Kuliahregulasipnasbumipajak Dan Fiskal PB
Kuliahregulasipnasbumipajak Dan Fiskal PB
injeksi
Sumur
produksi
KEBIJAKAN ENERGI
NASIONAL
Ketersediaan Kemanfaatan
Kesinambungan
Batubara
3.0%
Ekspor
Tidak terbarukan
Minyak Bumi
1.0%
Ekspor
Tidak terbarukan
Gas Alam
2.0%
Ekspor
Tidak terbarukan
Panas Bumi
40.0%
Domestik
Terbarukan
Sumur
injeksi
Sumur
produksi
Lbs/MW-hr
CO2
Lbs/MW-hr
PEMANFAATAN
SIFAT
FOSIL
FOSIL
FOSIL
TERBARU
KAN
TERBARU
KAN
DI
DI EKSPOR
TRANSPOR
LISTRIK
NON
LISTRIK
YA
YA
YA
TIDAK
YA
YA*
(YA)?
TIDAK
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
YA
YA**
*) LNG
**) SAAT INI BELUM DIAPLIKASIKAN
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
JAWA
&
DKI
Propinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat - Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Lampung
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Irian Jaya
Timor Timur
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Jawa Timur
Jawa Tengah
Diy
Jawa Barat
Dki
Minyak
Gas
Batubara
Air
Panasbumi
xx
xx
xx
xx
x
xx
x
x
x
xx
x
xx
xx
xx
-
xx
xx
x
xx
xx
x
xx
x
x
x
xx
xx
x
xx
xx
xx
-
xx
x
xx
x
xx
x
-
x
xx
xx
x
x
x
x
xx
x
x
xx
x
xx
x
xx
xx
?
?
?
xx
xx
xx
-
x
x
x
x
x
x
x
xx
x
x
x
x
?
?
x
x
x
x
xx
xx
-
PRIORITAS
PENGGARAPAN ENERGI
1. AIR
2. PANASBUMI
3. GAS BUMI
4. BATUBARA
SASARAN
MENGURANGI SECARA
STRATEGIS
KETERGANTUNGAN
PADA MINYAK BUMI
UNTUK MEMENUHI
KEPERLUAN ENERGI
DI DALAM NEGERI
2.
3.
RELATIF BERSIH
(DAMPAK NEGARIF TERHADAP LINGKUNGAN RELATIF
RENDAH)
SEHINGGA PEMANFAATANNYA HANYA UNTUK MEMENUHI
KEBUTUHAN ENERGI DI DALAM NEGERI
DASAR HUKUM
PENGUSAHAAN PANAS
BUMI
FALSAFAH DASAR
MINERAL
RIGHT
PEMERINTAH
- Penetapan kebi jakan, nor ma, pedoman, standar,
prosedur dan kriteri a
- Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
otonomi
- Pengelolaan sumber daya mineral
- Pengaturan perjanj ian i nternasi onal
DEKONSENTRASI
PROPINSI
- Pen yed iaan d ukung an p en gem ban gan dan pem an faatan
su mber daya m ineral
- Pen ge lolaan sum ber d aya min eral lintas kab up aten ,
4 sam pai 12 mil lau t, d an yan g tidak d ilaksan akan oleh
kab up aten /kota
- Pela tiha n dan p enelitian d i bid ang pertamb ang an
KABUPATEN/KOTA
Pengaturan, Perizinan, Pemb inaan dan Pengawasan
pertambangan
ECONOMIC
RIGHT
PELAKU EKONOMI
1974
DASAR HUKUM
1981
KETERANGAN
Dilaksanakan sendiri
oleh PERTAMINA
Dilaksanakan PERTAMINA
& Kontraktornya (KOB)
PER. MENTAMBEN
Pedoman dan Syarat- syarat KOB
No.10/P/M/MENTAMBEN/81
1991
2000
KEPPRES NO.45/1991
Penyempurnaan
KEPPRES No.22/ 1981
KEPPRES NO.49/1991
Dengan Mencabut
KEPPRES No.23/ 1981
KEPPRES NO.76/2000
Mencabut Keppres No.22/ 1981& No.45/ 1991
PERTAMINA dapat menjual energi uap atau listrik hasil pengusahaan S.D
Panasbumi kepada PT. PLN (Persero), Instansi lain, Badan Usaha nasioal lain
yang berstatus Badan Hukum termasuk Koperasi.
Pajak pengusahaan S.D Panasbumi sebesar 34 % dari penerimaan bersih
usaha hasil pelaksanaan pengusahaan S.D Panasbumi
Mencabut monopoli pengusahaan geothermal PERTAMINA
Perlakuan sama terhadap semua pelaku bisnis geothermal di Indonesia
Perlakuan pajak masih berlaku ketentuan lama sebelum ada ketentuan
baru (iuran eksplorasi) pajak pengusahaan dll.
