Anda di halaman 1dari 10

ISBN: 978-979-98438-8-3

IMPLIKASI TEKNOLOGI DIGITAL DAN INTERNET (PAPERLESS NEWSPAPER)


PADA INDUSTRI MEDIA CETAK DI INDONESIA
Supadiyanto
Akademi Komunikasi Radya Binatama/AKRB (Grup STMIK AMIKOM),
E-mail: padiyanto@yahoo.com

ABSTRACT
The presence of Internet technology since 1960 ago, has major implications for
human civilization. Especially in the field of telecommunications, media, and information.
Included in the print media industry in Indonesia. Newspaper without paper (paperless
newspaper), has now become a new trend that can not be ruled out in the media business
management. Now the print media, online media, electronic media, and
telecommunications technology, media, and information technology have merged with each
other, together. In the era of mass media convergence, media business integration is not
only horizontally, but vertically as well. Even trends that occurred in Indonesia in recent
years, the owners of the mass media in the world plunge into politics to politicians. The
paradigm of this research is qualitative-descriptive. All sources of data obtained from
various studies literature (literature review).
Keywords: Internet, telematics, print media, implications, integration, convergence

PENDAHULUAN
Internet merupakan puncak teknologi telekomunikasi, media dan informatika (telematika)
sepanjang Abad XX-XXI ini. Ada yang menyebut Internet sebagai tonggak sejarah (milestone) dari
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), tangga atau jembatan (gangplank) antar TIK.
Pengadopsian dan pengimplementasian teknologi Internet dalam berbagai bidang kehidupan
(politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan-keamanan, kesehatan, pariwisata, bisnis dll.) menjadi
bukti sahih akan realitas sosial di atas.
Perkembangan jumlah pemakai teknologi Internet sejak ditemukannya pertama kali pada
tahun 60-an oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat melalui proyek militer (rahasia) dengan
menginisiatifi proyek ARPANET (Advanced Research Project Agency Network) yang
menghasilkan TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol) hingga Agustus 2013 ini
sungguh luar biasa. Semula ARPANET hanya menghubungkan empat situs yakni Stanford
Reseacrh Institute, University of California (Santa Barbara dan Los Angeles) dan University of
Utah, namun kini setelah lebih dari setengah abad (53 tahun), pengguna Internet sedunia mencapai
lebih dari 2 miliar pengguna. Berdasarkan data Internet World Stat Web Directory pada akhir tahun
2012 kemarin, tercatat jumlah pemakai Internet sedunia sebesar 2,27 miliar pemakai.
Secara historis, banyak tokoh berkontribusi dalam menemukan dan mengembangkan Internet.
Mereka adalah Claude Shannon (idenya tentang A Mathematical Theory of Communication), Paul
Baran (gagasannya tentang On Distributed Communication), Bob Taylor (The Computer as a
Communication Device), Douglas Englebart (perintis domain dan penemu mouse), Larry Roberts
(idenya Telenet), Vint Cerf dan Bob Kahn (desainer TCP/IP, Bapak Internet), Paul Mockapetris
(pencetus DNS/Domain Name System), David Clark (membuat regulasi dalam berinternet), Steve
Wolff (mendesain salah satu jejaring gigabit yang mampu mempunyai kecepatan tinggi), Marc
Andreesen & Eric Bina (penemu 'Mosaic yakni leluhur dari Internet Explorer, Mozilla Firefox, dan

