Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan hal terpenting penunjang kehidupan. Segala aspek kegiatan memerlukan
air sebagai bahan pokok dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Selain itu tubuh
makhluk hidup sebagian besar adalah air sehingga tubuh sangat bergantung dengan air.
Air di bumi sangat melimpah, hal ini dapat dilihat dengan begitu luas lingkungan
perairan di bumi dan lebih dari 98% air yang ada di bumi terdapat di bawah permukaan
tanah di bawah pori-pori batuan.
Air yang letaknya berada di bawah permukaan tanah biasa disebut dengan air tanah
biasa disebut dengan air tanah. Contoh air tanah seperti sumur bor, sumur gali dan
sumur patek. Selain air tanah, juga air permukaan. Air permukaan merupakan air yang
berada di atas permukaan tanah misalnya, danau dan sungai. Kehidupan makhluk hidup
bergantung dengan pasokan air yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah.
Jika air tersebut terkontaminasi dengan zat-zat berbahaya maka proses kehidupan serta
berbagai kegiatan akan terganggu. WHO memperkirakan 80% penyakit di dunia
bersinggungan dengan sanitasi dan air yang tidak layak. Namun demikian sampai saat
ini sebagian besar kebutuhan air masih mengandalkan dari sumber air permukaan. Oleh
karena itu, sumber air permukaan perlu dikelola dengan baik sehingga mampu
memberikan manfaat baik
Sampai saat ini air permukaan masih merupakan sumber air yang memberikan
konstribusi terbesar untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik untuk memenuhi
kebutuhan langsung hidupnya maupun sebagai sumber air irigasi untuk kegiatan
budidaya pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan maupun peternakan).
Dengan demikian pemanfaatan air permukaan sebagai sumber air irigasi perlu dikelola
dengan baik sesuai dengan potensinya sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari.

Dalam rangka memenuhi persyaratan kualitas air, maka perlu dilaksanakan kegiatan
pemeriksaan

kualitas

air

yang

diselenggarakan

secara

terus

menerus

dan

berkesinambungan agar air yang digunakan terjamin kualitasnya, sesuai dengan


persyaratan kualitas air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air
sehingga tercapai kualitas yang diinginkan sesuai fungsi peruntukannya untuk
menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisis alamiahnya. Salah satunya dengan
teknik sampling air, yang dapat digunakan untuk memperoleh efisiensi dan efektivitas
dalam pelaksanaan pemeriksaan, agar hasil pemeriksaannya dapat dipertanggung
jawabkan kualitas mutunya.
Oleh karena itu, praktikum ini dilaksanakan agar mahasiswa mengetahui teknik
pengambilan sampel air permukaan yang baik dan benar serta mengetahui cara
menggunakan alat-alat untuk pengambilan sampel dan cara pengukuran parameter air.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara penggunaan alat pengambil sampel air permukaan beserta alat
pengukur parameternya.
2. Mengetahui faktor-faktor mempengaruhi pengambilan sampel air permukaan.
3. Untuk dapat dibandingkan kualitas air Sungai Karang Mumus dengan standar baku
mutu kualitas dan pengendalian pencemaran air.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Permukaan


Air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air, sungai,danau,
lahan basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air bawah tanah atau air
atmosfer. Air permukaan secara alami terisi melalui presipitasi dan secara alami
berkurang melalui penguapan dan rembesan ke bawah permukaan sehingga menjadi air
bawah tanah. Meskipun ada sumber lainnya untuk air bawah tanah, yakni air jebak dan
air magma, presipitasi merupakan faktor utama dan air bawah tanah yang berasal dari
proses ini disebut air meteor. Air permukaan merupakan sumber terbesar untuk air
bersih (Anonim, 2011).

