Anda di halaman 1dari 78

PENDAHLUAN

Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui proses


rigormortis, dalam proses rigormortis tersebut otot akan mengalami kehilangan
glikogen dan mengakibatkan otot menjadi kaku, setelah itu enzim-enzim proteolitik
pada daging akan bekerja dalam memperbaiki keempukan. Pada fase rigormortis
kemampuan daging dalam mengikat air akan menurun demikian pula daya putus
daging yang semakin menurun dan mengakibatkan meningkatnya nilai susut masak
pada daging, maka perlu dilakukan penambahan bahan sebagai bahan pengikat.
Pengawetan dan pengolahan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk
jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan dan pengolahan adalah untuk memperpanjang daya simpan,
untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen. Ada beberapa
cara

pengawetan

yaitu:

pendinginan,

pelayuan,

pengasapan,

pengeringan,

pengalengan dan pembekuan.


Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang dikeringkan
dalam proses pembuatanya yang sangat populer di Indonesia. Dendeng adalah
lembaran daging yang dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam,
serta bumbu-bumbu lain. Dendeng dapat dibuat dari berbagai jenis daging ternak.
Namun, yang umum dijumpai di pasaran adalah dendeng sapi. Belakangan ini juga
mulai dikenal dendeng ikan, udang, bekicot, dan bahkan keong emas.

Kualitas dendeng sangat dipengaruhi oleh tingkat ketebalannya, semakin


tinggi tingkat ketebalan maka semakin sedikit air yang keluar dalam bahan pangan.
Penentuan kualitas olahan dipengaruhi oleh bahan dasar termasuk daging yang
memiliki daya ikat air yang tinggi.
Daging merupakan produk olahan yang mudah rusak, untuk mengatasi hal
tersebut dibutuhkan pengolahan menjadi produk lain salah satunya adalah dendeng.
Selama penyimpanan daging akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun
kimiawi, salah satunya adalah daging akan mengalami ketengikan akibat dari
penyimpanan. Oleh karena itu dengan penambahan nanas diharapkan kandungan
vitamin C pada nanas dapat menghambat terjadinya proses oksidasi lemak dan
mempertahankan kualitas pada dendeng giling daging sapi.
Nanas merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dibudidayakan di
daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada
buahnya. Industri pengolahan buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman
yang dikembangkan, karena memiliki potensi ekspor. Ada dua jenis enzim yang
terdapat pada buah nanas, yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh. Enzim itu
adalah bromelin dan peroksidase, nanas juga memiliki vitamin C yang berfungsi
sebagai penghambat terjadinya oksidasi lemak. Enzim bromelin yang terdapat dalam
nanas merupakan enzim kompleks yang berfungsi untuk memecahkan protein pada
makanan seperti daging sehingga memudahkan tubuh dalam proses penyerapan
protein, enzim bromelin pada nanas juga dapat meningkatkan keempukan pada
daging. Penggunaan nanas dengan tingkat penambahan yang berbeda selama
penyimpanan pada dendeng giling daging sapi dapat menghambat terjadinya proses
2

oksidasi lemak dan mempertahankan sifat fungsional dan sifat fisik daging serta dapat
meningkatkan keempukan pada daging.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian level nanas
terhadap kualitas dendeng giling daging sapi pada lama penyimpanan yang berbeda.
Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi
bagi peneliti, peternak, pemerintah dan masyarakat luas tentang penambahan nanas
untuk menjaga kualitas dan menghambat terjadinya proses oksidasi lemak pada
dendeng giling daging sapi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Daging Sapi
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu
tinggi, yang mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Daging
segar mudah busuk atau rusak karena perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroba.
Oleh karena itu berbagai cara pengawetan daging perlu dikembangkan. Daging
adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak kecuali
tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, limpa, otak, dan isi perut
seperti usus juga termasuk daging (Munarnis, 1982).
Lawrie (1995) menyatakan bahwa daging didefinisikan sebagai bagian dari
hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai
penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas
tinggi. Daging adalah makanan yang berkualitas tinggi. Hal ini juga didukung oleh
Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa sebagai semua jaringan hewan dan produk
hasil pengolahan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dalam daging terdapat asam amino
esensial yg diperlukan tubuh, sehingga diharapkan selalu ada dalam makanan (Levie,
1970).
4

Daging sapi merupakan daging yang berwarna merah dan mengandung nilai
gizi tinggi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Definisi daging secara umum
adalah bagian dari tubuh hewan yang disembelih yang aman dan layak dikonsumsi
manusia. Termasuk dalam definisi tersebut adalah daging atau otot skeletal dan
organ-organ yang dapat dikonsumsi (edible offals) (Lukman, 2008).
Daging mempunyai struktur daging yang terdiri dari jaringan otot, jaringan
ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf (Lawrie, 1974). Menurut SNI 01-3947-1995
Urat daging melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan
telinga yang berasal dari sapi /kerbau yang sehat waktu dipotong. Jenis mutu
dibedakan menjadi segar, dingin dan beku, syarat muut, pengambilan contoh dan
pengemasan.

Menurut Lukman (2008) SNI 01-3947-1995 penggolongan daging

sapi/kerbau menurut kelasnya adalah yaitu golongan (kelas) I, meliputi daging bagian
has dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin), lemusir (cube roll), kelapa
(inside), penutup (top side), pendasar + gandik (silver side). Golongan (kelas) II,
meliputi daging bagian paha depan, sengkel (shank), daging paha depan (chuck),
daging iga (rib meat), daging punuk (Blade). Golongan (kelas) III, meliputi daging
lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, yaitu samcan (flank), sandung lamur
(brisket ).
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa jaringan otot, jaringan
lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama
daging. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot licin,
5

dan jaringan otot spesial. Soeparno (2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa keadaan
fisik daging dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau
tanpa pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin),
(3) daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4)
daging masak, (5) daging asap dan (6) daging olahan. Sedangkan jaringan lemak
pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak
intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan ikat yang
penting adalah serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin. Menurut
Hadiwiyoto (1994) dan Winarno (1993) secara garis besar struktur daging terdiri atas
satu atau lebih otot yang masing-masing disusun oleh banyak kumpulan otot, maka
serabut otot merupakan unit dasar struktur daging.
Kualitas daging adalah karaketristik daging yang dinilai oleh konsumen.
Beberapa karakteristik kualitas daging yang penting dalam pengujian yakni pH,
daya ikat air, warna dan keempukan. Dijelaskan pula bahwa faktor kualitas daging
yang dimakan meliputi warna, keempukan, tekstur, flavor (cita rasa), aroma (bau),
dan kesan jus daging

(juiciness) Soeparno (2005). Disamping itu susut masak

cooking lost ikut menentukan kualitas daging. Zat-zat yang terdapat dalam daging
yaitu protein 19-22%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, air 75% dan 1,5% substansi
non protein (Lawrie, 1995). (Abustam, 2009) menambahkan bahwa kualitas karkas
dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan

additif (hormon, antibiotik dan mineral). Faktor setelah pemotongan yang


mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik,
metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotika, lemak intramuskular atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi otot daging.
Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 8.
Pada daging sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga
5.6 5.8 di dalam semua otot-otot (Resang, 1982).

Buckle dan Edwars, (1985)

menyatakan bahwa pH rendah berada sekitar 5.1 6.1 menyebabkan daging


mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggi berada sekitar 6.2 7.2
menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau
padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme. Komposisi
daging sapi segar tersaji pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komposisi Daging Sapi Segar
Daging Sapi
A
B
Air (%)
66
70
Protein (%)
8.8
19
Lemak (%)
14
5
Ca (mg)
11
P (mg)
170
Fe (mg)
2.8
Energi (Kal/100g)
207
Sumber : Depkes (1992)A, Anonim (2008)B dan Lawrie (1995)C
Komposisi (dalam 100g daging)

Tinjauan Umum Dendeng

C
75
3.5
3.5
-

Dendeng merupakan hasil industri rumah tangga yang telah diterima luas oleh
seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Produk sejenis dendeng juga dihasilkan di
negara-negara lain di Asia. Pada prinsipnya proses pembuatan dendeng adalah
kombinasi antara kuring daging dan pengeringan.

Penambahan gula kelapa dan

rempah-rempah pada dendeng memberikan sifat flavor yang khas. Dendeng tergolong
dalam bahan makanan semi basah (intermediate moisture food), yaitu bahan pangan
yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, yaitu
antara 15-50 persen. Kadar air tersebut dapat dicapai melalui proses pengeringan
daging yang telah dibumbui terlebih dahulu. Tujuan dari pengeringan yaitu
menghambat

atau

mencegah

terjadinya

kerusakan,

mempertahankan

mutu,

menghindarkan terjadinya keracunan sehingga dapat mempermudah penanganan dan


penyimpanan dari bahan pangan (Anonymous, 2006). Komposisi dendeng giling
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Komposisi Dendeng Giling
Komponen
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat
Ca (mg/ 100 gram)
P (mg/ 100 gram)
Fe (mg/ 100 gram)

Kadar (%)
25
13,8
9
52
30
270
5,1

Sumber : Winarno, 1993.

Dendeng merupakan salah satu produk hasil ternak daging kering yang telah
banyak dibuat di Indonesia dan mempunyai masa simpan lebih dari 6 bulan dengan

kadar air 15% sampai 20% dan pH 4,5 5,1 (Soeparno, 2005). Sedangkan menurut
Indriwati (2006), SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-2906-1990 kadar air dendeng
antara 15 - 25%. Dendeng giling merupakan produk olahan hasil ternak dengan
menggunakan berbagai jenis daging antara lain daging ayam, dan daging sapi dimana
daging tersebut

digiling dengan mesin penggilingan daging dan dicampurkan

bumbu-bumbu setelah itu dikeringkan. Proses penggilingan daging juga bertujuan


untuk mengempukkan daging (Anonim, 2009).
Dendeng merupakan salah satu produk daging olahan sekaligus produk daging
yang diawetkan yang diproduksi di Indonesia secara sederhana dan mempunyai daya
terima yang tinggi di beberapa negara Asia. Pada umumnya dendeng yang ada di
pasaran yaitu dendeng sapi, baik dendeng sapi giling maupun dendeng sapi iris
(Purnomo, 1986). Proses pembuatan dendeng belum dibakukan, tetapi pada
umumnya menyangkut pengirisan daging dengan ketebalan 3 5 mm, diikuti
pencampuran denga garam, gula, serta ramuan bumbu seperti lengkuas, ketumbar,
bawang putih, bawang merah yang diikuti dengan proses pengeringan sampai kadar
air 25% bk. Seluruh proses tersebut dapat disarikan sebagai kombinasi antara proses
kuring dan pengeringan (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Produk olahan seperti dendeng dapat dibuat dari irisan tipis (dendeng sayat)
atau dari daging giling (dendeng giling). Dendeng dengan penambahan gula merah,
garam dan bumbu yang memiliki rasa manis, karena memiliki kandungan gula yang
tinggi dengan itu flavour yang kuat berasal dari bumbu dan daging yang dikeringkan
membiarkan dendeng karakteristik flavour yang berbeda dari bahan pangan atau
9

makanan tradisional basah lainnya (Buckle, Edwards, Fleet dan Wooton 1987).
Contoh dari dendeng giling daging sapi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Dendeng Giling Daging Sapi.


