Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi umum inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernapasan. Zat anestika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O 2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan daya anesthesia.
Zat anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu member anestesia
yang adekuat.
Sungkup muka ( Face Mask ) mengantarkan udara atau gas anastesi dari alat resusitasi atau
system anestesi ke dalam jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernafas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk ke semua
trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup sangat beragam tergantung usia danpembuatnya,
ukuran 0,3 biasanya digunakan untuk bayi baru lahir, 0,2, 0,1 dan 1 digunakan pada anak-anak kecil,
pada anak-anak yang besar biasanya ukuran 2 atau 3, pada orang dewasa memakai ukuran 4 atau 5.
Biasanya sebagian sungkup muka dari bahan transparan agar udara ekspirasi kelihatan ( berembun )
dan bila terdapat muntahan atau bibir terjepit dapat terlihat.
Indikasi untuk anestesi umum inhalasi dengan sungkup muka yaitu :
-

Untuk tindakan yang singkat (0,5 1 jam) dan posisinya terlentang

Pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh

Keadaan umum pasien cukup baik ( ASA I atau II )

Lambung harus kosong

Kontra indikasi anastesi umum inhalasi dengan sungkup muka adalah :


Operasi di daerah kepala dan jalan nafas
Operasi dengan posisi miring atau tengkurap.

Sejarah Anestesi Inhalasi


Kloroform, eter, dinitrogen oksida, dan etil klorida digunakan selama akhir abad 19. Mereka
diikuti pada tahun 1930 dan 1940 oleh etilen, siklopropan, trikloroetilen, isopropenil vinil eter, dan
lain-lain sampai halotan ditemukan pada 1951 dan diperkenalkan pada praktek klinik pada 1956.
Setelah itu, metoksifluran muncul pada awal tahun 60-an, diikuti enfluran dan isofluran pada tahun
70-an. Metoksifluran ditarik dari pasaran dalam satu dekade karena berpotensi nefrotoksik. Dua
anestesi inhalasi disintesis pada tahun 70-an tetapi digunakan pada awal tahun 90-an. Yang pertama,
sevofluran, diperkenalkan di Jepang pada tahun 1990. yang kedua, desfluran digunakan di Amerika

pada tahun1992. Zat anestesi inhalasi yang paling sering digunakan adalah dinitrogen oksida,
isofluran, dan dua anestesi inhalasi yang baru saja diperkenalkan sevofluran dan desfluran.
Mekanisme kerja obat anestesi inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri dalam
farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang
jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi.
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah
N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan, karena efek
sampingnya yang tidak dikehendaki misalnya:
1. Eter : kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual-muntah,
kerusakan hepar, baunya merangsang.
2. Kloroform

: aritmia, kerusakan hepar.


3. Etil-klorida

: kebakaran, peledakan, depresi jantung, indeks terapi sempit,

dirusak kapur soda.


4. Triklor-etilen : dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenic
5. Metoksifluran: toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar, dan kebakaran.

Farmakokinetik Anestesi Inhalasi


Farmakokinetik anestesi inhalasi mendeskripsikan ambilan, distribusi, metabolisme dan
eliminisasi.
Ambilan dan Distribusi Anestesi Inhalasi
Rangkaian gradien tekanan parsial, mulai pada vaporizer mesin anestesi, selanjutnya sirkuit
nafas anestesi inhalasi, pohon alveolus, darah, dan jaringan akan memastikan gerakan udara ke depan.
Sasaran utama gerakan ini adalah untuk mencapai tekanan parsial seimbang di seluruh barier jaringan
tubuh. Tekanan parsial alveolar menentukan tekanan parsial anestesi di seluruh jaringan tubuh
akhirnya, mereka semua akan menyeimbangkan tekanan parsial alveolar udara.
Ambilan alveolus atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru.
2. Difusi gas dari paru ke darah.
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan
alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam

menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat
yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut.
Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC (minimum alveolar concentration) ialah kadar
minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah
gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya immobilisasi tercapai pada
95% pasien, jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan
parsiel zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.

Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:


1. Konsentrasi inspirasi.
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan paru
berhenti dan konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah
terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas
atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar.
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas.
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsentrasi dalam
alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru.
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
5. Hubungan ventilasi-perfusi.
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik.
Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karena sebagian
uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai
pernapasan.

Cara Pemberian Anestesi Inhalasi


Open drop method
Cara ini dipakai untuk anestetik yang menguap, peralatan yang digunakan sederhana dan
tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas dan diletakkan di depan hidung penderita

sehingga kadar zat anestetik yang dihisap tidak diketahui. Pemakaiannya boros karena zat
anestetik menguap ke udara terbuka.
Semi open drop method
Cara ini hampir sama dengan open drop method, hanya untuk mengurangi terbuangnya
zat anestetik digunakan masker, karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali
sehingga menyebabkan hipoksia. Untuk menghindari hal ini dialirkan oksigen melalui
pipa yang ditempatkan dibawah masker.
Semi closed method
Udara yang dihisap diberikan bersama dengan oksigen murni yang dapat ditentukan
kadarnya, kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga zat anestetik dapat ditentukan.
Sesudah dihisap penderita, udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara.
Keuntungan cara pemberian ini adalah dalam anestesi dapat diatur dengan memberikan
kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O 2.
Closed method
Cara ini hampir sama dengan semi closed method, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui
NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung zat anestetik dapat
digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup
mahal.

