Anda di halaman 1dari 93

Sumur

injeksi

Sumur
produksi

KEBIJAKAN ENERGI
NASIONAL

ASPEK KETERSEDIAAN, KEMANFAATAN


DAN KESINAMBUNGAN
Jenis Energi

Ketersediaan Kemanfaatan

Kesinambungan

Batubara

3.0%

Ekspor

Tidak terbarukan

Minyak Bumi

1.0%

Ekspor

Tidak terbarukan

Gas Alam

2.0%

Ekspor

Tidak terbarukan

Panas Bumi

40.0%

Domestik

Terbarukan

Sumur
injeksi

Sumur
produksi

KADAR EMISI GAS DARI PEMBANGKIT LISTRIK


SOx

Lbs/MW-hr

EMISI DARI HASIL POWER PLATS

CO2

Lbs/MW-hr

ENERGI ALTERNATIF DAN


PERBANDINGAN KARAKTERNYA
ENERGI
ALTERNAT
IF
BATUBARA
GAS
NUKLIR
AIR
PANASBU
MI

PEMANFAATAN
SIFAT
FOSIL
FOSIL
FOSIL
TERBARU
KAN
TERBARU
KAN

DI
DI EKSPOR
TRANSPOR

LISTRIK

NON
LISTRIK

YA
YA
YA
TIDAK

YA
YA*
(YA)?
TIDAK

YA
YA
YA
YA

YA
YA
YA
YA

TIDAK

TIDAK

YA

YA**

*) LNG
**) SAAT INI BELUM DIAPLIKASIKAN

PENYEBARAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA


Wilayah
Kerja PLN
I
II
III
IV

VI
VII
VIII
IX
X
XI

XII
XIII
JAWA
&
DKI

Propinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat - Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Lampung
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Irian Jaya
Timor Timur
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Jawa Timur
Jawa Tengah
Diy
Jawa Barat
Dki

Minyak

Gas

Batubara

Air

Panasbumi

xx
xx
xx
xx
x
xx
x
x
x
xx
x
xx
xx
xx
-

xx
xx
x
xx
xx
x
xx
x
x
x
xx
xx
x
xx
xx
xx
-

xx
x
xx
x
xx
x
-

x
xx
xx
x
x
x
x
xx
x
x
xx
x
xx
x
xx
xx
?
?
?
xx
xx
xx
-

x
x
x
x
x
x
x
xx
x
x
x
x
?
?
x
x
x
x
xx
xx
-

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL


LANGKAH
KEBIJAKSANAAN
1. INTENSIFIKASI
2. DIVERSIFIKASI
3. KONSERVASI
4. INDEKSASI

PRIORITAS
PENGGARAPAN ENERGI
1. AIR
2. PANASBUMI
3. GAS BUMI
4. BATUBARA

SASARAN
MENGURANGI SECARA
STRATEGIS
KETERGANTUNGAN
PADA MINYAK BUMI
UNTUK MEMENUHI
KEPERLUAN ENERGI
DI DALAM NEGERI

PANAS BUMI MENEMPATI PRIORITAS PERTAMA PENANGANAN


KARENA :
1.

ENERGI YANG TERBARUKAN

2.

TIDAK DAPAT DITRANSPOR


(JADI TIDAK DAPAT DI EKSPOR)

3.

RELATIF BERSIH
(DAMPAK NEGARIF TERHADAP LINGKUNGAN RELATIF
RENDAH)
SEHINGGA PEMANFAATANNYA HANYA UNTUK MEMENUHI
KEBUTUHAN ENERGI DI DALAM NEGERI

DASAR HUKUM
PENGUSAHAAN PANAS
BUMI

FALSAFAH DASAR
MINERAL
RIGHT

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONE SIA


KEKUASAN DARI RAKYAT

Pembukaan/Prea mbule dan


Pasal 33 aya t 3 UUD 4 5

PEMERINTAH
- Penetapan kebi jakan, nor ma, pedoman, standar,
prosedur dan kriteri a
- Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
otonomi
- Pengelolaan sumber daya mineral
- Pengaturan perjanj ian i nternasi onal
DEKONSENTRASI

PROPINSI
- Pen yed iaan d ukung an p en gem ban gan dan pem an faatan
su mber daya m ineral
- Pen ge lolaan sum ber d aya min eral lintas kab up aten ,
4 sam pai 12 mil lau t, d an yan g tidak d ilaksan akan oleh
kab up aten /kota
- Pela tiha n dan p enelitian d i bid ang pertamb ang an

KABUPATEN/KOTA
Pengaturan, Perizinan, Pemb inaan dan Pengawasan
pertambangan

ECONOMIC
RIGHT

PELAKU EKONOMI

Tap MPR No.IV /99


(GBHN)
Tap MPR No.IV /00
UU No. 22/ 99
PP No. 25/ 00

DASAR HUKUM PENGUSAHAAN PANAS BUMI


DI INDONESIA

1974

DASAR HUKUM
1981

KETERANGAN

KEPPRES NO.16/ 1974

Pemerintah menugaskan PERTAMINA untuk melaksanakan survai dan


eksplorasi sumberdaya panasbumi khususnya di Jawa dan Bali

KEPPRES NO. 22/ 1981

PERTAMINA diberi kuasa pengusahaan eksplorasi & eksploitasi sumber daya


panasbumi di seluruh Indonesia untuk membangkitkan energi/ listrik dan wajib
menjual energi/ listrik produksi pengusahaan sumberdaya Panas bumi kepada

Dilaksanakan sendiri
oleh PERTAMINA

Dilaksanakan PERTAMINA
& Kontraktornya (KOB)

PT. PLN (Persero)


Berlaku UU No. 44 Prp tahun 1960 dan UU No.8 tahun 1971 Kecuali dalam hal
Pajak Perseroan dan Pajak bunga, Deviden dan Royalty

PER. MENTAMBEN
Pedoman dan Syarat- syarat KOB
No.10/P/M/MENTAMBEN/81

Keppres No. 23/1981

1991

2000

KEPPRES NO.45/1991
Penyempurnaan
KEPPRES No.22/ 1981

KEPPRES NO.49/1991
Dengan Mencabut
KEPPRES No.23/ 1981

KEPPRES NO.76/2000
Mencabut Keppres No.22/ 1981& No.45/ 1991

Mengatur pajak pengusahaan S.D Panas bumi (Pajak 46 % dari penerimaan


bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan S.D. Panasbumi)

PERTAMINA dapat menjual energi uap atau listrik hasil pengusahaan S.D
Panasbumi kepada PT. PLN (Persero), Instansi lain, Badan Usaha nasioal lain
yang berstatus Badan Hukum termasuk Koperasi.
Pajak pengusahaan S.D Panasbumi sebesar 34 % dari penerimaan bersih
usaha hasil pelaksanaan pengusahaan S.D Panasbumi
Mencabut monopoli pengusahaan geothermal PERTAMINA
Perlakuan sama terhadap semua pelaku bisnis geothermal di Indonesia
Perlakuan pajak masih berlaku ketentuan lama sebelum ada ketentuan
baru (iuran eksplorasi) pajak pengusahaan dll.

SKENARIO PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI


Utk Kepentingan Umum

Utk Kepentingan Sendiri

Eksplorasi

Pemerintah
Badan Usaha
Cadangan
Terduga

PKUK/PLN

Cadangan
Terbukti

- Tendering
- Joint Operation :

Eksploitasi

Private Company - PLN

Power Plant

1. Eksplorasi oleh pemerintah s.d cadangan terbukti, dikembangkan oleh PKUK


2. Eksplorasi oleh pemerintah belum sampai cadangan terbukti, dikembangkan oleh PKUK
3. Eksplorasi oleh pemerintah s.d cadangan terbukti, Eksploitasi oleh Badan Usaha, kerjasama dg PKUK
4. Eksplorasi oleh pemerintah belum sampai cadangan terbukti, dikembangkan oleh Badan Usaha, kerjasama dg PKUK
5. Eksplorasi, Eksploitasi, Pembangkitan oleh Badan Usaha untuk kepentingan sendiri

KEPMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


667
667 K/11/MEM/2002
K/11/MEM/2002

Menugaskan kepada :
1. DJGSM

2. DLPE

Pengaturan, pembinaan dan pengawasan


untuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan

Pengaturan, pembinaan dan pengawasan


untuk kegiatan pembangkitan tenaga listrik

Pengembangan Sumber Daya Panas Bumi.

Energi Panas Bumi.

2. DJMIGAS dan atau PERTAMINA


Menyerahkan kepada Menteri cq. DJGSM dlm berita acara segala fungsi-fungsi pemerintah serta semua dokumen eksplorasi dan eksploitasi (termasuk kuasa/wilayah kerja
pengusahaan sumber daya PB (sesuai Aturan Peralihan Keppres 76/2000) paling lambat
Tanggal 31 Mei 2002.

Wilayah Kerja
Pengusahaan (WKP)
Milik PERTAMINA atau Persh. Penggantinya

Dioperasikan dan
telah
menghasilkan
Tenaga Listrik

3 area

Dioperasikan
dalam bentuk
Kontrak Operasi
Bersama

Terikat Kerja
sama dng pihak
lain dan dalam
pengusahaan

3 area

9 area

Tetap menjadi WKP Pertamina


Sampai masa
kontrak
berakhir

Jangka 8 tahun
blm operasi
harus
diserahkan

Apabila dalam
tahap Eksplorasi
diserahkan pada
Pemerintah

18 area

Dipertimbangkan
utk diberikan hak
pertama atas
pengusahaan
lanjut tanpa
lelang

Perbandingan Sistem Perpajakan Panasbumi


1.

Tarif Pajak Penghasilan

Kepmen Keuangan
No. 766/ KMK. 04/ 1992

Undang-undang
No.17 Tahun 2002*)

34 %

30%

a. Dibayar oleh Pengusaha;


tetapi dapat diperoleh kembali
b. Penundaan pembayaran PPN
pembayaran PPN

a. Dibayar oleh Pengusaha,


tetapi tidak dapat diperoleh kembali
b. Tidak ada penundaan

2.

