Isi Last Skenario
Isi Last Skenario
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kedokteran gigi tidak hanya membahas gigi geligi tetapi meluas ke rongga mulut
yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit jaringan lunak pada rongga
mulut dewasa ini, menjadi perhatian serius para ahli terutama dengan meningkatnya kasus
kematian yang disebabkan kanker yang ada di rongga mulut khususnya pada nrgara-negara
berkembang di Asia. (Saranath dkk, 1991)
Mukosa mulut merupakan salah satu daerah yang aktif melakukan pembelahan sel,
sehingga mukosa mulut cepat memberi respon, termasuk terhadap terapi radiasi kanker
daerah kepala dan leher. Respon mukosamulut ini dapat berupa kemerahan sampaiulserasi
yang luas atau mukositis. Mukositis merupakan salah satu efek samping dari terapi radiasi
pada penderita kanker kepala dan leher. Meskipun bersifat sementara, mukositis tidak
terhindarkan dari terapi radiasi. Mukositis ini dapat menimbulkan rasa sakit yang
menyulitkan pasien untuk makan dan minum, bahkan dapat mengganggu jadwal terapi
radiasi kanker. (http:/repository.usu.ac.id/handle/123456789/7938)
Radioterapi merupakan salah satu pengobatan kanker dengan menggunakan sinar
pengion. Bila sinar ini dipaparkan ke jaringan akan terjadi peristiwa ionisasi molekul airyang
mengakibatkan terbentuknya radikal bebas di dalam sel, dimana pada akhirnya akan
menyebabkan kematian sel, terutama sel kanker. Dosis radiasi yang diberikan pada penderita
kanker merupakan faktor pentingdalam terapi ini karena dapat menimbulkan efek. Selain
dosis, volume jaringan teradiasi, jenis radiasi pengion dan kepekaan komponen sel
turutmempengaruhi efek radiasi tersebut.
Kemampuan pasien menjaga kondisi mulutnya agar tetap sehat saat menjalani terapi
radiasi merupakan perawatan yang teraman dan termurah dalam menanggulangi mukositis,
selain keterlibatan dokter gigi. Penatalaksanaan non bedah yang tepat dapat mengatasi
kondisi ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa macam-macam efek samping dari terapi radiasi pada jaringan linak rongga mulut?
2. Bagaimanakah perawatan dari masing-masing efek samping terapi radiasi pada jaringan
lunak rongga mulut?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan apa saja macam-macam efek
samping dari terapi radiasi pada jaringan linak rongga mulut.
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah perawatan dari
masing-masing efek samping terapi radiasi pada jaringan lunak rongga mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hampir satu juta orang penderita kanker berkembang invasif setiap tahun. Dari jumlah
tersebut, 40% akan menerima manfaat kuratif dari tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi,
maupun kombinasi dari beberapa terapi tersebut. Pada kasus pasien dengan kanker kepala dan
leher, diperlukan pendekatan oleh tim medis untuk mendapatkan manajemen yang efektif. Saat
2
radioterapi diindikasikan kepada pasien, kesehatan rongga mulut pasien harus dicek secara
menyeluruh serta dijaga baik-baik. (Journal of the American Dental Association, Vol. 119, 1991)
Semua anggota tim pengobatan kanker harus diberitahu tentang rencana pengobatan
kanker. Perawatan rongga mulut harus dimulai pada awal radioterapi. Hal ini dilakukan agar
dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan kepatuhan si pasieb. Terapi radiasi tubuh total
dan terapi radiasi pada kepala dan leher akan menyebabkan efek langsung maupun tidak
langsung pada jaringan rongga mulut dan sekitarnya, dan dapat bersifat akut atau kronis.
Komplikasi ini mungkin termasuk mucositis, xerostomia, karies gigi, hilangnya indra perasa,
trismus, infeksi, osteoradionecrosis, dan kelainan pertumbuhan dan perkembangan. (Journal of
the American Dental Association, Vol. 119, 1991)
Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan terapi radiasi.
