Anda di halaman 1dari 23

PENYIMPANGAN KROMOSOM

ari waktu ke waktu, kesalahan terjadi dalam mitosis, dalam miosis


atau dalam fertilisasi, dan kadang-kadang kesalahan ini
menimbulkan kariotipe abnormal. Tujuan bab ini adalah
menerangkan abnormalitas ini; dan mendiskusikan peran yang dimainkan
oleh abnormalitas kromosom dalam menentukan abnormalitas pada hewan.
Dalam banyak kasus, karyotipe abnormal telah ditemukan pada
hewan yang sangat sehat dan/atu produktif. Demikian juga, banyak hewan
sakit dan/atau tak produktif mempunyai karyotipe normal. Itu berarti
bahwa karyotipe normal bukanlah suatu jaminan produksi tinggi dan bebas
penyakit; dan demikian juga karyotipe abnormal tidak harus
mengindikasikan hewan sakit atau tak produktif.

Jumlah Kromosom Taknormal


Satu dari abnormalitas paling umum adalah tidak adanya satu
kromosom X. Kekurangan satu kromosom dinamakan monosomy, dan
hewan yang kekuarngan satu kromosom disebut monosomik untuk
kromosom itu. Pada kasus hewan betina yang bersifat monosomik untuk
kromosom X, karyotipenya ditulis sebagai XO, dengan O menunjukkan tidak
adanya satu kromosom X.
Individu XO telah dilaporkan pada banyak spesies domestik, dan juga
pada manusia dimana kondisi tersebut dinamakan gejala Tuner (Turner's
syndrome). Semua individu XO mempunyai penampakan luar betina yang
tampak normal, tetapi biasanya steril.
Abnormalitas lain adalah adanya tiga kromosom X (normalnya dua
kromosom X). Ini merupakan contoh trisomy, dan individu yang

104 - Pengantar ke Genetika Veteriner

mempunyai satu kromosom tambahan disebut trisomik. Pada kasus


kromosom X, karyotipenya ditulis sebagai XXX. Jika diperiksa secara
sitogenetik, sel yang tak membelah pada trisomik X diketahui mengandung
dua Barr body, yang menunjukkan bahwa hanya satu kromosom X dalam
setiap sel masih aktif. Konsekuensinya, individu XXX bersifat kurang
abnormal daripada individu XO; Mereka seringkali fertil. Beberapa
keturunannya mempunyai karyotip normal, sedangkan lainnya bersifat
trisomik.
Individu XO dan XXX muncul dari kejadian non-disjunction, yang
merupakan kegagalan kromosom atau kromatid memisahkan diri selama
meiosis. Karena secara normal, terdapat satu disjunction dalam setiap tahap
meisos (satu selama meiosis I dan satu selama meiosisi II), seperti
diterangkan pada Bab 1, ada dua peluang terjadinya non-disjunction selama
pembentukan sel nutfah (germ-cell). Non-disjunction terjadi sekitar 5 persen
dari semua meiosis, dan dapat melibatkan autosom atau kromosom kelamin.
Pada kasus kromosom kelamin, hasil non-disjunction berbeda yang
tergantung kepada jenis kelamin individu tempat meiosis terjadi. Pada
betina, hasilnya langsung tanpa memperhatikan saat terjadinya nondisjunction, beberapa sel telur mengandung dua kromosom X sedangkan sel
telur lainnya tak mengandung sama sekali. Akan tetapi, pada jantan, dapat
diperoleh empat tipe sperma berbeda, yang tergantung kepada apakah nondisjunction terjadi selama meiosis I atau meiosis II (Gambar 4.1).
Gamet yang diperoleh akibat non-disjunction tersebut biasanya masih
dapat terlibat dalam fertilisasi, dan hasil yang mungkin diilustrasikan pada
Tabel 4.1. Itu membuktikan bahwa individu XO dan XXX dapat muncul dari
non-disjunction pada kedua jenis kelamin. Itu juga membuktikan bahwa
banyak tipe lain dari kariotipe tersebut dapat diperoleh akibat nondisjunction pada satu atau kedua tetua. Secara umum, kariotipe dengan
tambahan kromosom ekstra, dan kariotipe yang kekurangan jumlah
kromosom disebut aneuploid, dibandingkan dengan kariotipe berjumlah
kromosom normal yang disebut euploid. Jadi, baik monosomik maupun
trisomik adalah aneuploid. Beberapa aneuploid lain yang ditunjukkan pada
Tabel 4.1 seperti O, YO, dan YYO belum pernah ditemukan, dan
diasumsikan bersifat letal pada tahap awal perkembangan embrio. Semua
aneuploid pada Tabel 4.2. telah dicatat sedikitnya pada satu spesies
mamalia. Diantara aneuploid yang dilaporkan pada hewan domestik adalah
XXY dan XXXY, yang keduanya memiliki penampakan dominan jantan,
yang sering terkait dengan tingkah laku kelamin jantan yang kurang
berkembang. Diantara hewan domestik, individu XXY telah dilaporkan pada
kucing, sapi, anjing, babi, dan domba (Apendiks 4.1). Mereka biasanya steril.
Pada manusia, kondisi tersebut dikenal sebagai gejala Klinefelter
(Kleinfelter's syndrome).

Penyimpangan Kromosom - 105

Gambar 4.1. Non-disjungsi dari kromosom kelamin selama meiosis pada jantan XY.
Normal mengacu ke disjungsi normal, sebagaimana diilustrasikan
pada Gambar 1.4.

Seperti dengan betina XO dan XXX, jantan XXX umumnya tidak dapat
dikenali pada hewan domestik sampai mereka diketahui kariotipenya. Satu
kekecualian yang dapat dicatat adalah kucing tortoiseshel jantan. Pada Bab
1, kita melihat bahwa kucing tortoiseshel bersifat heterosigous pada lokus
warna bulu yang terpaut-X, dan karena jantan hanya mempunyai satu
kromosom X, kita akan mengharapkan semua tortoiseshel berkelamin
betiana. Tetapi jantan tortoiseshel tidak demikian. Mereka biasanya steril,
dan bila diperiksa secara sitogenetik, sebagian besar mereka ditemukan
mempunyai XXY sedikitnya pada sebagian selnya. Jantan tortoiseshel yang
paling menarik adalah jantan yang mempunyai karyotip XY normal. Bersifat
tortoiseshel, mereka harus mempunyai dua tipe kromosom X berbeda, tetapi
tiap sel tampaknya hanya mempunyai satu kromosom X. Penjelasan yang
paling mungkin adalah bahwa jantan tortoiseshel XY berasal dari gabungan
dua embrio jantan, satu membawa alel oranye pada kromosom X nya, dan
satu lainnya membawa alel non-oranye. Dengan mempunyai genom normal
pada setiap sel, jantan ini fertil. Oleh karena itu, dimungkinkan munculnya
kucing jantan tortoiseshel fertil. Tetapi mereka merupakan kelompok jantan
tortoiseshel minoritas, dan oleh karena itu sangat jarang.
Tabel 4.1

Zigot yang secara teori dapat dihasilkan dari semua kombinasi yang
mungkin dari sperma dan sel telur abnormal, dalam hubungannya dengan
kromosom kelamin.