Pajak Pertambahan Nilai (10


%)

3.

Pungutan-pungutan lainnya

Ditanggung Pemerintah

Ditanggung Pengusaha

4.

Import Barang Operasi

Tidak dipungut bea masuk dan PPN

Dipungut bea masuk dan PPN

5.

Perhitungan Depresiasi :
Masa Depresiasi
Tarif Depresiasi
Metode Depresiasi

**)
8 tahun
25 %
Double Declining Balance

***)
16 tahun
12,5 %
Double Declining Balance

6.

Investment Tax Credit

Tidak ada

Dimungkinkan****)

Keterangan:
*)
Dan Undang-undang Pajak Tahun 2000 lainnya yang terkait
**) Mengacu pada Kep. Men. Keuangan No. 457/ KMK.012/ 1984 dengan perlakuan khusus
***) Mengacu pada Kep. Men. Keuangan No. 520/ KMK04/ 2000 (Kelompok 3). Sedangkan bangunan permanen
disusutkan secara straight line selama 20 tahun (Undang-undang No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan pasal 11 ayat 6).
****) Pasal 31 ayat (1)a. Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang tertentu dan atau di
daerah daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk pengurangan penghasilan neto
paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan

PENGUSAHAAN
SUMBER DAYA PANAS BUMI

TAHAP KEGIATAN PENGUSAHAAN PANASBUMI

TAHAPAN
EKSPLORASI

SURVEI
EKSPLORA
SI

SURVEI KEILMUAN
- GEOLOGI
- GEOKIMIA
- GEOFISIKA

BOR
EKSPLORA
SI

BOR EKSPLORASI I
- PRA STUDI LAYAK
BOR EKSPLORASI II
- STUDI LAYAK

LAPANGAN

BOR PENGEMBANGAN DAN


REINJEKSI
KONSTRUKSI SARANA DAN
PEMIPAAN UAP

TAHAPAN
PENGEMBANGAN
PLTP

KONSTRUKSI PLTP
KONSTRUKSI SARANA
KONSTRUKSI LISTRIK

Tidak

Tidak

Tidak

KEGIATAN PENYELIDIKAN PANAS BUMI

PENYELIDIKAN GEOLOGI
PENYELIDIKAN GEOKIMIA
PENYELIDIKAN GEOFISIKA
PENGEBORAN SUMUR
PENGUJIAN SUMUR PANAS BUMI

METODA EKSPLORASI PANAS BUMI


GEOLOGI
KHUSUSNYA DI INDONESIA :
AKTIVITAS MAGMATIK
VOLKANIK
TARGET
1. MODEL GEOLOGI & VULKANISME
2. MODEL HIDROTERMAL / PANASBUMI
3. MENENTUKAN DAERAH PROSPEK
METODE SURVEI
PENJAJAGAN (REKONAISAN)
STUDI GEOLOGI REGIONAL
GEOLOGI FOTO
PEMETAAN GEOLOGI VULKANOSTRATIGRAFI (1 : 25.000)
PEMETAAN ALTERASI (1 : 10.000)
PEMETAAN HIDROGEOLOGI
STUDI GEOKRONOLOGI DAN EVOLUSI MAGMATIK
BOR DANGKAL / AUGER
KENDALA
TIDAK ADA SINGKAPAN (HUTAN LEBAT, DATARAN RENDAH)

Bagaimana Prosedur Pengembangan suatu Proyek Panas Bumi

Seleksi daerah yang ber Potensi ( Sumber maupun Marketnya ) melalui perizinan dan untuk lampiran
Total Project Memorandum of Understanding (MOU) ke Pertamina, ( 3 12 (?) bulan ).
Bersama-sama Pertamina negosiasi dan tandatangan a final MOU ( 3 - 12 (?) bulan).
Setelah MOU di tandatangai, negosisiasi diteruskan untuk suatu kesepakatan wilayah /Pengoperasian
/dsb. Yang dinamakan Joint Operating Contract (JOC ) dengan Pertamaina ( 6 (?) bulan).
Setelah JOC di tandatangani, negosiasi dengan PLN untuk suatu kesepakatan yang dinamakan Energy
Sales Contract ESC, ( 12 36 (?) bulan). Akhirnya a final JOC dan ESC harus ditanda tangani
bersamaan.
Mulai melakukan explorasi Panas Bumi dalam waktu 6 bulan dari tandatanganan kontrak JOC,
(12 24(?) bualan).
Setelah penentuan cadangan Panas Bumi cukup diketahui dari hasil explorasi, masukan rencana
pengembangan terakhir/ yang sesuai dengan hasil explorasi. Mulai dilakukan a feasibility study yang
termasuk perencanaan Tenaga Listrik, (12 24 (?) bulan )
Catatan :
Untuk Proposal BOO,aplikasinya ditujukan ke Menteri Pertambangan dan Energi
untuk perizinan Power Plant (IUKU) bersamaan waktu ditandatanganinya JOC.

PEMERINTAH
WKP

Investor bersama Pertamina


(Operasi KOB )
Ijin Prinsip

STUDY KELAYAKAN

OPERASI SENDIRI

PEMERINTAH

NEGOSIASI

Kemitraan dgn PT

Investor bersama Pertamina


(Operasi KOB )

EKSPLORASI
(KONFIRMASI
CADANGAN)

SURVEY : BOR EKSPLORASI


(KONFIRMASI CADANGAN )
JAMINAN PEMBELI
PENGEMBANGAN
SESUAI KOMITMEN
KOMERSIALISASI
(OPERASI KOMITMEN )

PENGEMBANGAN
& PRODUKSI

OPERASI PERTAMINA

INVENTORY PROSPECT
(PENYIAPAN LAHAN)

INFORMASI
PEMBELI/INVESTOR

LAHAN TERSELEKSI

KOMITMEN
PEMANFAATAN

SELEKTIF AREA (LAHAN)

CONTOH PROYEK EKONOMI


PANAS BUMI DI INDONESIA
Aktivitas Waktu dan Estimasi Biaya
Mendapatkan daerah (Signature Bonus)

Sekitar 3 6 tahun proses / < US$ 0.5 MM

Explorasi samapai Feasibility Study

Sekitar 2 5 tahun proses / > US$ 10 30 MM

Pengembangan Lapangan Panasbumi dan PLTP

Sekitar 2 5 tahun proses / > US$ 100 125 MM

Masa Operasi

30 tahun

Biaya Operasi :
- Untuk 2 X 55 Mwe ( misalkan ) PLTP
- Untuk Lapangan panasbumi

US$ 2 US$ 4 per tahun


US$ 2 US$ 15 per tahun

Induikasi Ekonomi Proyek

IRR = > 17 %

- Untuk 2 x 55 Mwe proyek

NPV @ 10 % = + - > 90 MM

PENGEMBANGAN PANAS BUMI


( PLTP )
WAKTU

BIAYA
0 < U$ 0.5 mm

TANDA TANGAN KONTRAK


AREA

PERIODE EXPLORASI :
0 < U$ 0.5 mm
0 < U$ 6 mm
U$ 10 mm < U$ 20 mm/yr
U$ 1.5 mm < U$ 3 mm /yr
U$ 1mm < U$ 3 mm

Geoscience permukaan & Remote Sensity


Pengeboran sumur dangkal ( + 10 sumur )
Pengeboran sumur dalam ( + 5 sumur )
Logistik ; Kantor ; Administrasi ; manajement
proyek ; Explorasi
Study kelayakan ; Rencana Pengemabangan;
Teknik Power Plant awal ; Teknik Reservoir:
Estimasi cadangan ; Persiapan untuk pengajuan
Pengembangan ( NOID )

U$ 4 mm < U$ 7 mm

PERIODE EXPLOITASI

U$ 850 / kw < U$ 1200 /kw

Perencanaan Enjiniring ; Power Plant ;


Kontruksi ; Pengawasan Kontruksi
Kontruksi Power Plant .

( Tergantung besar dan


Lokasi PLTP )

6 24 Bulan

24 36 Bulan
< 24 Bulan
12 < 24 Bulan
< 12 Bulan
24 36 Bulan
12 < 18 Bulan

36 48 Bulan
24 < 36 Bulan
24 < 48 Bulan

PENGEMBANGAN PANAS BUMI


( PLTP )
BIAYA
U$ 2 mm < 3 mm

PENGEMBANGAN SUMUR
Sumur produksi ; Sumur Injeksi 5 Mw < 30 MW;
Reservoir vapor dominated untuk 55 MW PLTP
6 Sumur produksi & 1 Sumur Injeksi
Reservoir water dominated 55 MW PLTP
6 Sumur produksi & 4 Sumur Injeksi

U$ 0.3 mm /MW untuk


Reservoir water dominated
U$ 0.2 mm / MW untuk
Reservoir vapor dominated
0, U$ 0.5 mm

BIAYA FASILITAS Lain Lain / PIPA PIPA DAN SEPARATOR

BIAYA TETAP

U$ 1200 U$ 1400 mm/ MW

TOTAL SEKTOR HULU

U$ 400 m U$ 500 m/ MW

BIAYA SEKTOR HILIR ( PLTP )

0.6 0.7 cent U$ /kWh

OPERASI

WAKTU
< 12 Bulan

JOC
Waktunya

Kontrak daerah
Power Plant

35 - 42 tahun
30 tahun

Program kerja yang disepakati


< US$ X MM diatas y tahun
Kesepakatan penjualan listrik ke PLN oleh Pertamina dan Kontraktornya
Pertamina bayar ke kontraktor ( bunga dan terlambat pembayaran ).
Kontraktor harus membukukan semua keuangan / pembelian ( Pertamina & Pemerintah R.I akan AUDIT).
Seluruh barang milik Pertamina R.I ( Barang import > duty free ).
Bayar pajak sesuai keuntungan ( harganya disesuaikan untuk perubahan pajak ).
Bayar 4% dari keuntungan bersih biaya operasi.
Mata uang sesuai dengan nilai yang terakhir dan valid.
Bebas izin tukar nilai mata asing.
Hak Pertamina : Operasi Managementnya ( judul dari data ).
Hak Pertamina : Hak inpeksi Pemerintah .
Hak Kontraktor : Ikut atau tidaknya suatu perjanjian.
Memperkerjakan tenaga ahli asing di R.I.
Keharusan Pertamina : Membantu perizinan Pemerintah R.I.
Kuasa dari informasi.
Keharusan Kontraktor : Pekerjaan karyawan R.I / sebanyak mungkin dan harus di training. Berdasarkan
Hukum ( dapat hak untuk berlokasi di Indonesia ).
Pengontrolan : dapat secara Internasional.
Partisipasi Swasta : Diperbolehkan 10 % ~ 15 %.