687

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

semua browser yang telah beredar hingga kini) dan Leonard Kleinrock (pelopor jaringan
komunikasi digital) (Rosmawaty, 2010: 158-162).
Kita harus jujur mengakui bahwa sejak ditemukannya teknologi Internet tersebut mampu
mengubah peradaban dunia, dari yang berjalan lambat, menjadi sangat cepat hingga sekarang.
Internet juga mampu mengawinkan antara teknologi telekomunikasi, media dan informatika
(telematika). Implikasinya, setiap orang mampu berkomunikasi dengan sangat cepat, menembus
batas-batas negara melalui koneksi jaringan Internet. Sejarah dunia komunikasi menjadi terbaharui
kembali. Kejayaan peradaban kertas semakin menipis dengan munculnya gelombang radio.
Kedigdayaan peradaban radio juga terus menipis, seiring penemuan teknologi televisi. Apakah nanti
ketangguhan teknologi televisi di atas juga akan terkalahkan oleh Internet?
Tanda-tanda ke arah tersebut sudah sangat kuat di masa kini. Babak baru peradaban industri
media massa terkini, terstimulusi melalui teknologi Internet, yang berhasil mengintegrasikan
berbagai jenis media massa dalam saluran tunggal yang terintegrasi. Babak baru tersebut dinamai
sebagai era konvergensi media massa, yang kemudian meningkat kompleksitasnya menjadi
konvergensi multimedia massa. Tren televisi digital, yang mengawinkan antara televisi analog dan
teknologi berjaringan Internet yang merebak saat ini sebagai akhir dari peradaban televisi (analog).
Perkawinan antara teknologi Internet dan radio analog telah melahirkan radio digital. Persilangan
genetis antara media cetak dan teknologi Internet juga sudah melahirkan surat kabar digital, atau
yang disebut sebagai electronic-paper (e-paper); dan pada konteks lain melahirkan media online.
Fleksibilitas teknologi Internet yang bisa "disinergisasikan" dengan berbagai jenis media massa
yang sudah ada sebelumnya menjadi sisi keunggulan dari "teknologi maya" ini, pada aspek lain
menimbulkan permasalahan kompleks pada sektor industri media cetak, media radio, media televisi
dan media online yang tidak bisa mengikuti tren perkembangan dunia telematika mutakhir.
Sebagai contoh sederhana, di kancah Jateng dan DIY, kasus "gulung tikarnya Harian Pagi
Jogja Raya (Jawa Pos Group) yang berkantor di DIY pada tahun 2011 serta KR Bisnis milik KR
Group yang sebelumnya bernama Koran Merapi; lantas berganti nama menjadi Koran Merapi
Pembaruan pada tahun 2012 kemarin, serta bermetamorfosisnya koran kuning Meteor menjadi
Jateng Pos dan Jogjakarta Post dan juga Warta Jateng milik Kompas Group menjadi Tribun Jateng
yang berkantor pusat di Jateng pada tahun 2013; menunjukkan betapa bisnis media cetak di
kawasan DIY dan Jateng cukup riskan mengalami fluktuasi tinggi. Di luar negeri, kolapsnya
perusahaan koran tertua di Amerika Serikat sekaliber The New York Times (salah satu surat kabar
terbaik di AS) akhir tahun 2011, menjadi pukulan telak bagi para pengusaha media cetak di
Amerika (Kontan edisi 29 Desember 2011). Media cetak lain, Newsweek, The Rocky Mountain
News, The Seattle Post Intelligencer, Lee Enterprises juga termasuk daftar media cetak di Amerika
Serikat yang bangkrut.
Di Jerman, surat kabar Financial Times Deutschland (FTD) sudah tamat nasibnya pada 23
November 2012 kemarin. Koran Berliner Zeitung juga tinggal menunggu "ajalnya" kini. Bahkan
NewPage, pabrik kertas di Ohio yang beroperasi di Amerika Serikat dan Kanada dengan produksi
total kertas 3,5 juta ton per tahun untuk koran, majalah dan brosur, sudah tutup pada 30 Juni 2011.
Tren penurunan oplah surat kabar menimpa juga koran dengan oplah tertinggi sedunia, yang
sekarang dipegang Yomiuri Shimbun (surat kabar di Jepang) dengan oplah 10 juta per hari dan
Asahi Newspaper yang beroplah 7,5 juta eksemplar per hari. Dalam The 33rd NSK-CAJ Fellowship
Program di Nippon Press Centre (24/9/2012), terungkap bahwa industri pers Jepang tengah
mengalami masalah besar; karena turunnya jumlah oplah sebanyak 1-2 juta eksemplar dalam
beberapa tahun terakhir. Penyebabnya generasi-generasi muda Jepang (usia 20-30 tahun) tak mau
membaca koran (Media Jepang Hadapi Masalah Besar, Kedaulatan Rakyat edisi 25 September
2012, halaman 1). Tentunya mengkaji secara komprehensif tentang pengaruh teknologi digitalisasi
dan Internet terhadap industri media cetak di Indonesia, bahkan dalam konteks dunia; bakal menjadi
wilayah kajian "etik-emik-epik" yang menarik dari berbagai sudut pandang ethos (spirit jiwa, etika),
logos (ilmu), pathos (pengaruh), dan telos (tujuan).
688

ISBN: 978-979-98438-8-3

Rumusan Masalah
Ada tiga masalah besar yang relevan diangkat dalam kajian ilmiah ini. Pertama,
bagaimanakah ancaman dan peluang media cetak berbasiskan kertas terhadap hadirnya media
online? Kedua, bagaimanakah solusi atau upaya "emergentif" untuk menyelamatkan industri media
cetak berbasiskan kertas yang saat ini berada di ambang "kehancuran"? Ketiga, bagaimanakah juga
peluang munculnya "paperless newspaper" dan dampaknya bagi industri media massa di
Indonesia?
METODE PENELITIAN
Paradigma penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif, serta segala sumber data
diperoleh dengan mengkaji berbagai sumber literatur yang dipandang relevan dengan topik
penelitian. Penelitian singkat ini dilakukan sejak tanggal 20-28 November 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini akan disajikan secara maraton mengenai ancaman dan peluang
media cetak berbasiskan kertas terhadap hadirnya media online. Lantas dibeberkan mengenai solusi
dan upaya menyelamatkan industri media cetak berbasiskan kertas, serta mengkaji masalah
paperless newspaper dan dampaknya bagi industri media massa di Indonesia.
Peluang dan Ancaman Media Cetak di Tengah Menggeliatnya Industri Media Online
Pertumbuhan fantastis jumlah pengguna Internet di berbagai negara dalam 15 tahun terakhir,
berimplikasi besar pada pergeseran tren masyarakat dunia dalam berkomunikasi. Negara-negara
dengan penetrasi Internet sangat tinggi (angkanya lebih dari 70 persen dari jumlah penduduknya),
adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, dan Kanada. Negara-negara dengan penetrasi
Internet cukup tinggi (angkanya lebih dari 50-69 persen dari jumlah penduduknya) adalah Italia,
Spanyol, Prancis dan Argentina (Internet World Start, 2010).
Bercermin dari negara-negara di atas, nyatanya eksistensi media cetak mengalami tren
penurunan jumlah tiras. Bahkan berbagai perusahaan media cetak di negara mengalami
kebangkrutan (kolaps) dalam beberapa tahun terakhir. Majalah dan surat kabar di Amerika Serikat
yang bangkrut itu misalkan The New York Times, Newsweek, The Rocky Mountain News, The
Seattle Post Intelligencer, dan Lee Enterprises. Media cetak di Jerman yang kolaps yakni Financial
Times Deutschland (FTD) dan "sebentar lagi" akan menyusul Berliner Zeitung. Yomiuri Shimbun,
surat kabar di Jepang dengan oplah tertinggi sedunia mencapai 10 juta per hari, dan Asahi
Newspaper yang beroplah sebanyak 7,5 juta eksemplar per hari terus mengalami penurunan oplah
sebanyak 1-2 juta eksemplar dalam beberapa tahun terakhir (Media Jepang Hadapi Masalah Besar,
Kedaulatan Rakyat edisi 25 September 2012, halaman 1).
Jika perusahaan media cetak tidak melakukan berbagai strategi dan perubahan inovatif
(kreatif) dalam menyikapi perkembangan zaman, dipastikan eksistensi surat kabar yang kini sudah
berusia sekitar 404 tahun jika dihitung sejak surat kabar pertama di dunia bernama Relation yang
dicetak dengan menggunakan mesin cetak di Staarsburg dan diterbitkan oleh Johan Carolus pada
tahun 1609 (Barus, 2010: 5) bakal musnah, atau setidaknya kehilangan jumlah pembaca loyal
dalam jumlah besar.
Berikut ini dibeberkan sebanyak empat ancaman yang menimpa media cetak di tengah
sengitnya bisnis media massa saat ini. Pertama, kehadiran teknologi Internet menjadi ancaman
besar bagi eksistensi media cetak berbasiskan kertas. Pemerataan infrastruktur Internet pada sebuah
negara, tentulah menjadi "kiamat" bagi peradaban media cetak berbasis kertas. Pemanfaatan
teknologi Internet untuk mendukung kehadiran media online maupun media elektronik, secara
langsung maupun tidak langsung menarik pembaca media cetak untuk beralih dalam mengonsumsi
689