106 - Pengantar ke Genetika Veteriner

SPERMA
Normal
TELUR

Normal
Abnormal

X
XX
O

X
XX
XXX
XO

Y
XY
XXY
YO

XY
XXY
XXXY
XY

Abnormal
XX
YY
XXX
XYY
XXXX
XXYY
XX
YYO

O
XO
XX
O

Satu bentuk paling umum dari aneuploidy kromosom-kelamin adalah


kejadian mengenai lebih dari satu galur sel dalam satu individu, misalnya
XY/XXY atau XX/XXY/XXYY. Penyebab campuran ini biasanya nondisjunction selama mitosis pada tahap awal perkembangan embrio. Hasilnya
hampir sama dalam bentuk abnormalitas kelamin. Karena tiap galur sel
tersebut berasal dari sumber tunggal (sel telur terbuahi), individu tersebut
dinamakan mosaik.
Kesimpulan umum yang dapat kita tarik dari diskusi di atas adalah
bahwa aneuploidy kromosm kelamin biasanya terkait dengan abnormalitas
kelamin.
Kita telah memusatkan perhatian pada kromosom kelamin ketika
mendiskusikan aneuploidy kebanyakan kasus aneuploidy melibatkan
kromosom ini. Akan tetapi, aneuploidi autosom juga dapat terjadi dari nondisjunction, dan beberapa kasus telah dilaporkan. Contoh paling terkenal
pada hewan adalah trisomy 18 pada sapi, yang terkait dengan brachygnathia
ekstrim pada pedet yang mati segera setelah lahir (dikenal sebagai gejala
trisomy brachygnathia letal atau LBTS). Trisomy pada beberapa autosom
kecil telah dilaporkan pada sapi, dan kasus yang mirip telah ditemukan pada
kuda (Apendiks 4.1). Trisomy autosom seringkali mempunyai abnormalitas
tinggi, yang menyebabkan kematian awal. Akan tetapi, beberapa kasus
bertahan sampai dewasa.
Semua kejadian trisomy autosom pada hewan domestik (dan pada
manusia) melibatkan kromosom kecil; trisomik untuk autosom besar, dan
monosomik untuk sembarang autosom belum ditemukan pada hewan hidup
atau manusia. Tidak adanya monosomik agak mengherankan, karena nondisjunction menimbulkan jumlah yang sama dari gamet dengan satu
kromosom ekstra dan gamet yang kekurangan satu kromosom. Bukti pada
mencit menunjukkan bahwa jumlah yang sama dari embrio trisomik dan
monosomik dihasilkan pada saat fertilisasi, dan tetap hidup sampai tahap
morula atau blastocyst awal (hari ke-3 pada tikus). Kemudian, frekuensi
monosomik relatif terhadap penurunan trisomik, dan tidak ada monosomik
tetap hidup di atas hari ke 12 sampai 13.
Ini mengenalkan kita tentang efek utama kedua dari abnormalitas
kromosom, yaitu kehilangan embrio sebelum kelahiran. Survei embrio pada

Penyimpangan Kromosom - 107

hewan menunjukkan bahwa kira-kira tujuh persen dari semua embrio


mempunyai abnormalitas kromosom yang jarang dilihat, jika pernah, pada
hewan setelah lahir atau menetas. Mencatat bahwa kira-kira 30 persen dari
semua conception pada hewan mengalami aborsi secara alamiah, kita dapat
menyimpulkan bahwa sekitar 25 persen dari kehilangan embrio disebabkan
karena abnromalitas kromosom.
Yang umum diantara abnormalitas kromosom dilihat pada embrio
tahap awal adalah adanya hanya satu set kromosom (haploidy) atau adanya
lebih dai dua set (triploidy, tetraploidy, dan seterusnya; yang secara kolektif
dinamakan polyploidy jika hanya ada satu tipe ploidy, atau mixoploidy jika
ada campuran ploidy yang berbeda). Walaupun kebanyakan abnormalitas
kromosom tidak pernah dilihat pada hewan hidup setelah lahir atau
menetas, ada laporan mengenai ayam dewasa triploid. Malahan, di Australia
ada satu galur ayam yang secara reguler menghasilkan sekitar 12 persen
ayam triploid hidup yang bertahan sampai dewasa. Akan tetapi, triploid
yang bertahan hidup tersebut hanya sekitar 50 persen dari semua yang
ditetaskan. Dengan kata lain, bahkan pada kasus tak biasa ini dimana
triploid bertahan hidup sampai dewasa, poliploidy menurunkan harapan
hidup.
Individu triploid di galur Australia tersebut muncul dari frekuensi
non-disjunction yang tinggi baik pada meiosis I maupun meiosis II pada
betina diploid (fertil) normal dari galur ini. Menarik untuk
mempertimbangkan kombinasi yang berbeda dari kromosom kelamin yang
dapat terjadi pada triploid. Ayam WWW tidak pernah ditemukan, bahkan
sebagai embrio, karena kontribusi gamet dari tetua jantan harus
mengandung kromosom Z. Embrio ZWW ditemukan, tetapi tidak ada
satupun yang hidup sampai menetas. Ayam ZZW merupakan hal yang tak
umum. Pada saat penetasan, gonad kirinya merupakan satu oocyt yang
mengandung ovary, sedangkan gonad kannya sebagai testis. Segera setelah
menetas, gonad kiri tersebut mulai mengembangkan jaringan sepertitesticuler. Secara eksternal, ayam ini mempunyai penampakan betina normal
sampai mereka mencapai pubertas, pada tahap mana mereka mengalami
suatu pembalikan kelamin yang tampak, yang berakhir dengan penampilan
seperti jantan dewasa normal!. Sampai kemudian, kedua gonad tersebut
menghasilkan sel sperma abnormal. Ayam dengan kelamin-terbalik ini
masih hidup, tetapi mereka steril. Kategori akhir, yaitu ZZZ, mempunyai
fenotip jantan normal tetapi menghasilkan sel sperma abnormal, dan mereka
steril.
Meringkas hasil yang diterangkan di atas, kita dapat menyimpulkan
bahwa jumlah kromosom abnormal mempunyai kejadian yang relatif tinggi
di antara zygot yang baru terbentuk, tetapi mempunyai kejadian yang relatif
rendah diantara individu yang diacak setelah kelahiran. Oleh karena itu,