ESC :
PLN membeli listrik ke Pertamina
PLN menyediakan kabel transmisinya.
Perusahan adalah Kontraktor.
Mulainya izin adalah 110 Mwe berikutnya 50 Mwe tetapi < 150 Mwe.
Perusahan berkewajiban untuk fasilitas dari peneyediaan Power Plant.
Waktunya 30 tahun /unit dan 42 tahun untuk kontrak.
Perusahaan memberitahukan setiap pembangunan.
Perusahaan mendapat tidak sumber keuangan.
ESC akan stop apabila ada masalah keuangan.
Pertamina/ Perusahaan tidak menjamain kapasitas, produksi,atau cadangan Panasbumi
yang ada.
Perubahan Pajak disesuaikan harga jual.
Pertamina/ Perusahaan tidak menjamin ESC.
Pemabayaran berdasarkan pembacaan meter yang berlaku dan disaksikan kedua belah pihak.
Pembayaran dilaksanakan dalam waktu 30 hari.
PLN menyediakan L.C. sesuai biaya perusahaan setiapa 4 bulan sekali.
Pekerjaan dilaksanakan dalam musyawarah ( rapat bulanan paling sedikit ).

KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 49


TAHUN 1991 ( 1 )
Pengusaha Panasbumi adalah PERTAMINA, Kontraktor
Kontrak Operasi Bersama dan pemegang Ijin Pengusahaan
sumberdaya Panas bumi.
Kontraktor Kontrak Operasi Bersama dan Pemegang Ijin Pengusahaan
Sumberdaya Panas bumi harus merupakan Bentuk Usaha Sendiri yang
semata mata berusaha dalam eksplorasi dan ekspotasi
sumberdaya panas bumi untuk pembangkit eneri/listrik.
Pengusahaan Panas bumi wajib menyetorkan kepada Bank Indonesia
bagian Pemerintah dari perusahaan sumberdaya panas bumi
sebesar 34% dari penerimaan bersih usaha.

KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 49


TAHUN 1991 ( 2 )
Dalam penyetoran bagaian Pemerintah telah termasuk semua kewajiban
pembayaran Pajak pajak dan Pungutan pungutan lainnya.
Atas penyerahan jasa dalam eksplorasi dan eksplotasi sumberdaya
panas bumi kepada Penguasahaan Panas bumi yang belum berproduksi,
diberikan penundaan pembayaran Pajak Pertamabahan Nilai sampai dengan
saat mulai berproduksi dan sudah ada penyetoran bagian Pemerintah.
Harga uap panasbumi atau listrik yang dijual oleh Pengusaha Panas bumi
kepada pihak lain, ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )


SERTA PUNGUTAN PUNGUTAN LAINNYA
Pasal 8 KMK No.766/ KMK.04/1992
KEWAJIBAN PEMBAYARAN PBB SERTA PUNGUTAN PUNGUTAN
LAINNYA YANG BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN PENGUSAHA
DALAM PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PANAS BUMI AKAN DISELESAIKAN
OLEH DIREKTORAT JENDERAL MONETER ( DIREKTORAT JENDERAL
LEMBAGA KEUANGAN )

KOMPONEN BIAYA
( Appendix IV Amanded and Restated JOC )

Biaya Operasi
Biaya Depresiasi
Biaya Amortisasi
Biaya Umum dan Administrasi
Biaya Lain- lain
Kerugian

PENGHASILAN PERUSAHAAN KOB


( Gross Income )
1.

2.

Revenue

Uap Panasbumi

Tenaga Listrik

Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, termasuk keuntungan


yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan usaha laiannya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham,sekutu,anggota,serta karena likuidasi.

3.

( Undang undang Pajak Penghasilan No.7 tahun 1983 Pasal 4 ayat 1 butir d )

4.

Penghasilan lainnya.

ARUS PAJAK DAN PUNGUTAN PUNGUTAN LAINNYA

PENGUSAHA

BAGIAN PEMERINTAH
( 34 % X NOI )

REKENING
PENERIMAAN
PANAS BUMI
( Ditjen Moneter/
DJLK )

REIMBURSEMENT PPN
KAS NEGARA

PBB
PUNGUTAN
PUNGUTAN
LAINNYA

PEMDA

CONTOH PENERAPAN FISKAL


PANAS BUMI
( US$ X 1000 )
PENDAPATAN

XXX

( A)

PENGELUARAN
Biaya operasional
Biaya Explorasi
Biaya Pengembangan

XXX

(B)

XXX
XXX

(C)
(D)

PENYUSUTAN
LABA/(RUGI ) Tahun sebelumnya

XX
XX
XX

Laba/(Rugi) Usaha
Production Allowance ( Petamina )

( A- B C D )
(Ex4%)

(E)
(F)

LABA/(RUGI) KENA PAJAK

(E -F)

(G)

PAJAK PENDAPATAN ( FX 34% )

( G x 34 % )

PENGUSAHA PANAS BUMI

BERLANDAS UU MIGAS No.8 TAHUN 1971


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 766/KMK.04/1992

VAT CHRONOLOGY

There was Tax reform I year 1983. Indonesia applied Sales Tax based on Transition Law Number 19
Year 1951 and Law Number 35 Year 1953, whereas service in field of exploration and drilling of oil,gas
and geothermal resources were not subject to sales tax.
Vat Law Number 8 Year 1983 introduced on 1 April 1985, which is subject to goods (except farming,
fishery 7 mining products ) and services conducted by building contractor.
Year 1988, definition of Vat object was enlarged,all services become subject to vat, except certain public
services or non commercial services. By that enlargement,services in field of exploration and drilling of
oil, gas and geothermal resources became subject to VAT.
To provide an incentive to PSC & JOC contractors regarding VAT enlargement,the VAT is not the respon
sbility of the PSC & JOC,and the VAT is part of the government share,then government issued Presiden
tial Decree ( Kepres) Number 22 Year 1989 and Minister Finance Decree (Kep MenKeu ) Number 573/
KMK.01/1989 which provide VAT determent facility ( for services in field of exploration and drilling of oil,
gas and geothermal resources ) to PSC & JOC contractors.
Based on the above regulation,the payment of VAT is deferred until the PSC and JOC has reached the
commercial production, and has paid government share. So if the Contractor has to pay the VAT, govern
ment can reimbursed the paid VAT using the government share.

PENGUSAHA PANAS BUMI

Pertamina
Kontraktor Kontrak Operasi Bersama
Pemegang Ijin Pengusahaan Sumberdaya Panas bumi sekala Kecil

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )

Apabila pengusaha telah menyetor bagian pemerintah, maka PPN yang


telah dibayar oleh pengusaha dapat dikembalikan kepada pengusaha tersebut.
PPN yang terhutang atas penyerahan jasa pencarian sumberdaya panasbumi
dan jasa pengeboran diberikan penundaan pembayaran sampai dengan saat
mulai berproduksi dan sudah ada penyetoran kepada negara.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )


SERTA PUNGUTAN- PUNGUTAN LAINNYA

Kewajiban pembayaran PBB serta pungutan pungutan lainnya yang


berkaitan dengan kewajiban pengusaha dalam pengusahaan sumberdaya
panasbumi akan Diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Moneter.

IMPOR BARANG OPERASI

Barang operasi yang diimpor oleh pengusaha untuk keperluan


pengusahaan sumberdaya panasbumi tidak dipungut bea masuk,
PPN, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan.

BAGIAN PEMERINTAH

Pengusaha wajib menyetor bagian pemerintah sebesar


34 % dari net operating income (NOI)
Penyetoran bagian pemerintah harus diangsur setiap triwulan,
selambat lambatnya 30 hari setelah berakhirnya triwulan yang
bersangkutan
Apabila pengusaha terlambat melakukan penyetoran, dikena
kan sangsi administrasi sebesar 2% per bulan

KERUGIAN

Seluruh kerugian yang terjadi sebelum mulai beroperasi


komersilnya pembangkit listrik unit pertama akan dikurangkan
dari penghasilan pada tahun mulai beroperasi komersilnya pembangkit listrik unit pertama tersebut.
Kerugian yang terjadi pada suatu tahun dapat dikompensasikan
dengan penghasilan dalam 8 tahun berikutnya.

PROPINSI
JAWA BARAT

PROSPEK/LAPANGAN
PANASBUMI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

JAWA TENGAH 8.
BALI

9.

SUMUT

10.
11.

SULUT

12.

