Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
Benign Prostat Hyperplasia.
Laporan kasus ini disusun untuk memperdalam materi mengenai Benign Prostat
Hyperplasia berdasarkan tinjauan pustaka dan dari berbagai buku ajar ilmu bedah.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada dokter pembimbing dr. Yusuf
Saleh Bazed, Sp.BU dan juga rekan-rekan yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, 27 Desember 2014

Penulis

BAB I
KASUS

IDENTITAS
Nama

: Tn.S

Umur

: 79 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Status
Agama

: Menikah
: Islam

Alamat

: Jl. H Ung, Kemayoran Jakarta Pusat

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Tgl MRS

: 22-12-2014

ANAMNESA (Autoanamnesa) Tgl 23-12-2014


Keluhan Utama
Tidak bisa BAK 1 bulan yang lalu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke RSIJ dengan keluhan tidak bisa BAK 1 bulan SMRS bila tanpa kateter,
saat dating ke RSIJ os sudah terpasang kateter. Saat BAK terasa nyeri, warnanya keruh, tidak ada
darah. Kemarin pagi pasien mengeluh sakit perut dan demam lalu menggigil. Mual (+), muntah
(-), pusing (-), lemas (+), nyeri daerah pinggang (+). BAB cair dari semalam. Sebelumnya pasien
mengeluh sulit BAK, setiap kali kencing pasien memerlukan waktu lama untuk mulai kencing,
harus mengedan kencing, kencing menetes dan setelah kencing masih terasa ada sisa. Nyeri saat
BAK. BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Sakit seperti ini baru dialami 1 bulan terakhir.


2

Riwayat DM (-) Penyakit jantung (-) Hipertensi (-) Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal, Riwayat DM (-) Penyakit jantung (-)
Hipertensi (+) Asma (-)

Riwayat Pengobatan
Sudah pernah berobat ke RS lain namun tidak ada perbaikan, pasien mangaku sudah
dilakukan pemasangan kateter. Saat ini pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan lain

Riwayat Alergi
Disangkal

Riwayat Psikososial :
Pasien suka minum kopi 1 gelas belimbing/hari setiap pagi, tidak merokok dan tidak
minum alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit

Kesadaran

: compos mentis

Tanda Vital

TD
HR
RR
Suhu

:110/980 mmHg
:96x/menit
:20x/menit
:37.5o C

BB

: 49 kg

TB

: 160 cm

Status Generalis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Tidak ada deformitas, epistaksis (-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)

Thorax

: Bentuk dan gerak simetris normal


Cor

: iktus cordis tidak terlihat, bunyi jantung murni reguler, Murmur


(-), Gallop (-)

Pulmo

: bentuk dan gerak simetris normal, pada perkusi Sonor, Vesikuler


(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi

: Distensi abdomen (-), asites (-)

Auskultasi

: Bising usus normal

Palpasi

: nyeri tekan (-) di suprapubis, nyeri lepas (-),Hepatomegali (-),


splenomegali (-)

Perkusi: Timpani pada kuadrat abdomen

Ekstremitas
Ekstr. Atas

:
: Akral hangat, RCT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

Status Lokalis
Rectal Toucher

Inspeksi : Sekitar anus tidak tampak skin tag/hemorroid, Tidak ada darah mengalir,tidak
ada massa, ataupun luka.

Palpasi : Mukosa licin, tonus sfingter ani baik, permukaan rata, nyeri tekan (-), teraba
prostat grade III, konsistensi kenyal, sulkus medianus menghilang, pole atas teraba,
nodul (-) dan tidak nyeri tekan.

Handscoon : darah (-), lendir (-), feses (+) sedikit

RESUME
Pasien laki-laki 79 tahun dengan keluhan tidak bisa BAK 1 bulan SMRS bila tanpa
kateter. Saat BAK terasa nyeri, warnanya keruh, tidak ada darah. Pasien mengeluh sakit perut
dan demam lalu menggigil. Mual (+), lemas (+), nyeri daerah pinggang (+). BAB cair dari
semalam. Sebelumnya pasien mengeluh sulit BAK, setiap kali kencing pasien memerlukan
waktu lama untuk mulai kencing, harus mengedan kencing, kencing menetes dan setelah kencing
masih terasa ada sisa. Nyeri saat BAK.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamik stabil, terpasang foley kateter, pada
pemeriksaan RT ditemukan tonus spingter ani dan BCR normal, teraba pembesaran prostat grade
II dengan konsistensi kenyal, sulkus mediana tak teraba, pole atas teraba.

DIAGNOSA KERJA
Retensio Urin e.c Benign Prostatic Hyperplasia

Diagnosa Differential
Retensio Urin e.c Batu Buli-buli
Retensio Urin e.c ISK
Retensio Urin e.c Striktur uretra

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah lengkap
Urin lengkap
Fungsi ginjal
5

Foto polos abdomen


USG urologi
Cystografi

HASIL
Tanggal 22 Desember 2014

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Hemoglobin

12,1

g/dL

13,2-17,3

Jmlh Leukosit

14,05

Ribu/uL

3,80-10,60

Hematokrit

36

40-52

Jmlh Trombosit

158

Ribu/uL

150-440

Eritrosit

4,04

10^6/uL

4,40-5,90

MCV/VER

88

fL

80-100

MCH/HER

30

Pg

26-34

MCHC/KHER

34

g/dL

32-36

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Glukosa Darah
Sewaktu

136

mg/dL

70-200

Natrium (Na)
Darah

137

mEq/L

135-147

Kalium (K) Darah

2,5

mEq/L

3,5-5,0

Clorida (Cl) Darah

100

mEq/L

94-111

USG

PENATALAKSANAAN
Harnal (tamsulosin HCl) 0,4 mg 1 x /hari
Paracetamol 500 mg 2x1
Rencana TUR Prostat
7

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal

23-12-2014
Matahari Dua

24-12-2014
HCU

25-12-2014
Matahari Dua

26-12-2014
Matahari Dua

Demam (+)
BAB cair, 2x,
berwarna cokelat,
darah (-)
Os mengatakan
setuju dilakukan op
TURP
TD
:110/980
mmHg
HR
:96x/menit
RR
:20x/menit
Suhu :37.8o C

Demam (-), Flatus (+),


Os merasa lega setelah
dilakukan
operasi,
BAB (-)

Mual (+), Muntah (-),


Sesak (-).
Air Seni berwarna
keruh, darah (-)
BAB cair saat pukul
03.00, 1x

Batuk, Dahak (+)


Pusng (+)
BAK betwarna keruh
BAB t.a.k

TD
:90/70 mmHg
HR
:72x/menit
RR
:18x/menit
Suhu :36,5o C
Terpasang DC (+)

TD
:120/80 mmHg
HR
:78x/menit
RR
:20x/menit
Suhu :36,5o C
Terpasang DC (+)

TD
:130/80
mmHg
HR
:80x/menit
RR
:20x/menit
Suhu :36,8o C

LAB:
Hb: 10,8 g/dL
Ht : 32%
Trombosit : 86000
Leukosit : 13.020
8

Retensio Urin e.c Post OP TURP


BPH pro TURP
POD I

Post OP TURP
POD II

Post OP TURP
POD III

Persiapan TURP

Ceftriaxone 2 x 1 gr
Novalgin 3x1
Paracetamol 3x500 mg
(Bila demam)
KSR 3x1

Ceftriaxone 2 x 1 gr
Novalgin 3x1
Paracetamol 3x500
mg (Bila demam)
KSR 3x1

EKG

Ceftriaxone 2 x 1 gr
Novalgin 3x1
Paracetamol 3x500 mg
(Bila demam)
KSR 3x1

HASIL EKG

Dilakukan TURP tanggal 23 Desember 2014


Operator : dr. Rochani, Sp.BU
Lapaoran :
-

Spinal Anastesi

A dan antiseptic dengan betadine

Dilakukan TUR Prostat Obturator 24F, dikeluarkan dengan ellik evakuator

Perdarahan di couter, dipasang kateter foley 24 F di drip NaCl 0,9%

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTAT HYPERPLASI

PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli dam membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal
(1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona ,antara lain : zona perifer, merupakan 70
% bagian volume dari kelenjar prostat dewasa muda, zona sentral, sebanyak 25 %, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat
10

berasal dari zona transisional, 60 70 % pertumbuhan karsinoma prostat (CaP) berasal dari zona
perifer, 10 20 % berasal dari zona transisional dan 5 10 % dari zona sentral(McNeal et al,
1988).2

EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya
berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan peningkatan kirakira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria dengan umur
51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80 tahun(Berry et al, 1984). 1,2 Walaupun
bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga berhubungan
dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25% pria mengeluhkan gejala voiding
symptoms. Pada umur 75 tahun, 50% dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan
jumlah dari pembuangan urin. Faktor resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa
hasil studi menyebutkan predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi perhatian pada
perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang telah menjalani operasi
pembedahan BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini paling
banyak merupakan bentuk autosomal dominan trait(Sanda et al, 1994).2,4

ETIOLOGI
Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor yang erat
kaitannya dengan BPH yaitu; peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua) (McConnell, 1995). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya ketidakseimbangan antara
estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, 4) berkurangnya
kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.2,3,4

1) TEORI DIHIDROTESTOSTERON
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel prostat oleh
enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-RA pada inti
sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan
sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
11

sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2) KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA ESTROGEN TESTOSTERON


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat(apoptosis). Hasil
akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru
akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

3) INTERAKSI SEL STROMA DAN EPITEL


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4) BERKURANGNYA KEMATIAN SEL PROSTAT


Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan
normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat
terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel
prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5) TEORI SEL STEM


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
12

keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang
terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel
pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

EMBRIOLOGI
Prostat berkembang sebagai multipel padat yang tumbuh dari epitelhium urettra atas dan
bawah dari pintu masuk saluran duktus mesonephric. Bagian yang simpel dari tubulus ini mulai
berkembang dari menjadi 5 bagian pada saat terakhir minggu ke 11 dan selesai pada minggu ke
16. Mereka bercabang-cabang hingga berakhir dengan suatu sistem pembuangan kompleks yang
terdiri dari differensiansi sel mesenchymal disekitar segmen dari sinus urogenital. Sel
mesenchymal ini mulai berkembang lagi disekitar tubulus mulai dari 16 minggu dan menjadi
lebih ke perifer untuk membentuk kapsul prostatik. Pada umur 22 minggu sel stroma muskular
berkembang secara bertahap dan proses ini berlanjut terus meningkat hingga kelahiran.2
Dari 5 bagian kumpulan sel-sel epitel, terbentuk 5 lobus; anterior, posterior, median dan 2
lobus lateral. Awalnya, lobus-lobus ini terpisah satu sama lain, namun nanti mereka akan
bertemu tanpa ada septum pembatas diantara mereka. Tubulus dari masing-masing lobus tidak
berikatan dengan yang lainnya tapi berdampingan satu sama lain. Tubulus lobus anterior mulai
berkembang secara simultan dibandingkan dengan lobus yang lain. Meskipun di tahap awal
tubulus lobus anterior besar dan menunjukkan banyak percabangan, nantinya banyak dari
percabangan itu akan menghilang. Mereka berlanjut untuk mengecil, jadi pada saat kelahiran
mereka menunjukkan tidak mempunyai lumen dan terlihat sebagai epitelial embrionik solid yang
kecil. Dengan kontras, tubulus dari lobus posterior terdapat beberapa yang berkembang jadi
besar dengan percabangan yang ekstensive. Tubulus-tubulus ini, sebagaimana mereka tumbuh,
lobus posterior berekstensi berkembang ke lobus median dan lobus lateral dan membentuk
bagian posterior dari kelenjar prostat, yang dapat dirasakan melalui rektal. 1,2

