PENDAHULUAN
Memasuki era perdagangan bebas dan desentralisasi, pembangunan pertanian
menghadapi berbagai tantangan, yaitu pemenuhan kecukupan pangan, peningkatan
kesejahteraan petani, serta penyediaan lapangan kerja. Pembangunan pertanian
harus dilakukan secara komprehensif
menuju pertanian industrial. Budaya sistem dan usaha agribisnis perlu ditumbuhkan untuk menggantikan sistem pertanian
subsisten. Sistem dan usaha agribisnis terdiri atas empat subsistem, yaitu: (1) pengadaan input, (2) produksi on farm, (3) penanganan hasil panen dan pascapanen,
serta (4) distribusi dan pemasaran.
Harga suatu produk dari usaha agribisnis ditentukan oleh penanganan hasil
panen dan pascapanen, di samping sistem
produksi dengan menerapkan Good Agricultural Practices (GAP). Oleh karena itu,
penerapan inovasi teknologi pascapanen
menjadi sangat penting karena fluktuasi
harga produk, selain ditentukan oleh mekanisme pasar, juga bergantung pada mutu
produk itu sendiri.
1)
DINAMIKA PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PASCAPANEN
HORTIKULTURA
Teknologi pascapanen mempunyai lingkup
kegiatan yang luas, meliputi: (1) teknologi
penanganan segar atau teknologi lepas
panen (fresh handling) atau sering disebut
teknologi pascapanen primer dan (2) teknologi pengolahan hasil (processing) atau
sering disebut teknologi pascapanen sekunder. Ruang lingkup teknologi pengolahan hasil meliputi: teknologi pengolahan basah (wet process) dan teknologi
pengolahan kering (dry process).
Penelitian tentang hubungan antara
penanganan segar dan pengolahan hasil
produk hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias), dilakukan berdasarkan fakta bahwa mutu segar sangat
berpengaruh terhadap mutu olahan produk
(Muhadjir 1975a). Sebagai contoh adalah
ekstraksi bunga untuk mendapatkan minyak atsiri (Muhadjir dan Suyanti 1990),
serta teknologi pengemasan dan pengawetan untuk mempertahankan daya simpan selama transportasi ekspor (Muhadjir
2000a). Untuk pengolahan, bahan segar
diolah lebih lanjut menjadi produk olahan
sehingga proses fisiologisnya sudah tidak
berjalan lagi karena produk sudah terdis-
larutkan dalam air akan terhidrolisis menjadi asetilen, yang seterusnya teroksidasi
di udara menjadi etilen yang merupakan
hormon pematangan. Kondisi ruangan
yang sejuk antara 22-27oC tercipta karena
air yang menetes pada goni yang menjadi
dinding ruang pemeram, menguap karena
panas yang dikeluarkan oleh produk sebagai hasil proses respirasi. Air menguap
melalui lubang ventilasi ruang pemeram
sehingga suhu komoditas menjadi sejuk,
proses pematangan menjadi seragam karena metabolisme dan sintesis klorofil menjadi antosianin terjadi secara merata dan
seragam. Jika bahan baku bermutu baik
dengan tingkat kematangan dan keseragaman yang optimum maka mutu hasil
olahannya pun optimum. Bangsal pemeram
juga berfungsi sebagai penyimpan karena
umur simpan (shelf-life) produk menjadi
lebih panjang.
Bangsal pengemasan sangat dibutuhkan dalam menyiapkan bahan baku yang
bermutu dan dikonsumsi dalam keadaan
segar (Muhadjir dan Sitorus 1998). Proses
yang dilaksanakan dalam bangsal pengemasan meliputi pencucian, sortasi, pengkelasan, perendaman, serta pengemasan
dengan berbagai metode, seperti sistem
kendali atmosfir (CA) dan modifikasi
atmosfir (MA). Biosida kalium permanganat dapat digunakan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah rambutan Rapiah dan Lebak Bulus sampai 2
minggu. Pelapisan lilin Carnauba pada
buah pepaya Meksiko juga dapat mempertahankan mutu dan kesegaran buah
sampai 2 minggu (Muhadjir 1982a, 1982b).