PERUSAHAAN

JENIS KONTRAK
JOC

ESC

SSC

WAKTU

KETERANGAN

01 - 1992
* - 3117- 11 - 1995
* -* 16G.Salak
11 - 1994 Amandemen
* *
Darajat
* * - 15- 01 - 1995 Amandemen
Wayang Windu
Mandala Nusantara,Ltd
* * - 2 - 12 - 1994
Patuha
Power, Ltd
2 - 12 - 1994
JENIS DANPatuha
JUMLAH
KONTRAK*PANAS
* -BUMI
Karaha
Karaha Bodas Company,Ltd
* * - 2 - 12 - 1994
Cibuni
PT.Yala Tekno Geothermal
* - 17 - 11 - 1995
Dieng
Himpurna California Energy,Ltd
* - 2 - 12 - 1994
*
Bedugul
Bali Energy,Ltd
* * - 17 - 11 - 1995
Sarulla
Unocal North Sumatera,Ltd
* * - 27 - 02 - 1993
G. Sibayak
PT. Dizamatra Powerindo
* * 15- 01 - 1996
Pertamina/PT.PLN (Persero )
Lahendong
* - 12- 5 - 1999
Kamojang

Pertamina/PT.PLN (Persero)
PT.Latoka Trimas Bina Energi
Unocal Geothermal of
Indonesia, inc
Amoseas Indonesia, Inc

POLA PENGUSAHAAN PANAS BUMI MENURUT KEPPRES 22 TAHUN 1981


ADA 4 KEMUNGKINAN
PERTAMINA SENDIRI

II

PERTAMINA SENDIRI ATAU


DENGAN KONTRAKTORNYA

IV

UAP

LISTRIK

PLN
KONTRUKSI, OPERASI PLTP
SERTA SISTEM TRANSMISI
DAN DISTRIBUSI LISTRIK

PENGEMBANGAN, OPERASI
LAPANGAN, KONTRUKSI DAN
OPERASI PLTP

PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN
KONTRUKSI DAN OPERASI
PLTP

PLN
KONTRUKSI, OPERASI PLTP
SERTA SISTEM TRANSMISI
DAN DISTRIBUSI LISTRIK

PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN SAJA

PERTAMINA SENDIRI ATAU


DENGAN KONTRAKTORNYA

PLN
KONTRUKSI DAN OPERASI
PLTP BERSERTA SISTEM
TRANSMISINYA,DAN
DISTRIBUSI LISTRIK

PENGEMBANGAN DAN
OPERASI LAPANGAN SAJA

PERTAMINA SENDIRI ATAU


DENGAN KONTRAKTORNYA

III

UAP

LISTRIK

PLN
DISTRIBUSI LISTRIK

DOWNSTREAM

UPSTREAM

STEAM FIELD
DEVELOPMNENT
and OPERATION

Pertamina or
Private companies
JOC

STEAM

SSC

POWER PLANT
CONSTRUCTIO
N
and
OPERATION

PLN or
Private companies

ELECTRICITY
TRANSMISSION
ELECTRICITY
And
DISTRIBUTUION

CONSUMER

ESC
PT. PLN

TOTAL PROJECT

II

STEAM FIELD
POWER PLANT
DEVELOPMNENT STEAM CONSTRUCTIO
and OPERATION
N
and
OPERATION

Pertamina or Private companies


JOC

ELECTRICITY
TRANSMISSION
ELECTRICITY
And
DISTRIBUTUION

ESC
PT. PLN

CONSUMER

Pasal 30
(1) Pemegang IUP wajib membayar penerimaan negara berupa pajak dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
(2) Penerimaan negara berupa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pajak;
b. bea masuk dan pungutan lain atas cukai dan impor;
c. pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pungutan negara berupa Iuran Tetap dan Iuran Produksi serta pungutan negara
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bonus
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

(5) Penerimaan negara berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan
penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang pembagiannya sebagai
berikut.
a. Penerimaan negara berupa pajak, pembagiannya ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpejakan yang berlaku;
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Iuran Tetap dan Iuran
Produksi, pembagiannya ditetapkan dengan perimbangan 20% (dua puluh persen)
untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah
(6) Bagian Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dibagi
dengan perincian sebagai berikut:
a. provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
b. kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
c. kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 32%
(tiga puluh dua persen).

RANCANGAN
PEDOMAN DAN POLA TETAP
PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN ENERGI PANAS
BUMI
2004 2020
Blueprint Implementasi Undang-undang Nomor 27 tahun 2003 tentang
Panas Bumi

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL51

1. Latar Belakang.

Potensi sumber daya panas bumi Indonesia pada tahun 2003


berjumlah 27.140,5 MW, namun pemanfaatannya baru mencapai
3% (807 Mw) dari potensi sumber daya dan cadangan tersebut
yang dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listri k;

Panas bumi termasuk energi terbarukan yang bersih lingkungan


sehingga peranannya perlu ditingkatkan khususnya untuk
mensubstitusi pemakaian energi fosil;

Energi panas bumi yang terdapat di Indonesia beragam sehingga


sangat cocok untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi primer
pembangkit tenaga listrik maupun untuk pemanfaatan langsung
dalam industri pertanian dan pariwisata ;

Potensi sumber daya Panas bumi pada umumnya terdapat di jalur


vulkanik yang prasarananya masih terbatas. Selain itu, energi
panas bumi tidak dapat diekspor sehingga pemanfaatannya
difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi setempat;

Pemanfaatan energi panas bumi akan berdampak positif pada


pengembangan ekonomi, khususnya daerah setempat;

Keppres No. 45/1991, Keppres No. 49/1991, Kepmen KEU N0.


776/KMK.04/1992, memberikan daya tarik pengusahaan panas
bumi dengan komitmen pengembangan sampai dengan 3000 Mw;52

1. Latar Belakang (Lanjutan).

Keppres Nomor 37/1997, Keppres Nomor 39/1997, Keppres Nomor 5/1998


yang menunda dan mengkaji kembali beberapa proyek Panas bumi,
sehingga hanya 807 MW yang dapat direalisasikan;

Keppres Nomor 76/2000 tidak berhasil menarik investasi baru;

Undang undang Nomor 27/2003 tentang Panas Bumi memberikan


kepastian hukum dalam mendorong investasi baru pengembangan panas
bumi;

UU No. 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan merupakan produk


restrukturisasi bidang Tenaga Listrik memberi kesempatan pengembangan
pembangkit tenaga listrik dari sumber energi baru terbarukan setempat di
wilayah kompetisi dan non kompetisi pada off grid dan on grid;

Dengan mempertimbangkan Undang Undang Nomor 27/2003 tentang


panas bumi , Undang Undang Nomor 20/2002 tentang ketenagalistrikan
dan pelaksanaan restrukturisasi sektor energi lainnya maka perlu disusun
pedoman dan pola tetap pengembangan dan pemanfaatan energi panas
bumi sebagai suatu peta-perjalanan (road-map) implementasi kebijakan
restrukturisasi kegiatan usaha panas bumi .

Roadmap pengembangan pengusahaan Panas bumi, sesuai dengan


amanat Undang Undang 27/2003 tentang panas bumi, menjadi acuan
dalam penyusunan peraturan-peraturan pelaksanaan sehingga kegiatan
usaha panas bumi mempunyai landasan hukum yang jelas, transparan,
dapat dilaksanakan dan mampu menarik investasi .

53

POLA PIKIR PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI


2004 2020
PARADIGMA NASIONAL
UUD 1945, UU 20/2002, UU 27/2003

SUBJEK (S)
Pemerintah

OBJEK (O)
Kebijakan

INDUSTRI PANAS BUMI


YANG DIINGINKAN PADA
TAHUN 2020

METODA (M)
RPP Pengusahaan Panas Bumi
Blue Print Panas Bumi
Road map Panas Bumi
Pembentukan Lembaga Panas

PENGUSAH
AAN PANAS
BUMI YANG
MASIH
RENDAH

Regulasi Bisnis

Regulasi Keteknikan

Industri

Panas Bumi

Stakeholder

Jasa konstruksi,

Non-konstruksi

Partisipasi

Bumi
Program insentif
Aturan perpajakan yang
mendukung
Jaminan pembayaran
Standar Kompetensi SDM
Akreditasi laboratorium

Peningkatan Kandungan lokal

Sosialisasi

MENUNJANG PEMBANGUNAN YANG


BERKELANJUTAN;
MEMBERI NILAI
TAMBAH SECARA
KESELURUHAN;
MENINGKATKAN
PENDAPATAN
NEGARA DAN
MASYARAKAT;
PEMANFAATAN
UNTUK TENAGA
LISTRIK SEBESAR
6000 Mw;
BERKEMBANGNYA
PEMANFAATAN
LANGSUNG UNTUK
AGRIBISNIS,
PARIWISATA, DLL.

PENGARUH LINGKUNGAN STRATEGIS

Nasional
Otonomi Daerah

Keterbatasan dana

investasi

Regional
Daya tarik investasi di

negara lain lebih


menarik

Global
Kyoto Protocol

*)

Mekanisme

54

2.1. Kondisi Saat Ini


2.1.1 Potensi Panas Bumi :

Potensi sumber daya panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar


14.080 MW (spekulatif 9.467 MW dan hipotetis 4.613 MW) dan
cadangan diperkirakan setara dengan 13.060 MW (terduga 10.027
MW, mungkin 728 MW, terbukti 2.305 MW);

Cadangan Panas bumi saat ini berpotensi menghasilkan kapasitas


terpasang listrik sebesar 3000 MW, namun yang dimanfaatkan
untuk pembangkitan tenaga listrik baru sebesar 807 MW.

Lapangan panas bumi yang sudah dilakukan kegiatan baik untuk


inventori, eksplorasi awal dan rinci, produksi tenaga listrik
maupun yang dalam tahap pengembangan berjumlah 60
lapangan. Dari jumlah tersebut, 15 diantaranya telah menjadi WKP
Pertamina (2002) untuk dikembangkan oleh Pertamina sesuai
dengan Kepmen ESDM No. 667/2002 :
WKP yang masih dilanjutkan untuk dikembangkan oleh
Pertamina:
Sibayak-Sinabung, Sibual-buali (termasuk Sipirok, Sarulla,
Silangkitang dan Namora I Langit), Sungai Penuh, Tambang
Sawah Hulu Lais, Lumut Balai, Waypanas (termasuk Ulu
Belu), Cibeureum Parabakti (G.Salak), Pangalengan
(termasuk Patuha, Wayang Windu, Cibuni), Kamojang
55
(termasuk Darajat), Karaha Cakrabuana (termasuk Telaga
Bodas), Dieng, Iyang-Argopuro, Tabanan (termasuk

2.1. Kondisi Saat Ini (Lanjutan)


-

18 WKP yang dikembalikan kepada Pemerintah yang siap di


eksplorasi tambahan dan diproses lelang dan potensial untuk
diusahakan sebagai lapangan produksi adalah:
P.Weh (Sabang), Rantau Dadap, Seulawah, Pusuk Bukit, Sorik
Merapi, Muaralaboh, Kerinci/Lempur, Suoh-Sekincau,
G.Rajabasa, Kaldera Banten (termasuk Batu Kuwung,
Citaman, - G.Karang), Cisolok-Cisukarame, G.Tangkuban
Perahu, G.Ciremai, Ungaran, Telomoyo, N gebel-Wilis, Ijen,
Ulumbu.
Lapangan lain yang baru tahap ekplorasi awal dan dalam
inventory oleh Pertamina, pada saat ini telah dikembalikan
kepada Pemerintah:
G.Geureudong, G.Kembar, Simbolon-Nainggolan, G.Talang,
Sungai Tenang, Sungai Betung, G.Kaca, Air Dikit, Marga Bayur,
Bukit Daun, Ratai, G.Endut, G.Gede Pangrango, Mangunan,
G.Slamet, Huu Daha, Sukoria-Mutubasa, Ili Muda, Oka
Larantuka, Ili- Labaleken, Mengeboba, Bora, Bituang, Lainea,
Tonga Wayana, Tulehu, Jailolo.

