Referat Defisiensi Vitamin A
Referat Defisiensi Vitamin A
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang
terdapat di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253 juta anak usia
presekolah dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.1
Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,
defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling
sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta
anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat
resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2
Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi
resiko yang meningkat untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit
infeksi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A.
Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber
makanan hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung
terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber
nabati.2,6
Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi
imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam
respon antibodi humoral. Kekurangan vitamin A adalah masalah kesehatan umum
yang luas. Anak usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua
kelompok populasi yang paling berisiko. Suplementasi vitamin A menunjukkan
adanya pengurangan insiden campak, diare, dan kematian, serta meningkatkan
beberapa aspek kesehatan mata.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Defisiensi Vitamin A
Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A
adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang.
Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari
20g/dl. Masih dalam buku tersebut terdapat Xeroptalmia merupakan istilah yang
menerangkan gangguan pada mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat
menyebabkan kebutaan.Defisiensi vitamin A adalah suatu keadaan, ditandai
rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya
kemampuan adaptasi terhadap gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau
masukan karotin dari Vitamin A.21,27
Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika
jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod (batang) dan sel cone
(kerucut) pada mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan
gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam
pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan
tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi.
Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi
tertentu. AngkaKecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel
berikut;20, 24
protein II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau
dioksidasi lebih lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya
terikat pada satu set faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di
jaringan perifer juga bisa berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di
dalam jaringan atau tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara
organ penyimpanan utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan
vitamin A untuk diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.3
Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan
derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A
rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma
transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi
lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A
tinggi, efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap
sama, recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi
bilier
meningkat
dengan
jelas,
ekskresi urin
dan
fekal
diaugmentasi.
translokasi
mikroorganisme
dan
berkontribusi
terhadap
kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada
awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi
secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar
tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk
diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan
defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas,
diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi
vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.5
Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna
dalam keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier
terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel
mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk
kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahanperubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi
dari epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal,
pankreas dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut.
Pada kandung kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan
hematuria. Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan
kulit menjadi kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya
ditemukan di lengan, tungkai, bahu dan bokong.9
2.7.1 Mata
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling
spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin
A. Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi
dapat, mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai
rabun senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi
kornea/keratomalasia.3
Tabel 2 . Klasifikasi Xeroftalmia5
XN
Rabun Senja
X1A
Xerosis Konjungtiva
10
X1B
Bercak Bitot
X2
Xerosis Kornea
X3A
X3B
XS
sering
diabaikan
atau
kenyataanya
overkompensasi,
overdiagnosis. Maka abnormalitas tidak merupakan suatu dasar yang tepat untuk
menegakkan prevalensi xeroftalmia klinis, dan xerosis konjungtiva tidak dapat
dianggap sebagai kriteria yang dapat diterima untuk menetapkan apakah defisiensi
vitamin A adalah suatu masalah kesehatan yang berarti.5
Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadram temporal, sebagai suatu
potongan kecil oval atau segitiga yang berbatasan dengan limbus pada fisura
interpalpebral. Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa individu,
keratin dan basil saprofit berkumpul pada permukaan xerotik, memberikan suatu
gambaran seperti busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal dengan bercak Bitot.
Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan jumlah yang terbentuk
lebih bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih berat, lesi akan terbentuk
juga di kuadran nasal, walau kurang mencolok. Bercak Bitot dapat segera dikenali
dan merupakan suatu kriteria klinis yang berguna untuk penilaian status vitamin A
suatu populasi.5
Gambar 4.
X1A
Xerosis
Konjungtiva5 Gambar 5. X1B Bercak Bitot (busa)5
12
a)
X3A, X3B.