Komplikasi pada rongga mulut akibat terapi radiasi dapat mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Evaluasi pada gigi dan jaringan sekitar rongga mulut dapat mengurangi insiden dan
tingkat keparahan akibat komplikasi terapi radiasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi:
pemeriksaan gigi secara menyeluruh untuk mengidentifikasi masalah yang sudah ada
sebelumnya. Diagnosis kanker, riwayat medis pasien, riwayat kesehatan gigi, kondisi
periodontal, pemeriksaan radiografi, dan status gizi pasien.
kepatuhan pasien agar tidak merokok dan menjaga kesehatn rongga mulut sangat penting.
Edukasi terhadap pasien dan keluarganya, konseling, dan motivasi akan meningkatkan
kesuksesan terapi radiasi. Semua efek samping potensial harus diidentifikasi. (Wang,
C.C., 1989)
Komplikasi Akut dan Subakut akibat Terapi Radiasi pada Rongga Mulut
Reaksi akut adalah gejala-gejala yang timbul selama atau segera setelah terapi radiasi dan
dapat disembuhkan dalam waktu sembilan puluh hari pasca-terapi.
1. Mukositis
Salah satu gejala pertama dari komplikasi radiasi adalah mukositis, mukositis dapat
muncul saat 12-17 hari setelah dimulainya terapi. Peradangan mukosa dapat bervariasi
berdasarkan dosis radiasi, sasaran dan durasi terapi. Mukositis oral mucul dengan gejala eritema
ringan merata, sebagian kasus mengalamo ulserasi. Agen kemoterapi seperti 5FU, prokarbazin,
metotreksat, dapat meningkatkan keparahan gejala-gejala. Saat ini, tidak ada obat yang tersedia
untuk mencegah mucositis.
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah meminimalkan tingkat morbiditas yang
berlebihan dari mukosa oral. Hal ini dilakukan dengan merancang portal yang membatasi
paparan jaringan agar tidak berisiko menimbulkan suatu neoplasia.
Berkurangnya produksi saliva dan kerusakan papilla pengecapan dapat mengubah sensasi
indra perasa selama radioterapi. Seringkali, pasien mengeluh rasa berlebihan pada saat makan.
(Joyston-Bechal, S, 1992).
Manajemen
4
Banyak terapi oral yang belum teruji topikal dapat mengurangi gejala mucositis oral.
Efikasi dan keamanan dari agen belum ditetapkan. Ramuan Saat ini diterima mencakup
kombinasi Benadryl, Kaopectate, IBU, antasid, sucralfate, kortikosteroid, dyclonine, dan kental
lidokain. Jika rasa sakit cukup parah untuk mengunyah makanan, analgesia sistemik harus
dipertimbangkan. Gejala ekstrem dalam peradangan mukosa yang menunjukkan lesi konfluen
mungkin memerlukan istirahat selama perawatan untuk memungkinkan jaringan beregenerasi.
Namun, penghentian pengobatan dapat berbahaya dengan mengakibatkan repopulasi sel tumor
yang cepat selama istirahat dalam terapi. Obat kumur harus dihindari. Alkohol dan fenol yang
terkandung dapat mengeringkan mukosa dan menyebabkan rasa sakit lebih lanjut. Obat kumur
klorheksidin harus teratur digunakan sebelum, selama, dan pasca terapi radiasi. (Joyston-Bechal,
S, 1992).
2. Xerostomia
Terapi radiasi tubuh lokal dan total ireversibel dapat mempengaruhi produksi dan kualitas
saliva di dalam kelenjar ludah mayor dan minor. Dosis serendah 20 Gy akan menghasilkan
perubahan klinis seperti saliva yang kental. Secara khusus, jika kelenjar parotis berada dalam
bidang yang diterima dosis 40Gy atau lebih, maka akan berisiko mengakibatkan kerusakan
kelenjar secara permanan. Penggunaan obat yang dapat memicu xerostomia (yaitu psikotropika,
antiemitics, antihistamin, dan ribuan obat umumnya diresepkan lainnya.) harus dipertimbangkan
dengan cermat.