Lapangan yang akan dikembangkan oleh PLN adalah: Mataloko dan56


Ulumbu

2.1. Kondisi Saat Ini


-Lanjutan
2.1.2 Pemanfaatan Tidak Langsung Panas Bumi (untuk Listrik) :

Lapangan panas bumi yang berproduksi/pengembangan saat ini adalah


lapangan yang dioperasikan Pertamina baik sendiri maupun melalui Kerjasama
Operasi dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (KOB) yang mengacu kepada
Keppres 45/1991 dan 49/1991 dengan kapasitas terpasang masing-masing
untuk : PLTP Kamojang (140 MW), PLTP Darajat (145 MW), PLTP Wayang Windu
(110 MW), PLTP G. Salak (330 MW), PLTP Dieng (60 MW), PLTP Lahendong (20
MW), dan Monoblok G. Sibayak (2 MW), total sebesar 807 MW;
Pengembangan kapasitas terpasang sesuai dengan komitmen dalam kontrak
adalah sebesar 3000 MW, namun belum berjalan karena terhambat oleh
Keppres 39/1997 yang menunda dan mengkaji kembali beberapa proyek listrik
swasta serta masih diperlukannya renegosiasi untuk realisasi Keppres 15/2002;
Belum ada lapangan panas bumi yang dikembangkan setelah diterbitkannya
Keppres 76/2000;
Penerimaan negara dari pengusahaan panas bumi baru diperoleh dari PLTP
Kamojang, PLTP G. Salak dan PLTP Darajat.

2.1.3 Pemanfaatan Langsung Panas Bumi :

Belum ada data pemanfaatan langsung yang tertata dengan baik;


Pemanfaatan langsung lebih banyak untuk kepentingan pariwisata yang
dikelola daerah masing-masing;
Penelitian pemanfaatan langsung untuk pembibitan jamur telah dilakukan
BPPT bekerjasama dengan Pertamina di lapangan Kamojang pada tahun 1999
57
2000.

2.1. Kondisi Saat Ini -Lanjutan


2.1.4 Iklim Investasi:

Struktur biaya penyediaan listrik baik dari sumber energi fosil tidak memperhitungkan
unsur biaya eksternal misalnya lingkungan dan depletion premium;
Harga listrik belum mencerminkan harga keekonomiannya;
Belum ada kepastian harga jual uap atau listrik pada tahap sebelum eksplorasi dan
eksploitasi;
Insentif yang diberikan antara lain berupa penundaan PPN yang berlaku sampai tahun
2000 dan saat ini sudah tidak berlaku lagi. Belum ada bentuk Insentif lain untuk
pengusahaan panas bumi yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah setelah
tahun 2000;
Penerimaan negara sebesar 34% yang berlaku pada pengusahaan panas bumi dapat
meningkatkan tingkat pengembalian modal pada harga terjangkau oleh PLN karena
adanya kepastian ketentuan perpajakan dalam perhitungan keekonomian proyek;
UU Panas Bumi memberikan peluang untuk dapat memperoleh fasilitas perpajakan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku untuk memenuhi keekonomian proyek
pada harga yang terjangkau oleh konsumen. Hal ini perlu diantisipasi segera oleh
Pemerintah agar dapat memberikan peluang meningkatkan tingkat pengembalian
modal pada investor;
Tenggang waktu masa kontrak panas bumi saat ini berlaku selama 30 tahun sejak
saat operasi komersial;
IUP sesuai dengan UU 27/2003, menentukan masa berlaku selama 30 tahun terhitung
dari sejak jangka waktu eksplorasi berakhir, yang masih mengandung resiko jangka
waktu pengusahaan karena perhitungan keekonomian dimulai sejak listrik
dioperasikan komersial sedangkan pengembangan panas bumi dilakukan secara
bertahap. Untuk itu perlu diperjelas dalam peraturan pemerintah;
Investor menginginkan kejelasan dan kepastian hukum atas dihormatinya kontrak
pengusahaan panas bumi yang sedang berjalan dan adanya kepastian jaminan
58
pembayaran dari konsumen untuk pengusahaan panas bumi yang baru.

2.1. Kondisi Saat Ini -Lanjutan


2.1.5 Peraturan Perundang-undangan :

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi


UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, peraturan perpajakan
(penerimaan negara) terhadap pengusahaan panas bumi tidak lagi
mengacu kepada Keppres No. 49/1991, sehingga jumlah kewajiban
pengusaha yang dibayarkan kepada pemerintah menjadi lebih besar dari
sebelumnya;

UU No. 44 Prp Tahun 1960, UU No. 8/1971, UU No. 15/1985, Keppres


22/1981, Keppres 45/1991 dan Keppres 49/1991 tentang pengusahaan
panas bumi untuk tenaga listrik digunakan sebagai landasan kegiatan
usaha panas bumi yang sedang berjalan;

Keppres 76/2000 tentang pengusahaan sumberdaya panas bumi untuk


pembangkitan tenaga listrik;

UU No. 41 Tahun 2000 tentang Kehutanan tidak memperbolehkan


kegiatan penambangan secara terbuka di wilayah hutan lindung;

Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa
yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN);

59

2.1. Kondisi Saat Ini -Lanjutan


2.1.5 Peraturan Perundang-undangan :

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2003 tentang perubahan kedua atas PP


No. 12/2001 tentang impor dan atau penyerahan b arang kena pajak
tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak
pertambahan nilai;

Penyediaan tenaga listrik dari panas bumi sepenuhnya mengacu kepada


UU Nomor 20/2002 tentang ketenagalistrikan;

UU No. 22/2001 tentang migas dan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun


2003 tentang pengalihan bentuk Pertamina menjadi perusahaan
perseroan;

Belum ada peraturan pelaksanaan dari Undang Undang 20/2002 antara


lain tentang IUPL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dan IO (Ijin
Operasi) dan harga jual tenaga listrik;

Belum ada peraturan pelaksanaan dari Undang Undang 27/2003;

Kepmen No. 667K/11/MEM/2002 tentang Penugasan Kepada DJGSM dan


DJLPE Dalam Pengusahaan Panas Bumi Untuk Pembangkitan Tenaga Listrik.
60

Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi (Existing Project)


N
o.

WKP

Pengemban
g

Produk
si
2004

PERTAMINA

Rencana
Pengembangan
s/d 2016

ESC

Potensi
(JOC*/Pengusa
haan)

Rencana
Pengembangan
s/d 2008

Rencana
Pengembangan
s/d 2012

120

120

10

40

20

330

1000

220

220

110

SIBAYAK

SIBUAL-BUALI (SARULA)

SUNGAIPENUH

PERTAMINA

55

55

HULULAIS-TAMBANG
SAWAH

PERTAMINA

55

55

LUMUT BALAI

PERTAMINA

400

110

110

110

WAYPANAS (ULU BELU)

PERTAMINA

330

110

110

55

CIBEUREUM-PARABAKTI
(SALAK)

UNOCAL

PANGALENGAN
KAWAH CIBUNI
GUNUNG PATUHA
WAYANG WINDU

KAMOJANG-DARAJAT
KAMOJANG
DARAJAT

PLN

YALA
TEKNOSA
GEODIPA
MNL
PERTAMINA
AMOSEAS

10

KARAHA, CAKRABUANA

11

DTT. DIENG

12

IYANG, ARGOPURO

13

TABANAN, BALI
(BEDUGUL)

14

LAHENDONG

PERTAMINA

15

KOTAMOBAGU

PERTAMINA

16

TULEHU

17
18

330

495

500

110

110

10
400
400

20
400
400

10
120
110

0
60
110

0
0
0

140
145

260
330

300
450

60
190

60
110

0
0

400

400

55

55

400

400

120

60

60

55

55

KBC
GEODIPA

60

PERTAMINA
400

400

10

110

60

200

60

40

20

185

60

60

PLN

16

16

MATALOKO

PLN

60

ULUMBU

PLN

10

5491

1193

1442

600

Total

BUMI BALI
20

807

360
5

61

2.2. Lingkungan Strategis

Dengan adanya UU NO. 22 Tahun 1999, PP No. 25 Tahun 2000, daerah


mempunyai fungsi dan kewenangan di sektor ketenagalistrikan dalam hal:
(a) Perumusan kebijakan dan pembinaan; (b) Pengaturan dan Pengawasan;
(c) Perizinan; (d) Pengembangan listrik pedesaan dan penetapan subsidi;

UU No. 20/2002 tentang ketenagalistrikan mengamanatkan restrukturisasi


sektor ketenagalistrikan; (a) pengutamaan energi setempat dan energi
terbarukan (b) penyusunan RUKN yang dilandasi oleh RUKD (c)
memungkinkan tarif regional (d) adanya kewenangan daerah untuk
mengeluarkan IUPL;

Adanya tekanan global mengenai isu lingkungan antara lain p enerapan


Kyoto Protocol dapat memberikan kesempatan untuk pengembangan
energi baru dan terbarukan dan sejalan dengan pemberlakuan batasan
emisi yang semakin ketat.

Daya tarik investasi di negara-negara lain lebih menarik.