Salah satu jenis air permukaan yang banyak ditemui dan dimanfaatkan adalah sungai.
Sungai merupakan tempat mengalirnya air tawar. Air yang mengalir lewat sungai bisa
berasal dari air hujan, bisa berasal dari mata air atau bisa juga berasal dari es yang
mengalir (Gletser). Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam
yaitu: sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran.
a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air.
Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es. Contoh sungai
yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es saja boleh dikatakan tidak
ada, namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Pegunungan
Himalaya) dan hulu sungai Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen)
dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini.
c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari
hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan
sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).
(Anonim, 2011)

Berdasarkan debit airnya (volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu
sungai permanen, sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral.
a. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di
Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
b. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak
terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa
Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai
Brantas di Jawa Timur.
c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada
musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau
Sumba.
d. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja
pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
(Suyono, 1984)

Berdasarkan struktur geologinya sungai dibedakan menjadi dua yaitu sungai anteseden
dan sungai sungai superposed.
a. Sungai Anteseden, adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya
walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini terjadi karena
kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang merintanginya.
b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya
dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.
(Asdak, C. 2002)

2.2 Standar Baku Mutu Air


Kualitas air dinyatakan sebagai mutu air. Mutu air diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Masing-masing kelas air mempunyai criteria atau tolok ukur mutu air
yang berbeda yang menunjukkan bahwa air dinilai masih layak untuk dimanfaatkan
bagi peruntukkan sesuai kelasnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan
kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi
kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya, hal ini
dikarenakan air sebagai komponen lingkungan hidup akan memepengaruhi dan
dipengaruhi oleh komponen lainnya.
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, sumber air diklasifikasikan ke dalam 4 (empat)
kelas mutu air, yaitu:
a. Kelas Satu, yaitu air yang dapat digunakan untuk air minum, dan atau
diperuntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
b. Kelas Dua, yaitu air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau
diperuntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
c. Kelas Tiga, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau diperuntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas Empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi tanaman, dan atau
diperuntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

2.3 Jenis-jenis Sampel Air


Jenis-jenis sampel air dapat dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut:
1. Sampel sesaat (Grab Sample)
Yaitu sampel yang diambil secara langsung dari bahan air yang sedang dipantau.
Sampel ini hanya menggambarkan karakteristik air pada saat pengambilan sampel.
2. Sampel Komposit (Composite Sample)
Yaitu sampel campuran dari beberapa waktu pengamatan. Pengambilan sampel
komposit dapat dilakukan secara manual ataupun secara otomatis dengan

menggunakan peralatan yang dapat mengambil air pada waktu-waktu tertentu dan
sekaligus dapat mengukur debit air. Pengambilan sampel secara otomatis hanya
dilakukan jika ingin mengetahui gambaran tentang karakteristik kualitas air secara
terus-menerus.
3. Sampel gabungan tempat (Integrated Sample)
Yaitu sampel gabungan yang diambil secara terpisah dari beberapa tempat, dengan
volume yang sama.
(Effendi, 2003)

2.4 Teknik Sampling Air


Data hasil pengujian parameter kualitas lingkungan harus dapat pertanggung
jawabkan baik secara ilmiah maupun hukum karena data tersebut dapat digunakan
sebagai dasar perencanaan, Evaluasi, maupun pengawasan yang sangat berguna bagi
para pengambil keputusan, perencanaan, penyusunan program baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah dalam menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
selain itu hasil pengujian dapat sebagai informasi adanya pencemaran lingkungan pada
daerah tertentu atau pembuktian kasus lingkungan dalam rangka penegakan hukum
lingkungan (Susrianti, 2011).
Mengingat pentingnya data hasil pengujian parameter kualitas lingkungan tersebut,
maka proses pengambilan contoh yang merupakan langkah awal dalam menghasilkan
data kualitas lingkungan, harus mempertimbangkan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku
dan peraturan undang-undang yang berlaku. Jika proses pengambilan contoh
lingkungan dilakukan kurang tepat maka peralatan secanggih apapun yang digunakan
tidak dapat menghasilkan data yang mengambarkan kondisi kualitas lingkungan yang
sesungguhnya kecuali hanya data dari contoh yang representative (Susrianti, 2011)
Dalam praktik pengumpulan limbah dilakukan dalam wadah dengan persyaratan
sebagai berikut:
1. Wadah plastik yang merupakan korosif
2. Volume wadah harus di sesuaikan dengan kategori limbah
3. Wadah harus menjamin keselamatan

4. Pemberian label harus sesuai dengan kategori limbah.


5. Instruksi untuk menyimpan atau untuk masing-masing kategori limbah harus
disertakan contohnya. simpan pada pH kurang dari 7 dll.
(Susrianti, 2011)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh adalah mendapatkan
sampel/contoh uji yang benar-benar representatif, menghindari kontaminasi pada contoh
dan mencegah degradasi analit sebelum contoh sampai di laboratorium.
I.