Diagnosis xerostomia didasarkan pada pemeriksaan subjektif maupun objektif. Mulut
kering dapat mempengaruhi kemampuan berbicara, pengecapan, pengunyahan makanan dan
kemampuan pasien untuk memakai prostesa. Saliva mengandung senyawa antimikroba yaitu
sIgA dan mucin yang mengurangi bakteri patogen dan mengurangi risiko infeksi pada orofaring.
Namun, peran air liur yang paling penting terletak pada kemampuannya untuk secara mekanis
membersihkan gigi dan jaringan lunak. Oleh karena itu terapi radiasi yang mengakibatkan
xerostomia dapat pula menyebabkan peningkatan insiden karies, terutama di bagian servikal
mahkota klinis di cementoenamel junction. Demikian pula, perubahan dalam konten dan
kuantitas saliva juga mengarah ke peningkatan kejadian kandidiasis dan penyakit periodontal.
(Joyston-Bechal, S, 1992).
5
Manajemen
Manajemen xerostomia diterapi dengan beberapa tahapan. Pertama, menyikapi keluhan
utama pasien dari mulut kering yang kronis, pengobatan paliatif umumny, memanfaatkan saliva
buatan, membawa air untuk membasahi mulut secara periodik. Saliva buatan tersedia dalam dua
jenis. Semua mengandung elektrolit umum ditemukan dalam saliva termasuk yang biasanya
digunakan untuk remineralisasi dan harus digunakan pada pasien gyrus. Solusi lainnya
mengandung dextran yang harus dicadangkan untuk pasien edentulous agar tidak menaikkan
indeks karies. Sialogogues (pilokarpin) juga dapat digunakan untuk merangsang sekresi saliva.
Obat ini mengurangi banyak masalah yang dihadapi selama terapi.
Namun, aspek penting dalam mengelola pasien yang menjalani terapi radiasi dengan
dampak xerostomia adalah mengendalikan risiko untuk penyakit omulut. Oleh karena itu,
penjagaan kebersihan mulut dengan fluorid topikal, obat kumur klorheksidin, dan perawatan gigi
secara teratur diperlukan. Selain itu, saran diet dianjurkan untuk mengurangi asupan makanan
yang berpotensi menyebabkan karies. (Joyston-Bechal, S, 1992).
3. Kandidiasis
Efek lain akut umumnya terkait dengan mucositis adalah kandidiasis oral. Kolonisasi
jamur pada jaringan yang rusak dapat mengintensifkan efek gejala radiasi pada mukosa.
Praktisi harus menyadari beberapa akibat dari jamur kandida termasuk pseudomembran
(plak putih dilepas dengan dasar eritematosa), hiperplastik kronis (leukoplakia), dan cheilitis
kronis. Infeksi ini harus disembuhkan untuk mengurangi tingkat keparahan mucositis dan infeksi
pencernaan.
Manajemen
Manajemen pasien dengan kandidasis orofaringeal yaitu secara topikal dan sistemik.
nistatin topikal dapat digunakan pada mukosa yang mengalami kandisiasis. Solusi topikal
lainnya termasuk tablet clotrimazole yang direkomendasikan untuk pasien edentulous dan
6
angular cheilitis. Namun, obat ini harus dihindari oleh pasien dentulous untuk karies kontrol,
karena kadar gula yang tinggi. Saat ini, obat terbaik untuk kandidiasis oral atau sistemik adalah
Diflucan. Pengobatan termasuk dosis muatan 200mg hari pertama, diikuti dengan dosis 100mg /
hari selama tiga belas hari yang tersisa. (Joyston-Bechal, S, 1992).
4. Infeksi Bakteri
Infeksi lokal dapat menyebabkan sialadenitis, periodonditis, abses, perikoronitis, atau
penyebab lain dari ulserasi. Emperic pengobatan dengan antibiotik biasanya memadai, namun,
lesi periodontal biasanya membutuhkan debridement tambahan. Rongga mulut dapat menjadi
jalan masuk untuk infeksi sistemik. Oleh karena itu, obat kumur chlorhexadine harus
dipertimbangkan untuk pasien ini. (Joyston-Bechal, S, 1992)
5. Perdarahan
Perdarahan gingiva mungkin merupakan tanda pertama dari trombositopenia.
Kemampuan pasien untuk mencapai kesehatan mulut yang memadai mungkin terbatas. Dalam
kasus flossing mungkin harus dihentikan. Sekali lagi bilasan chlorhexadine mungkin diperlukan
untuk mengurangi patogen yang ditemukan dalam plak. (Joyston-Bechal, S, 1992)
besar). Faktor lain adalah lokasi berkembangnya dari tumor primer. Jika lesi besar dan terletak di
dasar mulut tingkat osteonekrosis lebih dari dua kali lipat menjadi 25%. Karena penurunan
kapasitas penyembuhan jaringan dari penurunan suplai darah, infeksi dapat menjalar sampai ke
rahang. Etiologi utama adalah ekstraksi gigi gagal setelah terapi radiasi. (Joyston-Bechal, S,
1992).
BAB III
PEMBAHASAN
Skenario
Perawatan Lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut
Pagi ini Kelompok I sedang mempresentasikan makalah yang berjudul
Penatalaksanaan/Terapi Penderita dengan Kelainan akibat Terapi Radiasi, Lesi Ulserasi, dan
Burning Mouth Sensation. Selama diskusi berlangsung, banyak sekali pertanyaan yang
diajukan dan kelompok penyaji dapat menjawab hamper semua pertanyaan dengan baik.
Step I
1. Terapi radiasi : Terapi sinar dengan energy tinggi dengan menembus jaringan untuk
membunuh neoplasia yang mempengaruhi sel normal dan kanker. Pengobatan kanker
dengan sinar pengion sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas dalam sel.
2. Lesi Ulserasi : Lesi sekunder dimana kerusakan sudah mengenai lebih dari stratum
basalis, mengenai lapisan dermis atau submukosa yang disebabkan karena peradangan,
bersifat lunak, jika dipalpasi sakit, bentuk bulat cekung dan berbatas jelas
3. Burning Mouth Sensation : Sensasirasa seperti terbakar pada duapertiga anterior lidah,
palatum, dan bibir dikarenakan penggunaan obat-obatan dan xerostomia. BMS dapat
disebabkan karena bermacam macam sebab,diantaranya
Kelainan local : candidiasis, Linchen planus, xerostomia
Kelainan sistemik : kekurangan vitamin
Kerusakan primer : kerusakan saraf sensorik
Kerusakan sekunder : Kurang gizi,nutrisi (vitamin B12 dan zat besi)
Step II
1. Apa saja macam kelainan akibat terapi radiasi di rongga mulut dan bagaimana
penatalaksanaannya?
8
b. Xerostomia
Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan
mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau
mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering
disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama
mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat
digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva
masih aktif. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat
dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di
dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak
email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang
baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat,
9
natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet
bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer
seperti air.
Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang
mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti
pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.
kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Pengganti saliva ini tersedia dalam
bentuk cairan, spray dan tablet isap.
tipe-1, rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun di pagi hari tetapi akan terasa bila
Penataklasanaan dari candidiasi oral yaitu diantaranya dengan terapi obat diantaranya :
1. Antibiotik
a. PolyenesP: amfotericin B, nystatin, hamycin, nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran: griseofulvin
2. Antimetabolite: flucytosine
10
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, miconazol (sistemik): ketokonazole
b. Triazoles (sistemik): flukonazole, itrakonazole
4 Allylamine Terbinafine
5 Anti jamur lainnya: tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat
Dari beberapa golaongan anti jamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga
mulut, sering digunakan antara lain amfotericin B, nystatin, miconazole, clotrimazole,
ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole.
e. Karies radiasi
Sinar radiasi di daerah kepala dan leher yang sangat tinggi tidak hanya menyerang
mukosa rongga mulut, tetapi juga menyerang gigi dan tulang. Saat gigi yang sedang
berkembang tepat pada titik penyinaran utama terapi radiasi maka perkembangan erupsi
gigi akan terhambat. Bila penyinaran dilakukan setelah gigi erupsi maka karies radiasi
bisa terjadi. Kondisi ini diawali dari pinggir insisal gigi- gigi anterior dan ujung cusp
gigi- gigi posterior.
Gigi yang terkena radiasi menyebabkan pulpa mengalami hyperemia sehingga gigi
menjadi sangat sensitiv terhadap panas dan dingin.
Perubahan pada saliva secara drastis akan meningkatkan kerentanan pasien terhadap
karies gigi, karena pH saliva sangat asam, memberikan tempat yang baik untuk bakteribakteri kariogenik yang menunjang demineralisasi gigi secara perlahan.
Perkembangan karies pada pasien xerostomia memiliki pola yang khas. Karies sangat
cepat menyerang, terutama daerah servikal gigi. Daerah insisal dan cusp yang biasanya
resisten juga rentan mengalami karies karena hanya dilapisi oleh selapis tipis enamel
sehingga tanpa perlindungan saliva karies akan cepat mencapai dentin.
a. obat kumur
Chlorhexidine glocunate
Benzydamine hidrocloride
Carbonexolone disodium
1% Povidone Iodine obat kumur adalah antisepticyang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Selain itu lactid acud 5% obat kumur juga efektif dan aman
digunakan
Chlorhexidine dapat membantu penyembuhan ulkus (sa-riawan), mungkin disebabkan
karena berkurangnya kolonisasi
Levamisole
Monoamine oxide inhibitor
Thalidomide
Daphsone
topikal anatesi.
Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.
Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi
benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari.
Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser
akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus
dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini,
maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan
karsinoma
baru.
Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu
kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin
13
Step IVMapping
Mukosa
Kelenjar
Tulang
Gigi
Mukositis
Xerostomi
a
Osteokardion
ekrosis
Karies
radiasi
Ulserasi
BMS
Candidiasi
s
Penatalaksanaan
Step V
14
Learning Objective
1. Mampu menjelaskan macam-macam efek samping terapi radiasi pada jaringan lunakl
rongga mulut
2. Mampu menjelaskan macam-macam perawatan dari efek samping terapi radiasi pada
jarigan lunak rongga mulut
PR :
a. Mouth Lubricant
b. Penggunaan gigi tiruan cekat pada radioterapi
c. Eritemathous dan osteokardionekrosis
d. Terapi paliatif
e. Scuamos Cell Carcinoma
Step VII
1. Macam-macam efek samping terapi radiasi pada jaringan lunak rongga mulut
a. Mukositis
Terapi radiasi yang diberikan pada penderita kanker daerah kepala dan leher
memberikan reaksi pada jaringan normal, khususnya pada mukosa rongga mulut.
Pertama muncul biasanya pada akhir minggu pertama setelah terapi. Terapi radiasi
biasanya diberikan selama 6 minggu dengan dosis harian 2 Gy (1 Gy : 100 rad), lima
kali seminggu. Gejala awal berupa gambaran mukosa keputih-putihan yang
menandakan adanya keratinisasi tingkat tinggi secara tak normal akibat mitotik yang
terganggu dan retensi yang berkepanjangan dari sel epitelial superfisial. Hal ini
diikuti atau bersamaan dengan timbulnya eritema mukosal disertai pengelupasan, rasa
tak nyaman dan edema di daerah yang terlibat (Novianty, 2005).
Dhyphagia (kesulitan menelan) dan luka pada rongga mulut terlihat setelah 2-4
minggu terapi radiasi dan mulai mereda dalam 2-3 minggu berikutnya. Perubahan
yang lebih parah setelah 3 minggu terapi radiasi adalah terbentuknya pseudomembran
yaitu pembentukan plak atau bercak pada mukosa. Setelah proses perubahan ini
dinamakan sebagai mukosistis yaitu suatu proses reaktif berupa peradangan pada
membran mukosa orofaring (Novianty, 2005).
Berikut perkembangan mukositis selama dilakukannya terapi radiasi :
Minggu pertama
2-3 minggu
4-5 minggu
5-6 minggu
Ulserasi
Mukositis menggambarkan adanya suatu reaksi efek toksik pada saluran
pencernaan dari mulut dampai anus, yang merupakan akibat dari agen-agen
kemoterapi atau radiasi. Mukositas ditandai dengan adanya daerah eritema, ulser,
dan kemudian menjadi lapisan putih kekunig-kuningan (pseudomembran),
nekrosis dan perdarahan spontan. Erythematous mucositis terlihat 3 hari setelah
pemberian kemoterapi pertama, tetapi lebih khusus atau jelas terlihat dalam 5-7
hari. Sedangkan mukositis yang disertai ulkus muncul setelah hari ke-7
dimulainya kemoterapi (Kamarudin, 2009).
Menurut Petersen DE, (1999) mukositis oral adalah inflamasi mukosa oral
(stomatitis) akibat radioterapi atau kemoterapi, yang rata-rata timbul pada hari ke5 sampai ke-14 setelah radiasi, atau sesuai dengan masa pergantian siklus normal
epitel mukosa oral yang tidak dapat regenerasi akibat radiasi langsung (Muin,
2009).
Skala ukur klinik untuk menentukan derajat mukositis oral
Menurut World Health Organization (WHO) :
0 : Tanpa tanda dan gejala (simptom)
1 : Ulkus tak sakit atau nyeri ringan dengan edema atau eritema
2 : Sakit, eritema, ulkus, bisa makan makanan padat
3 : Sakit, eritema, ulkus, membutuhkan makanan cair/lunak
4 : Tidak mungkin memberikan makanan (alimentation)
Menurut National Cancer Institute-Common Toxicity Criteria (NCI-CTC) :
1 : Ulkus tidak sakit, eritema
2 : Nyeri, eritema, edema, ulserasi, bisa makan
16
gejala
< 10 Gray
10 -15 Gray
15 -40 Gray
> 40 Gray
Xerostomia terbagi menjadi dua macam, yakni xerostomia primer dan sekunder.
Xerostomia primer disebabkan karena adanya kelainan pada kelenjar saliva, sedangkan
xerostomia sekunder merupakan akibat dari adanya suatu kelainan sistemik (seperti:
syndrom Sjogrens) dan terapi obat- obatan. Konfirmasi adanya xerostomia tampak
dengan adanya penurunan produksi saliva didasarkan atas pemeriksaan klinis dan
pengukuran percepatan aliran saliva. Penderita akan mengeluhkan beberapa simptom,
antara lain: kesulitan dalam berbicara atau menelan, retensi geligi tiruan yang buruk serta
keadaan mulut yang tidak menyenangkan (Michael, 1998).
pemeriksaan oral dan selaput lendir tidak ditemukan kelainan. BMS adalah
diagnosa eksklusi. Banyak penyakit mulut dan selaput lendir yang menunjukkan
gejala nyeri mulut seperti liken planus, infeksi herpes simpleks berulang, dan
stomatitis berulang. Sebuah pemeriksaan oral menyeluruh harus dikerjakan untuk
mengeksklusi ini dan penyakit oral yang lain sebelum mendiagnosa BMS.
Sinonim dari BMS termasuk glossodynia, glossopyrosis, lossalgia, stomatodynia,
stomatopyrosis, nyeri lidah dan ulut, lidah terbakar, paresthesia mulut dan lidah
dan dysesthesia oral.
Pasien biasanya merasakan sensasi terbakar, gatal, nyeri, panas, tajam, dan mati
rasa pada rongga mulut. Nyeri pada BMS kira-kia sama dengan sakit gigi. Sensasi
ini paling banyak muncul pada 2/3 depan dan ujung lidah. Terkadang bisa terjadi
pada tempat yang berbeda-beda termasuk derah atas alveolar, palatum, bibir dan
daerah bawah alveolar. Paling sedikit terjadi di mukosa mulut, dasar mulut dan
kerongkongan. Dengan prevalensi sekitar 3,7% populasi. BMS mengenai lebih
sering wanita 7 kali daripada pria. Biasanya mengenai usia pertengahan dan usia
lanjut (rata-rata 60 tahun dan tidak pernah dilaporkan pada anak-anak). Durasi
BMS kira-kira 2-3 tahun. Banyak pasien BMS telah berkonsultasi dengan banyak
dokter gigi, dokter dan layanan kesehatan lain dan telah banyak mencoba
membeli obat tanpa resep dan dengan resep. Lebih dari setengah pasien menerima
informasi yang tidak lengkap tentang BMS dari pemberi layanan kesehatan.
(http://www.scribd.com/doc/39988236/Burning-Mouth-Syndrome)
Banyak kondisi yang berhubungan dengan kejadian BMS. Bukan suatu hal yang
mengejutkan bahwa nyeri mulut dapat disebabkan lebih dari satu penyebab.
Empat kategoriutama adalah sistemik, lokal, psikiatri atau psikologis, faktor
idiopatik.
Xerostomia. Mulut kering merupakan keluhan yang sering yang dijumpai pada
pasien dengan BMS dan dapat dijumpai hingga 25% pasien dengan keluhan ini.
Penurunan lubrikasi mulut dapat menghasilkan peningkatan pergesekan dan
ketidaknyamanan yang mengarah pada BMS. Xerostomia sendiri dapat
merupakanmultifaktor. Xerostomia yang berhubungan dengan obat umum terjadi
dan dapat terjadi dengan banyak medikasi termasuk trisiklik antidepresan,
benzodiazepin, monoamine oxidase inhibitor, antihipertensi, dan antihistamin.
Penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Sjrgen atau sindrom sicca, dapat
menyebabkan xerostomia, juga pada riwayat radiasi lokal atau diabetes mellitus.
Bahkan stres dan kecemasan dapat menyebabkan mulut kering. Walaupun
dihipotesiskan, xerostomia yang berhubungan dengan umur dan menopausal
belum didokumentasiKandidiasis. Dilaporkan bahwa kandidiasis merupakan
faktor kausatif pada 6-30% pasien dengan BMS, tetapi perubahan mukosa yang
khas untuk kandidiasis minimal atau tidak dijumpai pada pasien BMS. Osaki,dkk
melaporkan bahwa kandidiasis subklinis sebagai penyebab BMS pada 25% pasien
dalam studi Cohort. Nyeri glossal menurun dengan pemberian larutan pencuci
mulut yang mengandung Amphotericin. Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi
oportunistik, suatu unsur normal dalam mulut pada 40% pasien, pertumbuhan
Candida yang berlebihan dapat terjadi pada pasien Xerostomia, pengguna
18
Candidiasis
Adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh jamur
kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga
mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkanspesies kandida mencapai
40-60% dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut. (Silverman, 2001)
Terdapat lima spesies kandida yaitu kandida albikans, kandida tropikalis,
kandida glabrata, kandida krusei dan kandida parapsilosis. Dari kelima spesies
kandida tersebut kandida albikans merupakan spesies yang paling umum
menyebabkan infeksi di rongga mulut. (Nolte, 1982)
Terjadinya kandidiasis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama
penggunaan protesa, xerostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio
therapy, obat-obatan sitotoksis, konsentrasi gula dalam darah (diabetes),
penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan (neoplasma),
kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, penderita immuno
supresi (AIDS). (Silverman S, 2001)
Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut diawali dengan adanya kemampuan
kandida untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang menyebabkan awal
terjadinya infeksi. Sel ragi atau jamur tidak melekat apabila terjadi mekanisme
pembersihan oleh saliva, pengunyahan dan penghancuranoleh asam lambung
berjalan normal. Perlekatan jamur pada mukosa mulut mengakibatkan
proliferasi, kolonisasi tana atau dengan gejala infeksi. (Mc Farlane, 2002)
Bahan-bahan polimerik ekstra selular yang menutupi permukaan kandida
albikans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada mukosa mulut.