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

jenis media massa yang terintegrasikan ke jaringan Internet. Akibatnya jumlah pembaca atau
pelanggan media cetak menjadi berkurang.
Ancaman kedua bersumber dari perubahan perilaku anak-anak muda zaman sekarang yang
lebih "care" pada teknologi Internet daripada teknologi kertas. Menurut Agung Adiprasetyo, dalam
Sularto (2007: 238), pada tahun 2006 sebanyak 16 persen anak muda sedunia memanfaatkan
Internet sebagai sumber informasi, 42 persen anak muda masih membaca koran, 28 persen
menonton televisi dan 10 persen mengakses informasi dari radio. Berdasarkan survei lapangan yang
dilakukan Supadiyanto (akhir Desember 2012) di Kampus UIN Sunan Kalijaga dan AKRB
(AMIKOM Grup) Yogyakarta terhadap sebanyak 150 mahasiswa; hasilnya adalah 95 persen
mahasiswa mengakses informasi dari Internet, 50 persen menikmati televisi, 5 persen
mendengarkan radio dan tinggal 10 persen yang membaca surat kabar. Dari angka-angka di atas
menunjukkan penetrasi Internet di kalangan anak muda sangat tinggi, dan surat kabar berbasis
kertas semakin tidak populer di kalangan anak muda.
Ancaman ketiga, yakni bermigrasinya para pengiklan media cetak ke media jenis lainnya,
terutama ke media online. Menurut Danny Oey Wirianto (Ketua Pengembangan Digital Advertising
P3I), sejak tahun 2009-2011 belanja iklan digital naik 100 persen per tahun. Belanja iklan digital
(media online) pada tahun 2012 kemarin berhasil meraup Rp 1 triliun, belanja iklan di televisi
sebesar Rp 55,98 triliun; belanja iklan di surat kabar Rp 28,9 triliun, dan belanja iklan di majalah
dan tabloid mencapai Rp 2,6 triliun. Total belanja iklan media Indonesia mencapai Rp 87,471
triliun sepanjang tahun 2012. Memang belanja iklan untuk media digital masih kecil, namun laju
perkembangannya setiap tahun menunjukkan tren positif. Berdasarkan hasil survei AGB Nielsen
pada 22 Agustus 2011, didapatkan fakta menarik bahwa 73 persen konsumen di Asia Tenggara
merasa hidupnya lebih mudah setelah membaca/melihat iklan di Internet.
Keempat, ancaman lainnya yakni semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mencintai
lingkungan hidup. Bahan baku kertas yang bersumber dari pohon-pohon hutan; jelaslah
menimbulkan permasalahan kompleks terhadap lingkungan hidup. Sebab pabrik-pabrik kertas itu
membutuhkan suplai pohon-pohon hutan dalam jumlah besar. Hal tersebut memicu terjadinya
penebangan pohon-pohon hutan secara liar (illegal logging). Kesadaran penduduk dunia untuk
peduli pada kelestarian lingkungan hidup; berpeluang besar untuk memunculkan gerakan
pemboikotan untuk tidak memakai, membeli, maupun membaca segala produk yang berasal dari
kertas; termasuk di dalamnya media cetak.
Di samping ancaman besar di atas, ada lima peluang emas yang dimiliki media cetak di
tengah sengitnya kompetisi bisnis media massa, terutama agresivitas media online, yaitu: Pertama,
media cetak tetap memiliki peluang dalam merebut perhatian pembaca tradisional (loyal) di mana
usia mereka saat ini berada pada kisaran lebih dari 40 tahun ke atas. Model pembaca tradisional
menjadikan surat kabar sejak usia kecil hingga sekarang atau dalam sepanjang hidupnya menjadi
rujukan informasi utama. Sangat sulit bagi mereka untuk mengubah/menggeser gaya hidup dalam
menjadikan media cetak sebagai sumber rujukan utamanya. Mario R. Garcia, CEO Garcia Media
pernah mengelompokkan pembaca surat kabar dalam tiga jenis. Satu, pembaca tradisional yang
serius, yang ingin membaca koran dengan lebih santai. Dua, pembaca selintas (scanner), yang
hanya melihat judul, foto dan membaca potongan-potongan baris, serta berita sekilas. Tiga,
pembaca yang sangat cepat (supersonic readers), yang hanya memiliki waktu lima menit di pagi
hari untuk melihat sekilas berita-berita yang ada (Garcia, 2005; Sularto, 2007: 78).
Kedua, dari sisi konten media cetak tidak bisa tergantikan oleh jenis media massa lainnya.
Dari sisi kedalaman, kelengkapan dan keragaman dimensi berbagai persoalan yang disajikan
sebagai total news atau lebih tepatnya news in its totality. Setiap total news siap untuk dibedah
dalam arti dibuat terbuka untuk diperikan (description), dijelaskan (explanation) dan bersama itu
penyelesaian soal ditawarkan (solution) (Dhakidae, 2005; Sularto, 2007: 77).
Ketiga, teknologi surat kabar sangat "welcome" untuk dipersilangkan dengan teknologi
Internet sehingga menghasilkan tablet newspaper atau paperless newspaper; di mana surat kabar
690

