Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN E - WORK DI PT.

TELKOM
Mata Kuliah : Sistem Informasi & Teknologi
Program Studi Magister Manajemen

Disusun oleh:
Anjani Dwi Astuti
Fuady Aulia Abrar

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

PENGEMBANGAN E-WORK DI PT. TELKOM

Pengertian e-Work
Telecommuting atau Telework adalah model atau perjanjian kerja di mana karyawan
memperoleh fleksibilitas bekerja dalam hal tempat dan waktu kerja dengan bantuan teknologi
telekomunikasi. Dengan kata lain, kegiatan bepergian ke kantor atau tempat kerja digantikan
dengan hubungan telekomunikasi. Dengan sistem ini, banyak karyawan yang pada akhirnya
bekerja di rumah, sementara lainnya, yang lazim disebut pekerja nomaden (nomad workers)
atau web commuters menggunakan teknologi komunikasi untuk bekerja dari kafe atau tempat
lain yang nyaman bagi mereka.
Menurut Montiska (2008), di negara-negara maju, metode telecommuting telah menjadi
salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan kemacetan akibat pekerja ulang-alik. Mereka
melakukan pekerjaan dari rumah menggunakan internet, telepon, dan faksimile untuk
berhubungan dengan kantornya, sehingga mereka tidak perlu datang ke kantor setiap harinya
untuk bekerja namun mereka hanya datang beberapa hari saja. Dengan demikian, telah terjadi
pergeseran subjek dan moda pergerakan dari pergerakan orang secara fisik dengan kendaraan
menjadi pergerakan data dan informasi secara digital melalui fasilitas telekomunikasi.
Pada sejumlah studi kasus di Amerika Serikat, ditemukan bahwa telecommuter (orang
yang melakukan telecommuting) dapat mengurangi perjalanan hariannya rata-rata sebesar 2751% dan mengurangi jumlah panjang perjalanan (vehicle miles traveled) sekitar 53-77% yang
secara tidak langsung mengalami emisi bahan bakar (Walls dan Safirova, 2004). Selain itu
hasil Riset Citrix Online dalam Roestam (2010), diperoleh penghematan biaya sebesar
US$400 Milyar (Rp 4.000 Trilyun) di Amerika Serikat sebagai hasil Kerja Dari Rumah
(Telework) dan 50% dari waktu kerja selama 1-tahun.
Implementasi telecommuting sangat dipengaruhi oleh kultur masyarakat itu sendiri.
Lalu timbulah pertanyaan, mungkinkah telecommuting dapat diimplementasikan secara
optimal di Indonesia, melihat realita bahwasannya masyarakat Indonesia masih kuat
menganut budaya kerja sama dan gotong royong dan lebih mengutamakan komunikasi secara
langsung (face to face). Menurut Sutriadi (2010), telecommuting dapat dijadikan sebagai
alternatif di dalam penyelesaian permasalahan kota besar tetapi dengan berbagai persyaratan.
Agar telecommuting dapat berjalan dengan baik, diperlukan gaya manajemen yang
baik, yang didasarkan dan ditujukan pada hasil, bukan pengamatan yang mendetil dari
masing-masing karyawan secara individual. Hal ini menunjuk pada manajemen berbasis
tujuan (management by objectives) yang bertolak belakang dengan manajemen berbasis

observasi (management by observation). Manfaat telecommuting antara lain mengurangi


biaya transportasi karena tidak perlu pergi ke kantor, mengurangi kemacetan jalan, sekaligus
mampu meningkatkan working life balance.
Pemanfaatan TI di Telkom
Sebagai Perusahaan yang bergerak dalam bisnis informasi, Telkom senantiasa
berusaha untuk memanfaatkan seluas mungkin penggunaan teknologi dalam pengelolaan
Perusahaan. Hampir seluruh titik dalam value-chain perusahaan telah terintegrasi dalam
jaringan TI. Selain untuk pengoperasian jaringan seluruh infrastruktur alat produksi, semua
aspek penting dalam manajemen perusahaan seperti keuangan, logistik, sumber daya manusia
termasuk juga pelayanan kepada karyawan, pelanggan, pemasok dan pemangku kepentingan
lainnya telah memanfaatkan jaringan TI Telkom.
Manajemen Telkom yakin bahwa penerapan TI secara luas dalam Perusahaan akan
secara langsung meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan menjadi lebih baik lagi
karena

