Kongestif
Obat-Obat
Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal
jantung kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol
gejala-gejala. Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya
yaitu memperbaiki gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup.
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
ACE inhibitors telah digunakan untk perawatan hipertensi lebih dari 20 tahun. Kelompok
obat-obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung
kongestif. Obat-obat ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan
banyak efek-efek merugikan yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasienpasien dengan gagal jantung. Pada berbagai studi-studi dari ribuan pasien-pasien, obatobat ini telah menunjukan perbaikan gejala-gejala yang luar biasa pada pasien-pasien,
pencegahan dari perburukan klinis, dan perpanjangan dari kelangsungan hidup. Sebagai
tambahan, mereka baru-baru ini telah ditunjukan mencegah perkembangan dari gagal
jantung dan serangan-serangan jantung. Kekayaan dari bukti yang mendukung
penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE
inhibitors harus dipertimbangkan pada semua pasien-pasien dengan gagal jantung,
terutama mereka yang dengan kelemahan otot jantung.
Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:
Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas
dari pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalanpersoalan yang signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:
captopril (Capoten),
enalapril (Vasotec),
lisinopril (Zestril, Prinivil),
benazepril (Lotensin), dan
ramipril (Altace).
Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok
alternatif dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin
digunakan. Obat-obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors,
namun sebagai gantinya menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya
secara langsung. Studi awal yang kecil dari salah satu dari agen-agen ini menyarankan
manfaat kelangsungan hidup yang lebih besar pada pasien-pasie gagal jantung kongestif
yang lebih tua dibandingkan dengan ACE inhibitor. Bagaimanapun, studi follow-up yang
lebih besar gagal untuk menunjukan keunggulan dari ARBs atas ACE inhibitors. Studistudi lebih jauh sedang dalam perjalanan untuk menyelidiki penggunaan dari agen-agen
ini pada gagal jantung kongestif kedua-duanya yaitu sendirian dan dalam kombinasi
dengan ACE inhibitors.
Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang
berhubungan dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum.
Contoh-contoh dari kelompok obat-obat ini termasuk:
losartan (Cozaar),
candesartan (Atacand),
telmisartan (Micardis),
valsartan (Diovan), dan
irbesartan (Avapro).
Beta-blockers
Hormon-hormon tertentu, seperti epinephrine (adrenaline), norepinephrine, dan
hormon-hormon serupa lain, bekerja pada reseptor beta dari beragam jaringan-jaringan
tubuh dan menghasilkan efek stimulasi. Efek dari hormon-hormon ini atas reseptorreseptor beta dari jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Betablockers adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormon-hormon yang
menstimulasi ini atas reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Karena
diasumsikan bahwa menghalangi reseptor-reseptor beta lebih jauh menekan fungsi dari
jantung, beta-blockers secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-pasien dengan
gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, bagaimanapun, efek stimulasi dari
hormon-hormon ini, sementara awalnya bemanfaat dalam memelihara fungsi jantung,
tampaknya mempunyai efek-efek yang merugikan pada otot jantung dari waktu ke waktu.
Bagaimanapun, studi-studi telah menunjukan manfaat klinik yang mengesankan dari
beta-blockers dalam memperbaiki fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada pasuienpasien gagal jantung kongestif yang telah meminum ACE inhibitors. Tampaknya bahwa
kunci untuk sukses dalam menggunakan beta-blockers pada gagal jantung kongestif
adalah untuk memulai dengan dosis yang rendah dan meningkatkan dosis dengan sangat
perlahan. Pertama, pasien-pasien mungkin bahkan merasa patients may even feel a little
worse and other medications may need to be adjusted.
penahanan cairan,
tekanan darah rendah,
nadi yang rendah, dan
kelelahan keseluruhan dan kepala-kepala yang enteng.
Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakitpenyakit signifikan yang tertentu dari saluran-saluran udara (contohnya, asma,
emphysema) atau denyut-denyut jantung istirahat yang sangat rendah. Sementara
carvedilol (Coreg) telah menjadi obat yang dipelajari paling menyeluruh dalam setting
dari gagal jantung kongestif, studi-studi dari beta-blockers lain juga telah menjanjikan.
Penelitian yng membandingkan carvedilol secara langsung dengan beta-blockers lain
dalam merawat gagal jantung kongestif sedang berlangsung. Metoprolol (Toprol XL)
yang beraksi lama adalah juga sangat efektif pada pasien-pasien dengan gagal jantung
kongestif.
Digoxin
Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif
beratus-ratus tahun. Ia dihasilkan secara alamiah oleh tanaman berbunga foxglove.
Digoxin menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Ia juga mempunyai
aksi-aksi lain, yang tidak dimengerti sepenuhnya, yang memperbaiki gejala-gejala gagal
jantung kongestif dan dapat mencegah lebih jauh gagal jantung. Bagaimanapun, studi
yang diacak dalam skala besar gagal untuk menunjukan efek mana saja dari digoxin atas
kematian.
Digoxin bermanfaat untuk banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala gagal jantung
kongestif yang signifikan, meskipun kelangsungan hidup jangka panjang mungkin tidak
terpengaruh. Efek-efek sampingan yang potensial termasuk:
mual,
muntah,
gangguan-gangguan irama jantung,
disfungsi ginjal, dan
kelainan-kelainan elektrolit.
lain dengan memajukan aliran dari cairan melalui ginjal-ginjal. Meskipun mereka efektif
dalam membebaskan gejala-gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, mereka
telah tidak ditunjukan berdampak secara positif pada kelangsungan hidup jangka panjang.
Meskipun demikian, diuretics tetap kunci dalam mencegah perburukan dari kondisi
pasien dengan demikian keperluan opname rumah sakit. Ketika opname rumah sakit
diperlukan, diuretics seringkali dimasukan secara intravena karena kemampuan untuk
menyerap diuretics oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestifnya parah.
Efek-efek sampingan yang potensial dari diuretics termasuk:
dehidrasi,
kelainan-kelainan elektrolit,
tingkat-tingkat potassium yang sangat rendah,
gangguan-gangguan pendengaran, dan
tekanan darah rendah.
furosemide (Lasix),
hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),
bumetanide (Bumex),
torsemide (Demadex),
spironolactone (Aldactone), and
metolazone (Zaroxolyn).