ISBN: 978-979-98438-8-3

tidak lagi berwujud kertas, melainkan berujud media digital. Secara substansial, konten yang ada di
surat kabar berbasis kertas sama persis yang terkandung dalam tablet newspaper maupun paperless
newspaper atau electronic paper (e-paper). Masyarakat di dalam negeri maupun luar negeri
memiliki dua pilihan dalam mengakses surat kabar bersangkutan, yakni dalam bentuk kertas atau
dalam versi lain yang berbentuk digital. Dalam perspektif lain, peluang yang ketiga ini bisa bersifat
"dekonstruktif" terhadap eksistensi media cetak berbasis kertas; sebab akan banyak pembaca surat
kabar kertas yang mengalihkan pilihannya pada e-paper; mengingat lebih mudah diakses dan dapat
diunduh secara gratis. Namun juga bersifat konstruktif terhadap media cetak berbasis kertas, sebab
konten yang disajikan oleh media bersangkutan tersampaikan kepada pembaca dalam jumlah yang
lebih besar lagi. Dengan kata lain, hadirnya paperless newspaper (tablet newspaper atau e-paper)
akan mengurangi oplah/tiras surat kabar berbasis kertas, yang otomatis menurunkan tingkat
keterbacaan (readership) koran tersebut; namun pada saat bersamaan berpeluang besar menambah
jumlah pembaca surat kabarnya dalam versi digitalnya, yang otomatis meningkatkan derajat
keterbacaan (readership) koran elektronik tersebut.
Keempat, adanya peluang pasar di Indonesia yang belum tersentuh oleh media cetak masih
sangat besar. Hal tersebut menjadi peluang emas bagi industri media cetak. Dengan
membandingkan tingkat penetrasi Internet di Indonesia pada Agustus 2013 yang masih berkisar
antara 40 juta - 85 juta pengguna (penetrasi Internet di Indonesia sebesar 16,7 - 35,4 persen);
sedangkan jumlah oplah/tiras seluruh media cetak di Indonesia mencapai 21 juta eksemplar (artinya
tingkat penetrasi media cetak di Indonesia baru mencapai 8,75 persen); sedangkan komposisi
penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 240 juta jiwa; masih terbuka peluang bisnis untuk
mengembangkan industri media cetak di Indonesia.
Kelima, sektor industri media cetak dapat menggerakkan sektor perekonomian yang jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan industri media online. Pada media cetak melibatkan para
wartawan, penulis, desainer, editor, tukang pengecer/loper koran, agen, pengiklan, karyawan pabrik
kertas, karyawan percetakan, sopir, dsb. Sedangkan pada media online hanya melibatkan kalangan
tertentu saja. Dari sisi pemberdayaan masyarakat secara massal, media cetak lebih unggul. Namun
dari sisi efesiensi biaya produksi, media online jauh lebih unggul.
Solusi Cerdas Menyelamatkan Industri Media Cetak
Perusahaan media cetak wajib melakukan perpaduan antara media cetak, media elektronik
dan media online di era konvergensi media ini dan mengelaborasikan antara manajemen kebijakan
redaksional dan kebijakan korporasional; yang bisa ditempuh dengan menjalankan 10 langkah
sebagai berikut. Pertama, perusahaan media cetak harus melakukan berbagai inovasi dan pelebaran
sayap bisnis yang mampu mengombinasikan (menyinergisasikan) media cetak, media online dan
media elektronik. Kedua, perusahaan media cetak juga harus menggarap potensi anak-anak muda
(pelajar dan mahasiswa) sebagai mitra dalam menghasilkan berbagai produk berita dengan
menyediakan rubrik khusus. Ketiga, perusahaan media cetak harus melakukan berbagai
pembenahan internal dan eksternal dengan menyinergisasikan kebijakan manajemen redaksional
dan kebijakan manajemen korporasional. Keempat, membangun kanal Internet dan melakukan
reportase dalam beragam platform, menjadi niche media, integrasi laporan yang realtime,
mendorong inovasi, berinvestasi di bidang mobile device, berkomunikasi dengan pembaca muda,
dan membangun komunitas, serta berlangganan atau gratis (Wikan, 2011: 1-14). Kelima,
perusahaan surat kabar harus menyesuaikan model bisnis baru dalam situasi industri yang sangat
fragmanted, yakni mampu memberdayakan sumber daya manusia dan sumber dana secara efektif
dan efisien; sekaligus melakukan berbagai inovasi dan kreativitas secara terus-menerus
berhubungan dengan rubrik baru, cara penulisan, cara presentasi, cara berjualan, cara distribusi,
cara mengelola sumber daya manusia dan mengelola infrastruktur produksi; pengelolaan iklan harus
mengikuti perkembangan industri periklanan; dan meningkatkan mutu sumber daya manusianya,
691