Eksplorasi
Pemerintah
Badan Usaha
Cadangan
Terduga
PKUK/PLN
Cadangan
Terbukti
- Tendering
- Joint Operation :
Eksploitasi
Power Plant
Menugaskan kepada :
1. DJGSM
2. DLPE
Wilayah Kerja
Pengusahaan (WKP)
Milik PERTAMINA atau Persh. Penggantinya
Dioperasikan dan
telah
menghasilkan
Tenaga Listrik
3 area
Dioperasikan
dalam bentuk
Kontrak Operasi
Bersama
Terikat Kerja
sama dng pihak
lain dan dalam
pengusahaan
3 area
9 area
Jangka 8 tahun
blm operasi
harus
diserahkan
Apabila dalam
tahap Eksplorasi
diserahkan pada
Pemerintah
18 area
Dipertimbangkan
utk diberikan hak
pertama atas
pengusahaan
lanjut tanpa
lelang
Kepmen Keuangan
No. 766/ KMK. 04/ 1992
Undang-undang
No.17 Tahun 2002*)
34 %
30%
2.
3.
Pungutan-pungutan lainnya
Ditanggung Pemerintah
Ditanggung Pengusaha
4.
5.
Perhitungan Depresiasi :
Masa Depresiasi
Tarif Depresiasi
Metode Depresiasi
**)
8 tahun
25 %
Double Declining Balance
***)
16 tahun
12,5 %
Double Declining Balance
6.
Tidak ada
Dimungkinkan****)
Keterangan:
*)
Dan Undang-undang Pajak Tahun 2000 lainnya yang terkait
**) Mengacu pada Kep. Men. Keuangan No. 457/ KMK.012/ 1984 dengan perlakuan khusus
***) Mengacu pada Kep. Men. Keuangan No. 520/ KMK04/ 2000 (Kelompok 3). Sedangkan bangunan permanen
disusutkan secara straight line selama 20 tahun (Undang-undang No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan pasal 11 ayat 6).
****) Pasal 31 ayat (1)a. Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang tertentu dan atau di
daerah daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk pengurangan penghasilan neto
paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan
PENGUSAHAAN
SUMBER DAYA PANAS BUMI
TAHAPAN
EKSPLORASI
SURVEI
EKSPLORA
SI
SURVEI KEILMUAN
- GEOLOGI
- GEOKIMIA
- GEOFISIKA
BOR
EKSPLORA
SI
BOR EKSPLORASI I
- PRA STUDI LAYAK
BOR EKSPLORASI II
- STUDI LAYAK
LAPANGAN
TAHAPAN
PENGEMBANGAN
PLTP
KONSTRUKSI PLTP
KONSTRUKSI SARANA
KONSTRUKSI LISTRIK
Tidak
Tidak
Tidak
PENYELIDIKAN GEOLOGI
PENYELIDIKAN GEOKIMIA
PENYELIDIKAN GEOFISIKA
PENGEBORAN SUMUR
PENGUJIAN SUMUR PANAS BUMI
Seleksi daerah yang ber Potensi ( Sumber maupun Marketnya ) melalui perizinan dan untuk lampiran
Total Project Memorandum of Understanding (MOU) ke Pertamina, ( 3 12 (?) bulan ).
Bersama-sama Pertamina negosiasi dan tandatangan a final MOU ( 3 - 12 (?) bulan).
Setelah MOU di tandatangai, negosisiasi diteruskan untuk suatu kesepakatan wilayah /Pengoperasian
/dsb. Yang dinamakan Joint Operating Contract (JOC ) dengan Pertamaina ( 6 (?) bulan).
Setelah JOC di tandatangani, negosiasi dengan PLN untuk suatu kesepakatan yang dinamakan Energy
Sales Contract ESC, ( 12 36 (?) bulan). Akhirnya a final JOC dan ESC harus ditanda tangani
bersamaan.
Mulai melakukan explorasi Panas Bumi dalam waktu 6 bulan dari tandatanganan kontrak JOC,
(12 24(?) bualan).
Setelah penentuan cadangan Panas Bumi cukup diketahui dari hasil explorasi, masukan rencana
pengembangan terakhir/ yang sesuai dengan hasil explorasi. Mulai dilakukan a feasibility study yang
termasuk perencanaan Tenaga Listrik, (12 24 (?) bulan )
Catatan :
Untuk Proposal BOO,aplikasinya ditujukan ke Menteri Pertambangan dan Energi
untuk perizinan Power Plant (IUKU) bersamaan waktu ditandatanganinya JOC.