Dendeng yang bermutu baik harus memenuhi spesifikasi persyaratan mutu
seperti pada dendeng sapi, sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)
Persyaratan
Jenis Uji
Mutu I
Mutu II
Warna dan bau
Kadar air (berat/berat basah)

Khas dendeng
Maks 12%

Khas dendeng
Maks 12%

Kadar Protein (Berat/bahan kering)


Abu (Berat/bahan kering)

Min 30%
Maks 1%

Min 25%
Maks 1%

Benda asing (Berat/bahan kering)


Maks 1%
Kapang dan serangga
Tidak Nampak
Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1992).

Maks 1%
Tidak Nampak

Pembuatan dendeng yang biasa dilakukan terdiri dari tahap-tahap berikut:


persiapan bahan, pengirisan atau penggilingan, pemberian bumbu, pencetakan (untuk
dendeng giling), dan pengeringan. Persiapan meliputi pemilihan daging dan
10

pembersihan dari kotoran dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan dimaksud untuk
memperluas permukaan daging sehingga pengeringan akan berlangsung dengan
cepat. Sedangkan penggilingan akan memudahkan pencampuran bumbu hingga
homogen dan daging mudah dibentuk. Pengeringan dendeng bisa dilakukan dengan
penjemuran maupun dengan menggunakan oven hingga mencapai kadar air tertentu
(Anonim, 2009).
Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng menurut
Hadiwiyoto (1994), adalah daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%),
bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengkuas (1%) dan jinten (1%). Selama
pembumbuan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen
citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.
Bahan Dendeng dan Peranannya
Dendeng adalah lembaran daging yang dikeringkan dengan menambahkan
campuran gula, garam, serta bumbu-bumbu lain (Astawan, 2004). Bahan pembantu
adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan meningkatkan konsistensi
nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasahan serta menerapkan
bentuk dan rupa. Bahan pembantu yang digunakan adalah garam, gula, bumbubumbu yaitu bawang putih, lada dan kaldu ayam (Winarno, 2004).
Selain kesegaran dan mutu daging, bumbu merupakan faktor kunci yang
menentukan kualitas dan daya terima dendeng. Pembuatan dendeng di Indonesia
umumnya menggunakan bumbu garam, gula, lengkuas, ketumbar, asam dan bawang
merah. Kadang-kadang ada juga yang menambahkan lada dan bawang putih. Gula
yang ditambahkan dapat berupa gula merah maupun gula pasir. Campuran bumbu
11

berguna untuk menambah aroma, cita rasa, dan untuk memperpanjang daya awet.
Beberapa jenis rempah telah diketahui mempunyai daya antimikroba (Astawan,
2004).
Pernyataan ini juga dudukung oleh Johnson (1974) yang menyatakan bahwa
dalam pembuatan dendeng daging sapi, beberapa rempah-rempah seperti bawang
merah, bawang putih, ketumbar, lada, lengkuas dicampurkan kedalam daging.
Bawang putih mengandung senyawa ferrodialil disulfide yang menimbulkan khas bau
bawang putih. Bawang merah dan bawang putih disamping berfungsi sebagai zat
penambah aroma dan bau juga merupakan zat anti.
Pembuatan produk ini juga biasanya disesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan
makan dari masyarakat didaerah dimana produk ini dibuat, jadi komposisi campuran
bahan bumbu sesuai dengan seleranya (Buckle dkk., 1987).
1) Garam
Penambahan garam dalam pembuatan dendeng berfungsi sebagai pengawet
karena dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan terjadinya autolisis serta
plasmolisis pada mikroba. Garam

ditambahkan ke dalam bahan pangan

untuk

memperbaiki flavour (sebagai zat pemberi rasa) dan mempertahankan daya simpan.
Efek pengawetan garam adalah mengurangi kandungan air bahan pangan sehingga
pertumbuhan mikroba terhambat. Pertumbuhan bakteri akan terhambat pada
konsentrasi garam 2%. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena
akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk yang

12

terlalu asin (Buckle dkk, 1987). Selain sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi
memberi cita rasa dan penambahan rasa enak pada produk.
2) Gula Merah
Penambahan gula pada dendeng berfungsi untuk melunakkan melalui jalan
mencegah penguapan air dan tidak begitu kering sehingga lebih disukai konsumen
(Soeparno, 1994). Penambahan gula merah pada dendeng berfungsi memodifikasi
rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk. Kadar gula yang tinggi, yaitu
pada konsentrasi 30-40% akan menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi dan kapang
akan keluar menembus membran dan mengalir ke dalam larutan gula, yang disebut
osmosis dan menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya
akan terhambat (Winarno, 2004).
3) Bawang Putih
Bawang putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik
yang disebabkan oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri,
selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin
yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).
Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak
berbau jika belum dimemarkan atau dipotong-potong (Farrell, 1990). Winarno (2004)
menyatakan bahwa, senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang putih adalah
senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami
kerusakan sehingga terrjadi kontak antara enzim dalam bahan dan substrat.
4) Ketumbar

13

Manfaat ketumbar diambil dari daun, biji dan buah. Dari semua bagian
tanaman yang diubah menjadi minyak terbang terdapat kandungan berupa sabinene,
myrcene,

a-terpinene,

ocimene,

linalool,

geraniol,

dekanal,

desilaldehide,

trantridecen, asam petroselinat, asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena,


kamfena, dan felandren. Selain itu dalam Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang
(Farell, 1990) disebutkan bahwa ketumbar juga mengandung lemak dan abu.
5) Lengkuas
Pada lengkuas ini banyak mengandung antioksidan dan anti apabila
dikonsumsi. Pada masakan daging berguna sebagiai penghilang bau daging yang
kurang sedap dan juga menguatkan rasa dari daging tersebut. Selain itu warna dari
lengkuas akan memperbaiki struktur dari warna dendeng. Lengkuas digunakan
sebagai bumbu agar aroma daging lebih wangi sehingga bau anyir pada daging akan
hilang dengan penambahan bumbu tersebut, sedangkan ketumbar adalah rempahrempah kering berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih
dan manis, berbau harum dan dapat membangkitkan kesan sedap dimulut (Farrell,
1990).

Tinjauan Umum Nanas

Nanas merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dibudidayakan di


daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada
buahnya. Industri pengolahan buah nanas di Indonesia menjadi prioritas tanaman
yang dikembangkan, karena memiliki potensi ekspor. Nanas adalah buah tropis

14

dengan daging buah berwarna kuning memiliki kandungan air 90% dan kaya akan
kalium, kalsium, iodium, sulfur dan khlor. Selain itu juga kaya asam, biotin, vitamin
B12, Vit E serta enzim bromelin. Volume ekspor terbesar untuk komoditas
hortikultura berupa nanas olahan yaitu 49,32 % dari total ekspor hortikultura
Indonesia tahun 2004 (Sutatoso, 2008).
Umur simpan buah nenas segar antara 1-7 hari pada 21,11oC, sedangkan
buah-buahan kering umur simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih. Dengan
kadar air buah kering antara 18-25 % (Winarno dan Laksmi, 1974 dalam Muchtadi,
1992) Pengeringan dehidrasi makanan merupakan pengawetan makanan yang paling
berkembang saat ini. Tujuan utama dari pengeringan makanan adalah untuk
menurunkan kadar air yang terdapat pada nenas segar, dimana air merupakan titik
utama untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Ada dua jenis enzim yang terdapat pada buah nanas, yang sangat berguna
untuk kesehatan tubuh. Enzim itu adalah bromelin dan peroksidase. Enzim bromelin
yang terdapat dalam nanas merupakan enzim kompleks yang berfungsi untuk
memecahkan protein pada makanan seperti daging sehingga memudahkan tubuh
dalam proses penyerapan protein tersebut. Kandungan enzim bromelin yang terdapat
pada nanas berfungsi sebagai pengempuk pada daging yang mampu menguraikan
serat-serat daging, sehingga daging menjadi lebih empuk. Mengkonsumsi buah nanas
juga dapat digunakan untuk mengurangi dehidrasi (Anonim, 2010b).

15

Baik bromelin maupun peroksidase juga berfungsi untuk menghambat


pertumbuhan sel kanker, bersifat anti radang, anti oksidan, menetralisir asam
lambung, dan juga mempercepat proses penyembuhan luka. Kandungan enzim ini
juga dapat mencegah penggumpalan darah dan mengatasi penyakit jantung. Buah
nanas juga dikenal dapat menyembuhkan infeksi saluran pernafasan, meringankan
stress, serta menunda penuaan dini. Namun untuk mendapatkan manfaat buah nanas
untuk kesehatan secara optimal (Anonim, 2010b).
Buah nanas juga dikenal memiliki kandungan mineral dan vitamin yang
cukup tinggi. Dalam 100 gram buah nanas terdapat kandungan mineral kalsium 19
mg, fosfor 9 mg, zat besi 0,2 mg, vitamin A (20 RE) , B1 (0,08 mg), B2 (0,04 mg),
vitamin C (20 mg), niasin (0,2 gr), dan serat (0,4 gr). Kandungan vitamin A dan C
yang tinggi dalam nanas sangat baik sebagai anti oksidan. Begitu juga kandungan
energi dalam buah nanas sebanyak 50 kalori, protein 0,4 mg, lemak, 0,2 gram, dan
karbohidrat 13 gram. Meskipun kandungan gula nanas cukup tinggi, namun tidak
berbahaya bagi penderita diabetes karena telah dinetralisir oleh enzim bromelin dan
peroksidase. Selain itu, kandungan serat yang ada maupun kandungan airnya yang
cukup tinggi juga bermanfaat dalam membantu melancar proses pencernaan dan
penyerapan gizi dalam tubuh, serta mengatasi penyakit wasir (Anonim, 2010b).
Tumbronxs (2009) menyatakan bahwa, buah nanas mengandung asam
chlorogen, yaitu antioksidan yang banyak terdapat pada buah-buahan. Asam ini
memblokir formasi dari nitrosamine, zat yang dapat menyebabkan kanker.
Nitrosamine terbentuk ketika daging olahan yang diberi pengawet dipanaskan pada
16

suhu tinggi misalnya pada pembuatan sate. Pernyataan ini juga didukung oleh
Lharazati (2006) menyatakan bahwa, nanas merupakan buah-buahan yang
mengandung banyak vitamin dan berfungsi sebagai tanaman obat. Mulai dari vitamin
A, vitamin C, kalsium, magnesium, natrium, kalium, fosfor, dekstrosa, sukrosa dan
enzim bromelin. Enzim bromelin dalam nanas berkhasiat untuk antiradang,
membantu pencernaan di lambung, menghambat pertumbuhan sel kanker dan
mencegah penggumpalan darah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri
terhadap komposisi kimia buah nanas memberikan gambaran sebagaimana terlihat
pada Tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4. Komposisi buah nanas per100 gr bahan


Kandungan
Komponen
Energi (Kal)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Thiamine (mg)
Vitamin C (mg)
Protein (g)

a.
52
16
0,3
0,08
24
0,4

b.
0,08
24
0,4

Lemak (g)

0,2

0,2

Hidatarang (g)
Fosfor (mg)

13,7
11

17

Air (g)

83,5

85

Abu (%)

0,4

Asam (%)

1,0

Sumber : a. Daftar Komposisi bahan makanan, Direktorat Gizi Departemen


Kesehatan (Anonim, 1981).
b. Suluh Kelembagaan Tani. Buletin Agribisnis, no 19. Direktorat
Jenderal Departemen Pertanian Jakarta (Anonima, 1981).

Data tersebut di atas menunjukkan persentase yang sedang bila ditinjau dari
komposisinya menunjukkan bahwa buah nanas mengandung air yang cukup tinggi
dimana didalamnya mengandung banyak gula, vitamin serta garam mineral yang
penting sebagai sumber gizi (Anonim, 2010b).
Nanas memiliki keistimewaan jika dilihat dari aromatiknya, nanas memiliki
nutrisi, vitamin dan zat yang penting dan juga sedikit mengandung serat (1,5 gram
serat per 100 gr buah nanas). 100 gr buah nanas mengandung: 55 kcal (231 kJ), 0,4 gr
protein, 0,2 gr lemak, karbohidrat 12,4 gr (1,0 BE) dan 1,5 gr serat (Anonim, 2009).

Kadar Air

18

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen, di
samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai
air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi
penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara
tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air
terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi
(Purnomo, 1986).
Air yang diikat dalam daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air
yang terikat secara kimiawi oleh protein daging sebesar 4 5% yang merupakan
lapisan monomolekuler pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah
dari molekul air terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4%. Lapisan ketiga
merupakan air bebas yang terdapat di antara molekul-molekul protein yang memiliki
jumlah terbanyak. Selanjurtnya, Forest (1989) menyatakan bahwa air bebas terletak
di bagian luar sehingga mudah lepas, sedangkan air terikat adalah kebalikkannya
dimana air sulit dilepaskan karena terikat kuat pada rantai protein, dan air dalam
bentuk tidak tetap merupakan air labil sehingga mudah lepas bila terjadi perubahan.
Winarno (1980) menyatakan kadar air dalam daging berkisar antara 6070% dan
apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu
rendah yaitu antara kisaran 15 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama
selama penyimpanan. Soputan (2000) menyatakan kadar air pada dendeng daging
sapi yang digiling lebih tinggi dari dendeng daging sapi yang diiris. Hal ini karena
perlakuan fisik dalam pembuatan daging giling menyebabkan air terlepas, sekaligus
dalam proses kuring penyerapan bahan kuring lebih tinggi dibanding dengan daging
19

iris. Selain itu karena air terikat yang terdapat dalam dendeng daging sapi yang
digiling sudah terlepas terutama air terikat protein sudah terurai keluar sehingga
menyebabkan bertambahnya air bebas. Air bebas mudah lepas dengan perlakuan
mekanis. Selanjutnya dinyatakan bahwa semakin lama dendeng daging sapi disimpan
semakin tinggi kadar airnya. Hal ini karena semakin lama disimpan maka air terikat
akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana karena aktivitas enzim
mikroorganisme dan enzim daging, dengan demikian air bebas yang ada akan
semakin bertambah.
Penyimpanan daging
Daging sangat memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan
mikroorgansime, karena mempunyai kadar air atau kelembaban yang tinggi, adanya
oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) serta kandungan nutrisi yang tinggi.
Karena itu daging sangat mudah mengalami kerusakan apabila disimpan pada suhu
kamar (Winarno, 1980; Soeparno, 1994). Selanjutnya Winarno (1993) menjelaskan
bahwa sel-sel yang terdapat dalam daging mentah masih terus mengalami proses
kehidupan, sehingga di dalamnya masih terjadi reaksi-reaksi metabolisme. Kecepatan
proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu penyimpanan. Semakin
rendah suhu semakin lambat proses tersebut berlangsung dan semakin lama daging
dapat disimpan. Di samping itu suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada
permukaan daging. Siswani (1984) melaporkan bahwa daging segar atau mentah
tanpa pendinginan yang disimpan pada suhu kamar (27 0C) hanya dapat bertahan

20

selama 25 jam dan lebih dari itu sudah menunjukkan adanya pembusukan pada
daging tersebut. Sejalan dengan itu Buckle et al (1985), menyatakan daging segar
dalam suhu kamar hanya mampu bertahan 1 2 hari. Oleh karena itu bila masih ingin
disimpan selama 1 minggu maka daging tersebut harus diolah untuk menghasilkan
berbagai bentuk baru atau dilakukan pengawetan dengan menggunakan bahan
pengawet kimia. Dengan demikian proses kerusakan dapat dihambat dan usia simpan
dapat diperpanjang melalui penyimpanan yang sesuai untuk daging olahan, seperti
dendeng daging sapi, agar kualitasnya dapat dipertahankan pada penyimpanan suhu
kamar. Sudarisman dan Elvina (1996) menyatakan agar dendeng sapi dapat tahan
lama, disimpan dalam kondisi tertutup rapat dan tidak lembab.
Organoleptik
Menurut Abustam dan Ali (2004) menyatakan bahwa daging mempunyai sifat
organoleptik yang dapat berkaitan dengan lima sifat dasar yaitu rasa (taste), bau
(smell), penampilan/warna (sight), kehalusan (feel) dan kekerasan. Empat rasa dasar
yang diidentifikasi dari daging adalah rasa asin, asam, manis dan pahit. Kebanyakan
daging dan hasil olahannya mempunyai rasa dasar asin atau manis dan kombinasi
keduanya. Bau merupakan sifat organoleptik yang penting dapat dibedakan atas
aromatik oleh saraf olfaktori pada berbagai daging. Tekstur dan kehalusan daging
juga merupakan perubahan organoleptik yang mempunyai atau penerimaan
konsumen.
Banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies,
bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen.
Faktor-faktor ini mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi
21

pigmen daging mioglobin. Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan
kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar
dalam menentukan warna daging. Mioglobin sebagai salah satu dari protein
sarkoplasmik terbentuk dari suatu rantai polipeptida tunggal terikat di sekeliling suatu
grup heme yang membawa oksigen. Grup heme tersusun dari suatu atom Fe dan suatu
cincin poffirin (Soeparno, 2005).
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan.

Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu

kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan
yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga
berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus).
Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap
untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab
rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis
atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap
disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif
karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang
melakukan pengukuran (Anonim, 2009).
Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian
suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran
instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat
ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena
pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda
22

rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga
pengukuran atau penilaian subyektif atau penilaian organoleptik atau penilaian
indrawi. Yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental)
berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian
sensorik. (Anonim, 2009).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat

23

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat


di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Nutrisi Ternak Dasar
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan yaitu daging sapi bagian M. semitendinosus,
gula merah, ketumbar, bawang putih, garam, merica, minyak goreng, tissue, buah
nanas, kertas label dan plastik klip.
Alat yang digunakan yaitu baskom, pisau, mesin penggiling kasar, food
processor, cetakan kaca, timbangan analitik, oven, talenan, wajan dan sodet.
Prosedur Penelitian
A. Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksprimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 x 4 sebanyak 3 kali ulangan. Faktor
perlakuan sebagai berikut:
Faktor A (tingkat penambahan nanas)
Ao = 0%
A1 = 5%
A2 =10%

Faktor B (Lama Penyimpanan)


Bo = 1 Minggu

24

B1 = 2 Minggu
B2 = 3 Minggu
B3 = 4 Minggu
B. Pelaksanaan Penelitian
Penyediaan Sampel
Tahap-tahap pembuatan dendeng giling daging sapi bagian M. semitendinosus
sebagai berikut :
1. Penyiapan daging sapi
Daging sapi dibersihkan lalu dibuang lemaknya, kemudian diiris kecil dan
digiling dengan menggunakan mesin penggiling daging ukuran lubang 6 mm.
2. Penimbangan bahan
Perlakuan

Daging
Sapi (gr)

A
B
C

250
250
250

Gula
Merah
(gr)
60
60
60

Krtumbar
(gr)

Bawang
Putih (gr)

Nanas (%)

2
2
2

7,5
7,5
7,5

0
5
10

3. Penggilingan dan pencampuran bahan


Menggiling daging sapi dengan menggunakan food processor, kemudian
memasukkan bumbu (ketumbar, merica, bawang putih, garam, gula merah,
dan nanas dengan persentase masing-masing untuk 250 gr daging 0%, 5%,
10% setelah itu menggiling kembali hingga adonan menjadi homogen.
4. Pencetakan
Menuang adonan ke dalam loyang kemudian meratakan hingga ketebalan 4
mm.
5. Pengeringan
Memanggang adonan dendeng di dalam oven hingga kering pada suhu 60 0C
selama 16 jam lalu diuji organoleptik.
6. Penyimpanan

25

Disimpan dalam suhu kamar selama 1, 2, 3 dan 4 minggu dan pada tiap
minggunya dilakukan pengamatan pada dendeng tersebut.
7. Penggorengan
Dendeng yang telah disimpan pada minggu pertama hingga minggu ke empat
setelah disimpan kemudian digoreng dengan menggunakan api kecil sampai
dendeng berwarna kecoklatan, kemudian diangkat dan siap untuk diuji
organoleptik.

Prosedur Pembuatan Dendeng Giling


Daging 250 gr
Pencucian
Penirisan

Nanas
A1 : kontrol
A2 : 5 %
A3 : 10 %

Penggilingan
Pencampuran bahan dan
penggilingan (daging,
bumbu dan nanas)
26

Gula merah 50 gr
Ketumbar 2 gr
Merica 2 gr
Bawang putih 7,5 gr
Garam 5 gr

Pencetakan dendeng (ketebalan


4 mm
Pengeringan oven (600C
selama 16 jam)
Uji kadar air
Penyimpanan selama 1, 2, 3,
dan 4 minggu dalam suhu
kamar
Digoreng
Uji organoleptik
Uji TBA

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dendeng Giling (Hadiwiyoto, 1994).


C. Parameter yang Diukur
Pada penelitian ini, parameter yang diukur yakni sebagai berikut :
1. Kadar Air
Menimbang adonan sebanyak 5 gr yang merupakan berat awal dendeng
mentah, kemudian menimbang lagi setelah pengeringan selama 24 jam dengan suhu
1050C, setelah memperoleh hasil, kemudian mengambil lagi sebanyak 5 gr dendeng
dan mengeringkannya selama 24 jam dengan suhu 105 0C, hal ini merupakan berat
kering dari dendeng. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air (Anonim,
2008a) sebagai berikut :

27

Kadar air

berat cawan kosong+ berat sampelberat setela h oven


100
berat awal

2. Uji Ketengikan / Uji TBA (Thiobarbituric Acid)


Uji ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah diberi perlakuan
maupun yang kontrol adalah dengan menggunakan analisis intensitas ketengikan
dengan metode Thiobarbituric Acid Reactive Substances atau TBARS yang
dinyatakan dalam jumlah Malondialdehyde (MDA)/kg sampel dalam unit awal.
Menurut Apriyantono, (1989) tingkat ketengikan diukur dengan penempatan
bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) prosedur pengukurannya sebagai berikut :
a) 10 gram daging sapi

ditimbang lalu dimasukkan ke waring blender,

ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan selama 2 menit.


b) Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan
47,5 ml akuades.
c) Batu didih ditambahkan secukupnya dan memasang alat destilasi.
d) Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh 50 ml destilat
selama 10 menit.
e) Destilat yang diperoleh diaduk rata, kamudian dipipet 5 ml destilat ke dalam
tabung reaksi tertutup.
f) 5 ml pereaksi TBA ditambahkan lalu ditutup hingga tercampur secara merata
dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih.
g) Blangko dibuat menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi, dilakukan
seperti penetapan sampel.
h) Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Lalu diukur
absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blangko
sebagai titik nol dan digunakan sampel sel berdiameter 1 cm.
Bilangan TBA dinyatakan dalam mg monoaldehid per kg sampel (Bilangan
TBA = 7,8 D).
3. Uji Organoleptik
28

Pada penelitian ini parameter organoleptik yang akan diamati yaitu warna,
keempukan, flavor, tekstur dan uji kesukaan yang akan dilakukan oleh 10 panelis.
Panelis sebelumnya dilatih mengenal sifat organoleptik yang akan diujikan. Penilaian
menggunakan uji skala dengan angka 1 sampai 6 seperti terlihat sebagai berikut :
a. Warna
Warna :
1.
2.
3.
4.
5.

6.

b. Keempukan

Tidak coklat
Agak coklat
Coklat
Agak coklat kehitaman
Coklat kehitaman
Sangat coklat kehitaman

Keempukan :
1.
Sangat alot
2.
Alot
3.
Agak alot
4.
Agak empuk
5.
Empuk
6.
Sangat empuk

c. Flavor (Cita Rasa)


Flavor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

d. Uji hedonik (kesukaan)

Lemah aroma daging


Agak lemah aroma daging
Sedikit lemah aroma daging
Sedikit kuat aroma daging
Agak kuat aroma daging
kuat aroma daging

Uji hedonik (kesukaan) :


1.
Sangat tidak suka
2.
tidak suka
3.
Agak tidak suka
4.
Agak suka
5.
Suka
6.
Sangat suka

Analisa Data
Data diolah dengan analisis sidik ragam berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial

3 x 4 dengan 3 kali ulangan. Adapun model

matematikanya sebagai berikut :

Y ijk = + i + j + ()
ij + ijk
29

i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3,4
k = 1, 2, 3
Keterangan
Y ijk

: Nilai Pengamatan pada Dendeng giling ke- k yang memperoleh kombinasi


perlakuan penambahan nanas ke-i dan lama simpan dendeng ke-j

: Nilai rata-rata perlakuan (nilai tengah umum).

: Pengaruh penambahan nanas ke-i terhadap kualitas dan tingkat oksidasi


lemak dendeng giling.

: Pengaruh lama penyimpan dendeng ke-j terhadap kualitas dan tingkat


oksidasi lemak dendeng giling.

() ij

: Pengaruh interaksi penambahan nanas ke-i dan lama simpan dendeng ke-j

ijk

: Pengaruh galat yang menerima perlakuan penambahan nanas ke-i dan


lama simpan dendeng ke-j.

Apabila perlakuan berpengaruh maka diuji lanjut dengan menggunakan uji BNT
(Beda Nyata Terkecil), (Gaspersz, 1997).

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air
Kadar air merupakan bagian dari bahan pangan. Kadar air pada dendeng lebih
rendah dibandingkan produk olahan lainnya karena dendeng merupakan produk
olahan yang kering (Winarno, 2004). Kadar air dapat menjadi salah satu faktor
kerusakan pada bahan pangan, dimana air merupakan media yang baik untuk
mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme pada pangan. Berdasarkan
hasil penelitian maka rata-rata nilai kadar air dendeng giling daging sapi pada otot
M.semitendinosus pada tingkat/level penambahan nanas (Ananas comosus) dan lama
penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rata-rata Kadar Air (%) Dendeng Giling Daging Sapi M.

31

semitendinosus Berdasarkan Tingkat/Level Nanas dan Lama Penyimpanan.


Tingkat
penambahan
Nanas (%)
0
5
10

16,66
18,07
20,13

18,55
20,10
21,75

20,80
21,81
22,97

21,99
23,03
24,24

Rata-rata

18,29a

20,13b

21,86c

23,09d

Ket

Lama penyimpanan / Minggu

Rata-rata
19,50a
20,75b
22,27c

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01).

a. Pengaruh Lama Penyimpanan


Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata kadar air dendeng giling
daging sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara lama penyimpanan 1 minggu terhadap lama
penyimpanan 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu. Hal ini berarti bahwa dendeng
giling dengan lama penyimpanan 4 minggu menunjukkan nilai kadar air yang baik
karena nilai kadar air yang dihasilkan tidak melampaui batas ambang kadar air yang
ditentukan yaitu 15-25%, dendeng giling merupakan produk olahan kering dengan
kadar air 15-25%. Hal ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Indriwati
(2006), bahwa SNI (standar Nasional Indonesia) 01-2906-1990 kadar air dendeng
antara 15-25%. Semakin lama penyimpanan, daging akan semakin banyak mengikat
air atau mengabsorbsi udara/oksigen dari suhu ruang sehingga air bebas pada

32

dendeng semakin bertambah dengan demikian semakin lama dendeng giling disimpan
maka nilai kadar air dendeng semakin meningkat. Hal ini mendukung pernyataan
yang dikemukakan oleh Soputan (2000) bahwa semakin lama dendeng daging sapi
disimpan semakin tinggi kadar airnya. Hal ini karena semakin lama disimpan maka
air terikat akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana karena aktivitas
enzim mikroorganisme dan enzim daging, dengan demikian air bebas yang ada akan
semakin bertambah.
b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air dendeng giling daging
sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat penambahan nanas (0%, 5%, dan 10%). Hal
ini berarti bahwa dendeng giling dengan penambahan nanas 10% memberikan nilai
kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan dendeng giling pada tingkat
penambahan nanas 5%. Semakin tinggi penambahan nanas maka akan semakin tinggi
nilai kadar air dendeng giling daging sapi. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar
air pada nanas serta adanya mekanisme kerja enzim bromelin pada buah nanas yang
mampu melepaskan air yang terikat dalam protein daging, sehingga pada saat
ditambahkan nanas pada dendeng giling dengan tingkat penambahan yang lebih
tinggi maka akan meningkatkan kadar air pada produk olahan dendeng. Hal ini
mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh

Lharazati (2006) bahwa nanas

adalah buah tropis yang memiliki banyak manfaat dan kegunaan serta memiliki
33

kandungan air yang cukup tinggi yaitu 90%. Buah nanas juga memiliki mekanisme
kerja enzim yang mampu memecah air dalam protein daging yang terikat, sehingga
mampu memecah air yang terikat dalam dendeng.
c. Pengaruh Interaksi antara Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas tidak berpengaruh nyata antara 1-2
minggu sehingga tidak terdapat interaksi pada dendeng giling daging sapi dan
interaksi antara lama penyimpanan dan tingkat penambahan nanas berpengaruh nyata
antara 3-4 minggu. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lama penyimpanan 1-2
minggu tidak dipengaruhi oleh tingkat penambahan nanas terhadap kadar air dendeng
giling daging sapi, serta lama penyimpanan 3-4 minggu dipengaruhi oleh tingkat
penambahan nanas terhadap kadar air dendeng giling daging sapi.

B. Uji Ketengikan / Uji TBA (Thiobarbituric Acid)


Ketengikan daging dapat diketahui secara kimiawi yaitu dengan melihat hasil
oksidasi lemak daging yang diketahui dengan nilai TBA. Semakin tinggi nilai TBA
maka semakin tinggi pula tingkat ketengikannya. Berdasarkan hasil penelitian maka

34

rata-rata nilai TBA dendeng giling daging sapi pada otot M.semitendinosus pada level
dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Rata-rata Uji TBA (mg/kg) Dendeng Giling Daging Sapi
M.semitendinosus Berdasarkan Tingkat/Level Nanas dan Lama
Penyimpanan.
Tingkat
penambahan
Nanas (%)
0
5
10

0,06
0,04
0,03

0,09
0,05
0,04

0,12
0,07
0,04

0,14
0,09
0,06

Rata-rata

0,04a

0,06b

0,07c

0,09d

Ket

Lama penyimpanan / Minggu

Rata-rata
0,10a
0,06b
0,04b

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan
perbedaan sangat nyata (P<0,01).

a. Pengaruh Lama Penyimpanan


Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai TBA dendeng giling daging sapi.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) antara lama penyimpanan 1 minggu terhadap lama penyimpanan 2 minggu,
3 minggu dan 4 minggu. Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa adanya
kecendrungan nilai TBA mengalami peningkatan seiring dengan lamanya

35

penyimpanan, maka nilai TBA semakin meningkat. Peningkatan nilai TBA ini
dikarenakan pada proses penyimpanan daging dalam waktu relatif lama yang dapat
memicu terjadinya reaksi oksidasi lemak pada daging dan akibat dari oksigenasi
selama penyimpanan yang semakin intensif merubah pigmen daging selama
penyimpanan, sehingga nilai rata-rata TBA pada dendeng giling akan semakin
meningkat. Tetapi nilai rata-rata TBA pada Tabel 6. tidak melebihi batas ambang nilai
TBA yang di tentukan yaitu 1-2 mg/kg. Hal ini disebabkan karena adanya
penambahan

bahan

yang

berfungsi

sebagai

antioksidan

sehingga

mampu

menghambat proses oksidasi lemak oleh oksigen pada daging selama penyimpanan
sehingga nilai TBA yang dihasilkan tidak melebihi ambang batas yang ditentukan.
Hal ini medukung pernyataan yang dikemukakan oleh Watts (1962) bahwa batas
ambang nilai TBA yaitu 1-2 mg/kg, dan nilai rata-rata TBA berpengaruh dengan lama
penyimpanan yang disebabkan oleh perubahan fisik daging yang mengalami proses
oksidasi lemak yang dapat meningkatkan nilai TBA.
b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata TBA dendeng giling
daging sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat penambahan nanas (0%, 5% dan
10%), dan pada penambahan nanas 5% dan 10% tidak berbeda nyata, tidak
mengalami perubahan yang konstan yang berkisaran antara 0,06-0,04 mg/kg. Hal ini
berarti bahwa dendeng giling dengan penambahan nanas 10% memberikan nilai TBA
36

yang lebih rendah dibanding dengan dendeng giling pada tingkat penambahan nanas
5%. Semakin tinggi tingkat pemberian nanas maka nilai TBA akan semakin rendah.
Hal ini disebabkan karena peran nanas yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat
menghambat terjadinya oksidasi lemak pada dendeng giling daging sapi. Hal ini
mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Anonim (2010b) bahwa manfaat
kandungan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat penghambat
terjadinya oksidasi lemak dan mempertahankan sifat fungsional dan sifat fisik daging
serta enzim bromelin yang berfungsi untuk meningkatkan keempukan pada daging
dendeng giling daging sapi.
c. Pengaruh Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas tidak berpengaruh nyata terhadap lama
penyimpanan 1-2 minggu sehingga tidak terdapat interaksi pada dendeng giling
daging sapi, tetapi interaksi berpengaruh nyata terhadap lama penyimpanan 3-4
minggu. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lama penyimpanan 1-2 minggu tidak
dipengaruhi oleh tingkat penambahan nanas terhadap nilai rata-rata TBA dendeng
giling daging sapi, dan pada lama penyimpanan 3-4 minggu dipengaruhi oleh tingkat
penambahan nanas terhadap nilai rata-rata TBA dendeng giling daging sapi.

37

C. Organoleptik Dendeng Giling Daging Sapi


a. Warna Dendeng Giling Daging Sapi
Warna adalah salah satu faktor untuk menarik keinginan konsumen untuk
mengkonsumsi produk yang dihasilkan.

Nilai rata-rata hasil pengujian tingkat

penambahan nanas dan lama penyimpanan terhadap warna dendeng giling daging
sapi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-rata Warna Dendeng Giling Daging Sapi M. semitendinosus


Berdasarkan Tingkat/Level Nanas dan Lama Penyimpanan.
Tingkat
penambahan
Nanas (%)
0
5
10

2,68
3,77
4,57

3,06
4,20
4,21

3,15
4,32
5,07

3,24
4,39
5,28

Rata-rata

3,67a

3,99b

4,18c

4,30d

Ket

Lama penyimpanan / Minggu

Rata-rata
3,03a
4,17b
4,90c

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01).
- Semakin

besar nilai yang tertera pada tabel berarti warna daging semakin

38

Coklat kehitaman. Nilai 1 Berarti Tidak berwarna coklat dan nilai 6 berarti berwarna
Sangat coklat kehitaman.

a. Pengaruh Lama Penyimpanan

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama penyimpanan


berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata warna dendeng giling
daging sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa adanya
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara lama penyimpanan 1 minggu terhadap
lama penyimpanan 2 minggu, 3minggu dan 4 minggu. Semakin lama dendeng giling
daging sapi disimpan maka akan semakin tinggi nilai rata-rata warna yang dihasilkan
pada dendeng giling. Hal ini berarti semakin lama penyimpanan maka warna dendeng
giling daging sapi akan semakin coklat kehitaman. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh dari proses curing atau pengolahan selama pencampuran bahan terhadap
pembuatan dendeng giling daging sapi sehingga semakin lama penyimpanan maka
warna pada dendeng akan semakin mengalami pencoklatan dan warna menjadi gelap.
Hal ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Anonim (2008) bahwa
pengaruh proses curing selama pencampuran bahan terhadap pembuatan dendeng
dapat meningkatkan warna menjadi gelap, sehingga semakin lama penyimpanan
maka warna pada dendeng akan semakin mengalami pencoklatan dan warna menjadi
gelap.

39

b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas


Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna dendeng giling daging sapi.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01) antara tingkat penambahan nanas (0%, 5% dan 10%). Hal ini
berarti bahwa dendeng giling dengan tingkat penambahan nanas 10% menghasilkan
warna dendeng giling coklat kehitaman dibandingkan dengan tingkat penambahan
nanas 5%. Hal ini dikarenakan pada tingkat penambahan nanas 10% enzim bromelin
yang terkandung pada nanas semakin banyak oleh karna itu dapat meingkatkan warna
kecoklatan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya reaksi millard yang terjadi yaitu
gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari protein daging
dan asam-asam amino secara non enzimatik, dan hasil reaksinya menimbulkan warna
coklat gelap terhadap panas sehingga mengakibatkan warna dendeng menjadi coklat
kehitaman. Semakin tinggi tingkat penambahan nanas warna pada dendeng giling
akan semakin gelap karena akibat dari proses pembuatan yang menggunakan gula
merah dan saat penggorengan terjadi reaksi panas terhadap gula sehingga
mengakibatkan warna dendeng menjadi gelap (coklat kehitaman). Hal ini mendukung
pernyataan yang dikemukakan oleh Nursiam (2010) bahwa warna gelap yang terjadi
pada dendeng diakibatkan oleh adanya reaksi antara gula terhadap panas pada saat
dilakukan penggorengan. Lebih lanjut Soeparno (2005) bahwa enzim bromelin yang
terkandung pada nanas dapat meingkatkan warna kecoklatan. Hal tersebut bisa terjadi
juga karena terjadinya reaksi millard yaitu gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi

40

dengan gugus amino dari protein daging dan asam-asam amino secara non enzimatik,
dan hasil reaksinya menimbulkan warna coklat gelap.
c. Pengaruh Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan Tingkat penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
rata-rata warna pada lama penyimpanan 1-4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada kepekaan respon terhadap tingkat penambahan nanas dan lama
penyimpanan terhadap nilai rata-rata warna dendeng giling daging sapi.

b. Keempukan Dendeng Giling Daging Sapi


Keempukan merupakan faktor utama dalam penilaian daging yang
mempengaruhi selera konsumen. Semakin mudah daging tersebut dikunyah dan
jumlah residu yang tertinggal semakin sedikit sisa daging

41

selama pengunyahan

berarti daging semakin empuk. Nilai rata-rata hasil pengujian lama penyimpanan dan
tingkat penambahan nanas terhadap keempukan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-rata Keempukan Dendeng Giling Daging Sapi M.semitendinosus


Berdasarkan Tingkat/Level Nanas dan Lama Penyimpanan.
Tingkat
penambahan
Nanas (%)
0
5
10

3,28
3,58
4,18

3,39
3,66
4,29

3,47
3,91
4,42

3,64
4,12
4,67

Rata-rata

3,68a

3,78b

3,93c

4,14d

Ket

Lama penyimpanan / Minggu

Rata-rata
3,45a
3,82b
4,39c

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01).
- Semakin

besar nilai yang tertera pada tabel berarti keempukan daging semakin

empuk. Nilai 1 Berarti sangat alot dan nilai 6 berarti sangat empuk.

a. Pengaruh Lama Penyimpanan


Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama penyimpan
berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata keempukan dendeng giling
daging sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa adanya
perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara lama penyimpanan 1 minggu terhadap lama
penyimpanan 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu. Semakin lama dendeng giling
42

disimpan maka akan semakin tinggi nilai rata-rata keempukan yang dihasilkan pada
dendeng giling daging sapi. Hal ini berarti bahwa dendeng giling dengan lama
penyimpanan mempengaruhi keempukan dendeng giling dan sifat keempukan saat
penetrasi pada gigi yang mudah dikunyah. Hal ini disebabkan karena semakin lama
penyimpanan dendeng giling akan semakin empuk karena selama penyimpanan
dendeng mengalami perubahan-perubahan secara fisik yang dapat mengempukkan
daging serta karena adanya pencampuran bahan lain yang dapat membuat dendeng
semakin empuk pada saat disimpan selama 4 minggu. Hal ini mendukung pernyataan
yang dikemukakan oleh Lawrie (1974) bahwa lama penyimpanan juga berpengaruh
terhadap keempukan yang dihasilkan, keempukan dapat diketahui dengan kemudahan
awal penetrasi gigi ke dalam daging, mudahnya daging dikunyah menjadi pigmen
potongan-potongan kecil
b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap keempukan dendeng giling daging
sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa adanya perbedaan
sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat penambahan nanas (0%, 5% dan 10%). Hal
ini menunjukkan bahwa dendeng giling dengan penambahan nanas 10% yang berarti
agak empuk - empuk dibandingkan tingkat penambahan nanas 5%. Hal ini berarti
dendeng giling dengan tingkat penambahan nanas 10% mengkasilkan nilai rata-rata
keempukan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan pada tingkat nanas 10% enzim
bromelin yang terkandung pada nanas semakin banyak oleh karena itu dapat
43

meingkatkan keempukan dendeng dan enzim bromelin pada nanas dapat memecah
protein daging untuk mengempukkan daging. Hal ini mendukung pendapat Rahayu
(2004) dalam Mardiana (2011) bahwa enzim bromelin berfungsi sebagai pengempuk
pada daging yang mampu menguraikan serat-serat daging, sehingga daging menjadi
lebih empuk. Selain itu proses penggilingan daging juga dapat mengempukkan
daging.
c. Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
rata-rata keempukan pada lama penyimpanan 1-4 minggu. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada kepekaan respon terhadap tingkat penambahan nanas dan lama
penyimpanan pada nilai rata-rata keempukan dendeng giling daging sapi.