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

yakni mengubah pola pikir (mindset) semua orang yang bekerja di sebuah perusahaan surat kabar
harus selalu diilhami pesan tidak ada yang kekal di surat kabar (Adiprasetyo, 2007: 243-245).
Keenam, elaborasi media cetak dan media Internet; media cetak dituntut memiliki kecerdasan
yang tinggi dalam melahirkan inovasi perwajahan dan model pemberitaan yang tepat bagi pembaca
(Koran Sindo, 2013). Atau dengan kata lain, media cetak harus mampu bersinergi dengan dunia
Internet yakni menerbitkan media online yang simultan dengan media cetaknya, saling mendukung
satu sama lain. Ketujuh, perusahaan media cetak harus meningkatkan kompetensi wartawan di era
konvergensi media massa sehingga mampu menghasilkan berbagai produk karya jurnalistik
bermutu tinggi. Kedelapan, perusahaan media cetak nasional harus semakin menguatkan isu-isu
kelokalitasan pada penyajian isi media cetak. Kesembilan, mengorbitkan para pemilik media massa
untuk terjun dalam bidang politik (menjadi politisi). Namun risiko besar dari praktik ini, akan
menyeret eksistensi media cetak maupun jaringan media massa milik pengusaha media massa yang
politisi tersebut sebagai media partisipan sehingga akan membenturkan nilai-nilai idealitas dari
sebuah media massa yang seharusnya pro publik. Kesepuluh, media cetak harus mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan inovasi dan kreativitas pada perangkat keras dan perangkat lunak
(konten). Salah satunya dengan mengintegrasikan media cetak dengan menggunakan Quick
Response Code (QRC) untuk mengakses informasi tambahan di Internet.
Masa Depan Media Cetak Tanpa Kertas (Paperless Newspaper) dan Dampaknya pada Industri
Media Massa di Indonesia
Roger F. Fidler, Direktur Laboratorium Desain Informal Knight-Ridder Colorado AS,
menurut Atmakusumah (2009: 175), ketika berceramah di Bali tahun 1995 pernah memprediksikan
akan munculnya koran elektronik masa depan berupa tablet. Sekarang dikenal sebagai Ipad, yang
bisa dibawa ke mana saja untuk membaca berita, mendengar radio, sekaligus menonton televisi.
Bahkan pernah diramalkan pada tahun 2005, media cetak berbasis kertas akan punah, digantikan
oleh media yang paperless. Menurut Agung Adiprasetyo dalam Sularto (2007:237), prediksi Bill
Gates pada tahun 1998 lebih menggemparkan lagi. Pemilik Microsoft tersebut memperkirakan surat
kabar hanya akan bertahan hidup sampai tahun 2000. Tahun 1998, tiras media cetak di Amerika
sudah turun dua persen, Jepang dua persen, dan Eropa empat persen. Di seluruh dunia tiras surat
kabar mengalami stagnasi. Hal ini berdampak pada menurunnya belanja iklan media cetak secara
global, yang turun dari 40 persen menjadi 31 persen, dari tahun 1988 sampai 2000.
Di samping dua tokoh di atas, raja media bernama Rupert Murdoch juga pernah menulis
artikel berjudul "The Future of Newspaper, Beyond Dead Trees (Masa Depan Koran Menuju Pohon
Kematian). Pengganti Bill Gates di Microsoft, Steve Ballmer pun pernah meramalkan bahwa semua
koran di dunia akan mati. Philip Meyer, penulis buku Vanishing Newspaper (2004), bahkan
meramalkan di Amerika Serikat, koran terakhir akan terbit pada kuartal pertama tahun 2043.
Menurutnya, media cetak akan banyak ditinggalkan kecuali di negara-negara yang perkembangan
teknologi informasi berjalan lambat serta masyarakat masih mengandalkan informasi dari koran
cetak. Meyer meyakini, pembaca koran terakhir akan menghilang pada September 2043. Secara
jelas, Meyer memprediksi bahwa pada bulan April 2043 hanya tersisa satu orang kiri (komunisatheis) yang masih membaca koran. Secara empirik, memang prediksi dari berbagai tokoh di atas,
dari sisi ketepatan waktu sebagian besar tidak terbukti. Hingga kini (Agustus 2013), surat kabar
berbasis kertas masih terbit di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara yang memiliki
penetrasi Internet sangat tinggi. Menurut laporan CEO WAN, Timothy Balding, tiras koran sedunia
pada tahun 2007 mencapai 532 juta eksemplar per hari (naik 2,57 persen dibandingkan tahun 2006).
Padahal tiras koran sedunia tahun 2006 hanya mencapai 515 juta eksemplar per hari dan tiras koran
sedunia tahun 2005 mencapai 488 juta eksemplar per hari. Namun berbagai prediksi di atas, juga
ada benarnya. Sebab banyak perusahaan surat kabar di dunia yang kolaps. Tanda-tanda akan
berakhirnya era media cetak, menurut Atmakusumah (2009:177), terlihat dari terus merosotnya
tiras media cetak di Amerika, Eropa, maupun Jepang. Pembaca surat kabar di Amerika Serikat pada
692