PEMERINTAH
WKP
STUDY KELAYAKAN
OPERASI SENDIRI
PEMERINTAH
NEGOSIASI
Kemitraan dgn PT
EKSPLORASI
(KONFIRMASI
CADANGAN)
PENGEMBANGAN
& PRODUKSI
OPERASI PERTAMINA
INVENTORY PROSPECT
(PENYIAPAN LAHAN)
INFORMASI
PEMBELI/INVESTOR
LAHAN TERSELEKSI
KOMITMEN
PEMANFAATAN
Masa Operasi
30 tahun
Biaya Operasi :
- Untuk 2 X 55 Mwe ( misalkan ) PLTP
- Untuk Lapangan panasbumi
IRR = > 17 %
NPV @ 10 % = + - > 90 MM
BIAYA
0 < U$ 0.5 mm
PERIODE EXPLORASI :
0 < U$ 0.5 mm
0 < U$ 6 mm
U$ 10 mm < U$ 20 mm/yr
U$ 1.5 mm < U$ 3 mm /yr
U$ 1mm < U$ 3 mm
U$ 4 mm < U$ 7 mm
PERIODE EXPLOITASI
6 24 Bulan
24 36 Bulan
< 24 Bulan
12 < 24 Bulan
< 12 Bulan
24 36 Bulan
12 < 18 Bulan
36 48 Bulan
24 < 36 Bulan
24 < 48 Bulan
PENGEMBANGAN SUMUR
Sumur produksi ; Sumur Injeksi 5 Mw < 30 MW;
Reservoir vapor dominated untuk 55 MW PLTP
6 Sumur produksi & 1 Sumur Injeksi
Reservoir water dominated 55 MW PLTP
6 Sumur produksi & 4 Sumur Injeksi
BIAYA TETAP
U$ 400 m U$ 500 m/ MW
OPERASI
WAKTU
< 12 Bulan
JOC
Waktunya
Kontrak daerah
Power Plant
35 - 42 tahun
30 tahun
ESC :
PLN membeli listrik ke Pertamina
PLN menyediakan kabel transmisinya.
Perusahan adalah Kontraktor.
Mulainya izin adalah 110 Mwe berikutnya 50 Mwe tetapi < 150 Mwe.
Perusahan berkewajiban untuk fasilitas dari peneyediaan Power Plant.
Waktunya 30 tahun /unit dan 42 tahun untuk kontrak.
Perusahaan memberitahukan setiap pembangunan.
Perusahaan mendapat tidak sumber keuangan.
ESC akan stop apabila ada masalah keuangan.
Pertamina/ Perusahaan tidak menjamain kapasitas, produksi,atau cadangan Panasbumi
yang ada.
Perubahan Pajak disesuaikan harga jual.
Pertamina/ Perusahaan tidak menjamin ESC.
Pemabayaran berdasarkan pembacaan meter yang berlaku dan disaksikan kedua belah pihak.
Pembayaran dilaksanakan dalam waktu 30 hari.
PLN menyediakan L.C. sesuai biaya perusahaan setiapa 4 bulan sekali.
Pekerjaan dilaksanakan dalam musyawarah ( rapat bulanan paling sedikit ).
KOMPONEN BIAYA
( Appendix IV Amanded and Restated JOC )
Biaya Operasi
Biaya Depresiasi
Biaya Amortisasi
Biaya Umum dan Administrasi
Biaya Lain- lain
Kerugian
2.
Revenue
Uap Panasbumi
Tenaga Listrik
3.
( Undang undang Pajak Penghasilan No.7 tahun 1983 Pasal 4 ayat 1 butir d )
4.
Penghasilan lainnya.
PENGUSAHA
BAGIAN PEMERINTAH
( 34 % X NOI )
REKENING
PENERIMAAN
PANAS BUMI
( Ditjen Moneter/
DJLK )
REIMBURSEMENT PPN
KAS NEGARA
PBB
PUNGUTAN
PUNGUTAN
LAINNYA
PEMDA
XXX
( A)
PENGELUARAN
Biaya operasional
Biaya Explorasi
Biaya Pengembangan
XXX
(B)
XXX
XXX
(C)
(D)
PENYUSUTAN
LABA/(RUGI ) Tahun sebelumnya
XX
XX
XX
Laba/(Rugi) Usaha
Production Allowance ( Petamina )
( A- B C D )
(Ex4%)
(E)
(F)
(E -F)
(G)
( G x 34 % )
VAT CHRONOLOGY
There was Tax reform I year 1983. Indonesia applied Sales Tax based on Transition Law Number 19
Year 1951 and Law Number 35 Year 1953, whereas service in field of exploration and drilling of oil,gas
and geothermal resources were not subject to sales tax.
Vat Law Number 8 Year 1983 introduced on 1 April 1985, which is subject to goods (except farming,
fishery 7 mining products ) and services conducted by building contractor.