Dorongan global untuk menerapkan mekanisme pasar (pencabutan subsidi


62
BBM dan listrik).

2.3. Identifikasi Permasalahan


2.3.1. Kekuatan:

Potensi sumber daya panas bumi Indonesia diperkirakan setara dengan 27.140,5 MW;

Sumber daya panas bumi merupakan sumber energi terbarukan sehingga


pemanfaatannya bisa berkelanjutan;

Energi panas bumi berpeluang untuk mendapatkan dana karbon kredit;

Dukungan UU No. 20/2002, UU No. 27/2003 dan PP No. 31 tahun 2003;

Pengusahaan panas bumi bukan termasuk kegiatan penambangan dengan pola


pertambangan terbuka, sehingga memungkinkan pengusahaan di kawasan hutan
lindung;

Lokasi potensi panas bumi dapat dikembangkan menjadi daerah wisata;

Kegiatan pemanfaatan panas bumi sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan;

Pengembangan panas bumi bisa dilakukan secara bertahap unit demi unit.
2.3.2. Kelemahan:

Saat ini harga listrik panas bumi relatif belum kompetitif dibandingkan dengan harga
listrik dari energi lainnya karena harga listrik energi lainnya belum memperhitungkan
tambahan biaya eksternal (biaya lingkungan, depletion premium, dan lainnya);

Pada umumnya potensi panas bumi di daerah yang mempunyai keterbatasan


infrastruktur di daerah;

Belum adanya peraturan pelaksanaan dari UU No. 20/2002 dan UU No. 27/2003,
sehingga belum ada kesamaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah
mengenai pengelolaan panas bumi serta menimbulkan kekhawatiran masih terjadinya
monopoli;

Panas Bumi bersifat site specific sehingga pemanfaatannya setempat, tidak dapat
diperjualbelikan sebagai komoditas sebelum dikonversikan menjadi energi listrik;

Pengusahaan panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik harus memperhatikan


resiko tinggi dari eksplorasi dan eksploitasi.
63

2.3. Identifikasi Permasalahan -Lanjutan


2.3.3. Peluang:

Pemanfaatan panas bumi dapat mengurangi devisa dari pemanfaatan energi fosil khususnya BBM
yang dapat meningkatkan ketahanan dalam nege
negeri.
Adanya krisis listrik dan pertumbuhan permintaan listrik di sekitar daerah yang mempunyai potensi
panas bumi;
bumi;
Masih besarnya ketergantungan terhadap BBM yang menyebabkan masalah keamanan pasokan
energi nasional;
Pertumbuhan kebutuhan sektor agro bisnis dan wisata yang menjadi perhatian Indonesia menjadi
peluang bagi panas bumi untuk bisa mengupayakan pemanfaatan langsung panas bumi yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan agro-bisnis dan wisata sesuai dengan kondisi setempat;
Komitmen dunia sesuai dengan Kyoto Protokol untuk mengurangi emisi CO2 dapat dimanfaatkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk mengurangi emisi yang signifikan hingga tahun 2020.
Kompetensi SDM dan kemampuan teknologi nasional selama
selama lebih dari 25 tahun pengembangan
panas bumi dapat menjadi modal dalam pemanfaatan panas bumi di Indonesia.
Potensi panas bumi Indonesia yang merupakan yang terbesar di dunia dapat dijadikan sebagai
peluang menjadikan Indonesia sebagai center of excellent di bidang panas bumi yang dapat menjadi
pusat perhatian bagi investasi, SDM dan teknologi.
Penerapan otonomi daerah melalui UU NO. 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada daerah
untuk menyusun perencaan dan kebijakan energi daerah;
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan memberi peluang kepada daerah untuk menentukan
sistim ketenagalistrikannya pada wilayah non-kompetisi off grid;
grid;
Amanat UU No. 20/2002 untuk memprioritaskan pemanfaatan energi setempat dan terbarukan;
Tekanan global mengenai lingkungan hidup mendorong pengembangan pemakaian energi baru dan
terbarukan termasuk panas bumi melalui rangsangan insentif;
Dengan adanya kepastian hukum dapat mengembalikan kepercayaan investor;

64

2.3. Identifikasi Permasalahan -Lanjutan


2.3.4. Ancaman:

Tidak adanya perlakuan khusus pada pengusahaan panas bumi untuk masuk dalam
wilayah kompetisi;
Penerapan pajak berdasarkan UU No. 11 Tahun 1994 pelaksanaan khusus tidak
berlaku lagi sebagaimana diatur pada Keppres No. 76 Tahun 2000;
Belum tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, khususnya di daerah;
Investasi di industri panas bumi kurang diminati karena tingkat pengembalian modal
yang rendah dan tidak pasti;
Pola pengusahaan panas bumi yang belum bankable;
Kemungkinan munculnya peraturan-peraturan daerah yang tidak sinkron dengan
kebijakan panas bumi;
Kesulitan untuk mewujudkan tarif listrik yang menarik bagi pengembangan panas
bumi.
Pengembangan energi panas bumi adalah bisnis yang sarat akan dana, dengan
pengeluaran terbesar dilakukan sebelum pembangkit berproduksi;

Risiko terbesar dalam panas bumi adalah pembuktian akan ada atau tidaknya suatu
reservoir aktif, dan langkah ini membutuhkan kegiatan pengeboran dan pengetesan
sumur yang ekstensif untuk mengidentifikasi area yang produktif dari lapangan
tersebut;

Resiko lain adalah kepastian pemanfaatan panas bumi setelah cadangannya


ditemukan.
65

2.3. Identifikasi Permasalahan -Lanjutan


2.3.4. Ancaman:

Resiko besar dari proyek panas bumi yang lain adalah faktor resiko suatu Negara, yang
menyangkut, keadaan institusional, legal, kebijakan, politik dan masalah perekonomian.

Pengusahaan panas bumi untuk listrik sebagai satu paket masih belum jelas diatur dalam
PP atau Keppres.

Tax incentive dimungkinkan tetapi akan mendapat tantangan yang luas dari sektor
perpajakan dan ini memerlukan upaya yang khusus dari departemen teknis.

Teknologi dan kemapuan memelihara existing geothermal projects yang ada agar dapat
berkelanjutan

Banyaknya infrastruktur yang tidak tersedia didaerah terpencil disekitar prospek panas
bumi yang memungkinkan dikembangkan.

Belum adanya kebijakan yang menghargai green energi dalam pemanfaatan energi di
Indonesia

Keinginnan nasional untuk memanfaatkan SDM dan kemampuan teknologi nasional yang
membutuhkan upaya peningkatan kompetensi yang berkesinambungan.

Tidak adanya kebijakan harga energi untuk menempatkan persaiangan harga secara
proporsional diantara sumber energi primer Indonesia.

66

2.4. Arah dan Kecenderungan.

Dihapuskannya subsidi harga BBM dan TDL secara bertahap untuk mencapai
harga BBM dan TDL yang sesuai harga pasar sepenuhnya;
Kecenderungan diversifikasi pemakaian energi mengarah ke energi listrik
sehingga pertumbuhan permintaan listrik pada tahun-tahun mendatang akan
meningkat;
Peningkatan rasio elektrifikasi dari 52 persen pada tahun 2002 menjadi 90
persen pada tahun 2020, membutuhkan tambahan daya terpasang yang
lebih besar;
Perencanaan dan kebijakan energi daerah mengarah kepada pemanfaatan
potensi energi baru dan terbarukan yang tersedia;
Pengurangan pemakaian BBM untuk pembangkitan tenaga listrik.;
Pola pengusahaan panas bumi melalui kemitraan dengan perusahaan daerah;
Pemanfaatan teknologi bersih lingkungan;
Kebutuhan pemanfaatan data base dalam pengusahaan dan pemanfaatan
panas bumi yang mudah diakses;
Pola investasi yang memakai dana dari dalam negeri, dengan sistim
pendanaan equity atau project financing, payment security antara lain
melalui asuransi, power bonds;
Ada mekanisme penyelesaian perselisihan secara win-win solution.

67

2.5. Kebijakan Yang Berlaku


(Untuk Pengusahaan dan Kontrak Yang Sedang Berjalan)

Pengembangan panas bumi mengacu kepada KUBE, namun


pelaksanaannya tidak konsisten;
Memberikan kemudahan melalui fasilitas perpajakan khusus;
Pengusahaan panas bumi berdasarkan kuasa usaha pertambangan
(KP) pada Pertamina dan dilakukan sendiri atau bermitra dengan pola
KOB;
Pola pengusahaan dapat dilakukan dengan sistem Total Project;
Penjualan panas bumi bisa dalam bentuk uap (SSC) atau tenaga listrik
(ESC);
Bebas bea masuk untuk peralatan yang digunakan untuk menunjang
operasi pengusahaan panas bumi;
Dengan terbitnya UU No. 27/2003, pembinaan dan pengawasan yang
tadinya dilakukan oleh Pertamina, dialihkan ke pemerintah;

68

3.1. Visi dan Misi


Visi :

Panas bumi menjadi energi andalan dalam penyediaan energi nasional


di dalam negeri

Misi :

Mengatur potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang sangat


besar cadangan dan manfaatnya sebagai sumber daya alam yang
terbarukan dan ramah lingkungan dan mengoptimalkan
kemampuannya untuk memberi nilai tambah guna mendukung
realisasi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Mendukung upaya-upaya pemanfaatan panas bumi sebesar


6000 MW pada tahun 2020.

Mempersiapkan sumber daya pendukung seperti pendanaan,


teknologi, dan sumber daya manusia;

Menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan panas


bumi.
69

3.2. Sasaran

Peningkatan pemakaian panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik, peran panas bumi dalam E nergy Mix
nasional akan meningkat sekurang-kurangnya 3% pada tahun 2020, sehingga kapasitas terpasang dapat
mencapai
mencapai 6000 MW;
MW;

Peningkatan pemanfaatan langsung panas bumi untuk menunjang sektor agro bisnis dan wisata termasuk
mempergunakan hasil sampingan dari pemanfaatan tidak langsung;

Peningkatan kemampuan kelembagaan dalam penyelenggaraan pengusahaan panas bumi

Masuknya investasi baru dalam pengusahaan panas bumi baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk
memenuhi rencana pengembangan kapasitas PLTP,
PLTP, setidak-tidaknya mencapai US $ 6 miliar pada tahun
2020;

Optimalisasi upaya untuk mendapatkan insentif bagi pengembangan panas bumi antara lain penggunaan
dana CDM, dan fasilitas perpajakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;

Pengurangan emisi CO2 dari pembangkit listrik sehingga pada tahun 2020 setidak-tidaknya terjadi
pengurangan emisi sebesar setara 50 Juta Ton ;

Peningkatan kompetensi dan pemberdayaan SDM serta kemampuan teknologi nasional serta pemanfaatan
barang dan jasa nasional dalam upaya untuk mencapai kemandirian

Tersedianya perangkat regulasi termasuk didalamnya pemberian insentif untuk pengembangan dan
pengusahaan panas bumi sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Pemastian bahwa proyek- proyek yang sedang berjalan tetap dihormati sesuai dengan esensi kontrak yang
sudah disepakati.

Peningkatan iklim investasi di bidang panas bumi yang lebih kondusif;

70

KERANGKA WAKTU PENGEMBANGAN PANAS BUMI 27000 MW

Pengembangan Pemanfaatan 6000 MW 2004 - 2020

KEN
Energi terbarukan 5%
dari Energy-Mix

2004

2008

2012

2016

2020

807 MW
(produksi)

2000 MW

3442 MW

4600 MW

6000 MW
(target)

1193 MW
WKP yang ada

1442 MW
WKP yang ada

1158 MW
WKP yang ada
+ WKP baru

1400 MW
WKP baru

Pengembangan Potensi 21000 MW dan non volcanic jangka panjang :


2004

2012

2020
71
Road-map panas bumi

3.3. Strategi Pengembangan.

Menyediakan peta kebutuhan energi dan peta potensi panas bumi pada setiap
daerah.

Meningkatkan peran panas bumi dalam energi mix yang tertuang dalam RUKD

Menetapkan kelembagaan disetiap daerah dengan memanfaatkan kelembagaan


yang sudah ada dan melakukan program pemberdayaan.

Melakukan survey pendahuluan dan meningkatkan kegiatan eksplorasi oleh


pemerintah untuk mendata potensi dan penyiapan wilayah kerja Panas Bumi.

Penyediaan sistem informasi manajemen panas bumi di Indonesia yang terintegrasi


antara pusat dan daerah ;

Menyederhanakan dan mengefisienkan proses perijinan , baik ditingkat pusat


maupun daerah, untuk meningkatkan efisiensi proyek.

Menciptakan iklim usaha yang kondusif antara lain melalui konsistensi rejim fiskal
dan peraturan-peraturan yang terkait serta menghormati kontrak-kontrak yang
sedang berjalan sesuai dengan aturan-peraturan yang melandasinya.

Menciptakan daya saing pengusahaan panas bumi dengan mendorong konsistensi


pelaksanaan penghapusan subsidi BBM dan listrik, masuknya biaya lingkungan
(CDM, depletion premium, dll) dan melalui pemberian paket insentif bila diperlukan.

Meningkatkan penguasaan teknologi untuk eksplorasi, eksploitasi, produksi dan


pemanfaatan.

72

3.3. Strategi Pengembangan. (Lanjutan)

Membangun kerjasama industri dengan Perguruan Tinggi dan lembaga


Litbang untuk meningkatkan kompetensi dan pemberdayaan serta
program sertifikasi kompetensi SDM;

Mengoptimalkan proses kegiatan usaha eksplorasi, eksploitasi sampai


dengan pemanfaatannya untuk tenaga listrik dengan mensinergikan
pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2002
tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang No. 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi.

Pemerintah dan pemerintah daerah membantu pelaksanaan program


infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan panas bumi;

Mendorong pemanfaatan barang dan jasa serta kemampuan rekayasa


dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing;

Meningkatkan pemanfaatan langsung panas bumi untuk kegiatan usaha


antara lain agrobisnis dan pariwisata, dan sebagai kegiatan usaha
komplementer pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik;

Merumuskan tata cara dan syarat-syarat mengenai pelaksanaan lelang


untuk menawarkan Wilayah Kerja (WK) kepada Badan Usaha;
73

4.1. Langkah Kebijakan Pengusahaan Panas Bumi

Menyusun pedoman dan pola tetap untuk pengembangan pengusahaan panas bumi yang
berkesinambungan dari 2004 s.d. 2020, sebagai kebijakan pelaksanaan teknis UU No. 27
Tahun 2003 tentang panas bumi dan sebagai acuan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan pengusahaan panas bumi;

Menciptakan kepastian hukum dan iklim investasi yang menarik pada pengembangan
panas bumi, dengan secepatnya melengkapi perangkat regulasi dengan melibatkan
stakeholder;

Menghormati pengusahaan dan kontrak-kontrak yang berjalan sesuai dengan asensi


kontrak yang sudah disepakati;

Menghormati pengusahaan dan kontrak-kontrak yang berjalan sesuai dengan asensi


kontrak yang sudah disepakati;

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengusahaan panas


bumi;

Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk berperan dalam
pengembangan panas bumi setempat;

Pemerintah dapat melakukan kegiatan eksplorasi sampai dengan penemuan perkiraan


potensi;

Membuka peluang pola pengusahaan terintegrasi vertikal dari mulai eksploitasi uap, dan
pembangkitan tenaga listrik pada wilayah non-kompetisi dan off grid, sedangkan
pembangunan jaringan transmisi dan distribusi diberikan kesempatan kepada daerah
sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2002;

74

Merumuskan dan menetapkan jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang
transparan, jelas dan menarik bagi pengusahaan panas bumi.

4.1.1 Alur Proses Kegiatan Operasional dan Pengusahaan


Panas Bumi
Menurut UU 27/2003
PEMERINTAH/
PEMDA/
PEMERINTAH/ BADAN USAHA MILIK NEGARA,
SWASTA
BADAN USAHA BUMD, SWASTA, KOPERASI
LELANG WKP

LELANG WKP
DATA DAN INFORMASI
LANGSUNG

POTENSI ENERGI
panas bumi

SURVAI
PENDAHULUAN

EKSPLORASI

STUDI
KELAYAKAN

EKSPLOITASI

MINERAL
IKUTAN

PEMANFAATAN
panas bumi
OPTIMAL

LISTRIK
SDM, TEKNOLOGI, PERUNDANGAN
PERDA
PENUGASA
N

IZIN USAHA PERTAMBANGAN panas bumi


(IUP)

IUPU
IUPL

75

4.2. Langkah Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Menjadikan Indonesia sebagai center of excelence


panas bumi di dunia

Menjadikan lembaga pendidikan tinggi sebagai sarana


peningkatan kompetensi SDM panas bumi

Meningkatkan kompetensi SDM melalui program


sertifikasi.

76

4.3. Langkah Kebijakan Penelitian dan Pengembangan

Melakukan kegiatan penelitian untuk pemanfaatan energi panas bumi


secara langsung (direct use) untuk menunjang industri kecil dan
pariwisata;

Melakukan kegiatan penelitian pemanfaatkan energi panas bumi untuk


pembangkit tenaga listrik sekala kecil (dibawah 10 Mw);

Melakukan kegiatan penelitian untuk mengurangi resiko eksplorasi;

Melakukan kegiatan penelitian untuk meningkatkan dan


mempertahankan produksi selama mungkin;

Melakukan kegiatan penelitian untuk mengurangi endapan (scaling)


pada sudu-sudu turbin.

Melakukan kegiatan penelitian bekerjasama dengan universitas dan


lembaga penelitian setempat untuk pemanfaatan langsung panas bumi
dalam mendukung pengembangan teknologi pengolahan hasil-hasil
pertanian di daerah panas bumi.

Membangun sarana dan prasarana serta promosi geowisata panas bumi


yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah.
77

5.1. Instrumen Legislasi Yang Sudah Ada

UU No. 11 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, peraturan perpajakan
(penerimaan negara) terhadap pengusahaan panas bumi tidak lagi mengacu kepada Keppres 49 Tahun 1991.
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi

Keppres No. 76 Tahun 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga
Listrik, Keppres No. 22 Tahun 1981 jo Keppres No. 45 dan 49 Tahun 1991 yang hanya berlaku untuk
pengusahaan dan kontrak-kontrak panas bumi yang sedang berjalan.

Keppres No. 15 Tahun 2002 tentang Pencabutan Keppres No. 39 Tahun 1997 tentang
Penangguhan/Pengkajian Kembali Proyek Pemerintah, Badan Usaha Milik negara, dan Swasta yang
Berkaitan dengan Pemerintah/Badan Usaha Milik negara.

Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak Dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PP No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
(Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)

Kepmen ESDM No. 667/11/MEM/2002 tentang Penugasan kepada DJGSM dan DJLPE dalam Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik.
78

5.2.

Instrumen Legislasi Yang Diperlukan

RPP tentang Pembinaan dan pengawasan pengusahaan Panas Bumi


Kewenangan dan tugas pemerintah, propinsi dan kabupaten/kota
Penentuan unit teknis penanggung jawab antara lain data dan informasi
Ketentuan pembinaan dan pengawasan
Program kerja dan keuangan
Penyediaan peralatan eksplorasi, eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi
Keselamatan kerja
Lingkungan hidup

RPP tentang Ketentuan pemanfaatan langsung


RPP tentang pengusahaan panas bumi
Wilayah kerja panas bumi
Penetapan pembagian wilayah kerja, termasuk koordinat batas wilayah
Luas
Pengembalian dan perubahan luas
Pola pengusahaan panas bumi
Ketentuan total project (terintegrasi penyediaan uap dan listrik)
Ketentuan Pengusahaan Penyediaan uap (tidak total project)
Ketentuan mengenai pelelangan dan perijinan
Persyaratan pelelangan
Ketentuan perijinan antara lain pembatalan, pencabutan ijin, jangka waktu,
hak dan kewajiban pemegang ijin
Kewenangan pemberian ijin
Ketentuan mengenai kriteria insentif
79
Ketentuan mendapatkan kesempatan pertama IUPL

5.2.