108 - Pengantar ke Genetika Veteriner

abnormalitas kromosom merupakan penyebab penting dari kehilangan


embrio.
Induced polyploidy pada ikan
Tidak seperti mamalia, banyak spesies ikan ditemukan sebagai
polyploid. Jika betina diploid normal diperlakukan dengan pemanasan atau
pendinginan atau tekanan secara singkat, beberapa ovum yang sedang
berkembang gagal mengalami meiosis II, dan oleh karena itu tetap dalam
tahap diploid. Jika ovum itu dibuahi dengan sperma (haploid) normal, akan
dihasilkan keturunan triploid. Karena komplemen kromosomnya tak
normal, ikan triploid adalah steril. Akan tetapi, daya hidupnya cukup baik.
Sterilitasnya merupakan satu diantara keunggulan utamanya; mereka dapat
menggunakan semua energinya untuk pertumbuhan, tanpa dibarengi oleh
reproduksi, yang tidak hanya mengurangi pertumbuhan tetapi juga
meningkatkan mortalitas pada jantan. Dan ada beberapa bukti bahwa level
ekstra dari ploidy pada dirinya sendiri menyebabkan pertumbuhan yang
lebih cepat. Akan tetapi, karena steril, tiap generasi baru triploid harus
dihasilkan dari diploid, sebagaimana dijelaskan di atas. Jika triploid benarbenar menguntungkan dari sudut pandang perikanan komersial, itu menjadi
akan sangat menguntungkan untuk dapat menghasilkan mereka tanpa harus
menggunakan perlakuan sebagaimana dijelaskan di atas. Ini dapat dicapai
dengan menghasilkan stock tetraploid, sebagai berikut.
Jika ovum terbuahi normal diberi perlakuan singkat seperti dijelaskan
di atas, satu putaran dihentikan, yang menyebabkan keturunan tetraploid,
yang dapat hidup dan fertil. (Fertilitas muncul dari kenyataan bahwa setiap
kromosom dapat menemukan homolognya yang dijadikan pasangannya).
Atraksi tetraploid fertil adalah bahwa gamet "natural" nya adalah diploid,
yang berarti bahwa perkawinan antara tetraploid dan diploid normal
menghasilkan keturunan triploid. Dan karena tetraploid itu sendiri adalah
fertil, mereka mereproduksi snediri. Oleh karena itu, pada ikan, polyploidy
dapat dieksploitasi sebagai suatu metoda meningkatkan produksi makanan.

Struktur kromosom abnormal


Translokasi resiprokal
Di Swedia pada tahun 1963, pejantan babi Landrace Swedia
mengawini 21 induk dan menghasilkan rataan seperkelahiran 5,6 genjik.
Pada kehamilan sebelumnya jika dikawinkan dengan pejantan lain, induk
yang sama mempunyai rataan seperkelahiran 12,7 genjik. Kariotipe pejantan
ini diperiksa, dan, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. ditemukan bahwa

Penyimpangan Kromosom - 109

sebagian dari satu kromosom telah bertukar tempat dengan sebagian dari
kromosom lain, melalui proses yang dinamakan reciprocal translocation. Ini
melibatkan tiap dua kro kromosom non-homolog yang patah menjadi dua
segmen, yang diikuti dengan pertukaran segmen tersebut antara dua
kromosom.

Gambar 4.2. Karyotipe pita-Q dari babi jantan Landrace Swedia, yang menunjukkan
reciprocal translocation antara kromosom 11 dan 15, yang menyebabkan babi jantan tersebut menghasilkan anak-sekelahiran yang jauh
lebih sedikit daripada bebi jantan lain (Dari Hageltorn et al. (1973).
Hereditas, 75, 147-51.)

Pada translokasi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2, satu


kromosom 15 kehilangan sebagian besar tangan panjangnya dan oleh karena
itu ditulis sebagai 15q-. Dan karena tangan pendek dari satu kromosom 11
telah diperpanjang dengan penambahan bagian dari kromosom 15, itu
ditulis sebagai 11p+. Translokasi ditulis sebagai t(11p+; 15q-) atau rcp(11p+;

110 - Pengantar ke Genetika Veteriner

15q-). Karena hanya satu kromosom dari setiap pasangan kromosom yang
mengalami hal itu, individu tersebut pada Gambar 4.2. dikatakan sebagai
translocation heterozygote atau translocation carrier.
Banyak reciprocal translocation telah dilaporkan pada hewan
domestik, termasuk yang melibatkan pertukaran antara tiga kromosom yang
berbeda (Appendix 4.1). Hewan yang membawa reciprocal translocation
mempunyai fenotip normal, tetapi menunjukkan penurunan signifikan
dalam hal fertilitas. Alasan untuk fenotip normal adalah bahwa hewan
dengan reciprocal translocation masih mempunyai komplemen normal dari
material kromosom; itu baru saja terjadi pengaturan kembali. Penurunan
dalam fertilitas muncul dari problem yang dihadapi selama meiosis I pada
hewan ini.. Pada kondisi normal, seperti kita lihat pada Bab 1, pasangan
kromosom homolog bersynapse membentuk bivalents. Tetapi pada hewan
yang heterozygous untuk reciprocal translocation, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.3, empat struktur kromosom harus ada untuk memungkinkan
semua daerah yang homologo bersynapse. Kombinasi empat kromosom ini
dinamakan quadrivalent. Ada banyak produk yang mungkin dihasilkan
disjunction dari quadrivalent, yang tergantung pada seberapa dekat titikpatahnya terhadap centromer, dan pada tipe disjunction. Beberapa
produknya ditunjukkan pada Gambar 4.3; rincian lengkap disajikan pada
seksi 4.3.2.1 pada Veterinary Genetics. Sebagai ringkasan, kita dapat
mengatakan bahwa pada banyak kasus, sedikitnya beberapa gamet takseimbang dihasilkan, yang mengandung satu atau lebih segmen kromosom
tambahan, atau kehilangan beberapa segmen. Kebanyakan gamet takseimbang dapat berfungsi cukup baik seperti sel ovum dan sel sperma.
Tetapi jika satu gamet tak-seimbang bergabung dengan gamet lainnya
membentuk zygote, zygot itu menjadi tak-seimbang, dan mati sebelum
waktunya. Jadi, gamet tak-seimbang menyebabkan kematian embrio. Secara
teori, penurunan signifikan pada fecunditas dapat bervariasi dari nol sampai
100 persen, yang tergantung pada faktor-faktor yang disebutkan di atas.
Secara praktis, selalu ada penurunan substansial pada fecunditas.
Pentingnya penurunan pada fecunditas adalah bahwa itu merupakan
cacat turunan: itu diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Ini
disebabkan karena separo dari gamet seimbang hasil dari meiosis
mengandung kromosom translocation, yang, jika digabung dengan gamet
normal, menyebabkan suatu translocation heterozygote lain. Jadi, diantara
keturunan yang dihasilkan oleh translocation heterozygote, separonya
merupakan translocation heterozygotes.
Akhirnya, jika dua gamet yang membawa kromosom translokasi
seimbang (balanced translocation chromosomes) menyatu, hasilnya
translocation homozygote, dengan pasangan kromosom yang benar-benar
homolog dan yang konsekuensinya hanya membentuk bivalents selama
meiosis. Jadi, hewan yang homozygous untuk reciprocal translocations

Penyimpangan Kromosom - 111

hanya menghasilkan gamet seimbang dan oleh karena itu menunjukkan


fecunditas normal.