Year 1988, definition of Vat object was enlarged,all services become subject to vat, except certain public
services or non commercial services. By that enlargement,services in field of exploration and drilling of
oil, gas and geothermal resources became subject to VAT.
To provide an incentive to PSC & JOC contractors regarding VAT enlargement,the VAT is not the respon
sbility of the PSC & JOC,and the VAT is part of the government share,then government issued Presiden
tial Decree ( Kepres) Number 22 Year 1989 and Minister Finance Decree (Kep MenKeu ) Number 573/
KMK.01/1989 which provide VAT determent facility ( for services in field of exploration and drilling of oil,
gas and geothermal resources ) to PSC & JOC contractors.
Based on the above regulation,the payment of VAT is deferred until the PSC and JOC has reached the
commercial production, and has paid government share. So if the Contractor has to pay the VAT, govern
ment can reimbursed the paid VAT using the government share.
Pertamina
Kontraktor Kontrak Operasi Bersama
Pemegang Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panas bumi sekala Kecil
BAGIAN PEMERINTAH
KERUGIAN
PROPINSI
JAWA BARAT
PROSPEK/LAPANGAN
PANASBUMI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
JAWA TENGAH 8.
BALI
9.
SUMUT
10.
11.
SULUT
12.
PERUSAHAAN
JENIS KONTRAK
JOC
ESC
SSC
WAKTU
KETERANGAN
01 - 1992
* - 3117- 11 - 1995
* -* 16G.Salak
11 - 1994 Amandemen
* *
Darajat
* * - 15- 01 - 1995 Amandemen
Wayang Windu
Mandala Nusantara,Ltd
* * - 2 - 12 - 1994
Patuha
Power, Ltd
2 - 12 - 1994
JENIS DANPatuha
JUMLAH
KONTRAK*PANAS
* -BUMI
Karaha
Karaha Bodas Company,Ltd
* * - 2 - 12 - 1994
Cibuni
PT.Yala Tekno Geothermal
* - 17 - 11 - 1995
Dieng
Himpurna California Energy,Ltd
* - 2 - 12 - 1994
*
Bedugul
Bali Energy,Ltd
* * - 17 - 11 - 1995
Sarulla
Unocal North Sumatera,Ltd
* * - 27 - 02 - 1993
G. Sibayak
PT. Dizamatra Powerindo
* * 15- 01 - 1996
Pertamina/PT.PLN (Persero )
Lahendong
* - 12- 5 - 1999
Kamojang
Pertamina/PT.PLN (Persero)
PT.Latoka Trimas Bina Energi
Unocal Geothermal of
Indonesia, inc
Amoseas Indonesia, Inc
II
IV
UAP
LISTRIK
PLN
KONTRUKSI, OPERASI PLTP
SERTA SISTEM TRANSMISI
DAN DISTRIBUSI LISTRIK
PENGEMBANGAN, OPERASI
LAPANGAN, KONTRUKSI DAN
OPERASI PLTP
PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN
KONTRUKSI DAN OPERASI
PLTP
PLN
KONTRUKSI, OPERASI PLTP
SERTA SISTEM TRANSMISI
DAN DISTRIBUSI LISTRIK
PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN SAJA
PLN
KONTRUKSI DAN OPERASI
PLTP BERSERTA SISTEM
TRANSMISINYA,DAN
DISTRIBUSI LISTRIK
PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN SAJA
III
UAP
LISTRIK
PLN
DISTRIBUSI LISTRIK
DOWNSTREAM
UPSTREAM
STEAM FIELD
DEVELOPMNENT
and OPERATION
Pertamina or
Private companies
JOC
STEAM
SSC
POWER PLANT
CONSTRUCTIO
N
and
OPERATION
PLN or
Private companies
ELECTRICITY
TRANSMISSION
ELECTRICITY
And
DISTRIBUTUION
CONSUMER
ESC
PT. PLN
TOTAL PROJECT
II
STEAM FIELD
POWER PLANT
DEVELOPMNENT STEAM CONSTRUCTIO
and OPERATION
N
and
OPERATION
ELECTRICITY
TRANSMISSION
ELECTRICITY
And
DISTRIBUTUION
ESC
PT. PLN
CONSUMER
Pasal 30
(1) Pemegang IUP wajib membayar penerimaan negara berupa pajak dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
(2) Penerimaan negara berupa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pajak;
b. bea masuk dan pungutan lain atas cukai dan impor;
c. pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pungutan negara berupa Iuran Tetap dan Iuran Produksi serta pungutan negara
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bonus
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
(5) Penerimaan negara berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan
penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang pembagiannya sebagai
berikut.
a. Penerimaan negara berupa pajak, pembagiannya ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpejakan yang berlaku;
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Iuran Tetap dan Iuran
Produksi, pembagiannya ditetapkan dengan perimbangan 20% (dua puluh persen)
untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah
(6) Bagian Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dibagi
dengan perincian sebagai berikut:
a. provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
b. kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
c. kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 32%
(tiga puluh dua persen).