disamping

akan

mendorong

terselenggaranya

prinsip

pokok

transparansi,

akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian dan kewajaran juga akan memudahkan


sosialisasi, pengawasan dan penegakannya (enforcement).
Pembentukan pengendalian umum TI dan pengendalian aplikasi melalui penilaian
risiko telah memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan TI sebagai faktor pendukung dan
instrumen yang memfasilitasi usaha Telkom pada saat ini maupun di masa mendatang.
Kerangka kerja pengelolaan tata kelola IT mengacu pada Control Objectives for
Information and related Technologies (COBIT) yang dituangkan sebagai kebijakan
Keamanan Sistem Informasi (KD 57/Tahun 2007) meliputi:

Informasi, sistem pengolahan data/informasi, jaringan dan sarana penunjang


merupakan aset informasi yang sangat penting bagi Perusahaan;

Penerapan sistem keamanan informasi untuk menjamin integritas aset dan informasi,
sehingga dapat menjaga nilai kompetitif, arus kas, profitabilitas, kepatuhan hukum dan
citra komersial Perusahaan;

Penerapan sistem keamanan informasi meliputi penilaian risiko, penilaian keamanan,


kepatuhan pada peraturan dan hukum dan kebutuhan bisnis; dan

Keberhasilan penerapan sistem keamanan informasi dapat dicapai dengan


menerapkan pemahaman yang sama, pengendalian, pengawasan dan evaluasi terhadap
implementasi kebijakan.

Beberapa contoh praktek tata kelola TI dalam operasi Telkom adalah:


a.

User Access Review, dalam level operasional, hak akses oleh setiap user pada setiap
aplikasi sistem informasi ditetapkan sesuai kewenangannya yang tercantum pada Distinct
Job Manual (DJM) dan setiap perubahan yang terjadi karena adanya perubahan aplikasi,
perubahan organisasi, mutasi karyawan, pensiun karyawan dan lain sebagainya maka
secara berkala dievaluasi untuk memastikan keamanannya;

b.

Password Management, untuk menjamin tidak terjadi penyalahgunaan aplikasi di


tingkatan operasional, secara berkala penggantian password harus dilakukan dengan
standar ketentuan password, dan penyalahgunaanpassword merupakan pelanggaran atas
disiplin pegawai yang mendasar dan akan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam
kebijakan Perusahaan (KR 30/Tahun 2007);

c.

Audit Log/Audit Trail, dalam operasi pengelolaan TI, setiap aplikasi harus memiliki
kemampuan untuk menyimpan setiap transaksi atau kejadian. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin akuntabilitas atas sistem informasi sehingga setiap kejadian dapat dilacak dan
urutan kejadiannya dapat dibuktikan untuk keperluan pendeteksian/pemeriksaan atas
kecurangan, pencegahan atas kejadian yang tidak diinginkan, perbaikan atas kesalahan
dan untuk umpan balik/masukan untuk peningkatan sistem; dan

d.

End User Computing, dalam tingkatan operasional penggunaan aplikasi independen


yang ada pada masing-masing pengguna komputer harus dikelola dan diatur
sesuai standard end user computing yang telah ditetapkan oleh Perusahaan.

Risiko Telecommuting Bagi Perusahaan dan Manajer Kelas Menengah


Kekhawatiran terbesar terkait telecommuting adalah: ketakutan akan kehilangan kontrol;
75% manajer menyatakan mempercayai karyawannya, namun sepertiganya mengaku
perlu melihat kinerja karyawannya untuk memastikan segalanya baik-baik saja.
Hambatan yang menghambat gagasan telecommuting terus tumbuh adalah
ketidakpercayaan terhadap karyawan dan ketidakterhubungan personal di antara para
karyawan.
Telecommuting, bagi sebagian orang dilihat sebagai sebuah pelengkap dari bekerja di
kantor dan bukan kegiatan utama.