Gambar 4.3. Atas: quardrivalent yang dibentuk oleh sinapsis dari segmen homolog
pada kromosom 11 dan 15 pada hewan yang bersifat heterozigot untuk
translokasi resiprokal t (11p+; 15q-). Bawah: enam hasil yang mungkin
dari quardrivalent, dengan asumsi tidak ada pindah silang antara
sentromer dan titik patah, yaitu pada segmen interstisial.

Tandem translocations
Suatu saat ada laporan mengenai bagian dari tangan satu kromosom
yang patah dan bergabung ke ujung dari kromosom lainnya. Ini dinamakan
tandem translocation. Pada hewan domestik, tipe translocation ini cukup
jarang dibandingkan dengan reciprocal translocation. Tandem translocation
yang telah dilaporkan didaftar pada Apendix 4.1.
Centric fusions and fissions

112 - Pengantar ke Genetika Veteriner

Satu tipe translocation yang menghasilkan suatu yang menarik adalah


translocation dimana dua kromosom acrocentrik berfusi (bergabung) untuk
menghasilkan satu kromosom metacentric. Ini dikenal sebagai centric fusion
atau Robertsonian translocation (Gambar 4.4). Itu mengandung semua
material genetik yang sebelumnya terdapat di dalam dua kromosom yang
terpisah.

Gambar 4.4. Satu karyotip tak-seimbang dari sapi Merah Swedia dan Putih Swedia
yang bersifat heterozygous untuk centric fusion translocation antara
kromosom 1 dan 29. (Dari Gustavsson and Rockburn (1964). Nature,
203, 990.)

Karena centric fusion melibatkan penggabungan dua kromosom


menjadi satu, itu berarti bahwa jumlah total kromosom dalam individu
heterozygous untuk centric fusion adalah satu kurang dari jumlah normal
(Gambar 4.4). Akan tetapi, tidak seperti monosomik, yang juga mempunyai
satu kurang dari jumlah normal kromosom, individu heterozygous untuk
centric fusion mempunyai genom lengkap dan oleh karena itu mempunyai
fenotip normal. Individu yang homozygous untuk centric fusion mempunyai
dua kurang dari jumlah kromosom normal, tetapi mereka juga mempunyai
fenotip normal karena mereka masih mempunyai genom lengkap.

Penyimpangan Kromosom - 113

Apakah pengaruh centric fusions terhadap kemampuan reproduksi?


Meiosis dalam individu heterozygous untuk centric fusion tentunya tidak
biasa, karena tiga kromosom harus bersynapse, yang membentuk trivalent,
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Jika kromosom centric-fusion
mengalami disjoins dari dua lainnya, akan diperoleh gamet seimbang. Tipe
lain dari disjunction menyebabkan gamet tak-seimbang yang akan
diharapkan menyebabkan embrio aneuploid. Secara praktis, hasilnya sangat
bervariasi. Pada sapi, kebanyakan centric fusions mempunyai pengaruh
yang sangat besar, yang menimbulkan proporsi bervariasi dari embrio
monosomik dan trisomik yang gagal bertahan hidup sampai waktunya. Pada
domba, tampaknya tak ada pengaruh besar apapun. Penjelasan yang paling
mungkin untuk perbedaan ini adalah bahwa gamet tak-seimbang gagal
berfungsi pada domba, sedangkan mereka berfungsi pada sapi. Itu masih
merupakan pertanyaan terbuka seperti pada mengapa ini sebaiknya
demikian?

Gambar 4.5. Dua contoh tentang trivalents dalam meiosis I pada domba jantan yang
heterozygous untuk centric fusion antara kromosom 9 dan 12. (Dari
Chapman and Bruere (1977). Canadian Journal of Genetics and Cytology,
19, 93-102.)

Terkadang, kromosom metacentric dipisah menjadi dua acrocentrics,


yaitu ada centric fission, yang menghasilkan hewan yang mempunyai satu
kromosom tambahan, tetapi tidak menjadi trisomic. Ini telah dilaporkan
pada keledai (Apendix 4.1).

Inversions and deletions

114 - Pengantar ke Genetika Veteriner

Sebagaimana namanya, inversion muncul jika segmen kromosom


menjadi terbalik setelah patahnya kromosom dalam dua posisi. Jika segmen
tersebut mencakup centromer, inversion tersebut dikatakan sebagai
pericentric; jika centromer tidak dicakup, inversion tersebut disebut
paracentric. Deletion muncul jika, setelah terjadinya patah kromosom dalam
dua posisi, segmen diantara dua titik-patahnya hilang. Itu jelas bahwa
inversion menimbulkan penataan kembali gen-gen pada kromosom, dan
deletion menyebabkan kehilangan material gentik.
Inversion dan deletion adalah abnormalitas kromosom yang paling
sedikit ditemukan pada hewan domestik, dan hanya kasus tertentu saja telah
dilaporkan (Apendix 4.1). Deletion biasanya menghasilkan abnormalitas
serius, karena individu tersebut adalah monosomik untuk segmen
kromosom yang hilang. Sebaliknya, karena inversion melibatkan pentaan
kembali gen gen yang ada tanpa kehilangan atau penambahan, individu
yang membawa inversion biasanya mempunyai fenotip normal. Lebih jauh,
inversion tidak selalu mudah dideteksi pada karyotip. Kromosom dengan
inversion paracentric, misalnya, mempunyai bentuk dan ukuran yang persis
sama dengan kromosom normal. Akan tetapi, itu mungkin berbeda dalam
pola pitanya, dan karena teknik pemitaan menjadi lebih canggih, inversion
akan lebih mudah dideteksi juga.
Isochromosomes
Tipe abnormalitas kromosom ini muncul ketika centromere dari
kromosom metacentric memisah secara transversal (yaitu perpendicular ke
kromatid) daripada secara longitudinal (yaitu parallel ke kromatid), selama
mitosis atau meiosis. Ini meninggalkan dua tangan kromatid identik yang
digabung ke satu centromere tersebut, sehingga tiap tangan mengandung
satu set gen yang persis sama, dalam urutan centromere-ke-telomere yang
sama. Struktur yang dihasilkan dinamakan isochromosome. Tiap pisahan
transversal dari centromere menimbulkan dua isochromosome (satu
berhubungan ke tangan p dari kromosom aslinya, dan satunya lagi
berhubungan ke tangan q). Akan tetapi, kadang-kadang satu dari produk
pemisahan tersebut hilang, khususnya jika centromere memisah secara tidak
sama. Ada laporan tertentu tentang isochromosome pada hewan. Sebagai
contoh, seekor sapi dara infertil yang adalah mosaic untuk aneuploidy
kromosom-kelamin, juga mempunyai isochromosom Y yang proporsional
dengan selnya.
Fragile sites

Penyimpangan Kromosom - 115

Jika substansi tertentu, seperti caffeine atau aphidicolin, ditambahkan


ke biak sel tempat karyotip sedang disiapkan, gap parsial tampak pada situs
tertentu pada beberapa kromosom. Dikenal sebagai fragile sites, gap ini
diwariskan menurut hukum Mendel. Pada anjing, misalnya, ada tigas fragile
site pada kromosom X, pada Xp22, Xq21, dan Xq27.2. Menariknya, tiap situs
ini berhubungan ke fragile site pada kromosom X manusia. Selama
bertahun-tahun, fragile site pada kromosom manusia telah diketahui sebagai
situs dimana penataan kembali kromosom sering terjadi pada tipe kanker
tertentu, atau terkait dengan berbagai cacat turunan. Beberapa fragile site
pada babi berhubungan ke situs dimana patahan dan penggabungan
kembali telah terjadi pada reciprocal translocation. Fragile site Xq27.2 pada
manusia (yang terkait dengan gangguan mental) sebenarnya merupakan
trinucleotide repeat yang tak stabil (dijelaskan pada Bab 3). Sangat
dimungkinan bahwa fragile site pada hewan juga akan ditunjukkan karena
trinucleotide repeat yang tak stabil, dan terkait dengan berbagai cacat
kromosom dan penyakit turunan.

Cacat Kromosom pada Kanker


Jangkauan luas tentang cacat kromosom telah dilaporkan pada
jaringan yang terkena kanker, termasuk aneuploidy, polyploidy,
translocations, centric fusions, deletions, dan isochromosomes. Pada
kebanyakan kasus, abnormalitas tersebut merupakan konsekuensi dari
hilangnya kontrol dari pembelahan sel yang khas untuk sel kanker.

Evolusi Kariotipe
Walaupun jumlah kromosom sangat bervariasi pada spesies yang
berbeda, jumlah total DNA di dalam semua mamalia hampir identik. Pada
kenyataannya, evolusi dari mamalia modern telah terkait dengan banyak
penataan dan shuffling dari jumlah total DNA yang sama. Satu dari bentuk
shuffling yang paling umum tampaknya merupakan centric fusion. Sebagai
contoh, kromosm metacentric (1, 2, dan 3) pada domba domestik tampaknya
merupakan hasil dari centric fusion masing-masing dari akrosentrik 1 dan 3,
2 dan 7, dan 5 dan 10 dari kambing.
Mengingat hal ini, menarik untuk membandingkan jumlah total
tangan kromosom pada spesies berbeda. Jika evolusi kromosom mendahului
terutama dengan akumulasi dari penyatuan pusat, kita akan mengharapkan
untuk menemukan bahwa jumlah dari tangan kromosom utama (dinamakan
Nombre Fondamental atau NF) seharusnya agak konstan pada lintas

116 - Pengantar ke Genetika Veteriner

spesies. Dalam banyak situasi, malahan hal ini merupakan kasusnya. Di


dalam superfamili Bovoidae, misalnya, jumlah diploid bervariasi antara 30
sampai 60, tetapi NF pada semuanya kecuali tiga kasus bervariasi hanya dari
58 sampai 62.
Lebih jauh, ada kemiripan yang sangat dekat pada pola pita di dalam
tangan kromosom domba, kambing dan sapi. Dan kita telah melihat pada
Bab 2 bahwa ada banyak kemiripan dalam peta gen antar spesies. Dengan
kata lain, struktur kromosom dalam tangan juga dikonservasi.

Perkawinan Interspesies
Apresiasi tentang perbedaan kariotipe diantara spesies perlu untuk
memahami hasil perkawinan antara hewan dari spesies yang berbeda.
Perkawinan ini dikenal sebagai interspecific hybridization. Pada satu ekstrim,
hasilnya adalah fertilisasi yang tak berhasil yang direfleksikan pada
kegagalan tetua betina untuk berreproduksi. Pada ekstrim lain adalah
produksi keturunan subur dan viable. Hasil di antara kedua ekstrim tadi
adalah semua kombinasi keberhasilan dan kegagalan. Ini merupakan hal
yang diharapkan dari kenyataan bahwa konsep spesies adalah penemuan
manusia tiruan yang dengan itu kita berupaya mengkategorikan menjadi
unit-unit terpisah dalam suatu realitas dalam rangkaian kesatuan. Pada
banyak kasus, hasil interspecific hybridization terutama ditentukan oleh
derajat kemiripan antara kromosom dari dua spesies tersebut, daripada
derajat kemiripan fisik.
Butir terakhir ini kadang-kadang dapat merupakan sumber frustrasi
dalam upaya mengamankan suatu spesies dengan membawa bersama
hewan yang berasal dari daerah yang berbeda. Walaupun hewan berkerabat
dekat satu sama lain, dan jadi tampak merupakan spesies yang persis sama,
sangat mungkin bahwa mereka cukup berbeda pada level kromosom karena
hanya ada peluang kecil menghasilkan keturunan subur dan viable. Aspek
lain tentang program penangkaran didiskusikan pada Bab 13.

Freemartins
Jauh dimasa lampau sejak abad pertama sebelum masehi, telah
diketahui bahwa kebanyakan pedet betina yang dilahirkan kembar bersama
pedet jantan mengalami kemandulan (steril). Betina semacam ini dinamakan
freemartins. Sejak itu, kondisi yang sama dikenali pada spesies lain, dan
istilah freemartin sekarang digunakan untuk menerangkan betina steril yang
dilahirkan kembar bersama jantan pada semua spesies. Dalam pembahasan

Penyimpangan Kromosom - 117

berikut, kita akan memusatkan perhatian terutama pada sapi, karena


freemartin lebih sering terjadi pada sapi ketimbang pada spesies lain.
Jika individu menerima sel dari individu lain, maka individu itu
mempunyai dua populasi sel, yang masing-masingnya berasal dari sumber
yang berbeda.
Individu semacam ini disebut chimeric. Pada kasus
freemartin, biasanya terjadi penyatuan chorion dari dua embrio tersebut, dan
anastomosis dari blood vesselnya (dinamakan vascular anastomosis).
Hasilnya adalah pertukaran sel hemopoiesis yang tetap aktif sampai akhir
hayat hewan tersebut. Jadi tiap anggota dari pasangan kembar tersebut
adalah chimeric untuk eritrosit dan untuk leukositnya. Ini berarti bahwa tiap
anggota menunjukkan golongan darahnya sendiri (lihat Bab 8) plus glongan
darah pasangan kembarannya. Karena kromosom mudah dilihat pada
leucocyte (seperti dijelaskan pada Bab 1), itu berarti bahwa pada kembarbeda-kelamin (unlike-sex twin), kedua populasi leucocyte akan dapat
dibedakan dengan mudah menurut kromosom kelaminnya: populasi yang
berasal dari dari sel hemopoesis jantan adalah XY, dan populasi yang berasal
dari sel hemopoiesis betina adalah XX. Keberadaan dua populasi leukosit
yang dengan mudah diamati, berbeda pada kembar-beda-kelamin
dinamakan XX/XY chimerism. Berbagai variasi tentang proporsi leucocyte
XX pada kembar-beda-kelamin telah dilaporkan, yang berkisar dari 1 persen
sampai 100 persen, dengan rataan sekitar 50 persen.
Kita terbiasa berpikir tentang karyotipe leucocyt sebagai penunjuk
karyotip dari semua sel lainnya yang ada dalam individu. Akan tetapi, pada
hewan yang chorion-nya digabung menjadi satu, ini tidak demikian.
Malahan, erythrocyt dan leucocyt merupakan sel yang hanya dapat
menunjukkan bukti meyakinkan tentang ciimerism yang terjadi setelah
vascular anastomosis; semua sel lain pada kembar betina adalah XX, dan
semua sel lain pada kembar jantan adalah XY. Demikian juga, chimerism seldarah dapat membingungkan ketika melakukan genotyping individu
dengan menggunakan teknologi biokimia atau DNA, karena sel darah
tersebut bisa menunjukkan genotip dari kembar individu, sebagaimana juga
genotipnya sendiri (lihat Bab 11). Jelas, jika kembarnya bersifat identik, ini
tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi jika kembarnya tidak identik (yaitu
jika mereka dizygotic), ini dapat sangat membingungkan, khususnya jika
individu yang terlahir kembar tersebut tidak disadari. Tentu saja, problem
tersebut dapat dihindari dengan menggunakan beberapa jaringan lain selain
sel darah.
Hasil akhir dari vascular anastomosis adalah homograft tolerance, yang
merupakan kemampuan pasangan kembar untuk menerima pencangkokkan
kulit atau jaringan lain dari individu lain pasangan kembarnya tanpa
menunjukkan adanya isyarat penolakan. Penerapan praktis dari gejala ini
adalah bahwa pada sapi, yang sering mengalami kejadian penggabungan

118 - Pengantar ke Genetika Veteriner

pembuluh darah, pencangkokkan kulit tidak dapat digunakan untuk


membedakan antar kembar mnosigot dan kembar disygot.
Pada betina yang dilahirkan kembar dengan jantan, efek utamanya
dilihat pada gonad dan pada saluran reproduksinya. Sampai hari ke-60 dari
kehidupan janin pada sapi, kelenjer kelamin betina nampak berkembang
secara normal. Selanjutnya, kelenjer kelamin itu mengalami maskilinisasi
dengan tingkat perkembangan yang bervariasi dari betina yang satu
kebetina yang lain.
Pada satu ekstrim, kelenjer kelamin terkadang
berkembang enjadi ovarium yang nampak normal dan mampu berovulasi.
Pada satu ekstrim yang lain, kelenjer kelamin terkadang berkembang
menjadi testis mini. Dalam sebagian besar kasus, hasil paripurnanya adalah
bahwa satu atau kedua kelenjer diklasifikasikan sebagai ovatestis yang
mengandung jaringan testikuler dan ovarium. Alat kelamin luar betina
tersebut biasanya sama dengan alat kelamin luar betina normal, kecuali
klitoris, yamg sering membesar. Secara internal, ada kecenderungan
menghambat perkembangan turunan saluran Mullerii (tuba fallopi, uterus,
serviks, dan bagian atas vagina) dan cenderung mengalami perkembangan
secara berlebihan pada turunan saluran Wolffi (epididimis, vas deferent,
vesikal seminal). Tergantung pada derajat perubahan dari perkembangan
normal, saluran reproduksi internal pada freemartin bervariasi dari betina
yang kurang normal, serviks, dan uterus, sedangkan pada ektrim yang lain,
beberapa betina menpunyai vagina yang tidak tampak bersama dengan vasa
deferensia dan vesikal seminal alih-alih serviks dan uterus.
Semua
kombinasi diantaranya merupakan hal yang mungkin. Sialnya,
perkembangan maskulinisasi tidak terkait dengan proprsi leucocyt XY di
dalam pasangan- kembar betina.
Vascular anastomosis antara kembar-beda-kelamin menpunyai
pengaruh kecil, jika ada, terhadap struktur kelenjer kelamin jantan dan
saluran reproduksi; pada dasarnya struktur normal. Akan tetapi, ada
pengaruh terhadap kemampuan reproduksi, dengan motilitas sperma
menurun dan konsentrasi sperma yang meningkat sampai 10 kali lipat
dengan peluang jantan yang dilahirkan pasangan kembar ke betina
disingkirkan untuk penampilan reproduksi yang jelek.
Peluang vascular anastomosis yang terjadi antara kembar sapi sangat
tinggi, sekitar 90 persen. Karena vascular anastomosis hampir seragam
menyebabkan kemajiran pada betina dari kembar-beda-kelamin, itu berarti
bahwa sekitar 90 persen dari pedet betina yang dilahirkan kembar bersama
jantan akan menjadi freemartin.
Freemartin telah dilaporkan terjadi pada rusa merah, kambing, babi,
domba, dan domba bertanduk besar dari gunung Rocky tetapi pada tiap
kasus kejadiannya jauh lebih rendah ketimbang pada sapi. Misalnya pada
domba, pertukaran sel hanya terjadi 1 persen dari kejadian kembar. Pada
spesies lain seperti kuda, pertukaran sel antara janin biasa terjadi, tetapi

Penyimpangan Kromosom - 119

kimerisme yang dihasilkan tidak menyebabkan kemajiran. Alasan untuk


perbedaan ini tidak diketahui.
Cara paling efektif untuk mengecek apakah pedet betina muda yang
dilahirkan kembar bersama jantan akan menjadi freemartin, adalah mencari
chimerism XX/XY. Karena beberapa freemartins hanya mempunyai proporsi
leucocyt XY yang kecil, itu jelas bahwa efisiensi diagnosa ini meningkat
dengan jumlah sel yang dinilai dari tiap betina yang dicurigai.
Memperhatikan distribusi yang teramati dari leucocyt XY pada freemartins,
rekomendasi umumnya adalah menilai sekitar 200 sel. Tentu saja, segera
setelah sel XY pertama terdeteksi, penilaian dapat dihentikan. Lebih baru
lagi, teknik molekuler telah dikembangkan untuk diagnosa freemartins.
Misalnya, analisa Southern dengan clone fragmen yang berasal dari
kromosom Y, atau amplifikasi PCR terhadap segmen dari kromosom Y,
dapat digunakan untuk mendeteksi sel XY.