Prosedur Sampling
Secara garis besar prosedur sampling terdiri dari :
Perencanaan sampling, persiapan sampling dan pelaksanaaan sampling termasuk
jaminan mutu dan pengendalian mutu sampling. Prosedur sampling harus dituangkan
secara tertulis (Protokol Sampling) meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

II.

Pengambilan
Pelabelan
Pengawetan
Transpor
Penyimpanan
Dokumentasi

Perencanaan Sampling
Beberapa hal yang perlu dalam perencanaan sampling adalah :

III.

a.

Menentukan tujuan, Minsalnya untuk penelitian, Pemantauan dll

b.

Menentukan petugas sampling

c.

Menentukan tipe sampel/contoh uji

d.

Menentukan frekwensi sampling

e.

Pengendalian Mutu yang di perlukan

f.

Menentukan parameter dan lokasi sampling

g.

Menentukan pengawet yang di perlukan

h.

Pengamanan contoh di lapangan

i.

Menentukan penyimpanan dan batas waktu simpan


Persiapan Sampling

Setelah perencanaan sampling dibuat, persiapan yang harus dilakukan sebelum


pengambilan contoh dilapangan adalah :
a. Menyiapkan dan mencuci wadah contoh yang diperlukan hingg bebas dari
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

kontaminasi
Membuat bahan pengawet yang diperlukan
Menyiapkan label yang dibutuhkan
Mencuci alat pengambil contoh
Menyiapkan dokumentasi dan alat tulis yang diperlukan
Menyiapkan Formular Rekaman Lapangan
Menyiapkan Air Suling/Blangko
Menyiapkan dan mengkalibrasi alat pengukur parameter lapangan

IV.Pelaksanaan Pengambilan Contoh


Beberapa tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam pengambilan contoh dilapangan
sampai contoh sebelum dibawa dan dianalisis di laboratorium, yaitu :
a.
b.
c.
d.

Menyiapkan wadah contoh


Membilas alat pengambil contoh dengan air suling.
Membilas alat pengambil contoh sebanyak 3x dengan contoh yang akan di ambil.
Mengambil contoh sesuai sesuai titik sampling dan memasukanya ke dalam wadah

yang sesuai.
e. Melakukan dan memberi bahan pengawet yang sesuai ke dalam contoh yang sudah
f.
g.
h.
i.

diambil.
Memberi label pada wadah contoh
Mengamankan contoh serta wadahnya misalnya disegel dengan benar.
Mengukur parameter lapangan.
Mencatat kondisi lapangan.
(Susrianti, 2011)

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 23 November 2013 pukul 09.00
11.00 WITA, bertempat di Sungai Karang Mumus, Kelurahan Gunung Lingai,
Kecamatan Samarinda Utara.
3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
1. pH meter
2. Botol air mineral untuk mengambil sampel

3. Conductivity Meter
4. Ember
5. Meteran (30 meter)
6. Tongkat pipa 3 meter
7. Botol air mineral
8. Kamera
9. Alat tulis
10. Stopwatch
11. Baterai AAA 3 buah
12. Bola
13. Pelampung
14. Penggaris
3.2.2 Bahan
1. Sampel Air
2. Akuades
3. Tissue