OBAT-OBAT ANESTESIA UMUM INHALASI

A. Nitrous Oksida ( N2O )


N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, beratnya 1,5
kali dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda limeabsorber
(pengikat CO2). Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesinya kuat.
Mempunyai konsentrasi alveolar minimum (MAC) pada oksigen 104% atm. Koefisien partisi
darah/gas untuk oksida nitrosa adalah 0,47, dibandingkan dengan 1,4 untuk isofluran. Kelarutan
yang sangat rendah ini berarti suatu induksi yang sangat cepat. Setelah pemberian 30 menit, rasio
konsentrasi alveolar terhadap konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,99, dibandingkan dengan 0,73
untuk isofluran. Kelarutan oksida nitrosa jaringan yang sangat rendah (koefisien partisi
lemak/darah, 2,3, dibandingkan koefisien partisi lemak/darah 45,0 untuk isofluran) menyebabkan
keadaan terjaga dan eliminasi yang cepat. Pemberian gas pertama yang diabsorpsi dengan cepat
pada konsentrasi tinggi akan mempermudah kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar dari gas
kedua yang diberikan secara bersamaan, suatu fenomena yang disebut efek gas kedua. Efek ini
paling menonjol jika oksida nitrosa dikombinasikan dengan anestetik volatil.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N 2O : O2 yaitu 60% ; 40%, 70% ;
30, dan 50% : 50%.
Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk
induksi 80% : 20% dan pemeliharaan 70% ; 30%. Oleh karena hanya berkhasiat analgesia lemah,
maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai

dengan target trias anesthesia yang ingin dicapai. N 2O sangat berbahaya bila digunakan pada
pasien pneumotorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti. Pada
akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cep;at keluar mengisi alveoli, sehingga
terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindarinya kita harus
memberikan O2 100% selama 5-10 menit.
B. Halotan (F3C-CHBrCl)
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah
terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Di samping efek
sedasi, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Halotan
berkekuatan anestetik 4 5 kali eter atau 2 kali kloroform.
Keuntungan penggunaannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas,
bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual muntah.
Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, harus dikombinasi dengan obat
analgesi dan relaksan, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan TIK, menggigil pasca
anestesi, dan hepatotoksik. Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien yang menderita
gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung, dan pada operasi kraniotomi.
Dosis untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama-sama
dengan N2O. untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 12,5%, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 0,5-1%.
C. Isoflurane
Isofluran (floran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Keuntungan penggunaannya adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta
induksi dan masa pulih cepat. Isofluran dangan konsentrasi > 1 % terhadap uterus hamil
menyebabkan relaksasi kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
menyebabkan pendarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3
dosis biasa jika menggunakan isofluran. Dikontraindikasikan pada hipovolemik berat.
Dosis induksi 3 3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O : O2 . Dosis rumatan 0,5 3%.
D. Sevofluran.
Sevoflurane (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Mempunyai tekanan uap

sekitar 162 mmHg pada 20oC dan mendidih pada 56,5oC. Dalam hal ini sevofluran serupa dengan
anestetik volatil lainnya dan diberikan melalui vaporisator standar. Sevofluran kurang bersifat
iritan terhadap saluran pernapasan bagian atas dibanding desfluran, pada induksi menyebabkan
lebih sedikit batuk dan laringospasme. Setelah 30 menit, rasio konsentrasi alveolar terhadap
konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,85, dibandingkan dengan 0,99 untuk oksida nitrosa dan 0,73
untuk isofluran. Kelarutan sevofluran jaringan yang rendah (koefisien partisi lemak/darah,53,4)
menimbulkan eliminasi dan keadaan terjaga yang cepat. Depresi ventilasi mencerminkan efek
depresi langsung terhadap pusat ventilasi meduler dan kemungkinan efek perifer terhadap fungsi
otot interkosta. Relaksasi otot polos bronkus dapat ditimbulkan melalui efek langsung atau tidak
langsung melalui penurunan lalu lintas saraf aferen atau depresi medularis sentral dari refleks
bronkokonstriksi.
Kontraindikasi :
1. Pasien dengan lesi katup aorta atau mitral stenotik mentolerir dengan buruk perubahan
tekanan darah dan tahanan vaskular sistemik.
2. Konsentrasi alveolar minimum (MAC) tertinggi pada 6 bulan pertama kehidupan dan sedikit
lebih rendah pada neonatus.
3. Sevofluran melintasi sawar plasenta, dan derajat depresi janin dan neonatus (hipotensi,
hipoksia, asidosis) berbanding langsung dengan dalam dan lamanya anestesia ibu.
4. Penggunaannya merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan kejang dan
kerentanan genetic yang dicurigai terhadap hipertermia maligna.
Efek Samping Utama
Kardiovaskuler: hipotensi, aritmia
Pulmoner: depresi pernafasan, apne
SSP: pusing, euforia, peningkatan aliran darah otak dan tekanan intracranial
GI/Hati: mual, muntah, ileus
GU: gangguan fungsi ginjal
Metabolik: hipertermia maligna

E. Enfluran (2 kloro-1,1,2-trifluoroethyl ether).


Merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah
terbakar, tidak bereaksi dengan sodalime. Penggunaan enfluran relative jarang karena efeknya
terhadap ginjal dan hati. Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih

jarang menimbulkan aritma. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding halotan. Dosis
induksi 2 4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2O : O2 . Dosis rumatan 0,5 3%.

F. Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogensi eter dengan rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnys mendekati suhu ruangan (23,5C).
Potensinya rendah (MAC 6,0 %). Ia bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan
hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan napas
atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku G, Senapathi TGA, dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi, Indeks,
Jakarta, 2010.
2. Ronald D. Miller, Millers Anesthesia, Seventh edition.
3. Mansjoer A. Suprohaita, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2,
edisi 3, 2001 : Media Aesculapius FK UI
4. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, 2002,
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI
5. Muhiman M. Thaib MR, Sunatrio S. et all (editor), Anestesiologi, 1989, Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI

Anda mungkin juga menyukai