Masalah

keamanan

juga

perlu

diperhatikan

ketika

mengimplementasikan

telecommuting. Pada tahun 2006 terdapat kasus pencurian laptop salah seorang
anggota departemen Federal Amerika Serikat. Meski anggota departemen tersebut
bukan seorang telecommuter, kasus ini memunculkan kekhawatiran bekerja di luar
tempat kerja. Sembilan puluh persen eksekutif menganggap telecommuting sebagai
satu konsep yang sangat kurang dalam hal keamanan. Para eksekutif pun
mempermasalahkan pekerjaan kecil yang dibawa dan dikerjakan di luar kantor oleh
para non-telecommuter karena kurangnya pelatihan, alat, dan teknologi yang mereka
miliki.
Beberapa manajer mungkin melihat telecommuting akan menurunkan performa kerja
karyawan di bulan-bulan awal, sebab mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi
kerja yang baru. Menurunnya kinerja karyawan saat melakukan telecommuting juga
diduga diakibatkan oleh kurang memadainya fasilitas perkantoran di luar kantor.
Dapat dikatakan hampir 70 menit setiap harinya di kantor akan dihabiskan dengan
gangguan, bolak-balik ke tempat foto kopi, dan gangguan lainnya. Meski demikian, di
sisi lain produktivitas telecommuter meningkat. Lebih dari dua pertiga karyawan
dilaporkan mengalami peningkatan produktivitas manakala ber-telecommuting. Hasil
survey CompTIA terhadap 212 pekerja dari berbagai sektor (Oktober, 2008).
Manajer lapangan tradisional umumnya tak terbiasa dengan hasil. Hal ini
menyebabkan hambatan yang serius bagi perusahaan yang berupaya mengadopsi
telecommuting di kantornya. Tanggung jawab dan kompensasi pekerja akan menjadi
masalah utama pula. Perusahaan-perusahaan yang akan mengadopsi telecommuting
hendaknya memeriksa masalah hukum lokal, isu-isu persatuan, dan hukum wilayah.
Telecommuting pun memerlukan pelatihan dan pengembangan yang mencakup
evaluasi, simulasi program, pertemuan tim, materi tertulis, dan forum. Pembagian
informasi harus diselaraskan dengan kantor virtual dan proses penyelesaian konflik
harus dikembangkan. Dukungan operasional dan administratif perlu didesain ulang
untuk mendukung lingkungan kantor virtual. Fasilitas-fasilitas pun perlu ditinjau dan
dikoordinasikan dengan baik. Kesimpulan manajer untuk mengimplementasikan
telecommuting pada organisasi adalah untuk menerapkan pendekatan yang bertujuan
mengevaluasi, mengedukasi, mengorganisasi, dan menginformasi para karyawan.
Bekerja secara telecommuting juga dapat berdampak negatif pada karir seseorang.
Survei terkini terhadap 1.300 eksekutif di 71 negara mengindikasikan gagasan
telecommuting tidak terlalu didukung. Karyawan yang lebih sering bekerja dengan

telecommuting akan kurang dipromosikan dalam pekerjaaannya. Perusahaan tidak


akan mempromosikan seseorang hingga seseorang tersebut secara konstan terlihat dan
dapat diukur performanya.
Manfaat Telecommuting Perusahaan dan Manajer Kelas Menengah
Aplikasi telecommuting menawarkan keuntungan yang besar bagi komunitas,
karyawan, dan perusahaan. Bagi komunitas, telecommuting memungkinkan
pengerjaan yang lebih utuh dan penuh (dengan meningkatkan kemampuan bekerja di
lingkungan yang dekat, khususnya bagi mereka para orang tua yang bekerja di rumah,
para penjaga, penyandang cacat, dan penduduk yang tinggal di tempat yang sangat
jauh), mengurangi kemacetan dan kemungkinan kecelakaan, melegakan lalu lintas,
mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK), menghemat bahan bakar, mengurangi
penggunaan energi, memperbaiki kesiapan bencana, dan mereduksi target terorisme.
Namun, untuk perusahaan, telecommuting bisa memperluas dan mengembangkan
bakat karyawan, mengurangi atau menghambat penyebaran penyakit, mereduksi
biaya, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi jejak keluaran karbon dan
penggunaan energi, serta menawarkan metode yang terjangkau untuk melaksanakan
Americans with Disabilities Act (ADA) tahun 1990, mengurangi pergantian dan
absensi, memperbaiki moral karyawan, menawarkan kesinambungan operasionalisasi
strategi, meningkatkan kemampuan karyawan untuk menangani pekerjaan melewati
batas waktu, dan menguatkan kemampuan adaptasi budaya karyawan. Pekerja
telework tetap dapat menghemat pengeluaran hingga USD 20.000 per karyawan.
Guna telecommuting bagi individu, antara lain menciptakan keseimbangan antara
bekerja dengan pekerjaan rumah dengan lebih baik, mengurangi pengeluaran karbon,
menekan penggunaan bahan bakar, menciptakan libur baru dari 15 hingga 25 hari
setahun, dan menghemat sekitar USD 4.000 hingga USD 21.000 per tahun untuk
keperluan bepergian dalam kepentingan pekerjaan. Ketika harga bahan bakar
diasumsikan rata-rata USD 3 per galon, karyawan yang rata-rata bekerja 5 hari dalam
seminggu menghabiskan sekitar USD 138,8 per bulan hanya untuk biaya bahan bakar.
Bilamana 53% dari seluruh pekerja kerah-putih tersebut bekerja telework selama 2
hari dalam seminggu, maka secara kolektif mereka melakukan penghematan 9,7 galon
bahan bakar dan USD 38,2 miliar setahun.
Telecommuting paruh-waktu dengan pekerjaan yang tepat (40%) dan keinginan untuk
melakukannya (79%) akan menyelamatkan dan banyak membantu perusahaan,
komunitas, dan karyawan lebih dari USD 650 miliar per tahunnya. Ini merupakan

hasil dari peningkatan produktivitas, berkurangnya pengeluaran kantor, menurunnya


absensi dan pergantian, berkurangnya aktivitas bepergian untuk kepentingan
pekerjaan, berkurangnya kebutuhan perbaikan jalan, konsumsi bahan bakar semakin
berkurang dan berbagai penghematan lainnya.
Gagasan Penerapan Telecommuting di Telkom
Pada prinsipnya kami setuju dengan penerapan telecommuting di perusahaan Telkom
Jakarta dan yang bertidak sebagai sebagai telecommuter adalah manajer kelas menengah
(middle managers). Manajer kelas menengah merupakan manajer yang menghubungkan
antara manajer atas dan bawah. Mereka berfungsi mengawasi atau memonitoring jalannya
rencana yang telah ditetapkan sama manajer kelas atas.
Menurut hasil riset Indonesia Effort for Environment rata-rata laju kendaraan pada
tahun 2012 adalah 16km/jam sedangakan pertumbuhan kendaraan per hari adalah 1600-2400
unit per hari pada tahun 2013. Permasalah macet tersebut bisa memberikan dampak yang
sangat penting bagi para pekerja. Dampaknya bisa berupa menurunnya produktivitas
karyawan. Sehingga dengan adanya gagasan penerapan telecommuting ini karyawan dapat
meningkatkan produktivitas dan juga dapat mengurangi kemacetan yang terjadi.
Refrensi
Anonim. 2014. Telecommuting. Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Telecommuting
Diakses pada 08 Maret 2015.
Hari

Susanto,

2013.

Sekilas

Telecommuting.

http://hari-cio-

8a.blog.ugm.ac.id/2013/09/30/sekilas-telecommuting/ Diakses pada 08 Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai