Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang
neurology khususnya anak. Kejang demam jarang terjadi pada epilepsy, dan kejang demam ini
secara spontan dapat sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
lazim pada masa anak, dengan prognosa yang baik secara seragam. Namun, kejang demam
menandakan adanya penyakit infeksi akut yang serius yang mendasari sehingga setiap anak
harus diperiksa secara cermat dan secara tepat diamati mengenai penyebab demam yang
menyertai1. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan
hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di
kemudian hari 1.Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana
kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah
pernahsebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa 1.Sifat kejang
perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama
serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertaiditeliti,
termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.Pada
neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi. Kejang demam jarang terjadi
pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpaterapi tertentu. Kejang demam
ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara
seragam..Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi terutama
mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat untuk profilaksis rumat .Dengan
latar belakang tersebut, penyusun merasa perlu untuk mengangkat kejadian kejangdemam ini
dalam sebuah referat yang berjudul Kejang Demam dan Penatalaksanaannya;mengacu pada
perkembangan penatalaksanaan kejang demam terkini 2.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi
Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang
seizure dan konvulsi .Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal
yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf diotak yang tidak dapat
dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacammacam, dapat berupa penurunan kesadaran,gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan),
konvulsi dan fenomenapsikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi
dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan
konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bias dikendalikan, biasanya
bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang
hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.11
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis, yang akan lebih mudah bila serangan
terjadi di hadapan kita. Sangatlah penting untuk membedakan apakah seranga yang terjadi adalah
kejang atau serangan yang menyerupai kejang.5
Keadaan
Onset

Kejang
Tiba-tiba

Menyerupai kejang
Mungkin gradual

Lama serangan

Detik/menit

Beberapa menit

Kesadaran

Sering terganggu

Jarang terganggu

Sianosis

Sering

Jarang

Gerakan ekstremitas

Sinkron

Asinkron

Stereotipik serangan

Selalu

Jarang

Lidah tergigit atau luka lain

Sering

Sangat jarang

Gerakan abnormal bola mata

Selalu

Jarang

Fleksi pasif ekstremitas

Gerakantetap ada

Gerakan hilang

Dapat di profokasi

Jarang

Hampir selalu

Tahanan terhadap gerakan pasif

Jarang

Selalu

Bingung pasca serangan

Hamper selalu

Tidak pernah

Iktal EEG abnormal

Selalu

Hamper tidak pernah

Pasca iktal EEG abnormal

Selalu

Jarang

Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1,2,3 Mengenai definisi
kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis
besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.1,2 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 38C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui. 1 Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang
demam 6.
B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang
demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4

C. Faktor Risiko

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.3
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
(kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur
yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1,2,3
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama
sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun
pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai
umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.1
D. Klasifikasi
Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria untuk penggolongan
tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita,
lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya.12
Klasifikasi menurut Prichard dan Mc Greal 12.
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu :
1

kejang demam sederhana

kejang demam tidak khas.

Kejang demam sederhana


1

kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan.

usia penderita antara 6 bulan- 4 tahun.

suhu 1000 F ( 37,780C) atau lebih

lamanya kejang berlangsung selama kurang dari 30 menit

keadaan neurologi ( fungsi saraf ) normal dan setelah kejang juga tetap normal

EEG (electro encephalography-rekam otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah
normal.

Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam tidak
khas.
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana
( simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by
fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan
bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak
yang diperkirakan.3
Ciri Kejang Demam sederhana menurut Livingston 13:
1

kejang bersifat umum

lamanya kejang berlangsung singkat ( kurang dari 15 menit)

usia waktu kejang demam muncul kurang dari 6 tahun

frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

EEG normal

Kriteria kejang yang dicetuskan oleh demam menurut Livingston :


1

kejang berlangsung lama atau bersifat fokal/ setempat

usia penderita lebih dari 5 tahun saat serangan kejang demam pertama

frekuensi serangan kejang demam melebihi 4 kali dalam satu tahun

gambaran EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi adalah abnormal.
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut

setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana ialah:3
1

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

Kejang bersifat umum.

Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok
kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan
demam hanya merupakan faktor pencetus saja.2
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama12
Fukuyama membagi kejang demam menjadi 2 golongan :
1. kejang demam sederhana
2. kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu :
1. di keluarga tida ada riwayat epilepsi
2. sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6bulan 6 tahun
4. lamanya kejang demam berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. kejang demam tidak bersifat fokal
6. tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan
8. kejang demam tidak berulang dalam waktu yang singkat.
Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka digolongkan sebagai kejang
demam jenis kompleks.

E. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko kejang
demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang tidak begitutinggi
dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain, seperti riwayat kejang demam
pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problempada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.

Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang
disebabkanoleh banyak macam agent, antara lain : 12
Bakteri

Penyakit pada Tractus Respiratorius

Pharingitis
Tonsilitis
Otitis Media
Laryngitis
Bronchitis
Pneumonia

Pada Gastro Intestinal Tract :

Dysenteri Baciller,
Shigellosis
Sepsis.

Pada tractus Urogenitalis :

Pyelitis
Cystitis
Pyelonephritis
Virus:Terutama yang disertai exanthema :
Varicella
Morbili
Dengue
Exanthemasubitung
F. Patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawaglukosa
yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi oleh membranyang dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecualiClorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi ion K + di dalam sel neuron tinggi dankonsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel tersebut maka terjadi beda potensialyang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi danenzim Na-KATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membransel dipengaruhi oleh:
1
2

perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler


rangsangan yang dating nya mendadak,baik rangsangan mekanis, kimia, maupun aliran
listrik dan sekitarnya.
3 perubahan patofisiologi dari membrane karena penyakit atau kelainan turunan.
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membransel yang
didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan
channel ion K + tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+,sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatupotensial aksi. Dan sebaliknya,
untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channelion K + harus terbuka dan channel ion
Na+harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K + sehingga mengembalikan potensial
membran lebih negative atau ke potensial membrane istirahat.

Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron,terdapat
celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dandendrite neuron
post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini,dibutuhkan peran dari suatu
neurotransmitter.

Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :


1.Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif danmengeksitasi
neuron post sinaps
2.Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negativesehingga
menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (GammaAminobutyric Acid ).
Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsydan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokuskejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.Aktivitas kejang
sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihantersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifatepileptogenik sedangkan lesi di
serebelum dan batang otak umumnya tidak memicukejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomenabiokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun


danapabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

Kelainan

polarisasi

polarisasi

berlebih,

hipopolarisasi,

atau

selang

waktu

dalamrepolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.12

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang tinggi , kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai
terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak
yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
diotak sehingga terjadi epilepsi.3
G. Manifestasi klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengn kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. 1,2,3,5Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.1,2,3,45
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari
15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis
Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka
kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya
terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan
intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah
ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi.
Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya
kejang tanpa demam.
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam
dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang
perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak,1,2,3,4,5,6,7yaitu:
1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan
menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah
diterbitkan, cairan cerebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang
demam yang:

-Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).


-mengalami komplek partial seizure.
-Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya).
-Kejang saat tiba di IGD.
-Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah
kejang demam adalah normal.
-kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem sarap
pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotikk sebelumnya,
gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat
dianjurkan untuk dilakukan.7
2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali
tanpa adanya defisit neurologis.2,3 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang
dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi
akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi. 2,3,4,5 EEG dapat
memperlihatkan gelombang lambat didaerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris,
kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada
hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah
serangan kejang.1 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana.1,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit., kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7
4. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat dindikasikan pada keadaan:

Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.

Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).

Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang,


fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil).6

I. Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan didalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. 2 Oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau
epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadangkadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga
menyerupai kejang demam.1

J. Perjalanan Penyakit
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan neurologis,
berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari. Mortalitas pada
kejang demam sangat rendah, hanya rendah, hanya sekitar 0,64-0,74%.2
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia,
koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan
hiperaktivitas walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.2

Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.
Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih rendah
ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko
retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang
tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung
kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar
2-5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa diantara 201
pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa demam (epilepsi),
sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2 % pada
kejang demam sederhana dan 30% pada kejang demam atipikal. Diindonesia, Lumbantobing
melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan terjadinya
epilepsi adalah

2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami

berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:


1

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan.

Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung.

Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2-3, sedangkan apabila
terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang terjadi
setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering adalah epilepsi motor umum
yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks.
Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya
berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya
berulang dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg
melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang
demam lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu
sebanyak 50%. Bila kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko

berulangnya kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi.
Anak dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga
lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2
K. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu: pengobatan
fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya
kejang demam..3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.2,3,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3
menit apabila diazepam diberikan intrvena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang
tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar
mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau
sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan dengan kecpatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien dapat
kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat dengan masa kerja
yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan secara intramuskular
dengan loading dose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan
24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernafasan, hipotensi, letargi
dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga mempunyai

efek samping hipotensi dan depresi pernafasan,sebab itu setelah pemberian fenobarbital dosis
tinggi jangan diberikan diazepam. 2,3,7,8
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama,. Walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas,
sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk
mencari penyebab.1,2,3
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila sering
berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
1

Profilaksis intermittent pada waktu demam.

