Anda di halaman 1dari 13

Nama

: Pindo Rachmadius Putra

NIM

: F1D213006

Prodi

: Teknik Geologi

1. Proses Tektonik Pulau Sumatra ?

Negara Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu Eurasia,
lempeng Pasific, dan lempeng Indo-Australia. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan
lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific
di utara Irian dan Maluku utara. Salah satu hasil pertemuan ketiga ini membentuk pulau
Sumatra.
Pulau Sumatera
Pulau Sumatera terletak pada bagian tepi selatan dari pada lempeng Benua Eurasia
yang berinteraksi dengan lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak kearah utara
timurlaut. Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur
adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar
Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering
sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan
berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah

Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,
dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu
saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.
Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini
memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap
bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian
selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang
miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
Kerangka Tektonik Pulau Sumatra
Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur
konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng
Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda
dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa
Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah
jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW
dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya
pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksioblique dan pengaruh
sistem mendatar Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra
(Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan
cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra
Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen
di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang
Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20E
dengan rata-rata pergerakannya 6 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra
berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic
fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan
Sidi, 2000):
1.

Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arcSunda dan yang
memisahkan dari lereng trench.

2.

Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outerarc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.

3.

Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan.
Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit
Barisan.

4.

Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada
Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.

5.

Intra-arc Sumatra,

dipisahkan

oleh uplift berikutnya

dan

erosi

dari

daerah

pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc
basin.
Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan
Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang
busur karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya. Cekungan ini
berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda sebagai
bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier
Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur
maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur
utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara
atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang
membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan
cekungan lainnya di Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola
Jambi sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah timurlautbaratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di Cekungan Sumatra
Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh pengaktifan
kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi
dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu
kuat.
Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono
dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang
berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur
geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan.
Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik

Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan
pola perlipatan di permukaan.
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan
Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini
menghasilkan sesar geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka,
Pantai Selatan Lampung, MusiLineament dan N S trend. Terjadi wrench movement dan
intrusi granit berumur Jurasik Kapur.

Gambar Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk,
1992).

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal
dan sesar tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau
terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal
dari cekungan yaitu Formasi Lahat.

Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono
dkk, 1992).

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu
terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air

Benakat, dan Formasi Muara Enim.


Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan
pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi
pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang
mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas
volkanisme pada cekungan belakang busur.

Gambar Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono
dkk, 1992).

Sistem Subduksi Sumatra


Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman
Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana aktivitas
tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di
Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia
terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan
Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan
patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan
yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar
yang berarah utara-selatan.
Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan
(forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P.
Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di
tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault yang membelah Pulau Sumatera
mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut
Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas
sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus
terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia
bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah
timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis
jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran
pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih
berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima

tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki
pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang
dibandingkan terumbu karang.
Sistem Sesar Sumatra
Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan
kedua lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian
busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.
Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan
jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault yang membelah
Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus
sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser
sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah
longsor.
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar
Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif,
yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya
pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat
Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada
di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor,
disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh
sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika
terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran
pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih
berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima
tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki

pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang
dibandingkan terumbu karang.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,
yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempenglempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan
ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai
kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena
terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30
milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983
dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai
sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini,
menurut teori indentasi pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar
geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara
tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan
busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi.
Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik
Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh,
2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun
lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak
beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Periode Tektonik Pulau Sumtera
Penjelasan mengenai periode tekton ik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah
berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Sematera utara yang
menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu central basin dan cekungan
Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin. Berikut adalah penjelasan masing
masingperiode yang terjadi di masing masing cekungan tersebut.
a.

Cekungan Sumatera Utara (forearc basin)

Mempunyai bentuk segitiga yang membuka ke utara, dibatasi oleh tinggian Asahan
disebelah tenggara dari cekungan Sumatera Tengah. Pengendapan Eosen sampai Oligosen
dibagian barat cekungan dicirikan oleh sedimen klastis kasar (Fm. Meucampil) yang tidak
mengalami deformasi, dan berubah secara berangsur ke timur menjadi endapan karbonat
paparan (Fm. Tampur). Tidak dijumpainya endapan volkanik yang tersebar luas di dalam
Fm . Meucampil, mungkin merupakan indikasi bahwa busur luar yang berada disebelah barat
Sumatera Utara, sebagian besar adalah tidak bergunung api, yang juga berarti bahwa tidak
ada atau hanya sedikit saja terjadi proses subduksi pada kala itu.
1.