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Perhitungan Laju Aliran Sungai
1. Disiapkan bola sebagai pelampung, stopwatch, dan alat-alat lain yang digunakan.
2. Dilepaskan bola di bagian hulu sungai dan dibiarkan mengalir hingga ke hilir
dengan jarak 3 meter.
3. Dilakukan pengukuran kecepatan aliran sungai sebanyak 20 kali pengulangan.
4. Diamati dan dicatat perolehan waktu yang ditempuh pelampung hingga ke hilir pada
tiap pengulangan.
3.3.2 Perhitungan Profil Sungai
1. Disiapkan alat-alat yang akan digunakan.
2. Ditentukan lokasi pengukuran lebar sungai.
3. Direntangkan meteran sepanjang lebar sungai.
4. Diukur lebar sungai pada titik penampang basah dan penampang kering.
5. Dicatat angka yang diperoleh dan didapat lebar sungai.
6. Dibagi lebar sungai menjadi beberapa segmen dengan ukuran yang sama besar.
7. Diukur kedalaman masing-masing titik dengan menggunakan tongkat kayu yang
telah ditempeli meteran.
8. Dicatat kedalaman masing-masing titik.
9. Dihitung luas penampang sungai dengan menggunakan rumus.
3.3.3 Pengambilan sampel air
1. Disiapkan alat-alat yang digunakan.
2. Ditentukan titik pengambilan sampel yang mewakili keadaan sungai.
3. Dimasukkan botol sampel sekitar 20 cm ke dalam air, diisi hingga tidak ada
gelembung udara lagi di dalam botol sampel dan ditutup selagi masih di dalam air.

3.3.4

Pengukuran sampel dengan pH meter


1. Disiapkan sampel air dan alat-alat yang akan digunakan.
2. Dibuka penutup pH meter dan dicelupkan ke sampel air hingga terendam batas
hitam pada alat.
3. Ditekan tombol on.
4. Dibiarkan beberapa saat hingga alat stabil dan dicatat skala pH yang ditunjukkan
5. Ditutup dan dipasang elektroda pH meter.

3.3.5 Pengukuran sampel dengan Conductivity Meter


1. Disiapkan alat-alat yang akan digunakan.
2. Dibilas beaker glass dengan akuades dan dikeringkan.
3. Diisi beaker glass dengan air sampel hingga penuh, kemudian dikurangi air hingga
tersisa dari beaker glass.
4. Dicelupkan alat dan dibiarkan beberapa saat hingga alat stabil (alat harus dalam
keadaan tidak goyang).
5. Dicatat angka yang ditunjukkan alat.
6. Dibersihkan beaker glass, dibilas akuades dan dikeringkan

3.3.6
1.
2.
3.
4.

Pengambilan Plankton dari Air Permukaan


Disiapkan alat-alat yang digunakan yaitu ember dan Plankton Net
Dibilas Plankton Net dan botolnya dengan akuades.
Ditentukan titik pengambilan sampel yang mewakili keadaan sungai
Dimasukkan air sungai ke dalam Plankton Net dengan menggunakan ember

sebanyak 10 kali pengisian


5. Dilepaskan botol dari Plankton Net, ditutup dan dikondisikan jika akan dibawa ke
laboratorium.
6. Bawa air sampel ke lab untuk diamati
7. Diamati di bawah mikroskop

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Kecepatan Aliran
4.1 Tabel Kecepatan Aliran

No

Waktu (s)

Kecepatan

20,73
23,06
24,02
24,49
25,56
21,51
21,30
17,46
17,09
22,24

(m/s)
0,48
0,43
0,42
0,41
0,39
0,46
0,47
0,57
0,59
0,45

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

No
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Waktu (s)

Kecepatan

16,92
19,32
19,45
22,17
16,68
20,07
26,10
35,07
24,77
22,11

(m/s)
0,59
0,52
0,51
0,45
0,59
0,49
0,38
0,29
0,40
0,45

Keterangan: Jarak ( 10 Meter)


4.1.2 Kedalaman Sungai (Jarak tiap segmen 1 m)
Panjang penampang kering
= 44m
Panjang penampang basah
= 23 m

4.2 Tabel Kedalaman Sungai

Titi

Kedalaman

Titik

Kedalaman

k
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

(m)
1,03
1,68
2,89
2,40
2,38
2,37
2
1,98
1,97
1,7

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

(m)
1,55
1,8
1,89
1,94
1,9
1,43
2
1,83
1,38
0,83

11

1,8

22

0,57

4.1.3 Hasil Pengukuran Sampel Air


4.3 Tabel Pengukuran Sampel Air

pH
6,99

Suhu
27 o C

Konduktivitas
1

4.2 Perhitungan
4.2.1

Kecepatan aliran sungai

v=

v 1+ v 2+ v 3+ v 4+ + vn
n

v=

v 1+ v 2+ v 3+ v 4+ v 5+v 6+ v 7+ v 8+ v 9+ v 10+v 11+ v 12+ v 13+ v 14 +v 15+ v 16+ v 17+ v 18+v 19+
20