Untuk tanaman hias, perlakuan precooling dapat mengurangi aktivitas metabolisme bunga setelah panen. Formulasi
larutan pulsing (larutan perendam dalam
vas bunga) sebagai penyegar telah dikem-
Teknologi
Pengolahan Basah
Teknologi pengolahan basah adalah teknologi pengolahan bahan yang diolah
maupun hasilnya masih mengandung
kadar air yang tinggi. Sebagai contoh adalah pengawetan produk holtikultura menggunakan larutan gula, asam maupun garam
konsentrasi tinggi. Contoh lainnya adalah
pengolahan buah menjadi puree, acar (sayuran dalam larutan cuka), asinan (sayuran
dalam larutan garam), aseman (sayuran
dalam larutan asam), manisan (buahbuahan dalam larutan gula) melalui proses
fermentasi dan aging (Kamariyani dan
Tjitrosoepomo 1970). Penerapan teknologi
pengolahan basah juga bertujuan mempertahankan warna aslinya, seperti acar bawang merah, acar mentimun, dan acar terong asin pada waktu simpan yang berbeda (Muhadjir 1973, 1974a, 1974b).
Teknologi
Pengolahan Kering
Pengolahan kering seperti pembuatan
manisan kering, keripik, dan gabah kering
dapat menggunakan beberapa teknik,
antara lain pengeringan dalam ruang
tertutup (cabinet drying), pengeringan
dengan aliran udara panas (flow air
drying), pengeringan pada suhu beku
(freeze drying), pengeringan dalam kondisi
vakum (vacuum drying), pengeringan
menggunakan cahaya FIR (far infra red
drying), pengeringan dengan cahaya NIR
(near infra red drying), dan pengeringan
dengan cahaya matahari (Manjrekal et al.
1975; Muhadjir dan Suyanti 1990).
Teknologi pengolahan proses kering
adalah teknologi pengolahan bahan dengan kadar air sangat rendah atau dalam
keadaan kering melalui berbagai proses
pengeringan, seperti penjemuran, penggunaan aliran udara panas, dan pengeringan
dalam ruang tertutup. Contoh hasil penerapan teknologi ini adalah keripik pisang
serta dodol nangka, pepaya, dan pisang
(Muhadjir 1975a, 1975b, 1978a, 1978b).
Penggunaan penutup berupa plastik
transparan dalam pengeringan dengan
dijemur dapat menghindarkan produk dari
meliputi pengolahan basah, seperti pengolahan puree, sari buah dan turunannya
(berbagai jenis jus, cidar dan anggur), buah
dalam sirop, jam, jeli, dan nata; serta
pengolahan kering seperti pengolahan
sale, manisan kering, dan keripik, yang
termasuk kelompok pascapanen sekunder
(Cantwell 1992; Muhadjir dan Wardah
1998; Muhadjir et al. 2003a).
Kebijakan
Dalam upaya menyebarluaskan dan mempercepat pemanfaatan teknologi proses
minimal diperlukan kebijakan antara lain:
1. Peningkatan keamanan pangan dan
mutu produk. Untuk meningkatkan
keamanan pangan dan mutu produk
proses minimal, ada tiga unsur utama
yang terlibat. Pertama, sistem pengendalian yang berupa pengamanan sejak
tahap prapanen, pascapanen, penanganan dan pengolahan, serta pascaproduksi seperti penyimpanan, pengangkutan, pemasaran hingga produk
sampai ke tangan konsumen. Dalam
pelaksanaannya, sistem pengendalian
dilakukan melalui pengamanan (surveilance), pemantauan (monitoring), dan
pemeriksaan (inspection) terhadap
setiap mata rantai pengadaan produk
proses minimal. Kedua, pengendalian
insfrastruktur, akreditasi, dan sertifikasi. Ketiga, perangkat pendukung
seperti peraturan pemerintah atau pengaturan dan pelayanan yang relevan.
2. Pengawasan terhadap hazard. Untuk
membangun masyarakat yang sehat
melalui penyediaan produk pangan
Implikasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP
Penerapan teknologi pascapanen diisyaratkan sejak awal agar pandai-pandailah
dalam pengolahannya, sebagai salah satu
strategi alternatif untuk meningkatkan nilai
tambah. Penanganan hasil panen dan
pengolahan hasil melalui penerapan teknologi proses minimal kedengarannya
sederhana. Namun, di balik kesederhanaan tersebut terbuka peluang untuk menekan biaya penanganan hasil serta menghasilkan produk yang berkualitas baik.
Muara dari manfaat penerapan teknologi
proses minimal yaitu terciptanya nilai tambah ekonomi, baik bagi produsen maupun
konsumen.