Asas Biologi Tentang Jenis Kelamin


Kita melihat pada Bab 1 bahwa jenis kelamin diwariskan menurut
cara Mendel, yang ditentukan oleh ada atau tidak adanya kromosom Y.
Sampai baru-baru ini, cara bagaimana kromosom Y menggunakan pengaruh
vitalnya tidak diketahui. Akan tetapi, pada tahun 1990, Andrew Sinclair dan
teman-temannya menunjukkan bahwa efek penghasil-jantan dari kromosom
Y adalah karena gen yang mereka namakan SRY, untuk sex-determining
region dari kromosom Y. SRY terletak pada tangan pendek dari kromosom Y,
cukup dekat ke daerah pseudo-autosomal (dijelaskan pada Bab 1).
Pentingnya gen SRY adalah bahwa itu tampaknya memberikan pertanda
awal yang menyebabkan undifferentiated gonad di dalam embrio berkembang
menjadi testis daripada menjadi ovary. Karakter secara tepat dari pertanda
tersebut masih harus dicari, tetapi produk polypeptida dari gen SRY adalah
protein pengikat-DNA, yang konsisten dengan peranannya sebagai
regulator, yang dapat memulai serangkaian tahap perkembangan secara
lengkap yang menyebabkan terbentuknya testis.
Walau masih ada banyak yang perlu dipelajari tentang SRY dan gengen lain yang terlibat dalam perkembangan seksual, prinsip umumnya
adalah bahwa betina adalah jenis kelamin`default'. Dengan kata lain, jika
undifferentiated gonad tidak menerima pesan dari gen SRY, itu berkembang
sebagai ovary, yang hormonnya menimbulkan karakteristik seksual
sekunder betina. Jika gen SRY mengirim pesannya, undifferentiated gonad
tersebut berkembang menjadi testis, yang hormonnya menimbulkan
karakteristik seksual sekunder jantan.

120 - Pengantar ke Genetika Veteriner

Jantan XX dan betina XY


Kadang-kadang ada laporan tentang jantan secara fenotip dengan
karyotipe XX dan betina secara fenotip dengan karyotip XY. Pada banyak
kasus, pemeriksaan secara molekuler menunjukkan bahwa satu dari
kromosom X pada jantan XX mempunyai sisipan yang sangat kecil dari
kromosom Y (yang mencakup gen SRY). Betina XY mempunyai beberapa
penyebab yang mungkin. Pada beberapa kasus, kromosom Y nya mengalami
penghilangan kecil, termasuk gen SRY. Pada kasus lain, mereka mempunyai
alel SRY mutan yang menyebabkan defisiensi polypeptida SRY. Pada kedua
kasus tersebut, dalam ketidak adanya pesan dari gen SRY, individu tersebut
mengembangkan ovary, yang (seperti dijelaskan di atas) kemudian
memunculkan karakteristik seksual sekunder betina. Akan tetapi, beberapa
betina XY mempunyai gen SRY normal, tetapi kehilangan receptor untuk
hormon jantan (androgen) yang dihasilkan oleh testes. Ini berarti bahwa
hormon yang hanya dapat menggunakan pengaruhnya pada perkembangan
seksual sekunder adalah sejumlah kecil hormon betina yang dihasilkan oleh
testes. Hasilnya adalah bahwa individu XY ini mengembangkan semua
karakteristik seksual sekunder betina, walaupun mempunyai testes daripada
ovary. Cacat khusus ini dinamakan testicular feminization. Karena gen
untuk receptor androgen tersebut terletak pada kromosom X, testicular
feminization adalah cacat terpaut-X. Itu telah dilaporkan pada kucing, sapi,
kuda, dan domba, juga pada manusia.

Pengklasifikasian Interseks
Ini bukti dari bab ini bahwa ada kejadian yang berlanjut tentang
individu interseks, yaitu individu yang mempunyai campuran sifat
kejantanan dan kebetinaan.
Beberapa istilah digunakan untuk
mengklasifikasikan interseks. Pertama adalah hermaphrodite.
Dalam
pengertian yang paling luas, istilah ini sama dengan interseks seperti yang
didefenisikan di atas. Akan tetapi, istilah itu kadang kadang digunakan
dalam pengertian yang lebih sempit untuk menunjukkan adanya jaringan
testikuler dan ovarium saja. Individu semacam itu seringkali dinamakan true
hermaphrodite, untuk membedakan dengan pseudohermaphrodite, yang
adalah interseks yang hanya mempunyai jaringan testikuler atau ovarium
saja, tetapi tidak dua-duanya. Jika hanya ada jaringan ovarium saja, interseks
tersebut dinamakan pseudohermaphrodite betina, sedangkan jika hanya
ada jaringan testikuler saja, istilah yang digunakan adalah
pseudohermaphrodite jantan.

Penyimpangan Kromosom - 121

Suatu cara yang sangat berguna untuk mengklasifikasikan interseks


adalah mengacu pada tahapan dimana abnormalitas perkembangan seksual
terjadi. Ini memunculkan tiga kategori berikut ini:
1.

2.

3.

Interseks kromosom: hewan yang perkembangan kelamin abnormalnya


disebabkan oleh abnormalitas pada kromosom kelamin. Ini mencakup
semua kasus mengenai abnormalitas kromosom kelamin yang
didiskusikan pada bab ini.
Interseks kelenjer kelamin: individu yang mempunyai kariotipe betina
normal atau kariotipe jantan normal, tetapi dengan kelenjer kelamin
tidak sesuai dengan kromosom kelaminnya. Termasuk dalam kategori
ini adalah individu XX atau XY yang mempunyai ovarium saja.
Freemartin termasuk dalam kategori ini karena kebanyakan selnya
adalah XX. Juga termasuk dalam kategori ini adalah kasus pada individu
XX atau XY yang kelenjar kelaminnya gagal berkembang, suatu keadaan
yang disebut gonadal dysgenesis.
Interseks fenotip: individu dengan kelenjar kelamin dan kromosom
normal, tetapi dengan abnormalitas pada beberapa atau semua saluran
reproduksinya dan pada karakteristik seksual lainnya. Testicular
feminization termasuk dalam kategori ini.

Kata akhir menganai interseksualitas harus ditinggalkan untuk kasus


kelinci interseks, yang mulai kehidupannya sebagai jantan, yang sudah
menghasilkan lebih dari 250 keturunan. Kemudian kelinci tersebut
kehilangan gairah mengawini betina, dan malah menjadi bunting pada
dirinya sendiri, yang melahirkan tiga anak jantan dan empat betina, yang itu
terpelihara dengan baik dengan susu miliknya sendiri. Kita dapat
menyimpulkan bahwa kira-kira semuanya mungkin terjadi dalam
interseksualitas.

Sampel Cacat Kromosom


Hanya dengan penyakit gen-tunggal pada Bab 3, hal itu mungkin
untuk menggambarkan daftar sampel dari cacat kromosom yang telah
dilaporkan pada hewan. Daftar tersebvut disajikan pada Apendix 4.1. Itu
tidak lengkap, tetapi itu memberikan suatu tinjauan tentang abnormalitas
yang berbeda dan bervariasi yang terjadi.