Ulkus
Kornea/Keratomalasia
Ulserasi/Keratomalacia mengindikasikan adanya kerusakan permanen dari
sebagian atau semua stroma kornea, mengakibatkan perubahan struktur yang
permanen.5 Keratomalasia yang terlokalisir merupakan kondisi yang secara cepat
dapat mempengaruhi ketebalan kornea. Munculan pertamanya berupa penonjolan
13
opaque yang berwarna keabuan hingga kekuningan atau perlekukan keluar dari
permukaan kornea. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, stroma yang nekrotik
tersebut akan meluruh dan meninggalkan ulkus yang besar dan dalam atau
descemetocele ( Herniasi dari membrane Descemet ). Sedangkan ulkus yang kecil
akan menyembuh dan membentuk leukoma.5
Ulserasi yang mengenai kurang dari sepertiga permukaan kornea (X3A)
biasanya tidak mengenai zona pupil central dan terapi yang cepat dapat
menyelamatkan pengelihatan normal. Ulserasi yang lebih luas (X3B), terutama
xnekrosis likuofaktif, akan menyebabkan perforasi, extrusi dari bahan intraocular,
dan rusaknya bola mata.5
Kasus ulserasi/nekrosis akibat defisiensi vitamin A dan yang diakibatkan oleh
infeksi bakteri atau jamur biasanya susah dibedakan. Ini dikarenakan lesi
defisiensi vitamin dapat terinfeksi secara sekunder. Ketika status vitamin A turun
secara drastis, misalnya pada kasus campak, gastroenteritis, atau pada
kwashiorkor pada anak yang status vitamin A yang pas-pasan, kemunculan ulkus
kornea dapat langsung tampak tanpa gejala rabun senja dan xerosis konjungtiva.
Pada kasus tersebut, kita dapat secara aman mengasumsikan bahwa defisiensi
vitamin A dan infeksi ada dan ditatalaksana sesuai penyakitnya masing-masing.5
Gambar 9,10.
X3A
Ulserasi
kornea 5
14
Gambar 13,
14.
Jaringan
Parut
kornea5
2.7.2 Kulit
Kelainan pada kulit dapat ditemukan adanya kulit kering bersisik yang
dikenal kulit katak atau phrynoderma dan meningkatnya resiko terjadinya
infeksi.8
Hiperkeratosis follikularis pada defisienssi vitamin A disebut sebagai
Phrynoderma merupakan suatu bentuk manifestasi pada kulit berupa "kulit katak",
ditandai dengan adanya plak keratotik pada folikel rambut yang biasanya terdapat
pada ekstremitas bagian dorsal dan ventral, dapat berwarna sama dengan kulit
atau sedikit hiperpigmentasi disekitarnya. 14,15
2.8 Diagnosis
Defisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis
dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari
200ug/L dan karotennoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna
dalam diagnosis. Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan
mikroskopik. Pemeriksaan apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik.
Vitamin A dan serum retinol diperiksa menggunakan High Performance Liquid
Cromatography (HPLC).16
2.9 Pemeriksaan Penunjang
2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
16
bintik bitot, xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat
dimulai segera setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi
kornea akut segera dirujuk ke rumah sakit
emergensi.10
Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia5
Waktu Pemberian
Dosis Vitamin A
17
50 000 IU
100 000 IU
200 000 IU
Hari berikutnya
Wortel
Ubi jalar
Sayuran Hijau
Mangga
6-11 bulan
ASI Eksklusif
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
1-2 tahun
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
2-6 tahun
2 sdm / 25 mg
1 sdm
cup
70 mg
Penyakit infeksi berat, khususnya pada campak, juga malaria dan chiken pox,
dapat menyebabkan dekompensasi akut terhadap status vitamin A. Jika kadar
vitamin A tubuh berada dalam batas rendah, anak akan sangat beresiko menjadi
buta, komplikasi sistemik (seperti laringotrakeobrongkitis) dan kematian. 5
Campak
Anak dengan defisiensi vitamin A bersamaan dengan campak dapat menglami
komplikasi yang serius, dan segera terapi vitamin A dapat secara signifikan
menurunkan resiko fatal. 10
19
Terhadap semua anak dengan penyakit campak pada populasi yang diketahui
banyak menderita defisiensi vitamin A, atau case fatality rates campak diatas 1%
harus mendapatkan dosis terapi vitamin A yang sama dengan mereka yang
menderita xeroftalmia ( dosis sesuai usia) selama dua hari berturu-turut. Anak ini
diasumsikan mengalami defisiensi vitamin A, tanpa memperhatikan tampilan anak
dengan campak dalam keadaan berat, komplikasi, ataupun mengancam nyawa. 5
Anak yang menderita penyakit campak dibawah usia 2 tahun sebaiknya diberi
terapi vitamin A meskipun tidak merupakan kelompok resiko tinggi. 5
Resiko Tinggi Lainnya
Anak yang mengalami malnutrisi energi protein berat atau penyakit seperti
diare kronik, penyakit saluran pernapasan bawah, dan otitis akut, yang berasal dari
populasi yang diketahui tedapat defisiensi vitamin A, juga meningkatkan resiko
defisiensi. Anak harus mendapatkan terapi vitamin A yang tepat sesuai kondisi
dan usianya. Jika penyakit yang menderita tersebut menetap, tambahan vitamin A
dapat diberikan pada interval 1-3 bulan.5