44

c. Flavor (Cita Rasa) Dendeng Giling Daging Sapi


Flavor/cita rasa adalah sensasi yang kompleks, melibatkan bau dan rasa/taste,
tekstur, suhu dan pH dari semua ini, bau adalah yang paling penting. Evaluasi bau
dan rasa sangat tergantung pada panel cita rasa (Lawrie, 2003). Nilai rata-rata hasil
pengujian lama penyimpanan dan tingkat penambahan nanas terhadap keempukan
dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rata-rata Flavor Dendeng Giling Daging Sapi M.semitendinosus


Berdasarkan Tingkat/Level Nanas dan Lama Penyimpanan.
Tingkat
penambahan
Nanas (%)

Lama penyimpanan / Minggu


1

45

Rata-rata
4

Ket

0
5
10

5,96
2,25
1,37

5,79
3,80
1,28

5,73
3,70
2,43

5,58
3,52
2,34

Rata-rata

3,19a

3,62b

3,95d

3,81c

5,76a
3,32b
1,85c

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01).
- Semakin

besar nilai yang tertera pada tabel berarti flavor daging semakin

Terasa daging. Nilai 1 Berarti lemah aroma daging dan nilai 6 berarti kuat aroma daging.

a. Pengaruh Lama Penyimpanan


Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata flavor (cita rasa) dendeng
giling daging sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa adanya
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara lama penyimpanan 1 minggu terhadap
lama penyimpanan 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu. Semakin lama dendeng giling
disimpan maka nilai rata-rata flavor (cita rasa) akan semakin meningkat walaupun
nilai rata-rata flavor pada minggu ke-3 lebih tinggi dibanding dengan nilai rata-rata
flavor (cita rasa) pada minggu ke-4. Hal ini berarti bahwa semakin lama penyimpanan
dendeng giling daging sapi dapat mempengaruhi nilai rata-rata flavor/cita rasa. Lama
penyimpanan mempengaruhi cita rasa pada produk olahan dendeng giling daging
sapi. Hal ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Soeparno (1992) bahwa
flavor dan aroma daging adalah sensasi yang kompleks dan saling terkait. Flavor
melibatkan bau, rasa, tekstur, temperatur, dan pH. Sensasi rasa yang dominan adalah

46

pahit, manis asin, dan asam. Perubahan peningkatan nilai rata-rata flavor (cita rasa)
organoleptik selama penyimpanan daging kering dapat terjadi karena adanya reaksi
Maillard yaitu gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari
protein daging dan asam-asam amino secara non enzimatik.
b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap flavor dendeng giling daging sapi.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat
nyata (P<0,01) pada penambahan nanas (0%, 5% dan 10%). Hal ini berarti bahwa
dendeng giling dengan penambahan nanas 10% memiliki rasa yang agak lemah
aroma daging. Semakin tinggi tingkat penambahan nanas maka flavor yang
dihasilkan akan semakin lemah rasa dagingnya. Hal ini

dikarenakan tingginya

tingkat penambahan nanas sehingga dapat merubah cita rasa/flavor dendeng. Hal ini
mendukung pendapat Ferial (2010) dan Mardiana (2011) bahwa semakin tinggi taraf
nanas yang ditambahkan pada dendeng maka akan semakin terasa nanas, sebaliknya
semakin rendah taraf nanas maka semakin terasa daging.

c. Pengaruh Interaksi Antara Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas


Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas tidak berpengaruh nyata (tidak terdapat
interaksi) terhadap lama penyimpanan 1-4 minggu. Sedangkan interaksi antara

47

tingkat penambahan nanas 0,5 dan 10% dan lama penyimpanan berpengaruh sangat
nyata terhadap nilai rata-rata flavor yang dihasilkan. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa lama penyimpanan tidak dipengaruhi oleh tingkat penambahan nanas terhadap
intensitas flavor/cita rasa dendeng giling daging sapi, tapi berpengaruh nyata terhadap
tingkat penambahan nanas dan lama penyimpanan dendeng giling daging sapi.

48

d. Kesukaan Dendeng Giling Daging Sapi


Kesukaan tergolong dalam kenikmatan yang diperoleh saat mencicipi produk
olahan dendeng giling tersebut. Penilaian kesukaan dilakukan untuk melihat respon
panelis terhadap produk yang dihasilkan. Nilai rata-rata hasil pengujian lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas terhadap kesukaan dendeng giling dapat
dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rata-rata Kesukaan Dendeng Giling Daging Sapi (Silverside)
Berdasarkan Lama Pengeringan dan Taraf Nanas
Level
Lama penyimpanan / Minggu
Rata-rata
pemberian
1
2
3
4
Nanas (%)
0
3,32
3,24
3,05
2,82
3,11a
5
4,33
4,34
3,60
3,44
3,93b
10
5,77
4,74
4,43
3,72
4,67c
Rata-rata
Ket

4,47a

4,11b

3,70c

3,32d

: - Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01).
- Semakin

besar nilai yang tertera pada tabel berarti kesukaan daging semakin

suka Nilai 1 Berarti sangat tidak suka dan nilai 6 berarti amat sangat suka.

49

a.

Pengaruh Lama Penyimpanan


Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kesukaan dendeng giling daging
sapi. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
sangat nyata nyata (P<0,01) tantara lama penyimpanan 1 minggu terhadap lama
penyimpanan 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu pada kesukaan dendeng giling
daging sapi. Dari uji organoleptik pada Tabel 10. diatas menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kesukaan pada lama penyimpanan 1-2 minggu lebih tinggi dibanding dengan
nilai rata-rata kesukaan pada lama penyimpanan 3-4 minggu. Hal ini dapat dilihat dari
respon panelis pada uji organoleptik warna, keempukan, cita rasa, kesukaan
konsumen terhadap dendeng dipengaruhi oleh lama penyimpanan dendeng. Semakin
lama penyimpanan respon panelis terhadap tingkat kesukaan semakin menurun. Hal
ini dikarenakan pada penyimpanan 1-2 minggu dendeng belum mengalami perubahan
secara fisik. Hal ini sependapat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Soeparno
(1992) bahwa perubahan organoleptik selama penyimpanan yang mengakibatkan
semakin lama disimpan akan semakin renda nilai organoleptik yang di hasilkan
terutama pada tingkat kesukaan.
b. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas
Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tingkat penambahan
nanas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan dendeng giling. Hasil uji

50

beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata
(P<0,01) terhadap tingkat penambahan nanas (0%, 5% dan 10%). Hal ini
menunjukkan bahwa dendeng giling dengan penambahan nanas 10% mencapai nilai
yang baik. Hal ini disebabkan karena buah nanas yang memiliki rasa dan aroma yang
khas yang sangat disukai oleh konsumen karena

buah nanas banyak memiliki

manfaat dan kegunaan bagi mahluk hidup. Hal ini mendukung pernyataan Ferial
(2010) dalam Mardiana (2012) bahwa hal tersebut disebabkan karena buah nanas
memiliki rasa dan aroma yang sangat disukai oleh konsumen, selain itu nanas juga
sering digunakan sebagai bumbu masakan karena rasanya yang khas.

c. Pengaruh Interaksi Antara Lama Pengeringan dan Tingkat Penambahan Nanas


Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
penyimpanan dan tingkat penambahan nanas tidak berpengaruh nyata (tidak terdapat
interaksi). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lama penyimpanan tidak dipengaruhi
oleh tingkat penambahan nanas terhadap kesukaan dendeng giling daging sapi.

51

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin lama penyimpanan dendeng giling daging sapi dapat meningkatkan
kadar air, warna, keempukan, flavor (cita rasa) dan nilai TBA, tetapi lama
penyimpanan menurunkan kesukaan terhadap dendeng giling daging sapi.
2. Tingkat penambahan nanas nyata meningkatkan kadar air, warna, keempukan,
dan kesukaan, tetapi tingkat penambahan nanas menurunkan nilai TBA dan
flavor (cita rasa) terhadap dendeng giling daging sapi.
3. Interaksi antara tingkat penambahan nanas dan lama penyimpanan dendeng
giling tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, TBA, flavor (cita rasa) dan

52

kesukaan, tetapi berpengaruh terhadap warna dan keempukan dendeng giling


daging sapi.
4. Dendeng giling yang disimpan selama 4 minggu dengan penambahan nanas
10% dapat mempertahankan kualitas dendeng giling daging sapi.
Saran
Untuk menghasilkan produk olahan dendeng giling daging sapi yang
berkualitas baik, sebaiknya menggunakan penambahan nanas 10% dengan
penyimpanan selama 4 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E., 2009. Struktur otot. www.blogspot.com. Diakses Mei 2010.


Abustam, E. dan H. M. Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Pengolahan
Daging. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anonima, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Http//www.gizi.net/komposisi
makanan/index.html. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. Diakses Mei
2010.

b,

1981. Suluh Kelembagaan Tani. Buletin Agribisnis, no 19. www.Direktorat


Jenderal Departemen Pertanian Jakarta. Diakses Mei 2010.
, 2008. Karakteristik Daging. Blog at WordPress.com. http://www.urlseek.
vmn.netsearch.php?
type=dns&amp;tbn=photopos2_0dn&amp;q=http://produkkelapa.wordpress.c
om/.Diakses 13 Juni 2010.

53

, 2009. Pembuatan Dendeng. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institut


Pertanian Bogor, Bogor.

,a 2010. Lama Penyimpanan Daging Beku. http://www.urlseek.


vmn.netsearch.php?
type=dns&amp;tbn=photopos2_0dn&amp;q=http://produkkelapa.wordpress.c
om/. Diakses pada tanggal 25 September 2010.
b,

2010. Sekilas Nanas. Http//www.o-wi.net/selera/sekilas Nenas.Com. Diakses


Mei 2010.
Anonymous. 2006. Mengawetkan Daging Tanpa Formalin Terhadap Pengolahan.
http://www.pengawetan.net/pengawetan daging/index.html. Diakses Mei
2010.
Apriyantono, A., 1989. Analisis PanganDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Astawan, M. 2004. Dapatkan Protein dari Dendeng. http//www.gizi.net/dapatkan
proteindendeng/index. html. Diakses Mei 2010.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
, 1985. Food Science. Terjemahan Hari P A. UI Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara,
Jakarta.
Desroiser, N.W. 1985. Technologi of Food Preservation. 4th Eds, Publishing AVI Co.
Westport.
Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi, Jakarta.
Djuarni. dkk, 1985. Membuka Aneka Dendeng. Teknologi Tepat Guna. Yogyakarta.
Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. 2nd Ed. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Ferial. A. 2010. Pengaruh lama pengeringan dan level penambahan nanas (Ananas
comosus) terhadap kualitas dendeng giling daging sapi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.

54

Forrest S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Penerbit UI, Jakarta.


Gaspersz,V., 1997. Statistik, Penerbit Armico, Bandung.
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengering rumah
tangga. Buletin Peternakan. 18 : 119-126.
, 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty,
Yogyakarta.
Indriwati, M. 2006. Studi Waktu Pengeringan dan Tingkat Ketebalan Dendeng Ayam.
Tesis Fakultas Pertanian. Program S1 IPB. Bogor.
Johnson et,.al 1974. Encyclopedia of Food Technologi The Avi Publishing CO.Inc.,
Wesport.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan : A. Parakkasi. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Lailasuhari. 2008. Daging. http://lailasuhari.htm. Diakses: Diakses Mei 2010.
Levie A. 1970. The Meat Hand Book. Westport Evaluation of Food Academic Press,
New York, London.
Lharazati, Ria. 2006. Pemanfaatan Buah Nanas. My codes place.com. Diakses Mei
2010.
Lukman, D.W., 2008. Daging dan produk
pangan.blogspot.com. Diakses : Februari 2010.

olahannya.

http://higiene

Mardiana,. 2011. Pengaruh ketebalan yang berbeda dan tingkat penambahan nanas
(Ananas comosus) terhadap kualitas dendeng giling daging sapi. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Munarnis E. 1982. Pengolahan Daging. CV. Yasaguna, Jakarta.
Nursiam, I. 2010. Pembuatan Dendeng Daging Sapi. Intannursiams blog. Diakses
Desember 2010.

55

Palungkun, R. dan A. Budhiarti. 1995. Bawang Putih Dataran Rendah. P. T. Penebar


Swadaya, Jakarta.
Purnomo H. 1986. Aspects of The Stability of Intermediate Moisture Meat-Phd.
Thesis. The University of New South Wales, Australia.
Resang A A. 1982. Ilmu Kesehatan Daging. Edisi Kedua FKH. IPB, Bogor.
Robert. 1989. Evaluasi Gizi Dan Kerusakan Bahan Pangan. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Siswani. 1984. Pengaruh Waktu dan Suhu Penyimpanan terhadap Proses
Pembusukan Daging Sapi. Skripsi FKH. IPB, Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
Yogyakarta.

Gajah Mada University Press,

. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta.
Soputan J E M. 2000. Perubahan Mutu Dendeng Sapi selama Penyimpanan pada
Suhu Kamar. Tesis PPs. Unsrat, Manado.
Sutatoso. 2008. Sari Buah nanas. ptp 2007.wordpress.com. Diakses Mei 2010.
.
Tumbronxs. 2009. Mencermati Tanaman Buah Nanas. www.iyoiye.com. Diakses Mei
2010.
Watts, BM. 1962. Meat products. In : Symposium on food lipids and their oxidation,
AVI Publ. Co. Inc., Wetsport, CT, Pp : 202 [International Food Research
Journal 17:221-227 (2010)].
Winarno F G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
__________ . 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
.

56

Tabel Lampiran 1. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Giling Daging Sapi Terhadap
Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus).

57

Descriptive Statistics
Dependent Variable:K.Air
Lama_P
Level_ enyimp
Nanas anan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

16.6667

.49893

B1

18.5500

.35679

B2

20.8000

.62024

B3

21.9900

.64156

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

19.5017
18.0733
20.1067
21.8133
23.0367
20.7575
20.1367
21.7500
22.9767
24.2467
22.2775
18.2922

2.19102
.73664
.68017
.35119
.30892
2.00593
.39804
1.49880
.65241
.75871
1.77087
1.58812

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

20.1356

1.62159

B2

21.8633

1.05980

B3

23.0911

1.10778

Total

20.8456

2.25474

36

58

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:K.Air
Type III Sum of
Squares

Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

df

Mean Square

Sig.

166.329a
15643.339
46.371
117.918

11
1
2
3

15.121
15643.339
23.186
39.306

31.270
3.235E4
47.948
81.285

.000
.000
.000
.000

2.040

.340

.703

.650

11.605
15821.273
177.934

24
36
35

.484

a. R Squared = .935 (Adjusted R Squared = .905)


Lama_Penyimpanan
Multiple Comparisons
K.Air
LSD
(I)
(J)
Lama_ Lama_
Penyim Penyim
Mean
panan panan Difference (I-J) Std. Error
B0

B1

B2

B3

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

.32781

.000

-2.5199

-1.1668

B2

-3.5711

.32781

.000

-4.2477

-2.8946

B3
B0
B2
B3
B0
B1
B3
B0

-4.7989*
1.8433*
-1.7278*
-2.9556*
3.5711*
1.7278*
-1.2278*
4.7989*

.32781
.32781
.32781
.32781
.32781
.32781
.32781
.32781

.000
.000
.000
.000
.000
.000
.001
.000

-5.4754
1.1668
-2.4043
-3.6321
2.8946
1.0512
-1.9043
4.1223

-4.1223
2.5199
-1.0512
-2.2790
4.2477
2.4043
-.5512
5.4754

B1

2.9556*

.32781

.000

2.2790

3.6321

B2

.32781

.001

.5512

1.9043

B1

-1.8433

1.2278

59

Level_Nanas
Multiple Comparisons
K.Air
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0
A1
A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

-1.2558

.28389

.000

-1.8418

-.6699

A2
A0
A2
A0

-2.7758*
1.2558*
-1.5200*
2.7758*

.28389
.28389
.28389
.28389

.000
.000
.000
.000

-3.3618
.6699
-2.1059
2.1899

-2.1899
1.8418
-.9341
3.3618

A1

1.5200*

.28389

.000

.9341

2.1059

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .484.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

60

Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam TBA Dendeng Giling Daging Sapi Terhadap
Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus).

Descriptive Statistics
Dependent Variable:TBA
Lama_
Level_ Penyim
Nanas panan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

.0867

.00577

B1

.0183

.00058

B2

.0237

.00058

B3

.0260

.00100

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

.0387
.0733
.0160
.0193
.0220
.0327
.0567
.0113
.0157
.0190
.0257
.0722

.02920
.00577
.00100
.00058
.00100
.02475
.00577
.00058
.00153
.00100
.01909
.01394

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

.0152

.00315

B2

.0196

.00357

B3

.0223

.00316

Total

.0323

.02458

36

61

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:TBA
Type III Sum of
Squares

Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

df

Mean Square

Sig.

.021
.038
.001
.019

11
1
2
3

.002
.038
.001
.006

212.035
4.195E3
56.619
717.944

.000
.000
.000
.000

.001

9.767E-5

10.885

.000

.000
.059
.021

24
36
35

8.972E-6

a. R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .985)


Lama_Penyimpanan
Multiple Comparisons
TBA
LSD
(I)
(J)
Lama_ Lama_
Penyim Penyim
Mean
panan panan Difference (I-J) Std. Error
B0

B1

B2

B3

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

B1

.0570*

.00141

.000

.0541

.0599

B2

.0527*

.00141

.000

.0498

.0556

B3
B0
B2
B3
B0
B1
B3
B0

.0499
-.0570*
-.0043*
-.0071*
-.0527*
.0043*
-.0028
-.0499*

.00141
.00141
.00141
.00141
.00141
.00141
.00141
.00141

.000
.000
.005
.000
.000
.005
.061
.000

.0470
-.0599
-.0072
-.0100
-.0556
.0014
-.0057
-.0528

.0528
-.0541
-.0014
-.0042
-.0498
.0072
.0001
-.0470

B1

.0071*

.00141

.000

.0042

.0100

B2

.0028

.00141

.061

-.0001

.0057

62

Level_Nanas
Multiple Comparisons
TBA
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0
A1
A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

.0060

.00122

.000

.0035

.0085

A2
A0
A2
A0

.0130*
-.0060*
.0070*
-.0130*

.00122
.00122
.00122
.00122

.000
.000
.000
.000

.0105
-.0085
.0045
-.0155

.0155
-.0035
.0095
-.0105

A1

-.0070*

.00122

.000

-.0095

-.0045

63

Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Warna Dendeng Giling Daging Sapi Terhadap
Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus).

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Warna
Lama_
Level_ Penyim
Nanas panan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

2.6800

.04583

B1

3.0667

.03512

B2

3.1533

.02082

B3

3.2467

.06028

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

3.0367
3.7767
4.2000
4.3200
4.3967
4.1733
4.5700
4.7133
5.0700
5.2800
4.9083
3.6756

.22809
.12423
.02646
.07211
.07506
.25977
.04000
.06506
.12166
.02646
.30045
.82480

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

3.9933

.73074

B2

4.1811

.83950

B3

4.3078

.88439

Total

4.0394

.82200

36

64

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Warna
Type III Sum of
Squares

Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

df

Mean Square

Sig.