122 - Pengantar ke Genetika Veteriner

Bacaan Lebih Lauh


Cacat kromosom:
Chastain, C.B. (1992). Pediatric cytogenetics. Compendium on Continuing
Education for the Practicing Veterinarian, 14, 333-41.
Cribiu, E.P. (1992). Cytogenetics and pathology in horse. Recueil de Medecine
Veterinaire, 168, 1005-10.
Fechheimer, N.S. (1990). The domestic chicken (Gallus domesticus) as an
organism for the study of chromosomal aberrations. Journal of Animal
Breeding and Genetics, S5, 43-54.
Long, S.E. (1991). Reciprocal translocations in the pig (Sus scrofa): a review.
Veterinary Record 128, 275-8.
McFeely, R.A. (1993). Chromosome abnormalities. Veterinary Clinics of North
America - Food Animal Practice, 9, (1), 11-22.
Nie, G.J., Momont, H.W., and Buoen, L. (1993). A survey of sex chromosome
abnormalities in 204 mares selected for breeding. Journal of Equine
Veterinary Science, 13, 456-9.
Popescu, C.P. and Pech, A. (1991). Cattle 1/29 translocation in the world
(1964-1990) - a review. Annales de Zootechnie, 40, 271-305.
Induced polyploidy pada ikan:
Mair, G.C. (1993). Chromosome-set manipulation in Tilapia - techniques,
problems and prospects. Aquaculture, 111, 227-44.
Ozoufcostaz, C. and Foresti, F. (1992). Fish cytogenetic research - advances,
applications and perspectives. Netherlands Journal of Zoology, 42, 277-90.
Thorgaard, G.H. (1992). Application of genetic technologies to rainbow trout.
Aquaculture, 100, 85-97.
Fragile sites:
Yang, M.Y. and Long, S.E. (1993). Folate sensitive common fragile sites in
chromosomes of the domestic pig (Sus scrofa). Research in Veterinary
Science, 55, 231-5.
Stone, D.M. and Stephens, K.E. (1993). Bromodeoxyuridine induces
chromosomal fragile sites in the canine genome. American Journal of
Medical Genetics, 46, 198-202.
Cancer:
Schnurr, M.W., Carter, R.F., Dube, I.D., Valli, V.E., and Jacobs, R.M. (1994).
Nonrandom chromosomal abnormalities in bovine lymphoma.
Leukemia Research, 18, 91-9.

Penyimpangan Kromosom - 123

Evolusi karyotip:
Gallagher, D.S. and Womack, J.E. (1992). Chromosome conservation in the
bovidae. Journal of Heredity, 83, 287-98.
Robinson, T.J. and Elder, F.F.B. (1993). Cytogenetics - its role in wildlife
management and the genetic conservation of mammals. Biological
Conservation, 63, 47-51.
Freemartin:
Khan, M.Z. and Foley, G.L. (1994). Retrospective studies on the
measurements, karyotyping and pathology of reproductive organs of
bovine freemartins. Journal of Comparative Pathology, 110, 25-36.
Penetuan jenis kelamin:
Bogan, J.S. and Page, D.C. (1994). Ovary - testis - a mammalian dilemma. Cell,
76, 603-7.
Goodfellow, P.N. and Lovell-Badge, R. (1993). SRY and sex determination in
mammals. Annual Review of Genetics, 27, 71-92.
Gustafson, M.L. and Donahoe, P.K. (1994). Male sex determination - current
concepts of male sexual differentiation. Annual Review of Medicine, 45,
505-24.
Halverson, J.L. and Dvorak, J. (1993). Genetic control of sex determination in
birds and the potential for its manipulation. Poultry Science, 72, 890-6.
Meyers-Wallen, V.N. (1993). Genetics of sexual differentiation and anomalies
in dogs and cats. Journal of Reproduction and Fertility, Suppl. 47, 441-52.
Wachtel, S.S. (ed.) (1993). Molecular genetics of sex determination. Academic
Press, San Diego.
Intersex:
Frankenhuis, M.T., Smith-Buijs, C.M.C., de Boer, L.E.M., and Kloosterboer,
J.W. (1990). A case of combined hermaphroditism and autofertilisation
in a domestic rabbit. Veterinary Record, 126, 598-9.

124 - Pengantar ke Genetika Veteriner

Lampiran 4.1. Sampel mengenai penyimpangan kromosom pada hewan


domestik (Katalog aktual dapat diakses melalui website:
http://morgan.angis.su.oz.au).

Aneuploidi kromosom kelamin


XO
XXX
XXY

kerbau, kucing, anjing, babi,


kuda, domba
sapi, anjing, kuda, kerbau
kucing, sapi, anjing, babi,
domba
kuda, babi
kuda

XXXY
XXXXY
Aneuploidi autosom
trisomi 12, trisomi 16, trisomi 17, trisomi 18, sapi
trisomi 20, trisomi 22, trisomi 23, trisomi 24
trisomi 23, trisomi 26, trisomi 28, trisomi 30
kuda
Ploidi
triploidi
ayam
Translokasi, resiprokal
1/8/9, 8/13, 8/15, 10/11, 20/24, Y/17
sapi
1/4, Z/1, Z/mikrokromosom
ayam
1/3
kuda
babi
1/6, 1/7, 1/8, 1/11, 1/14, 1/15, 1/16, 1/17,
2/4, 2/4/15, 2/14, 3/7, 4/13, 4/14, 5/8,
5/14, 5/15, 6/14, 6/15, 7/11, 7/12, 7/13,
7/17, 8/14, 9/11, 11/15, 13/14, 13/17,
14/15, 15/16, 16/17, X/13, X/14
1/20, 13/20, 23/24
domba
Translokasi, tandem
1/16, 1/18, X/23
sapi
X/15
kuda
Translokasi, penggabungan terpusat (centric fusioni)
23/24
1/4, 1/21, 1/23, 1/26, 1/28, 1/29, 2/4, 3/27,
4/4, 4/8, 5/18, 5/23, 5/26, 6/28, 7/12, 7/21,
8/9, 9/23, 11/21, 11/22, 13/21, 14/20,
14/21, 14/28, 15/25, 16/18, 21/27, 27/29
1/31, 13/23, 21/33
6/15

blue fox
sapi

anjing
kambing

Penyimpangan Kromosom - 125

1/20, 6/26, 7/25, 8/11


13/17
Pembelahan terpusat (centric fission)
3
Penghilangan (deletion)
X
Penyisipan (Insertion)
16
Inversion, paracentric
8
Inversion, pericentric
14, X
2
Isokromosom
Y
Sex reversal
XX male
XY female

126 - Pengantar ke Genetika Veteriner

domba
babi
keledai
kuda
sapi
babi
sapi
ayam
sapi
anjing, kambing, kuda,
llama, babi
kucing, sapi, kuda, domba

Anda mungkin juga menyukai