RANCANGAN
PEDOMAN DAN POLA TETAP
PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN ENERGI PANAS
BUMI
2004 2020
Blueprint Implementasi Undang-undang Nomor 27 tahun 2003 tentang
Panas Bumi
1. Latar Belakang.
53
SUBJEK (S)
Pemerintah
OBJEK (O)
Kebijakan
METODA (M)
RPP Pengusahaan Panas Bumi
Blue Print Panas Bumi
Road map Panas Bumi
Pembentukan Lembaga Panas
PENGUSAH
AAN PANAS
BUMI YANG
MASIH
RENDAH
Regulasi Bisnis
Regulasi Keteknikan
Industri
Panas Bumi
Stakeholder
Jasa konstruksi,
Non-konstruksi
Partisipasi
Bumi
Program insentif
Aturan perpajakan yang
mendukung
Jaminan pembayaran
Standar Kompetensi SDM
Akreditasi laboratorium
Sosialisasi
Nasional
Otonomi Daerah
Keterbatasan dana
investasi
Regional
Daya tarik investasi di
Global
Kyoto Protocol
*)
Mekanisme
54
Struktur biaya penyediaan listrik baik dari sumber energi fosil tidak memperhitungkan
unsur biaya eksternal misalnya lingkungan dan depletion premium;
Harga listrik belum mencerminkan harga keekonomiannya;
Belum ada kepastian harga jual uap atau listrik pada tahap sebelum eksplorasi dan
eksploitasi;
Insentif yang diberikan antara lain berupa penundaan PPN yang berlaku sampai tahun
2000 dan saat ini sudah tidak berlaku lagi. Belum ada bentuk Insentif lain untuk
pengusahaan panas bumi yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah setelah
tahun 2000;
Penerimaan negara sebesar 34% yang berlaku pada pengusahaan panas bumi dapat
meningkatkan tingkat pengembalian modal pada harga terjangkau oleh PLN karena
adanya kepastian ketentuan perpajakan dalam perhitungan keekonomian proyek;
UU Panas Bumi memberikan peluang untuk dapat memperoleh fasilitas perpajakan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku untuk memenuhi keekonomian proyek
pada harga yang terjangkau oleh konsumen. Hal ini perlu diantisipasi segera oleh
Pemerintah agar dapat memberikan peluang meningkatkan tingkat pengembalian
modal pada investor;
Tenggang waktu masa kontrak panas bumi saat ini berlaku selama 30 tahun sejak
saat operasi komersial;
IUP sesuai dengan UU 27/2003, menentukan masa berlaku selama 30 tahun terhitung
dari sejak jangka waktu eksplorasi berakhir, yang masih mengandung resiko jangka
waktu pengusahaan karena perhitungan keekonomian dimulai sejak listrik
dioperasikan komersial sedangkan pengembangan panas bumi dilakukan secara
bertahap. Untuk itu perlu diperjelas dalam peraturan pemerintah;
Investor menginginkan kejelasan dan kepastian hukum atas dihormatinya kontrak
pengusahaan panas bumi yang sedang berjalan dan adanya kepastian jaminan
58
pembayaran dari konsumen untuk pengusahaan panas bumi yang baru.
Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa
yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
59
WKP
Pengemban
g
Produk
si
2004
PERTAMINA
Rencana
Pengembangan
s/d 2016
ESC
Potensi
(JOC*/Pengusa
haan)
Rencana
Pengembangan
s/d 2008
Rencana
Pengembangan
s/d 2012
120
120
10
40
20
330
1000
220
220
110
SIBAYAK
SIBUAL-BUALI (SARULA)
SUNGAIPENUH
PERTAMINA
55
55
HULULAIS-TAMBANG
SAWAH
PERTAMINA
55
55
LUMUT BALAI
PERTAMINA
400
110
110
110
PERTAMINA
330
110
110
55
CIBEUREUM-PARABAKTI
(SALAK)
UNOCAL
PANGALENGAN
KAWAH CIBUNI
GUNUNG PATUHA
WAYANG WINDU
KAMOJANG-DARAJAT
KAMOJANG
DARAJAT
PLN
YALA
TEKNOSA
GEODIPA
MNL
PERTAMINA
AMOSEAS
10
KARAHA, CAKRABUANA
11
DTT. DIENG
12
IYANG, ARGOPURO
13
TABANAN, BALI
(BEDUGUL)
14
LAHENDONG
PERTAMINA
15
KOTAMOBAGU
PERTAMINA
16
TULEHU
17
18
330
495
500
110
110
10
400
400
20
400
400
10
120
110
0
60
110
0
0
0
140
145
260
330
300
450
60
190
60
110
0
0
400
400
55
55
400
400
120
60
60
55
55
KBC
GEODIPA
60
PERTAMINA
400
400
10
110
60
200
60
40
20
185
60
60
PLN
16
16
MATALOKO
PLN
60
ULUMBU
PLN
10
5491
1193
1442
600
Total
BUMI BALI
20
807
360
5
61
Potensi sumber daya panas bumi Indonesia diperkirakan setara dengan 27.140,5 MW;
Pengembangan panas bumi bisa dilakukan secara bertahap unit demi unit.