ISBN: 978-979-98438-8-3

tahun 1964 yang sebanyak 80 persen dari jumlah penduduk sudah merosot menjadi 57 persen pada
tahun 1999. Di Eropa dari 77 persen menjadi 51 persen.
Menurut Agung Adiprasetyo, dalam Sularto (2007:238), pada tahun 2006 sebanyak 16 persen
anak muda di dunia membaca berita melalui Internet, 42 persen membaca media cetak, 28 persen
menonton televisi, dan 10 persen mendengarkan radio. Kedatangan teknologi tablet newspaper
(koran elektronik), benar-benar menjadi "kiamat" bagi bisnis media cetak. Menurut pandangan
saya, media cetak tanpa kertas, entah disebut tablet newspaper, paperless newspaper maupun
elektronic newspaper (e-paper) merupakan teknologi masa kini yang tak bisa ditolak. Saat ini
memang teknologi tersebut belum mampu menggeser eksistensi surat kabar konvensional. Namun
mengingat tren yang berkembang saat ini, teknologi paperless newspaper akan diminati oleh
generasi anak muda yang gandrung akan teknologi informasi; meskipun jelas saja eksistensinya
akan kalah pamor dengan media online. Surat kabar akan tetap eksis, sebagaimana yang pernah
disebutkan oleh Philip Meyer, hanya di negara-negara yang perkembangan teknologi informasi
berjalan lambat serta masyarakat masih mengandalkan informasi dari media cetak. Indikasi dari
negara yang perkembangan teknologi informasinya lambat yakni ketaktersediaan infrastruktur
Internet secara merata pada sebuah negara.
Apakah implikasi dari semakin merebaknya penggunaan teknologi tablet newspaper atau
paperless newspaper dalam industri media massa di Indonesia? Ada beberapa implikasi yang bisa
dipaparkan dalam konteks ini. Pertama, implikasi langsung yakni terjadinya peralihan teknologi
besar-besaran dari media cetak ke basis bisnis paperless newspaper yang sangat murah dalam hal
pengadaan ongkos produksi maupun pendistribusiannya ke seluruh penjuru dunia. Saat ini sebagian
besar perusahaan media cetak di Indonesia sudah menerbitkan versi e-paper-nya, misalnya: Bisnis
Indonesia, Kontan, Kedaulatan Rakyat, Jawa Pos, Kompas, Wawasan, dll. Hal ini mengindikasikan
bahwa paperless newspaper akan menjadi "pembaruan" atas surat kabar berbasis kertas.
Dampaknya langsung, industri media cetak akan ditutup dengan sendirinya tanpa menunggu
kolapsnya berbagai perusahaan media cetak di Indonesia. Kondisi di atas terjadi ketika sudah
terpenuhi prasyarat utama yakni kemampuan setiap penduduk memiliki laptop atau komputer
pribadi yang terkoneksikan dengan jaringan Internet. Tanpa ketersediaan infrastruktur tersebut,
mustahil untuk melakukannya.
Kedua, implikasi langsung lainnya yaitu ada perubahan orientasi dan gaya hidup masyarakat
dalam mengakses media massa dari semula yang masih bersifat konvensional, dengan membuka
lembaran demi lembaran; beralih ke menekan tombol atau menekan layar monitor. Parameter
keampuhan perusahaan media cetak yang sudah beralih ke paperless newspaper; bukan lagi terletak
pada jumlah oplah/tiras yang berhasil diterbitkan; melainkan sudah bergeser pada hitungan "klik"
atau "hits".
Ketiga, implikasi pada konten media yang akan lebih bervariatif; sebab menjangkau kawasan
yang tak tersekat oleh batasan negara/wilayah. Dengan asumsi, pembaca media paperless
newspaper akan bersifat universal (global), meskipun informasi yang bersifat kedaerahan (lokalitas)
maupun kenasionalitasan akan tetap mendapatkan proporsi yang memadai. Persis sebagaimana
eksistensi media online, paperless newspaper yang menggunakan "teknologi Internet" sebagai
kendaraan utamanya; menjadikan kehadiran paperless newspaper semakin mempercepat sebaran
informasi dan daya jangkaunya.
Keempat, implikasi pokok lainnya yakni berbagai perusahaan media massa semakin
mengintegrasikan jaringan multimedia; sehingga terjadilah konvergensi multimedia. Berbagai
media massa berbasiskan digital (media cetak digital atau paperless newspaper, media online,
media radio digital, dan media televisi digital) akan semakin terintegratif dalam satu layar
laptop/notebook/notepad. Secara logika bisnis, berbagai media massa tidak hanya akan
memfokuskan pada satu jenis bisnis media massa (single media) saja. Melainkan akan
memfokuskan pada bisnis multimedia, yakni bisnis media online, media radio digital, media televisi
digital, dan media cetak digital juga. Akibatnya, minimal ada lima jenis persaingan bisnis media.
693

