A. Gambaran Umum
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu
lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia
bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan
Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di
sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul
sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan
energi sehingga lepas berupa gempa bumi.
Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak
lurus,
berbeda
dengan
pertemuan
lempeng
di
wilayah
Sumatera
yang
yang
sering
sekali
menimbulkan
gempa
tektonik,
memanjang
membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa.
Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah Samudera Hindia ke arah
barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan
kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua
lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan
bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga
beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena
dorongan lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya
hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6
cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring
Gambar P
embentuk
an
Cekungan
Belakang Busur di Pulau Sumatra (Barber dkk, 2005).
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa
Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk
Sumatra searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah
rotasi.
Subduksioblique dan
pengaruh
sistem
mendatar
Sumatra
menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan
Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan
cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan
Sumatra
Utara,
Cekungan
Sumatra
Tengah,
dan
Cekungan
Sumatra
Sumatra
diinterpretasikan
dibentuk
oleh
kolisi
2.
terbentang
antara
akresi
non-vulkanik
punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik backarc Sumatra.
3.
4.
Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk
terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5.
Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada forearc dan back-arc basin.
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur
maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah
struktur utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi,
berarah baratlaut-tenggara atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan
atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah
Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di
Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola Jambi
sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah
timurlaut-baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben
di Cekungan Sumatra Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi
diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode
kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench fault).
Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat.
Pola
Sumatra
sangat
mendominasi
di
daerah
Sub-Cekungan
Palembang
(Pulunggono dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini
berupa perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat
gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah utara-selatan atau Pola
Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya
dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen
teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan
pola perlipatan di permukaan.
trend.
Gambar Fase
Kompresi
Jurasik
Awal
Sampai
Kapur
dan
Elipsoid
Model
Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model
(Pulonggono dkk, 1992).
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen
menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan
bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi
Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
Gambar Fase
Kompresi
Miosen
Tengah
Sampai
Sekarang
dan
Elipsoid
pada
zaman
Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE
menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat
kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar
berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau
depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.
Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan
dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault
yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh.
Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif
Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan
merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus
terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia.
Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng IndiaAustralia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka
Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama
Sesar Semangko.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera
terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian
barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada
umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau.
Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang
bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di
bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu
karang.
lempeng
tersebut
bertabrakan
dan
menghasilkan
penunjaman
Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit
oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk
sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan
tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor,
disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi.
Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen,
hingga terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan
sedimen, yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera
terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian
barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada
umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau.
Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang
bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di
bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu
karang.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta
tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan
relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar
lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng
India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun
secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan
tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun
pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam
Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok
sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses
tumbukan
ini,
menurut
teori
indentasi
pada
akhirnya
mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan
Pulau
Sumatera
menunjukkan
bahwa
kemiringan
penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (transtension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
D. Periode Tektonik Pulau Sumtera
Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3
daerah berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan
Bengkulu yang menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu
central basin dan cekungan Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin.
Berikut adalah penjelasan masing masingperiode yang terjadi di masing
masing cekungan tersebut.
a.
volkanik).
Berdasarkan
berbagai
kajian
geologi,
disepakati
bahwa
Pegunungan Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah
barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu
adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidakada forearc basin Bengkulu
sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum Miosen Tengah, atau
Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan
Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen,
setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan
Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan
forearc dan CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang
busur).
Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera
Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu.
Dapat diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama.
Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan
Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat
yang sama di Cekungan SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi,
Palembang,
Lematang,dan
Kepahiang).
Tetapi
setelah
Neogen,
Cekungan
pengangkatan
dan
inversi.Secara
tektonik,
mengapa
terjadi
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa
Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa PlioPlistosen(De
Coster,
1974).Heidrick
dan
Aulia
(1993),
membahas
secara
(sagphase),
diikuti
oleh
pembentukan
Dextral
Wrench
Fault
menyebutkan
bahwa
daerah
Cekungan
Sumatera
Selatan
daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi olehsingkapan
Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda (Sunda Shield),
sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara dibatasi
oleh
Tinggian
Lampung.Menurut
De
Coster,
1974
(dalam
Salim,
1995),
Pulunggono,1992
(dalam
Wisnu
dan
Nazirman
,1997),
fase
ini
ini
menghasilkan
juga
terjadi
sesar
pengangkatan
mendatar
Pegunungan
Semangko
yang
Bukit
Barisan
berkembang
yang
sepanjang
E. Kesimpulan
Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem
Subduksi Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem
Sesar Sumatera (Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh
Robert Hall (2000), awal pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta
tahun lalu (awal Eosen). Sedikitnya terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang
tiap segmen 60-200 km; yang merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatera
(Sumatera Fault System) dengan panjang 1900 km. Danau Toba yang berada di
pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata Super Volcano dan merupakan
sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).