2.3.2. Kelemahan:
Saat ini harga listrik panas bumi relatif belum kompetitif dibandingkan dengan harga
listrik dari energi lainnya karena harga listrik energi lainnya belum memperhitungkan
tambahan biaya eksternal (biaya lingkungan, depletion premium, dan lainnya);
Belum adanya peraturan pelaksanaan dari UU No. 20/2002 dan UU No. 27/2003,
sehingga belum ada kesamaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah
mengenai pengelolaan panas bumi serta menimbulkan kekhawatiran masih terjadinya
monopoli;
Panas Bumi bersifat site specific sehingga pemanfaatannya setempat, tidak dapat
diperjualbelikan sebagai komoditas sebelum dikonversikan menjadi energi listrik;
Pemanfaatan panas bumi dapat mengurangi devisa dari pemanfaatan energi fosil khususnya BBM
yang dapat meningkatkan ketahanan dalam nege
negeri.
Adanya krisis listrik dan pertumbuhan permintaan listrik di sekitar daerah yang mempunyai potensi
panas bumi;
bumi;
Masih besarnya ketergantungan terhadap BBM yang menyebabkan masalah keamanan pasokan
energi nasional;
Pertumbuhan kebutuhan sektor agro bisnis dan wisata yang menjadi perhatian Indonesia menjadi
peluang bagi panas bumi untuk bisa mengupayakan pemanfaatan langsung panas bumi yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan agro-bisnis dan wisata sesuai dengan kondisi setempat;
Komitmen dunia sesuai dengan Kyoto Protokol untuk mengurangi emisi CO2 dapat dimanfaatkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk mengurangi emisi yang signifikan hingga tahun 2020.
Kompetensi SDM dan kemampuan teknologi nasional selama
selama lebih dari 25 tahun pengembangan
panas bumi dapat menjadi modal dalam pemanfaatan panas bumi di Indonesia.
Potensi panas bumi Indonesia yang merupakan yang terbesar di dunia dapat dijadikan sebagai
peluang menjadikan Indonesia sebagai center of excellent di bidang panas bumi yang dapat menjadi
pusat perhatian bagi investasi, SDM dan teknologi.
Penerapan otonomi daerah melalui UU NO. 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada daerah
untuk menyusun perencaan dan kebijakan energi daerah;
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan memberi peluang kepada daerah untuk menentukan
sistim ketenagalistrikannya pada wilayah non-kompetisi off grid;
grid;
Amanat UU No. 20/2002 untuk memprioritaskan pemanfaatan energi setempat dan terbarukan;
Tekanan global mengenai lingkungan hidup mendorong pengembangan pemakaian energi baru dan
terbarukan termasuk panas bumi melalui rangsangan insentif;
Dengan adanya kepastian hukum dapat mengembalikan kepercayaan investor;
64
Tidak adanya perlakuan khusus pada pengusahaan panas bumi untuk masuk dalam
wilayah kompetisi;
Penerapan pajak berdasarkan UU No. 11 Tahun 1994 pelaksanaan khusus tidak
berlaku lagi sebagaimana diatur pada Keppres No. 76 Tahun 2000;
Belum tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, khususnya di daerah;
Investasi di industri panas bumi kurang diminati karena tingkat pengembalian modal
yang rendah dan tidak pasti;
Pola pengusahaan panas bumi yang belum bankable;
Kemungkinan munculnya peraturan-peraturan daerah yang tidak sinkron dengan
kebijakan panas bumi;
Kesulitan untuk mewujudkan tarif listrik yang menarik bagi pengembangan panas
bumi.
Pengembangan energi panas bumi adalah bisnis yang sarat akan dana, dengan
pengeluaran terbesar dilakukan sebelum pembangkit berproduksi;
Risiko terbesar dalam panas bumi adalah pembuktian akan ada atau tidaknya suatu
reservoir aktif, dan langkah ini membutuhkan kegiatan pengeboran dan pengetesan
sumur yang ekstensif untuk mengidentifikasi area yang produktif dari lapangan
tersebut;
Resiko besar dari proyek panas bumi yang lain adalah faktor resiko suatu Negara, yang
menyangkut, keadaan institusional, legal, kebijakan, politik dan masalah perekonomian.