Anak dengan diare, penyakit infeki Dosis 200 000 IU per oral satu kali
akut lainnya
dilanjutkan
dengan
program
profilaksis
2.10.2 Pencegahan
a)
kemudian setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya provitamin A seperti
buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau gelap, dan dari sumber hewani
seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara signifikan mengurangi terjadinya
defisiensi vitamin A.5
Sayuran hijau merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak
mengandung vitamin A. Sebagai acuan, orang tua harus mengetahui bahwa
segenggam sayur bayam segar( 68 gram) memiliki kandungan vitamin A setara
dengan seporsi kecil hati sapi ( 63 gr), dan setara dengan 4 medium size telur
ayam ( 227 gram)5
a) Suplementasi Vitamin A
Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan kuantitas
vitamin
yang
besar
yang
dapat
disimpan
sebagai
cadangan
di
ditetapkan adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian
ini bisa dikurangi jadi 3 bulan.5
Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis5
Individu
Usia 0-6 bulan
Dosis Oral
Waktu
13,75 mg retinil palmitat 1-3 kali hingga usia 6
(25 000 IU)
bulan
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling
sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990 an setelah
malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,. World
Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa secara global terdapat
hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak
yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2
Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi
resiko kematian yang tinggi dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang
disebabkan oleh status vitamin A yang tidak adekuat.
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab
paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan
makanan yang mengandung vitamin A ( termasuk pemberian ASI yang tidak
22
memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi
pernafasan. Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya
vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok
lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya.
Kelompok ini terdiri dari bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi
prematur, anak dengan infeksi berulang serta yang menderita malnutrisi.
Manifestasi klinis dari defisiensi vitamin A berkaitan dengan pemeliharaan
fungsi jaringan epitel tubuh, terutama di mata, kulit, saluran cerna, saluran napas
dan epitel di bagian tubuh lainnya. Kombinasi antara defek barier terhadap
infeksi, respon imun yang rendah,dan respon terhadap stress inflamasi yang
rendah yang disebabkan defisiensi vitamin A, bisa menyebabkan jeleknya
pertumbuhan anak dan masalah kesehatan yang serius pada anak.. Tes adaptasi
gelap bisa digunakan untuk menilai stadium dini dari defisiensi vitamin A.
Rentang normal level vitamin A adalah 20-60 g/dL, dan pada defisiensi, serum <
20 g/L
Penatalaksanaan defisiensi vitamin A terdiri dari suplementasi vitamin A, ASI
eksklusif (pada bayi 0-6 bulan), dan pemberian asupan kaya vitamin A, Untuk
pencegahan defisiensi vitamin A ini, juga ada suplementasi vtamin A profilaksis
yang dosisnya disesuaikan dengan umur penderita seperti yang telah dietapkan .
3.2 Saran
a) Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis, penegakan diagnosis, dan
terapinya agar penatalaksanaan bisa dilakukan secara tepat.
b) Perlunya sosialisasi mengenai bahaya defisiensi vitamin A dan tatalaksananya
pada anak di masyarakat.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Semba, RD, MW Bloem. The anemia of vitamin A deficiency: epidemiology
and pathogenesis. European Journal of Clinical Nutrition: 2002.
2. Joaquin, Miguel San, A Malcolm E Molyneux. Malaria and vitamin A
deficiency in African children: a vicious circle?.Malaria Journal. 2009.
3. Annstas,
George.
Vitamin
Deficiency.
2012.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
4. Schwartz, Robert A. Dermatologic Manifestations of Vitamin A Deficiency.
2012. diunduh dari http://www.medicine.medscape.com/article/1104441overview
5. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
6.
Devinder
Mohan.
Clinical
Pediatric
Dermatology.
India:
Elsevier.2009.
16. Elzouki, Abdelaziz Y, et al. Textbook Of Clinical Pediatrics Second Edition.
London: Springer. 2012.
17. Indicators for assessing vitamin A deficiency and their application in
monitoring and evaluating intervention programmes. World Health
Organization. Geneva:1996. diunduh dari http://whqlibdoc.who.int/hq/1996/
WHO NUT_96.10.pdf.
18. Humphrey,J.H. et al. 1992. Vitamin A deficiency and attributable mortality
among under-5-year-olds.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC
http://
repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/d51293c87753abf90dd18bc2195f9907
69fba599.pdf
22. Sudirman
H..
2008.
Tantangan
Litbang
Lintas
Disiplin
Dalam
26