Oligosen akhir hingga Miosen Awal

Pengendapan di cekungan Sumatera Utara adalah konglomerat alas (Fm. Parapat) dan
endapan-endapan graben dengan fasies paralis dan darat (Fm. Bruksah). Di bagian-bagian
lain , terjadi endapan marin dalam cekungan terbatas dengan lingkungan reduksi (Fm.
Bampo).
2.

Miosen Awal-Miosen Tengah

Dicirkan oleh adanya ketidakselarasan yang dapat diamati cekungan Sumatera Utara.
3.

Miosen Akhir Hingga Sekarang

Dicirikan oleh pendangkalan dari Fm. Baong serta dimulainya pengendapan klastik kasar Fm.
Ketapang yang kemudia disusul oleh endapan-endapan yang melimpah dari sedimen-sedimen
yang sangat kasar dengan lingkungan darat sampai transisi dari formasi-formasi seurula dan
Julu Rayau.
b.

Cekungan Sumatera Tengah (central basin)


Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil

sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum


Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster,
1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan tektonik
di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase
1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen Awal-Miosen
Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut
sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-Tertiary)Batuan
dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan
samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek
pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah

tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai
elemen struktur F0.
Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang
merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami
reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk
pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang.
Tinggian tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen
selanjutnya.2. Episode F1 (26 50 Ma)
Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1
terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi
struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua
Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah
selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan
Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di
Cekungan

Sumatra

Tengah.

Horst-Graben

ini

kemudian

menjadi

danau

tempat

diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.


Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai
oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil
dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3.
Episode F2 (13 26 Ma) Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah.
Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sagphase), diikuti oleh pembentukan Dextral
Wrench Fault secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur
tua yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault,
Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada
episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari
Kelompok Sihapas diendapkan.4.
Episode F3 (13-Recent) Episode F3 berlangsung pada kala Miosen TengahResendisebut juga Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur
akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault
yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan
Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah

barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan
sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi
Minas secara tidak selaras.
c.

Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)


Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan

cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi
antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera
India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya
dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda (Sunda
Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh
Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakantelah terjadi 3
episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio
Plistosen. Episode pertama, endapan endapan Paleozoik danMesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah
membentuk pola dasar struktur cekungan.
Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk
sesar berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar sesar geser.Episode kedua pada Kapur
Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak tensional yang membentuk grabendan
horst dengan arah umum utara selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik
dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk
struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang Akar. Episode ketiga berupa
fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi
regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk
konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang
sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen
Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah
sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada
Plio-Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat

pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur
yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa PlioPlistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang
berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat lauttenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.
2.

Jelaskan Kekar(Joint) , Rekahan?


Kekar (Joint)
Kekar adalah suatu retakan pada batuan yang tidak/belum mengalami pergerakan. Kekar

dapat menjadi tempat tersimpannya sumber mineral industri tertentu, atau sebagai jalan bagi
aliran air tanah.
Kekar dapat terbentuk sebagai:
1.

Kekar pengkerutan, disebabkan oleh gaya pengkerutan yang timbul karena


pendinginan atau pengeringan, biasanya berbentuk poligonal yang memanjang.

2.

Kekar lembaran, sekumpulan kekar yang sejajar dengan permukaan tanah, terutama
pada batuan beku. Terbentuk karena hilangnya beban di atasnya.

3.

Kekar tektonik, terbentuk karena proses tektonik, atau gaya-gaya akibat pergerakan
permukaan bumi.

a. Berdasar genesanya
1.

Kekar gerus:

kekar yang terbentuk oleh gaya kompresi. Biasanya berpasangan, pada

breksi memotong fragmen, bidang kekar lurus dan rata. Batuan akan menjadi terkoyak atau
menjadi rapuh.
2.

Kekar tarik :

terbentuk oleh gaya tarik. Biasanya tidak berpasangan, tiak memotong

fragmen pada breksi, bidang kekar biasanya tidak lurus dan tidak rata. Batuan menjadi
terbuka
b. Kedudukan terhadap bidang lain
1.

Dip joint Jurusnya relatif sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan

2.

Strike joint Jurusnya sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan

3.

Bedding joint Bidangnya sejajar dengan bidang perlapisan batuan di sekitarnya

4.

Diagonal joint Jurusnya memotong miring bidang perlapisan batuan sekitarnya

Rekahan
Disebut juga kekar atau joints, struktur yang terbentuk karena pengaruh gaya regangan,

sehingga batuan retak-retak, namun masih bersambung. Jadi, gayanya tegak lurus pada
bidang permukaan retakan, mengarah ke dua arah yang berlawanan. biasanya terjadi
pada batuan yang rapuh, sehingga dengan tenaga kecil saja sudah membuatnya retak-retak.
Pada umumnya, retakan ditemukan pada puncak antiklinal, dan dikenal dengan nama tectonic
joint.

Anda mungkin juga menyukai