(0,48+ 0,43+0,42+0,41+0,39+0,46+ 0,47+0,57+ 0,59+0,45+0,59+0,52+ 0,51+ 0,45+0,59+0,49+0

0,47

4.2.2

A=

m
s

Luas Penampang Sungai

[(

(l 1 xk 1)
(l1+l 2) xk 2
( l 2+ l3 ) xk 3
( l 3+l 4 ) xk 4
( l 4 +l5 ) xk 5
( l 5+l 6 ) xk 6
( l 6+
+
+
+
+
+
+
2
2
2
2
2
2

)(

l = jarak antarsegmen
k = kedalaman

)(

)(

)(

)(

)(

A=

[(

( 2m x 1,68)
(3 m x 2,89)
(4 m x 2,4) (5 m x 2,38 m) (
1 m x 1,03 m m2 uran s
7
+
+
+
+
+ 2 ) +
2
2
2
2
2

)(

)(

)(

)(

= 200,27m2
4.2.3

Laju Aliran (Debit) Sungai

Q = Ax V
= 200,27m2 x 0,47 m/s = 94,17 m3/s.
4.3 Gambar Profil Kedalaman Sungai

4.4 Grafik Kedalaman Sungai


4.1 Grafik Kedalaman Sungai
0

10

15

20

25

0
0.5
1
kEDALAMAN 1.5
2

Linear ()

2.5
3
3.5
GRAFIK KEDALAMAN SUNGAI

4.5 Pembahasan
Pada praktikum Sampling Air Permukaan di Sungai Karang Mumus, Sungai Karang
Mumus memiliki dasar sungai berupa lumpur. Sungai Karangmumus mengalir
sepanjang tahun dan bermuara ke Sungai Mahakam. Kondisi air sungai tersebut secara

fisik berwarna kecoklatan, keruh, berbau tidak sedap, dan sedikit berbuih. Sungai yang
memiliki kedalaman 2 m dan memiliki arus yang cukup deras sehingga pada saat
praktikum menyebabkan praktikan kesulitan melaksanakan praktikum secara optimal.
Praktikum Sampling Air Permukaan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 November
2013 pada jam 09.00 11.30 WITA. Pada awal praktikum dilaksanakan dengan cuaca
yang cerah sehingga praktikum berjalan dengan lancar. Pada pertengahan praktikum
kondisi cuaca berubah mendung disertai hujan rintik sehingga pelaksanaan praktikum
berjalan dengan tidak maksimal dan terdapat beberapa tahapan praktikum yang tidak
dilaksanakan, seperti pengukuran kekeruhan air, kecepatan angin, pengambilan plankton
dan benthos.

Gambar Profil Sungai Karang Mumus

Warna air Sungai Karang Mumus yang keruh, dikarenakan zat padat tersuspensi, yang
bersifat organik dan anorganik. Zat organik berasal dari pelapukan tanaman dan juga
hewan dan zat anorganik berasal dari pelapukan batuan dan logam. Air Sungai Karang
Mumus yang berbau kurang sedap mengandung bahan organik yang mengalami
penguraian oleh mikroorganisme air. Jadi, karena adanya bakteri di air menyebabkan air
berbau kurang sedap.
Terdapat beberapa penyebab air sungai menjadi berbuih yaitu:
a. Tingginya kadar organik terlarut dalam air.
b. Terjadi peningkatan kadar gas CO2 dan banyak plankton yang mati. Selain air yang
berbusa, kondisi ini biasanya juga menyebabkan air sungai menjadi keruh dan pekat.
Pada pengukuran debit Sungai Karang Mumus, pertama dicari luas penampang sungai
dan kecepatan aliran dari sungai. Luas penampang sungai ini tidak dapat diukur secara

tepat karena kontur sungainya yang tidak beraturan. Luas penampang sungai hanya
dapat diukur dengan menggunakan cara mengukur lebar sungai dan kedalaman pada
beberapa titik penampang melintang basah sungai dan membagi dalam beberapa
segmen hingga memenuhi bentuk dasar yang sederhana untuk mempermudah
perhitungan. Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan pipa ukur,
sedangkan

