D. Prosedur Kerja
1. Mengambil dua buah pot tanaman Coleus sp. kemudian melakukan kegiatan
sebagai berikut :
- Pot 1 : memotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah.
- Pot 2 : memotong satu pasang lamina yang terletak tepat diatas lamina yang
paling bawah.
2. Mengolesi bagian potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, sedang yang lain
dengan 1 ppm AIA dalam lanolin.
3. Memberi tanda masing-masing bagian agar tidak tertukar.
4. Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai-tangkai daun
tanaman Coleus sp..
5. Membandingkan perbedaan waktu gugurnya daun tanaman Coleus sp..

12

E. Desain Penelitian
Menyiapkan 2 pot dengan tanaman Coleus sp.

Pot 1 : potong satu pasang lamina paling bawah


Pot 2 : potong satu pasang lamina nomor 2 dari bawah

Mengolesi bekas potongan dnegan lanolin dan AIA i


ppm dalam lanolin. Kemudian menandainya

Lanolin

Lanolin + AIA

Lanolin

Mengamati tiap hari dan mencatat waktu


gugurnya tangkai-tangkai daun tersebut.

13

Lanolin + AIA

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan kecepatan pengguguran daun Coleus sp. Pada masing-masing
perlakuan dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun Coleus sp.
Hari
ke
1
2
3
4
5
6
7

Pteolus paling bawah


Lanolin
Lanolin+AIA

Pteolus nomor 2 dari bawah


Lanolin
Lanolin+AIA

8
7
6
5
4
3
2
1
0
Histogram Pengaruh Pemberian Hormon terhadap Absisi Daun
Keterangan:
X : Hormon yang diberikan

: Lanolin

Y : Hari ke-

: Lanolin dan AIA

14

B. Analisis Data
Dari tabel percobaan yang diperoleh yaitu pada percobaan pengaruh hormon AIA
terhadap proses absisi pada daun tumbuhan Coleus sp. dapat dianalisis bahwa hormon
auksin (AIA) sangat berperan dalam proses absisi daun. Dalam percobaaan tersebut
digunakan dua pot tanaman Coleus sp. dalam kondisi sama, tetapi dengan dua perlakuan
yang berbeda tiap tangkai. Berdasarkan tabel diatas ditemukan adanya perbedaan waktu
gugurya tangkai daun pada masing-masing cabang Coleus sp. Pada pot tanaman 1, yaitu
pada lamina paling bawah, tangkai yang diolesi dengan Lanolin mengalami luruh lebih
cepat yakni hari ke 3 pukul

16.00 WIB. Sedangkan pada lamina yang diolesi

Lanolin+AIA mengalami luruh lebih lambat jika dibandingkan dengan tangkai yang
diolesi lanolin saja yakni pada hari ke 5 pukul 16.30 WIB.
Untuk pot tanaman 2 yaitu pada lamina nomor 2 dari bawah, tangkai yang diolesi
dengan lanolin mengalami luruh lebih cepat yakni hari ke 4 pukul 16.10 WIB.
Sedangkan pada lamina yang diolesi Lanolin+AIA mengalami luruh lebih lambat jika
dibandingkan dengan tangkai yang diolesi Lanolin saja, yakni pada hari ke 7 pukul
15.25 WIB. Pada tabel pengamatan menunjukkan bahwa lamina paling bawah (pot
tanaman 1) mengalami luruh daun lebih cepat jika dibandingkan dengan lamina nomor 2
dari bawah (pot tanaman 2).

C. Pembahasan
Hormon dapat mengendalikan arah dan kecepatan pertumbuhan, seperti kapan
tumbuhan menghasilkan bunga dan kapan daunnya gugur. Sel tumbuhan yang bereaksi
terhadap hormon hanya yang mengandung reseptor hormon.
Berdasarkan analisis data diatas, maka dari penelitian absisi daun iler (Coleus sp.)
terdapat perbedaan waktu terjadinya pengguguran tangkai daun Coleus sp. atau peristiwa
absisi. Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin akan lebih cepat gugur daripada
tangkai daun Coleus sp. yang diolesi lanolin dan hormon AIA. Letak tangkai daun juga
mempengaruhi proses absisi (penguguran) daun, hal ini dibuktikan dengan letak tangkai
daun pada nodus terakhir jauh lebih cepat gugur dari pada letak tangkai daun Coleus sp.
pada nodus diatas terakhir.
Hal itu dikarenakan AIA memiliki struktur yang sama dengan auksin berperan
untuk mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme daun, sehingga
sel-sel terus melakukan pertumbuhan walaupun dalam tubuh tumbuhann tidak dihasilkan
auksin lagi karena tangkai daun sudah dipotong, jadi tidak akan menghasilkan hormon

15

auksin lagi. Sedangkan pada tangkai yang hanya diolesi lanolin saja tidak akan
melakukan pertumbuhan karena auksin telah habis sehingga terjadi proses absisi daun
karena aktivitas hormon etilen. Karena tidak adanya penghambat bagi aktivitas kerja
hormon Asam Absisat (ABA) dimana ABA yang berperan adalah ABA endogen yang
menyebabkan pengguguran yang terjadi lebih maksimal, selain itu juga pengaruh ABA
eksogen yang juga dapat menyebabkan pengguguran daun. Namun, ABA disini tidak
bekerja secara langsung yakni diawali dengan penuaan prematur pada sel organ yang
akan gugur. Sebelum lamina pada daun Coleus sp. mengalami absisi maka terjadi lapisan
pemisah pada daerah absisi tersebut.
Auksin (Yunani, auxien : mempercepat) merupakan hormon yang dapat
merangsang pertumbuhan. Terutama pada sel target dalam pembelahan dan pemanjangan
sel. Secara kimia, auksin disebut indole acetic acic (IAA). Kerja auksin untuk
memanjangkan sel ini dengan cara melunakkan dinding sel, kemudian, diikuti dengan
peningkatan tekanan turgor sel sehingga dinding sel dapat memanjang. Lamina yang
rontok disebut juga telah mengalami absisi. Absisi adalah suatu proses secara alami
terjadinya pemisahan bagian/organ tanaman dari tanaman itu sendiri, seperti; daun,
bunga, buah atau batang. Menurut Addicot (1964) dalam proses absisi ini faktor alami
seperti ; dingin, panas, kekeringan, akan berpengaruh terhadap absisi. Dalam
hubungannya dengan hormon tumbuh, maka mungkin hormon ini akan mendukung atau
menghambat proses tersebut. Di dalam proses absisi, akan terjadi perubahan-perubahan
metabolisme dalam dinding sel dan perubahan secara kimia dari pektin dalam midle
lamella. Pembentukan lapisan absisi (absisi layer), kadang-kadang diikuti oleh susunan
cell division proximal.
Hormon-hormon pada tumbuhan saling mempengaruhi saat pengguguran daun.
Jika produksi hormon auksin pada daun menurun dan produksi etilen meningkat,
terbentuklah zona absisi. Akibatnya dinding sel-sel zona absisi menjadi lunak dan
mengakibatkan daun gugur, namun jika diberi hormon tambahan berupa auksin (AIA)
absisi (gugurnya daun) dapat dicegah.
Daun Coleus sp. umumnya sebelum mati, gugur dulu sebagai akibat adanya
perubahan pada pangkal tangkai daun, atau helaian daun bagian tangkai tersebut
dinamakan daerah pengguguran, yang mempunyai srtuktur berbeda dengan sekitarnya.
Daerah pengguguran merupakan bagian paling lemah dari tangkai daun. Di tempat
tersebut diameter berkas pengangkut lebih kecil dari bagian yang lain, tidak mengandung
kolenkim maupun sklerenkim.

16

Sebelum lamina pada Tangkai mengalami absisi maka terjadi lapisan pemisah
pada daerah pengguguran tersebut. Sel-sel parenkim yang ada di tempat tersebut
membelah-membelah menjadi sel yang lebih kecil, pipih mengandung tepung dan
memiliki plasma yang kental. Sel-sel penyusun lapisan ini dindingnya larut atau bahkan
seluruh selnya hancur sehingga daun gugur akibat tenaga mekanis atau gaya gravitasi.
Lapisan yang tersisa pada batang akan membentuk lapisan pelindung, dapat berupa
pelindung jaringan primer atau berupa pelindung sekunder berupa periderm. Dibawah
lapisan pelindung primer kemudian diendapkan suberin dan lignin sebagai penghalang
keluarnya air dan masuknya infeksi penyakit. Lapisan periderm ini bersambung dengan
periderm batang. Sehingga lamina Tangkai yang kami beri hormon IAA memiliki waktu
absisi yang lebih lama dibandingkan yang diolesi lanolin saja hal ini disebabkan daerah
yang akan mengalami absisi sel-selnya dapat membelah secara aktif dan sel-sel pemisah
yang terbentuk oleh parenkim tidak mudah larut dan bahkan sel-selnya tidak mudah
hancur sehingga absisi dapat dicegah lebih lama.
Pada Tangkai yang sama-sama diolesi lanolin dan lanolin ditambah AIA dari
lamina-lamina pada nodus ke-3 dan ke-4 didapatkan hasil bahwa tangkai daun yang
terletak pada nodus ke-3 absisi daun yang sedikit lebih cepat bila dibandingkan dengan
tangkai daun yang terletak pada nodus ke-4. Hal ini disebabkan karena pada tangkai daun
yang terletak pada nodus ke-3 akan dinaungi oleh lamina-lamina yang berada di atasnya.
Lamina-lamina tersebut akan berhenti membentuk auksin (AIA) sehingga akan
berjatuhan. Kondisi ini merupakan adaptasi dari tumbuhan yang penting karena lamina
yang terlindung memerlukan makanan tetapi tidak dapat membentuknya melalui
fotosintesis. Lain halnya dengan tangkai daun yang terletak pada nodus ke-4 yang kami
potong adalah sepasang lamina yang terletak paling bawah yang mengalami periode
pengguguran yang lebih lama walaupun sama-sama diolesi IAA dalam lanolin.
Pada tanaman jika akan mengalami gugur daun, baik daun, bunga atau buah,
didahului oleh adanya pembentukan lapisan absisi. Lapisan ini terbentuk melintasi
tangkai di dekat pertautannya dengan batang. Lapisan ini terdiri dari 1 lapisan atau sel
parenkim berdinding tipis yang berasal dari pembelahan antiklinal melintasi tangkai.
Pada dasarnya tanaman akan mengalami gugur daun. Untuk tanaman iler daun
yang tua berada dibawah (nodus bawah) sedangkan yang nodus atas merupakan daun
muda. Ini berarti daun yang berada dibawah akan lebih dahulu gugur dari pada daun
yang terletak diatas.