ANATOMI & FISIOLOGI


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x
2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskuler dan
glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona preprostatik sfingter dan zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik
13

kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot
polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.1,2
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat
merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.2,4
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari
korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2 ). Stimulus parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Di tempattempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik menyebabkan
dipertahankan tonus otot polos tersebut.4
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT


Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesike. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi oto
detrusor, tarbekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.1,2,3,4
Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.

14

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikel

Buli-buli

Hipertrofi otot detrusor


Trabekulasi
Selula
Divertikel buli-buli

Ginjal dan Ureter

- Refluks vesiko ureter


- Hidroureter
- Hidronefrosis
- Pionefrosis
- Gagal ginjal

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot
polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi
4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan
dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen
statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab
obstruksi prostat.2,4

GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.

15

KELUHAN PADA SALURAN KEMIH BAWAH(LUTS)


Lower Urinary Track Symptom terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti
terlihat pada tabel di bawah.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International
Prostatic Symptom Score (I-PSS).

OBSTRUKSI

HESITANSI
PANCARAN MIKSI LEMAH
INTERMITENSI (Kencing tibatiba berhenti dan lancar kembali)
MIKSI TIDAK PUAS
TERMINAL
DRIBBLING
( Menetes setelah miksi)

IRITASI

Frekuensi ( Anyang-anyangan)
Nokturia ( Sering kencing
malam hari)
Urgensi ( Merasa ingin
kencing yang tidak bisa
ditahan)
Disuria ( Rasa tidak enak saat
kencing)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan
keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu
dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, (1) Ringan : 0 -7 Watchfull waiting, (2)
Sedang : 8 - 19 Medikamentosa, (3) Berat : 20 - 35 Operasi.
Timbulnya
gejala
LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu
saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya
didahului oleh beberapa faktor pencetus antara lain : (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh
yaitu pada cuaca dingin,menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkoholo, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain :
golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.1,2,4
16

GEJALA PADA SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS

17

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (yang merupakan tanda
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

GEJALA PADA LUAR SALURAN KEMIH


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa
kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada
DRE (direct rectal examination) diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus
untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa rektum, dan (3) keadaan
prostat: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simteris antara lobus, volume
prostat dan batas prostat(batas atas, kiri dan kanan, sulcus teraba/tidak).2,4
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, halus, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul;
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara
lobus prostat tidak simetris.4

DIAGNOSIS BANDING
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperi striktur uretra, contracture
leher buli-buli, batu buli-buli atau karsinoma prostat (CaP) harus ditunjukkan saat melakukan
evaluasi laki-laki dengan kecurigaan BPH. Riwayat melakukan tindakan pada saluran kemih,
radang atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan striktur uretra atau
contrrcture leher buli-buli. Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan batu buli-buli.
CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan DRE atau elevasi dari kadar penanda tumor
PSA. Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti pada iritatif BPH, bisa diidentifikasi
dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga infeksi saluran kemih bisa
juga sebagai komplikasi dari BPH.2,4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
18

LABORATORIUM
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman
yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk ,mencari kemungkinan adanya
penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
neurogenik).1,2,3

PENCITRAAN
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan
kemungkinan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat/filling defect (pendesakan buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah
distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada bulibuli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini sekarang tidak
direkomendasikan pada BPH.2,3

PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat :3,4

Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri ysng mrnyajikan gambaran grafik pancaran urine.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
oancaran, dan volume urine yang dikemihkan.

PENATALAKSANAAN

19

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun
atau hanya dengan nasehat dan konsultas saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat
adalah (1) memperbaiki keluhan miksi (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi
volume residu urine setelah miksi, dan (6) mencegah progresifitas penyakit.2,4

Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Obsevasi
Watchfull
waiting

Medikamentosa
adrenergik
inhibitor
reduktase
inhibitor
Fitoterapi
Hormonal

Operasi
Prostatektomi
terbuka
TURP
TUIP
TULP

Elektro
vaparosasi

Invasif Minimal

TUBD
TUMT
Stent Uretra
TUNA

WATCHFULL WAITING
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya :
1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
5. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi
lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri.
Jika keluhan miksi bertambah jelek, perlu dipikirkan memilih terapi lain.2,3,4

20

MEDIKAMENTOSA
Tujuan terapi ini adalah untuk :2,4
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
intravesika dengan obat-obatan penghambat -adrenergik (adrenergik blocker)
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
3. Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya belum terlalu jelas.
PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik
alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa
tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan
miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena komplikasi sistemiknya, antara lain
hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain.
Diketemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi beberapa penyulit
yang diakibatkan oleh fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-1 ini
adalah : Prazosin yang diberikan 2x/hari, Terazosin, Afluzosin dan Doksazosin yang diberikan
1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik--1A, yaitu
Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan obat ini dilaporkan mampu
memperbaiki keluhan pancaran miksi tanpa menimbulkan kardiovaskuler.2,3,4

PENGHAMBAT 5-REDUKTASE
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosterone (DHT) dari
testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5-reduktase didalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini, Finasteride 5mg/hari yang diberikan 1x setelah
enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%.3,4

FITOFARMAKA
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
21

mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitoterapi bekerja sebagai: anti- estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding
globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor
(IGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflammasi, menurunkan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat.
Diantara fioterapi yang banyak digunakan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens,
Hypaxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.2,3,4

OPERASI
PEMBEDAHAN
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang saat ini yang pa;ing baik adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka
waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi
Pembedahan mempunyai indikasi pada pasien BPH dengan:1,2,4
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa


Mengalami retensi urine, > 2 x
Infeksi saluran kemih yang berulang
Hematuria, > 2 x
Gagal ginjal
Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah

PEMBEDAHAN TERBUKA
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu
melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika. Freyer melalui
pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan
yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan efisien sebagai terapi
BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal
(Freyer) atau retropubik infravesikel (Millin). Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100
gr).
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia urine
(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontarktor leher buli-buli (3-5%)

PEMBEDAHAN ENDOUROLOGI
22

Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan operasi yang paling
banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena tidak memerlukan insisi pada kulit perut,
massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi
terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik
TURP atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi
(TUIP), atau evaporasi.

TURP (Transuretral Resection of the Prostate)


Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O
steril (aquades).

TINDAKAN INVASIF MINIMAL


Selain tindakan invasif seperti yang diatas, saat ini sedang dikembangkan tindakan
invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap
pembedahan. Tindakan invasif minimal itu diantaranya adalah:2,4
1.
2.
3.
4.
5.

Thermoterapi
TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate)
Pemasangan stent (prostacath)
HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
Dilatasi dengan balon ( TUBD, Transurethrat Balooning Dilatation)

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Kim L Hyung and Belldregun. A, Urology. Schwartzs Principles of Surgery, eight


edition, Mcgraw-Hill : USA. 2005.
2. Jr, Presti C Joseph. ,MD. Neoplasms of the Prostate Gland. Page 399-417. Smiths
General Urology, fifteenth edition. Tanagho-McAninch. USA.2000.
3. Rahardjo Djoko, Prostat Hipertrofi, Urologi BAB IV. Ilmu Bedah FKUI. Universitas
Indonesia : Jakarta. 2007.
4. Purnomo B Basuki. Hiperplasia Prostat BAB 5. Dasar-dasar Urologi, edisi ke 2.
Jakarta. 2008

24

Anda mungkin juga menyukai