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).

Profilaksis intermittent
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien
atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus
cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi.
Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam
intermittent memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan
diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu
38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.1,2,3,7,8
Kepustakaan lain menyebutkan

bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif karena

kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan. Efek sedasi
diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem
saraf pusat.10

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)


Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian
hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam
2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. 1
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria ( termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:
1

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
( misalnya serebrl palsy atau mikrosefal).

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis
sementara atau menetap.

Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.

Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka berikan profilaksis intermittent yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau
rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.1,3
ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG11
5 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan nafas, kebutuhanO2 atau bantuan
pernafasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,
Diazepam rektal 0,5mg/kg
dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rektiol
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 0,5 mg/kg/dosis)

dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan


interval 5 - 10 menit
15 20 menit

Kejang ( - )

Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi
Kejang ( + )
Fenitoin IV (15-20mg/kg) diencerkandgn
NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit
atau dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsivus


Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
FenitoinIV 5-7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang ( + )
Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg

Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan

Kejang ( + )
Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg


diberikan 12 jam kemudian

Pentobarbital IV 5-15mg/kg
bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

L. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
a

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia dibawah 6 bulan

Kejang demam pertama

Dijumpai kelainan neurologis

M. Edukasi pada orang tua 6

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa meninggal. Kecemasan ini harus
dikruangi dengan cara :
1. Meyakinkan bahwa kejang demama umumnya benign
2. Memberikan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping.
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi

N. Beberapa hal yang harus dikerjakan, bila kembali kejang 6.


1

Tetap tenang dan tidak panik.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukan sesuatu ke dalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

Tetap bersama pasien selama kejang.

Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

O. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian.2,3 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian 0,46%
dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%
yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam lagi kirakira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya kurang dari umur
19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan neurologis ( meskipun

minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti lebih dari 30 menit atau berulang
karena penyakit yang sama.4
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal (1973)
mendapatkan:
-Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.
-Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah 25%.
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana hanya 2,9 %
yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97%
yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor:
a

Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja
(Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).
P. Pencegahan
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus,
kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai
tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini
sekarang sudah jarang dilakukan.
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita demam,
bisa diberikan diazepam ( baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

BAB III
KESIMPULAN

1. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektaldiatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi
pada2 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun.
2. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang
demamkeluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan
genetik.Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak
dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.
3. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) berlangsung singkat, kurang dari 15
menitdan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80 % diantara seluruh kejang demam.
4. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) adalah kejang dengan salah satu
ciri berikut :
a. Kejang lama lebih dari 15 menit.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

5. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratoriumyang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
6.Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkankemungkinan meningitis.
7. Diagnosis banding dari kejang demam adalah meningitis, ensefalitis, abses otak.
8.Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
9. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
10. Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkaninfeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
salurankemih.
11. Saat kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
yangdiberikan secara intravena Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan
lahandengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg.
12. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal.Dosis diazepam rektal adalah 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mguntuk berat badan lebih dari 10 kg.
13. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejangdemam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
14. Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg BB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkanresiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam
rektal dosis 0,5mg/kg BB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
15. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
16. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut(salah satu) :
a. Kejang lama > 15 menit.
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

c. Kejang fokal
d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun.
17. Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis,
danfenobarbital 3 4 mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun
bebaskejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan

DAFTAR PUSTAKA
1

Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.
Jakarta: 2000;

S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP.
IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA
FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.

Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid


2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; Hal 434-437.

Mangunatmadja, Irawan; Hot Topics in Pediatrin II. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia RS. DR Cipto Mangunkusumo. Balai Penerbit FKUI: 2002

Ismael Sofyan; dkk; Konsensus Penanganan Kejang Demam; Unit kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anank Indonesia. Jakarta : 2005

http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics;

http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion

www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

10 http://www.scribd.com/doc/46491709/Referat-Kejang-Demam
11 http://www.scribd.com/doc/60533552/Referat-Kejang-Demam
12 Lumbantobing, M,S; Kejang Demam (Febrile Convulsions) ; Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta : 2002
13 Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.
Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; Hal 252

Anda mungkin juga menyukai