kecepatan aliran diukur dengan menggunakan bola at. Teknik yang

digunakan dalam pengambil jenis sampel ini adalah sampel sesaat (Grab Sample).
Sampel sesaat mewakili keadaan air pada suatu saat dari suatu tempat. Suatu sumber air
mempunyai karakteristik yang tidak banyak berubah di dalam suatu periode atau di
dalam batas jarak waktu tertentu maka sampel sesaat tersebut cukup mewakili keadaan
waktu dan tempat tersebut. Pemeriksaan parameter tertentu memerlukan metode sesaat
seperti pengukuran pH, suhu, kekeruhan dan kadar padatan terlarut.
Hasil dari praktikum Sampling Air Permukaan yang didapat bahwa profil penampang
sungai diketahui lebar penampang kering sungai 44 meter, lebar penampang basah
sungai 22 meter, kecepatan arus sungai 0,47 m/s, luas penampang sungai 38,51 m 2 dan
debit air 18,09 m3/s. Kualitas air Sungai Karang Mumus di Kelurahan Gunung Lingai
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 nilai pH air sungai 6,99
yang berarti nilai tersebut masih berada di kisaran baku mutu yang telah ditetapkan,
sedangkan suhu didapat 27oC dan Conductivity 1.
Terjadi beberapa kendala pada saat praktikum Sampling Air Permukaan, yaitu:
a. Praktikan kesulitan dalam pengukurang kedalaman air, dikarenakan dasar sungainya
lumpur.
b. Terjadi hujan pada saat melakukan praktikum sehingga menghambat praktikan
kesulitan dalam pengukuran yang menyebabkan pengukuran tidak berjalan dengan
maksimal.
c. Kurangnya peralatan praktikum sehingga pengukuran tidak dapat dilakasanakan
secara keseluruhan dan maksimal seperti tidak adanya alat untuk mengukur
kecepatan arus sungai, pengambilan sampel plankton dan benthos menggunakan
Plankton Net, pengukuran kekeruhan air menggunakan Turbidity Meter dan
pengukuran kecepatan angin menggunakan Anemometer.
d. Arus air sungai yang deras mempersulit pada saat pengukuran kedalaman.

e. Kurangnya praktikan yang mahir dalam berenang, sehingga hanya beberapa orang
yang langsung masuk ke dalam sungai untuk menghitung lebar dan kedalaman
sungai.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Alat-alat untuk mengukur parameter-parameter air seperti pH meter untuk
mengukur pH air, conductivity meter untuk mengukur TDS dan suhu, turbidity
meter untuk mengukur kekeruhan pada air, depth meter untuk mengukur kedalaman
air, dan plankton net untuk melihat plankton yang ada didalam air.
2. Faktor yang perlu diperhatikan ialah kesterilan alat dan bahan yang digunakan, karena
sangat penting pada saat pelaksanaannya, gunanya untuk menghindari akan terjadinya
kontaminasi air sampel dengan mikroba lainnya.
3. Kualitas air Sungai Karang Mumus di Kelurahan Gunung Lingai dibandingkan
dengan Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 nilai pH air sungai 6,99 yang berarti
nilai tersebut masih berada di kisaran baku mutu yang telah ditetapkan, sedangkan
suhu didapat 27oC dan Conductivity 1.

5.2 Saran
1. Sebaiknya peralatan di laboratoriom lingkungan lebih dilengkapi lagi agar praktikan
dapat maksimal dalam melakukan pengukuran parameter-parameter air.
2. Sebaiknya, praktikum tidak hanya dilakukan Sungai Karang Mumus, tetapi juga di
hilir Sungai Mahakam, sehingga kita bisa mengetahui kelayakan air yang sering
digunakan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2011. http://air.bappenas.go.id/modules/doc/pdf_download. Diakses pada


tanggal 26 November 2013 pada pukul 20.29 WITA
2. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
3. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta.
4. Sutrisno, Totok. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Gramedia: Jakarta.
5. Susrianti. Y. Rita. 2011. Teknik sampling air. Badan Lingkungan Hidup: Bengkulu
Utara.
6. Suyono. 1984. Pemantauan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ditinjau Dari Segi
Hidrologi. Seminar Hidrologi Fakultas Geografi UGM: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai