Seluruh
Toksoid
agens
BCG
Mati-diinakfikan
Komponen
Subunit
Rekayasa
Rekombin
dimurnikan
subunit
an
Adeno
Influenza
Antraks
Difteri
Pertusi(aseluler)
Hib
Hepatitis B
Campak
(intranasal)
Kolera USP
Tetanus
Hib(polisakarid
Konjugat
(antigen
Mumps
Kolera
(parental)
a)
Pnemokok
permukaan)
Polio
Virus rota
Kolera
Kolera
Konjugat
penyakit
Rubela
Tifoid
WC/rBS
Influenza
Meningoko
lyme(OspA)
Yellow
(Ty21a-oral)
(oral)
Meningokok
k konjugat
Hepatitis A
Pneumoko
Hepatitis B
Tifoid IV
fever
Influenza
(seluruh
virus)
Pes
Polio
Rabies
Tifoid
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
Yang diharuskan :
BCG (Bacillus Calmatte-Guerin)
Hepatitis B
DPT (difteri, pertusis, tetanus )
Polio
Campak
Yang dianjurkan
MMR (measle/campak, mumps/parotitis, rubella/campak jerman )
Hib ( Haemophilus influenzae B )
3) Demam tifoid
4) Hepatitis A
(A.samik Wahab, 2002)
Tabel 2. Jadwal Imunisasi Di Indonesia
Toksoid Difteri
Antitoksin difteri pertama kali diberikan pada anak tahun 1891 dan
diproduksi secara komersial tahun 1892. Penggunaan kuda sebagai anti
toksin dimulai tahun 1894. Pada mulanya anti toksin difteri ini digunakan
sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan.
Banyak penelitian membuktikan bahwa efikasi pemberian anti toksin untuk
pengobatan difteri terutama dengan mencegah terjadinya toksisitas terhadap
kardiovaskular. Pemberian anti toksin dini sangat mempengaruhi angka
kematian akibat difteri, sesuai laporan bahwa 1%-4% kematian terjadi pada
kelompok yang menerima antitoksin pada hari pertama dibandingakn
dengan 15%-20% kematian kelompok yang mendapatkan antitoksin pada
hari ke 7 atau lebih. Toksoid difteri adalah preparat toksin difteri yang
diinakfikan dengan formaldehid dan
10
11
pertusis
Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada
12
dengan interval yang panjang adalah sama dengan interval yang pendek.
Ibu yang mendapat TT2 dan 3 dosis ternyata memeberikan proteksi yang
baik terhadap bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal. Kadar rata-rata
antitoksin 0,01 AU/ml pada ibu cukup untuk memberikan proteksi
terhadap bayinya.
Jadwal
imunisasi.
Kadar antibodi protektif setelah pemberian DPT 3 kali mencapai 0,01 IU
atau lebih, hal ini juga terbukti pada penelitian bayi-bayi di Indonesia.
13
14
bakteri
1962
dimulai
usaha
untuk
membuat
vaksin
pertusis
15
Tabel 3. KIPI sistemik (per 1.000 dosis) vaksin DPT Seluler dan
Vaksin DPT Aseluler
Gejala KIPI
Pembengkakan
Nyeri lokal
Iritabel
Demam >38.0C
DTaP
90
46
300
DTwP
260
297
499
>40.0C
72
0,36
406
2,4
0,44
0,07
4,0
0,67
16
hyporesponsive
Sianosis
Kejang
0,07
0,15
0,22
Tabel 4. KIPI lokal (per 1000 dosis) 24 jam setelah DTwP dan DTaP
Vaksin
DTaP
DTwP
Dosis
1275
455
>2 cm
0,1
1,1
>2cm
0
1,3
>38,5C
9,9
42,2
Demam
>39C
0,2
1,3
Frequency
Vaksin Pertusis Aseluler
Vaksin Pertusis Seluler
Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
No.dari bayi
505
Lokasi
Kemerahan*
9,0
499
9,8
490
16,9
167
28,3
159
32,9
152
32,9
17
Kemerahan
>1*
Bengkak*
Bengkak >1*
Kaku*
Sistemik
Demam
1,2
1,8
2,2
7,8
8,4
7,4
6,4
1,4
11,8
4,5
0,6
6,7
6,5
1,0
7,1
28,3
12,7
50,6
23,9
11,0
44,2
27,5
11,4
42,6
0,4
1,6
3,5
3,6
7,5
11,2
35,3
39,4
6,0
6,0**
2,4
30,1
17,6
5,3
5,5
1,0
27,1
15,9
5,7
3,7
1,4
72,9
59,6
26,5
10,8
10,8
71,8
45,2
20,0
7,1
5,8
57,7
25,5
18,8
2,7
3,4
0,2
0,8
3,0
1,3
2,0
>101F(rectal)
*
Iritasi*
Mengantuk*
Anoreksia*
Muntah
Menangis
melengking
Menangis terus 0,2
menerus
* P <0,01 bila dibandingkan dengan vaksin DTP seluler untuk semua dosis.
(Sanofi,Pasteur Inc, 2005).
Dari beberapa data efek samping yang sering terjadi dari kedua vaksin
biasanya bengkak,nyeri,kemerahan pada daerah suntikan, demam,menangis
lebih dari 3 jam.
18
Jenis Imunisasi :
Vaksin :
Imunisasi Aktif
Imunisasi Pasif
Vaksin DPT
Terdapat 2 macam
yaitu vaksin DPT
seluler dan vaksin
DPT aseluler
maupun
lokal
Vaksin hidup
Vaksin mati
19