17

D. Diskusi
Perbedaan waktu gugur tangkai disebabkan karena adanya pengaruh AIA yang
masih terdapat dalam tubuh tumbuhan. AIA merupakan zat tumbuh yang strukturnya
sama dengan auksin yang berfungsi merangsang pertumbuhan dengan cara mensintesis
RNA dan protein, sehingga sel tidak langsung melakukan prosesabsisi daun tetapi masih
mengalami pertumbuhan. Selain itu auksin juga bisamenghambat proses absisi daun
sehingga daun tidak mudah gugur. Namun dengan bertambahnya umur daun maka
jumlah etilen yang dihasilkan semakin meningkat sehingga mendorong pembentukan
absisi daun yang diawali dengan proses penuaan (senesensi). Sedangkan pada tangkai
daun yang diolesi lanolinsaja gugurnya lebih cepat. Hal ini disebabkan lanolin
merangsang terbentuknyaetilen. Etilen dapat memacu pengguguran (absisi) pada daun
yang diawali dengan proses penuaan.

18

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari percobaan yang berjudul Pengaruh AIA terhadap Proses Absisi Daun
Tangkai sp. diperoleh simpulan yaitu ada perbedaan waktu gugurnya tangkai daun pada
cabang-cabang tersebut. Pada tangkai daun yang diolesi lanolin + AIA memiliki waktu
gugur tangkai daun yang lebih lama dibandingkan pada tangkai daun yang hanya diolesi
lanolin. Sedangkan pada tangkai daun yang diolesi lanolin saja, gugurnya lebih cepat hal
ini disebabkan lanolin merangsang terbentuknya etilen. Etilen dapat memacu
pengguguran (absisi) pada daun yang diawali dengan proses penuaan, dan proses absisi
daun pada tangkai atas lebih lama dibanding dengan tangkai bawah.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya pengamatan dilakukan
perjam sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat, karena kemungkinan tangkai daun
yang gugur pada hari yang sama tetapi waktunya yang berbeda.

19

DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas. S. Budipramana. 2005. Petunjuk Praktikum Fisiologi
Tumbuhan. Surabaya: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Surabaya.
Salisbury, B. Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB Press.
Biggs dan Leopold 1958. (online) dalam http://www.scribd.com/doc/49029300/ABSISIDAUN-VidY diakses pada tanggal 25 November 2014
Azhari,dkk.

2012.

Penelitian

Absisi

Daun

Pada

Tanaman.

(online)

dalam

http://elfajr24.blogspot.com/2012/08/laporan-praktikum-fisiologi-tumbuhan_3871.html

20

LAMPIRAN
Tangkai lamina nomor 2 dari bawah (pot tanaman 2)

Tangkai lamina nomor 2 dari bawah, pada


hari ke 4 pukul 12.59 tangkai yang diolesi
lanolin akan luruh.

Tangkai lamina nomor 2 dari bawah, pada


hari ke 4 pukul 16.10 tangkai yang diolesi
Lanolin luruh.

Tangkai lamina nomor 2 dari bawah, pada


hari ke 7 pukul 15.25 tangkai yang diolesi
Lanolin+AIA luruh.

Tangkai lamina paling bawah (pot tanaman 1)

Tangkai lamina paling bawah, pada hari ke


3 pukul 16.00 tangkai yang diolesi Lanolin
luruh.

Tangkai lamina paling bawah, pada hari ke


5 pukul 16.30 tangkai yang diolesi
Lanolin+AIA luruh.

21

22

Anda mungkin juga menyukai