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

Pertama, persaingan bisnis media antar korporasional raksasa dalam negeri. Dalam konteks
tersebut, terjadi kompetisi head to head antara perusahaan media berskala besar. Misalkan antara
Jawa Pos Group versus Kompas Group. Kedua, persaingan bisnis media antar korporasional raksasa
dalam negeri dan luar negeri. Kompetisinya bersifat global. Misalkan saja kompetisi antara MNC
Group dengan Vivende Universal. Ketiga, kompetisi bisnis antara perusahaan media berbeda yang
bekerja pada jalur bisnis yang sama. Contoh kompetisi antara Metro TV dan TV One, atau antara
Detik.com dan Vivanews.com. Keempat, kompetisi bisnis antara perusahaan media yang bekerja
pada jalur berbeda. Misalnya kompetisi dua perusahaan media yakni Antara Jogja dan SKH
Kedaulatan Rakyat. Kelima, kompetisi antara perusahaan media yang berada dalam satu payung
perusahaan raksasa dan atau satu grup usaha. Misalkan saja kompetisi antara Jogjakarta Post dan
Radar Jogja; keduanya merupakan media lokal milik Jawa Pos Group dan beredar di kawasan DIY.
Dengan demikian tak bisa dihindarkan juga jika terjadi kompetisi bisnis antara media cetak dan
media online, atau antara media online dan media elektronik, atau antara media cetak dan media
elektronik.
Kelima, implikasi lainnya adalah perusahaan media cetak konvensional dengan sendirinya
akan gulung tikar. Hal ini sebagai dampak karambol dari berpindahnya para pembaca surat kabar
konvensional ke paperless newspaper maupun media online atau multimedia lain; dan
bermigrasinya para pengiklan ke jenis multimedia massa yang memiliki jumlah audiens yang lebih
besar. Keenam, paperless newspaper berimplikasi tak langsung pada penurunan intensitas
penebangan pohon hutan, sehingga dapat meminimalisir tingkat kerusakan lingkungan hidup. Hal
ini sebagai dampak dari penghentian proses produksi bahan baku kertas. Bahan baku kertas berasal
dari pohon-pohon hutan. Berhentinya proses produksi kertas berarti menghentikan proses
penebangan pohon-pohon hutan untuk keperluan produksi pabrik kertas. Ketujuh, semakin
menggeliatnya industri laptop, Ipad, notepad, notebook dan piranti elektronik lain untuk mengakses
berbagai sumber informasi berbasis digital termasuk di dalamnya paperless newspaper, media
online, media televisi digital dan media radio digital.
KESIMPULAN
Kesimpulan pertama, ada empat ancaman yang menimpa media cetak di tengah sengitnya
bisnis media massa saat ini. Pertama, kehadiran teknologi Internet menjadi ancaman besar bagi
eksistensi media cetak berbasiskan kertas. Ancaman kedua bersumber dari perubahan perilaku
anak-anak muda zaman sekarang yang lebih "care" pada teknologi Internet daripada teknologi
kertas. Ancaman ketiga, yakni bermigrasinya para pengiklan media cetak ke media jenis lainnya,
terutama ke media online. Ancaan keempat yakni semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk
mencintai lingkungan hidup.
Namun juga ada lima peluang emas yang dimiliki media cetak di tengah sengitnya kompetisi
bisnis media massa, terutama agresivitas media online, yaitu: media cetak tetap memiliki peluang
dalam merebut perhatian pembaca tradisional (loyal) di mana usia mereka saat ini berada pada
kisaran lebih dari 40 tahun ke atas; dari sisi konten media cetak tidak bisa tergantikan oleh jenis
media massa lainnya; teknologi surat kabar sangat "welcome" untuk dipersilangkan dengan
teknologi Internet sehingga menghasilkan tablet newspaper atau paperless newspaper, di mana
surat kabar tidak lagi berwujud kertas, melainkan berujud media digital; adanya peluang pasar di
Indonesia yang belum tersentuh oleh media cetak masih sangat besar; serta sektor industri media
cetak dapat menggerakkan sektor perekonomian yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
industri media online.
Kesimpulan kedua, ada 10 langkah untuk menyelamatkan industri media cetak, yaitu:
perusahaan media cetak harus melakukan berbagai inovasi dan pelebaran sayap bisnis yang mampu
mengombinasikan (menyinergisasikan) media cetak, media online dan media elektronik;
perusahaan media cetak juga harus menggarap potensi anak-anak muda (pelajar dan mahasiswa)
sebagai mitra dalam menghasilkan berbagai produk berita dengan menyediakan rubrik khusus;
694