23.538a
587.416
21.341
2.040

11
1
2
3

2.140
587.416
10.671
.680

460.994
1.266E5
2.299E3
146.465

.000
.000
.000
.000

.157

.026

5.622

.001

.111
611.065
23.649

24
36
35

.005

a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .993)


Level_Nanas
Multiple Comparisons
Warna
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0

A1

A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

-1.1367*

.02781

.000

-1.1941

-1.0793

A2

-1.8717*

.02781

.000

-1.9291

-1.8143

A0

1.1367*

.02781

.000

1.0793

1.1941

A2

-.7350*

.02781

.000

-.7924

-.6776

A0

1.8717*

.02781

.000

1.8143

1.9291

A1

.7350*

.02781

.000

.6776

.7924

65

Multiple Comparisons
Warna
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0

A1

A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

-1.1367*

.02781

.000

-1.1941

-1.0793

A2

-1.8717*

.02781

.000

-1.9291

-1.8143

A0

1.1367*

.02781

.000

1.0793

1.1941

A2

-.7350*

.02781

.000

-.7924

-.6776

A0

1.8717*

.02781

.000

1.8143

1.9291

A1

.7350*

.02781

.000

.6776

.7924

*. The mean difference is significant at the .05 level.

66

Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Keempukan Dendeng Giling Daging Sapi


Terhadap Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas
(Ananas comosus).

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Keempukan
Lama_
Level_ Penyim
Nanas panan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

3.2867

.02082

B1

3.3967

.02517

B2

3.4733

.01528

B3

3.6433

.02082

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

3.4500
3.5800
3.6633
3.9167
4.1200
3.8200
4.1867
4.2967
4.4200
4.6733
4.3942
3.6844

.13678
.01732
.03786
.23459
.06928
.24636
.02082
.03055
.11000
.18771
.21125
.39787

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

3.7856

.40128

B2

3.9367

.43023

B3

4.1456

.45761

Total

3.8881

.44066

36

67

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Keempukan
Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

Type III Sum of


Squares

Df

Mean Square

Sig.

6.572a
544.211
5.432
1.086

11
1
2
3

.597
544.211
2.716
.362

64.017
5.831E4
291.004
38.775

.000
.000
.000
.000

.055

.009

.975

.463

.224
551.008
6.796

24
36
35

.009

a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .952)


Lama_Penyimpanan

68

Multiple Comparisons
Keempukan
LSD
(I)
(J)
Lama_ Lama_
Penyim Penyim
Mean
panan panan Difference (I-J) Std. Error
B0

B1

B2

B3

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

B1

-.1011

.04554

.036

-.1951

-.0071

B2

-.2522*

.04554

.000

-.3462

-.1582

B3
B0
B2
B3
B0
B1
B3
B0

-.4611*
.1011*
-.1511*
-.3600*
.2522*
.1511*
-.2089*
.4611*

.04554
.04554
.04554
.04554
.04554
.04554
.04554
.04554

.000
.036
.003
.000
.000
.003
.000
.000

-.5551
.0071
-.2451
-.4540
.1582
.0571
-.3029
.3671

-.3671
.1951
-.0571
-.2660
.3462
.2451
-.1149
.5551

B1

.3600*

.04554

.000

.2660

.4540

B2

.04554

.000

.1149

.3029

.2089

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .009.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Level_Nanas
Multiple Comparisons
Keempukan
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0
A1
A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

-.3700*

.03944

.000

-.4514

-.2886

A2
A0
A2
A0

-.9442
.3700*
-.5742*
.9442*

.03944
.03944
.03944
.03944

.000
.000
.000
.000

-1.0256
.2886
-.6556
.8628

-.8628
.4514
-.4928
1.0256

A1

.5742*

.03944

.000

.4928

.6556

69

Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Flavor Dendeng Giling Daging Sapi Terhadap
Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus).

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Flavour
Lama_
Level_ Penyim
Nanas panan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

5.9633

.06351

B1

5.7900

.07810

B2

5.7333

.08145

B3

5.5800

.03606

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

5.7667
2.2567
3.8067
3.7067
3.5200
3.3225
1.3767
1.2800
2.4300
2.3433
1.8575
3.1989

.15423
.01528
.06658
.13317
.04000
.65498
.02082
.04583
.03606
.04726
.55577
2.10834

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

3.6256

1.95841

B2

3.9567

1.44484

B3

3.8144

1.41926

Total

3.6489

1.70701

36

70

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Flavour
Type III Sum of
Squares

Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

Df

Mean Square

Sig.

101.889
479.318
93.607
2.927

11
1
2
3

9.263
479.318
46.804
.976

2.309E3
1.195E5
1.167E4
243.210

.000
.000
.000
.000

5.355

.893

222.525

.000

.096
581.303
101.985

24
36
35

.004

a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)


Lama_Penyimpanan
Multiple Comparisons
Flavour
LSD
(I)
(J)
Lama_ Lama_
Penyim Penyim
Mean
panan panan Difference (I-J) Std. Error
B0

B1

B2

B3

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

B1

-.4267*

.02986

.000

-.4883

-.3650

B2

-.7578*

.02986

.000

-.8194

-.6962

B3
B0
B2
B3
B0
B1
B3
B0

-.6156
.4267*
-.3311*
-.1889*
.7578*
.3311*
.1422*
.6156*

.02986
.02986
.02986
.02986
.02986
.02986
.02986
.02986

.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000

-.6772
.3650
-.3927
-.2505
.6962
.2695
.0806
.5539

-.5539
.4883
-.2695
-.1273
.8194
.3927
.2038
.6772

B1

.1889*

.02986

.000

.1273

.2505

B2

-.1422*

.02986

.000

-.2038

-.0806

71

Level_Nanas
Multiple Comparisons
Flavour
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0
A1
A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

2.4442*

.02586

.000

2.3908

2.4975

A2
A0
A2
A0

3.9092
-2.4442*
1.4650*
-3.9092*

.02586
.02586
.02586
.02586

.000
.000
.000
.000

3.8558
-2.4975
1.4116
-3.9625

3.9625
-2.3908
1.5184
-3.8558

A1

-1.4650*

.02586

.000

-1.5184

-1.4116

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .004.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

72

Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Kesukaan Dendeng Giling Daging Sapi Terhadap
Lama Penyimpanan dan Tingkat Penambahan Nanas (Ananas
comosus).

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Kesukaan
Lama_
Level_ Penyim
Nanas panan
A0

A1

A2

Total

Mean

Std. Deviation

B0

3.3233

.05686

B1

3.2467

.05859

B2

3.0567

.09074

B3

2.8200

.05568

Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0
B1
B2
B3
Total
B0

3.1117
4.3300
4.3400
3.6067
3.4433
3.9300
5.7733
4.7467
4.4367
3.7233
4.6700
4.4756

.21092
.52943
.67535
.14572
.18175
.57127
.03786
.06658
.04041
.53267
.80363
1.09938

12
3
3
3
3
12
3
3
3
3
12
9

B1

4.1111

.75322

B2

3.7000

.60807

B3

3.3289

.49024

Total

3.9039

.85800

36

73

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Kesukaan
Type III Sum of
Squares

Source
Corrected Model
Intercept
Level_Nanas
Lama_Penyimpanan
Level_Nanas *
Lama_Penyimpanan
Error
Total
Corrected Total

df

Mean Square

Sig.

23.566a
548.653
14.583
6.677

11
1
2
3

2.142
548.653
7.291
2.226

23.373
5.986E3
79.549
24.284

.000
.000
.000
.000

2.306

.384

4.193

.005

2.200
574.418
25.766

24
36
35

.092

a. R Squared = .915 (Adjusted R Squared = .875)


Lama_Penyimpanan
Multiple Comparisons
Kesukaan
LSD
(I)
(J)
Lama_ Lama_
Penyim Penyim
Mean
panan panan Difference (I-J) Std. Error
B0

B1

B2

B3

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

.14272

.017

.0699

.6590

B2

.7756

.14272

.000

.4810

1.0701

B3
B0
B2
B3
B0
B1
B3
B0

1.1467*
-.3644*
.4111*
.7822*
-.7756*
-.4111*
.3711*
-1.1467*

.14272
.14272
.14272
.14272
.14272
.14272
.14272
.14272

.000
.017
.008
.000
.000
.008
.016
.000

.8521
-.6590
.1166
.4877
-1.0701
-.7057
.0766
-1.4412

1.4412
-.0699
.7057
1.0768
-.4810
-.1166
.6657
-.8521

B1

-.7822*

.14272

.000

-1.0768

-.4877

B2

.14272

.016

-.6657

-.0766

B1

.3644

-.3711

74

Level_Nanas
Multiple Comparisons
Kesukaan
LSD
(I)
(J)
Level_ Level_
Mean
Nanas Nanas Difference (I-J) Std. Error
A0
A1
A2

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound Upper Bound

A1

-.8183

.12360

.000

-1.0734

-.5632

A2
A0
A2
A0

-1.5583*
.8183*
-.7400*
1.5583*

.12360
.12360
.12360
.12360

.000
.000
.000
.000

-1.8134
.5632
-.9951
1.3032

-1.3032
1.0734
-.4849
1.8134

A1

.7400*

.12360

.000

.4849

.9951

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .092.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

75

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian Pembuatan Dendeng giling Daging Sapi

76

77

RIWAYAT HIDUP

Rina Febrina N.R dilahirkan pada tanggal 26 Februari 1989


Makassar Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak ke dua dari
enam bersaudara dari pasangan Rukman Ramang dan Ritha
Rukman. Pada tahun 1991 penulis memulai sekolah jenjang
pendidikan di Taman kanak-kanak Islam Asaada Cakung Jawa Barat dan selesai pada
tahun 1994, kemudian dilanjutkan pada tingkat Sekolah Dasar Negri Inpres
Toddopuli Makassar dan selesai pada tahun 2000, kemudian dilanjutkan kejenjang
lebih tinggi tingkat SLTP Kristen Makassar dan selesai pada tahun 2003, kemudian
dilanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi pada tingkat SMA Kristen Makassar dan
selesai pada tahun 2006. Di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih serius di Perguruan Tinggi Negri dan lulus melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di salah satu Universitas terbaik di Sulawesi
selatan yaitu Universitas Hasanuddin makassar, penulis lulus dan terdaftar menjadi
mahasiswa di fakultas Peternakan pada jurusan Produksi ternak Prokgram Studi
Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin Makassar.

78

Anda mungkin juga menyukai