Pengusahaan panas bumi untuk listrik sebagai satu paket masih belum jelas diatur dalam
PP atau Keppres.
Tax incentive dimungkinkan tetapi akan mendapat tantangan yang luas dari sektor
perpajakan dan ini memerlukan upaya yang khusus dari departemen teknis.
Teknologi dan kemapuan memelihara existing geothermal projects yang ada agar dapat
berkelanjutan
Banyaknya infrastruktur yang tidak tersedia didaerah terpencil disekitar prospek panas
bumi yang memungkinkan dikembangkan.
Belum adanya kebijakan yang menghargai green energi dalam pemanfaatan energi di
Indonesia
Keinginnan nasional untuk memanfaatkan SDM dan kemampuan teknologi nasional yang
membutuhkan upaya peningkatan kompetensi yang berkesinambungan.
Tidak adanya kebijakan harga energi untuk menempatkan persaiangan harga secara
proporsional diantara sumber energi primer Indonesia.
66
Dihapuskannya subsidi harga BBM dan TDL secara bertahap untuk mencapai
harga BBM dan TDL yang sesuai harga pasar sepenuhnya;
Kecenderungan diversifikasi pemakaian energi mengarah ke energi listrik
sehingga pertumbuhan permintaan listrik pada tahun-tahun mendatang akan
meningkat;
Peningkatan rasio elektrifikasi dari 52 persen pada tahun 2002 menjadi 90
persen pada tahun 2020, membutuhkan tambahan daya terpasang yang
lebih besar;
Perencanaan dan kebijakan energi daerah mengarah kepada pemanfaatan
potensi energi baru dan terbarukan yang tersedia;
Pengurangan pemakaian BBM untuk pembangkitan tenaga listrik.;
Pola pengusahaan panas bumi melalui kemitraan dengan perusahaan daerah;
Pemanfaatan teknologi bersih lingkungan;
Kebutuhan pemanfaatan data base dalam pengusahaan dan pemanfaatan
panas bumi yang mudah diakses;
Pola investasi yang memakai dana dari dalam negeri, dengan sistim
pendanaan equity atau project financing, payment security antara lain
melalui asuransi, power bonds;
Ada mekanisme penyelesaian perselisihan secara win-win solution.
67
68
Misi :
3.2. Sasaran
Peningkatan pemakaian panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik, peran panas bumi dalam E nergy Mix
nasional akan meningkat sekurang-kurangnya 3% pada tahun 2020, sehingga kapasitas terpasang dapat
mencapai
mencapai 6000 MW;
MW;
Peningkatan pemanfaatan langsung panas bumi untuk menunjang sektor agro bisnis dan wisata termasuk
mempergunakan hasil sampingan dari pemanfaatan tidak langsung;
Masuknya investasi baru dalam pengusahaan panas bumi baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk
memenuhi rencana pengembangan kapasitas PLTP,
PLTP, setidak-tidaknya mencapai US $ 6 miliar pada tahun
2020;
Optimalisasi upaya untuk mendapatkan insentif bagi pengembangan panas bumi antara lain penggunaan
dana CDM, dan fasilitas perpajakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
Pengurangan emisi CO2 dari pembangkit listrik sehingga pada tahun 2020 setidak-tidaknya terjadi
pengurangan emisi sebesar setara 50 Juta Ton ;
Peningkatan kompetensi dan pemberdayaan SDM serta kemampuan teknologi nasional serta pemanfaatan
barang dan jasa nasional dalam upaya untuk mencapai kemandirian
Tersedianya perangkat regulasi termasuk didalamnya pemberian insentif untuk pengembangan dan
pengusahaan panas bumi sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
Pemastian bahwa proyek- proyek yang sedang berjalan tetap dihormati sesuai dengan esensi kontrak yang
sudah disepakati.
70
KEN
Energi terbarukan 5%
dari Energy-Mix
2004
2008
2012
2016
2020
807 MW
(produksi)
2000 MW
3442 MW
4600 MW
6000 MW
(target)
1193 MW
WKP yang ada
1442 MW
WKP yang ada
1158 MW
WKP yang ada
+ WKP baru
1400 MW
WKP baru
2012
2020
71
Road-map panas bumi
Menyediakan peta kebutuhan energi dan peta potensi panas bumi pada setiap
daerah.
Meningkatkan peran panas bumi dalam energi mix yang tertuang dalam RUKD
Menciptakan iklim usaha yang kondusif antara lain melalui konsistensi rejim fiskal
dan peraturan-peraturan yang terkait serta menghormati kontrak-kontrak yang
sedang berjalan sesuai dengan aturan-peraturan yang melandasinya.