ISBN: 978-979-98438-8-3

perusahaan media cetak harus melakukan berbagai pembenahan internal dan eksternal dengan
menyinergisasikan kebijakan manajemen redaksional dan kebijakan manajemen korporasional;
membangun kanal Internet dan melakukan reportase dalam beragam platform, menjadi niche media,
integrasi laporan yang realtime, mendorong inovasi, berinvestasi di bidang mobile device,
berkomunikasi dengan pembaca muda, dan membangun komunitas, serta berlangganan atau gratis
(Wikan, 2011: 1-14). Langkah selanjutnya, perusahaan surat kabar harus menyesuaikan model
bisnis baru dalam situasi industri yang sangat fragmanted, yakni mampu memberdayakan sumber
daya manusia dan sumber dana secara efektif dan efisien, sekaligus melakukan berbagai inovasi dan
kreativitas secara terus-menerus berhubungan dengan rubrik baru, cara penulisan, cara presentasi,
cara berjualan, cara distribusi, cara mengelola sumber daya manusia dan mengelola infrastruktur
produksi, pengelolaan iklan harus mengikuti perkembangan industri periklanan, dan meningkatkan
mutu sumber daya manusianya (Adiprasetyo, 2007: 243-245); elaborasi media cetak dan media
Internet (Koran Sindo, 2013), perusahaan media cetak harus meningkatkan kompetensi wartawan di
era konvergensi media massa sehingga mampu menghasilkan berbagai produk karya jurnalistik
bermutu tinggi; perusahaan media cetak nasional harus semakin menguatkan isu-isu kelokalitasan
pada penyajian isi media cetak; mengorbitkan para pemilik media massa untuk terjun dalam bidang
politik (menjadi politisi), serta media cetak harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
inovasi dan kreativitas pada perangkat keras dan perangkat lunak (konten).
Kesimpulan ketiga, sejumlah tokoh dunia sudah memprediksikan munculnya teknologi
paperless newspaper. Tokoh tersebut adalah Roger F. Fidler, Bill Gates, Rupert Murdoch, dan
Philip Meyer. Ada empat implikasi dari semakin merebaknya penggunaan teknologi tablet
newspaper atau paperless newspaper dalam industri media massa di Indonesia. Pertama, implikasi
langsung yakni terjadinya peralihan teknologi besar-besaran dari media cetak ke basis bisnis
paperless newspaper yang sangat murah dalam hal pengadaan ongkos produksi maupun
pendistribusiannya ke seluruh penjuru dunia. Kedua, implikasi langsung lainnya yaitu ada
perubahan orientasi dan gaya hidup masyarakat dalam mengakses media massa dari semula yang
masih bersifat konvensional, dengan membuka lembaran demi lembaran; beralih ke menekan
tombol atau menekan layar monitor. Ketiga, implikasi pada konten media yang akan lebih
bervariatif; sebab menjangkau kawasan yang tak tersekat oleh batasan negara/wilayah. Keempat,
implikasi pokok lainnya yakni berbagai perusahaan media massa semakin mengintegrasikan
jaringan multimedia; sehingga terjadilah konvergensi multimedia. Kelima, implikasi lainnya adalah
perusahaan media cetak konvensional dengan sendirinya akan gulung tikar.
Rekomendasi Ilmiah
Watak/karakter industri media massa itu mutlak harus tunduk pada perkembangan teknologi
terbaru. Jika perusahaan media massa tidak mau (atau tidak berani) menyesuaikan diri dengan
perkembangan teknologi baru, sudah dapat dipastikan eksistensi media massa tersebut segera akan
ditinggalkan oleh audiensnya. Akibatnya, para pemasang iklan juga akan mengalihkan perhatiannya
pada media massa lain yang banyak memiliki audiens. Surat kabar tanpa kertas (paperless
newspaper) merupakan tuntutan zaman yang tak bisa dibendung oleh kekuatan apapun. Sebab di
dalamnya terkandung kemudahan, daya jangkau tak terbatas, kecepatan, efesiensi, efektivitas dan
segala keunggulan lain yang tak dimiliki oleh surat kabar berbasis kertas. Implementasi teknologi
paperless newspaper pada industri media massa akan berpengaruh besar pada penurunan tiras/oplah
surat kabar; hingga menyebabkan perusahaan media cetak akan tutup atau mengalihkan bisnisnya
ke jalur digital. Memang paperless newspaper menurunkan oplah/tiras surat kabar, namun justru
menaikkan jumlah pembaca dalam versi digitalnya. Implikasi pada bisnis, jelaslah paperless
newspaper perlahan-lahan akan mengubah gaya hidup publik dalam mengonsumsi media massa.
Teori ekonomi politik media yang digagas oleh para pemikir dari Frankfurt School Jerman;
memberikan petunjuk pada publik bahwa media massa adalah perkawinan antara kepentingan
bisnis dan kepentingan politik. Kepentingan ekonomi ditonjolkan dalam kerangka untuk menjaga
695

Prosiding Seminar Nasional 2013


Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

keberlangsungan hidup perusahaan media massa bersangkutaan. Kepentingan politik dibutuhkan


perusahaan media massa untuk mengukuhkan pengaruhnya kepada publik. Menurut saya, para
pengelola media massa memang harus/wajib memainkan perpaduan yang harmonis (apik) antara
kepentingan ekonomi media massa dan kepentingan politik media massa; namun dengan tetap tidak
mengorbankan nilai idealisme sebagai lembaga pers yang propublik. Kendati hal tersebut sangat
sulit untuk diterapkan dengan konsisten.
UCAPAN TERIMAKASIH
Atas paripurnanya penelitian ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: Ketua Umum
PPWI Bapak Wilson Lalengke MSc, MA, Direktur AKRB Yogyakarta Bapak Arif Budiman, MM.
dan juga DPPM UII Yogyakarta yang sudah bersedia mempublikasikan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Wikan, Asmono. 2011. Masa Depan Media Cetak Indonesia. Jurnal Dewan Pers bertajuk:
Profesionalisme, Sejarah, dan Masa Depan Pers Daerah. Edisi Nomor 5, Mei 2011. ISSN:
2085-6199.
Adiprasetyo, Agung. 2007. Mengapa Bicara Soal "Kematian" Surat Kabar? Dalam St. Sularto.
2007. KOMPAS Menulis Dari Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Barus, Sedia Willing Barus. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Rosmawaty. 2010. Mengenal Ilmu Komunikasi: Metacommunication Is Ubiquitous. Bandung:
Widya Padjadjaran.
Sularto, St. 2007. Dari "Sang Pemula" ke "'Sang Pengibar Bendera". Dalam St. Sularto. 2007.
KOMPAS Menulis Dari Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Dhakidae, Daniel. 2005. Kompas 2005: Mengapa Berubah? Rubrik Opini Harian Umum KOMPAS
edisi 28 Juni 2005.
Garcia, Mario R. 2005. Desain untuk Pembaca Era Digital. Rubrik Opini Harian Umum KOMPAS
edisi 28 Juni 2005.
Kedaulatan Rakyat. 2012. Media Jepang Hadapi Masalah Besar. edisi 25 September 2012,
halaman 1.

696

Anda mungkin juga menyukai