RPP tentang penerimaan negara bukan pajak dari panas bumi


-

Instrumen Legislasi Yang Diperlukan (Lanjutan)

Ketentuan mengenai iuran tetap, iuran produksi dan bonus.


Ketentuan mengenai pembagian penerimaan negara bukan pajak
antara pemerintah, propinsi dan kabupaten/kota.

Rancangan Keppres tentang ketentuan yang mengatur mengenai


kontrak dan pengusahaan panas bumi yang sedang berjalan:
-

Pembinaan dan Pengawasan.


Ketentuan Fiskal dan Komersial.
Esensi pengusahaan dan kontrak.

80

6. Program Pengembangan Panas Bumi


6.1. Jangka pendek:

Pengelolaan existing contracts

Pengembangan rencana strategis pengembangan panas bumi

Sinkronisasi peraturan pelaksanaan Undang Undang No 27/2003 tentang Panas Bumi


dengan peraturan pelaksanaan Undang Undang No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan
6.2. Jangka menengah dan panjang:

Program legislasi pengusahaan panas bumi

Fasilitasi kebijakan harga energi

Sosialisasi program pengembangan panas bumi termasuk tarif dan insentif, khususnya ke
daerah

Pemutakhiran rencana strategis pengembangan panas bumi

Pengembangan sistem data dan informasi panas bumi

Rencana pengembangan ristek dan SDM

Community Development

81

6.1. 1. Pengelolaan Existing Contracts

Pembentukan Tim Kerja yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai


fasilitator penanganan permasalahan existing contracts pengusahaan panas
bumi
Inventarisasi isu-isu yang terkait dengan pelaksanaan existing contracts,
khususnya Pasal 41, 42, dan 43 Undang Undang No 27/2003 tentang
Panas Bumi
Pembahasan dengan para stakeholder mengenai penyelesaian
permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan existing contract
Penyusunan draft aturan penegasan pelaksanaan existing contracts
Penerbitan aturan penegasan pelaksanaan existing contracts

82

6.1.2. Rencana Strategis Pengembangan panas bumi


6.1.2.1. Pemanfaatan Tidak Langsung

Menyusun klasifikasi seluruh lapangan panas bumi menurut parameter teknoekonomi dan kendala pengembangannya, antara lain
Kendala peraturan (tumpang tindih peruntukan lahan)
Keterbatasan lingkungan (taman konservasi nasional)
Keterbatasan daya dukung lingkungan setempat yang sesuai dengan
pelaksanaan good engineering practices

Menyusun target dan skala prioritas investasi pengembangan panas bumi dan
langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan hasil klasifikasi potensi
panas bumi

Menetapkan rencana aksi pengembangan panas bumi yang mengarah kepada


pencapaian sasaran pengembangan panas bumi

Mencari kemudahan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk


mendistribusikan listrik yang dihasilkan dari panas bumi

Melakukan kajian dan merekomendasikan penerapan depletion premium, biaya


lingkungan dan lain-lain pajak polusi agar harga panas bumi menjadi kompetitif

Mengupayakan simplifikasi pola pengusahaan investasi panas bumi dari mulai


eksplorasi sampai dengan penjualan listriknya melalui paket yang masih selaras
dengan peraturan yang berlaku

Mengupayakan pemberian kebijakan paket insentif yang diperlukan untuk


pengembangan panas bumi

Mendorong ikut sertanya institusi keuangan internaional dalam mendukung


energi yang bersih untuk merangsang pertumbuhan industri panas bumi

Mengupayakan pelayanan perijinan pengusahaan panas bumi dalam satu atap

Melakukan Penelitian dan Penerapan perkembangan teknologi untuk eksplorasi,


eksploitasi dan produksi untuk mengurangi resiko dan ketidakpastian dalam
pengembangan panas bumi
83
6.1.2.2. Pemanfaatan Langsung

Peningkatan pemanfaatan langsung panas bumi untuk teknologi pertanian dan


pariwisata;

6.1.3.

Sinkronisasi Pelaksanaan Undang Undang No.


27/2003 tentang Panas Bumi dengan Undang Undang
lainnya yang terkait, khususnya UU No 20/2002

Sinkronisasi penerapan Undang Undang No 27/2003 dengan Undang


Undang No 20/2002 perlu dilakukan yang memungkinkan dilakukannya:
-

Pengutamaan pemanfaatan energi setempat dan energi terbarukan.

Pencantuman pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkit listrik


dalam RUKD dan RUKN, agar pemanfaatan panas bumi untuk listrik
dapat berjalan segera setelah eksplorasi berakhir.

Siknronisasi penerapan Undang Undang No 27/2003 dengan Undang


Undang Nomor 41/1999 untuk pengusahaan panas bumi di kawasan hutan.

84

6.2.1. PROGRAM LEGISLASI PENGUSAHAAN panas bumi

Dalam 2 tahun sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 27 tahun 2003


tentang panas bumi, RPP dan peraturan pelaksanaan lainnya sudah harus dapat
diselesaikan dan harus sinkron dengan peraturan pelaksanaan undang undang
lainnya, khususnys Undang Undang No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan:

RPP tentang Pembinaan dan pengawasan pengusahaan panas bumi;

RPP tentang Pengusahaan panas bumi;

RPP tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dari panas bumi;

RPP tentang Ketentuan Pemanfaatan Langsung;

Rancangan kebijakan tentang ketentuan yang mengatur mengenai kontrak


dan pengusahaan panas bumi yang sedang berjalan.

85

6.2.2.

Program Fasilitasi Kebijakan Harga Energi

Melakukan kajian dan merekomendasikan berbagai insentif yang dapat


meningkatkan keekonomian panas bumi

Mengupayakan pemberian fasilitas kebijakan harga bagi energi yang akrab


lingkungan;

Mengupayakan pemberian fasilitas kebijakan harga dalam upaya mengembangkan


panas bumi di daerah-daerah tertentu;

Mendukung upaya pemerintah untuk menghapuskan subsidi harga BBM dan tarif
listrik

Mendorong diterapkannya tarif regional di wilayah-wilayah yang mempunyai potensi


panas bumi yang besar.

86

6.2.3.

Sosialisasi Program Pengembangan Panas Bumi

Melakukan upaya-upaya sosialisasi kepada berbagai pihak terkait dengan


pengusahaan panas bumi, khususnya kepada Pemerintah Daerah agar mempunyai
kesamaan pandangan dan gerak serta langkah dalam mengembangkan panas bumi.

Mendorong diterapkannya tarif regional di daerah-daerah yang mempunyai potensi


panas bumi; sehingga kebijakan-kebijakan insentif untuk meningkatkan
keekonomian panas bumi dapat diimplementasikan di wilayah-wilayah tersebut.

Mengupayakan agar Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan dan


penyederhanaan peraturan-peraturan dan perijinan yang dapat membantu
meningkatkan keekonomian dan kepastian proyek panas bumi.

87

6.2.4.

Pemutakhiran Rencana Strategis Pengembangan Panas Bumi

Pemutakhiran rencana strategis pengembangan panas bumi harus dilakukan secara


periodik dengan menyesuaikan kondisi dan situasi pada saat itu.

Target, skala prioritas dan langkahlangkah yang harus dilaksanakan perlu selalu
dimutakhirkan.

88

6.2.5. Program Pengembangan Sistem Data dan Informasi

Melakukan pemetaan kebutuhan energi dan potensi panas bumi disetiap daerah;

Melakukan survey pendahuluan dan meningkatkan kegiatan eksplorasi oleh pemerintah untuk
mendata potensi dan penyiapan wilayah kerja panas bumi.

Menyiapkan perangkat sistem informasi manajemen panas bumi di Indonesia yang terintegrasi
antara pusat dan daerah;

Menyiapkan pusat informasi panas bumi di setiap daerah panas bumi;

89

6.2.6. Rencana Pengembangan Ristek & SDM

Menyiapkan lembaga ristek panas bumi untuk mendukung


rencana pemanfaatan sebesar 6000 MW pada tahun 2020.

Menyiapkan lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan


kompetensi SDM yang dapat dipergunakan untuk
mengembangkan panas bumi secara nasional.

Menyiapkan lembaga litbang dan prasarana laboratorium yang


memiliki akreditasi panas bumi secara internasional.

90

6.2.7. Community Development

Mengatur program Community Development yang mampu memberi


manfaat bagi masyarakat setempat tetapi mendukung pelaksanaan
pengembangan panas bumi dengan cara menetapkan batas nilai
dan mekanisme penyaluran dana Community Development.

Melegalisasi program Community Development dengan cara


memasukan dalam persyaratan perijinan.

Melakukan sosialisasi pentingnya program Comunity Development


dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.

Meningkatkan peran serta masyarakat secara proporsional dalam


mendukung pengembangan panas bumi.

Menyiapkan suatu wadah penghargaan bagi pihak-pihak termasuk


organisasi kemasyarakatan dalam menggalang dan melaksanakan
Community Development.
91

6.2.8. Kemampuan Kelembagaan

Membentuk Lembaga di pusat dan daerah yang memiliki potensi panas bumi untuk
melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan, perijinan, pelelangan; sesuai dengan
batas kewenangan masing-masing ;

Meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan kelembagaan dan Stakeholder ;

Memberdayakan lembaga asosiasi dan sertifikasi ;

92

LOKASI

SUMBER DAYA ( MWe )


SPEKULATIF

CADANGAN (MWe)

HIPOTETIS

TERDUGA

MUNGKIN

TERBUKTI

KAPASITAS
TERPASANG

SUMATERA

5.630

2.353

5.433

15

389

JAWA

2.362

1.591

2.860

603

1.837

785

BALI-NUSA TENGGARA

175

427

871

14

SULAWESI

925

125

721

110

65

20

MALUKU

275

117

142

KALIMANTAN

50

PAPUA

50

4.613

10.027

Total
251 lokasi

9.467,5

14.080,5

728
13.060

2.305

Total
807 MWe

Total : 27.140,5
93

Anda mungkin juga menyukai