72
Menyusun pedoman dan pola tetap untuk pengembangan pengusahaan panas bumi yang
berkesinambungan dari 2004 s.d. 2020, sebagai kebijakan pelaksanaan teknis UU No. 27
Tahun 2003 tentang panas bumi dan sebagai acuan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan pengusahaan panas bumi;
Menciptakan kepastian hukum dan iklim investasi yang menarik pada pengembangan
panas bumi, dengan secepatnya melengkapi perangkat regulasi dengan melibatkan
stakeholder;
Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk berperan dalam
pengembangan panas bumi setempat;
Membuka peluang pola pengusahaan terintegrasi vertikal dari mulai eksploitasi uap, dan
pembangkitan tenaga listrik pada wilayah non-kompetisi dan off grid, sedangkan
pembangunan jaringan transmisi dan distribusi diberikan kesempatan kepada daerah
sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2002;
74
Merumuskan dan menetapkan jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang
transparan, jelas dan menarik bagi pengusahaan panas bumi.
LELANG WKP
DATA DAN INFORMASI
LANGSUNG
POTENSI ENERGI
panas bumi
SURVAI
PENDAHULUAN
EKSPLORASI
STUDI
KELAYAKAN
EKSPLOITASI
MINERAL
IKUTAN
PEMANFAATAN
panas bumi
OPTIMAL
LISTRIK
SDM, TEKNOLOGI, PERUNDANGAN
PERDA
PENUGASA
N
IUPU
IUPL
75
76
UU No. 11 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, peraturan perpajakan
(penerimaan negara) terhadap pengusahaan panas bumi tidak lagi mengacu kepada Keppres 49 Tahun 1991.
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
Keppres No. 76 Tahun 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga
Listrik, Keppres No. 22 Tahun 1981 jo Keppres No. 45 dan 49 Tahun 1991 yang hanya berlaku untuk
pengusahaan dan kontrak-kontrak panas bumi yang sedang berjalan.
Keppres No. 15 Tahun 2002 tentang Pencabutan Keppres No. 39 Tahun 1997 tentang
Penangguhan/Pengkajian Kembali Proyek Pemerintah, Badan Usaha Milik negara, dan Swasta yang
Berkaitan dengan Pemerintah/Badan Usaha Milik negara.
Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak Dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PP No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
(Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
Kepmen ESDM No. 667/11/MEM/2002 tentang Penugasan kepada DJGSM dan DJLPE dalam Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik.
78
5.2.
5.2.
80
Sosialisasi program pengembangan panas bumi termasuk tarif dan insentif, khususnya ke
daerah
Community Development
81
82
Menyusun klasifikasi seluruh lapangan panas bumi menurut parameter teknoekonomi dan kendala pengembangannya, antara lain
Kendala peraturan (tumpang tindih peruntukan lahan)
Keterbatasan lingkungan (taman konservasi nasional)
Keterbatasan daya dukung lingkungan setempat yang sesuai dengan
pelaksanaan good engineering practices
Menyusun target dan skala prioritas investasi pengembangan panas bumi dan
langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan hasil klasifikasi potensi
panas bumi
6.1.3.
84
85
6.2.2.
Mendukung upaya pemerintah untuk menghapuskan subsidi harga BBM dan tarif
listrik
86
6.2.3.
87
6.2.4.
Target, skala prioritas dan langkahlangkah yang harus dilaksanakan perlu selalu
dimutakhirkan.
88
Melakukan pemetaan kebutuhan energi dan potensi panas bumi disetiap daerah;
Melakukan survey pendahuluan dan meningkatkan kegiatan eksplorasi oleh pemerintah untuk
mendata potensi dan penyiapan wilayah kerja panas bumi.
Menyiapkan perangkat sistem informasi manajemen panas bumi di Indonesia yang terintegrasi
antara pusat dan daerah;
89
90
Membentuk Lembaga di pusat dan daerah yang memiliki potensi panas bumi untuk
melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan, perijinan, pelelangan; sesuai dengan
batas kewenangan masing-masing ;
92
LOKASI
CADANGAN (MWe)
HIPOTETIS
TERDUGA
MUNGKIN
TERBUKTI
KAPASITAS
TERPASANG
SUMATERA
5.630
2.353
5.433
15
389
JAWA
2.362
1.591
2.860
603
1.837
785
BALI-NUSA TENGGARA
175
427
871
14
SULAWESI
925
125
721
110
65
20
MALUKU
275
117
142
KALIMANTAN
50
PAPUA
50
4.613
10.027
Total
251 lokasi
9.467,5
14.080,5
728
13.060
2.305
Total
807 MWe
Total : 27.140,5
93