19
Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperi lesi ulser/ apthae pada penderita lupus
eritematosus memerlukan kombinasi terapi kortikosteroid sistemik dengan dengan antimetabolit seperti azathioprinePengobatan pada mulanya harus mencakup
memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak
ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah
tersebut.
Pasien harus diberi vitamin B 1 300 mg sekali sehari dan vitamin B 6 50 mg
Walaupun mungkin bisa digunakan untuk pasien yang tidak bergigi, pemakaiannya bagi
pasien yang bergigi jangan sekali- kali dianjurkan.
3. Salivix berbentuk tablet isap (lozenge) yang berisi asam malat, gomarab, kalsium laktat,
natrium fosfat, lycasin dan sorbitol. Obat ini memiliki pH 4 namun tidak akan
menyebabkan demineralisasi enamel.
4. Pylocarphine hydrochloride dan asam nikotinat, merupakan obat sistemik yang terbukti
dapat merangsang produksi saliva dengan baik pada beberapa kasus. Akan tetapi
pemakaiannya tidak dianjurkan karena efek samping yang tidak enak (Hasibuan, 2002).
Pengobatan yang tersedia untuk pasien Xerostomia dapat dibagi menjadi empat
kategori utama: (1) terapi preventive, (2) terapi symptomatic, (3) local or topical
22
salivary stimulation, dan (4) systemic salivary stimulation. pengobatan yang efektif
dari gangguan sistemik yang mendasari terkait dengan saliva disfungsi kelenjar dapat
memperbaiki keluhan ludah juga (Greenberg. M.S et al,2003).
Terapi Preventive
Penggunaan fluoride topikal pada pasien dengan kelenjar ludah hipofungsi adalah
mutlak penting untuk mengontrol karies gigi. Frekuensi aplikasi (dari setiap hari
untuk sekali per minggu) harus diubah, tergantung pada tingkat keparahan dari
disfungsi saliva dan tingkat perkembangan karies.
Penting bagi pasien menjaga kebersihan mulut. Pasien akan memerlukan kunjungan
ke dokter gigi lebih sering (biasanya setiap 4 bulan) dan harus bekerja sama dengan
dokter gigi untuk mempertahankan gigi yang baik health. Saat fungsi saliva
terganggu, mungkin ada peningkatan demineralisasi, percepatan hilangnya struktur
gigi (Greenberg. M.S et al,2003).
Pasien dengan mulut kering juga mengalami peningkatan infeksi, kandidiasis mukosa
khususnya. Ini mungkin
pseudomembran), adanya kemerahan dari mukosa dan keluhan dari sensasi terbakar
dari jaringan lidah atau lunak lainnya intraoral. Pasien dengan disfungsi kelenjar
saliva mungkin memerlukan masa pengobatan yang lama dan re-treatmen untuk
membasmi infeksi jamur mulut (Greenberg. M.S et al,2003).
Terapi Symptomatic
Pasien harus didorong untuk minum air sepanjang hari, hal ini akan membantu
melembabkan rongga mulut, kekeringan mukosa, dan membersihkan debris dari
mulut. Penggunaan air dengan mengunyah makanan dapat membuat dan membentuk
bolus makanan lebih mudah, akan memudahkan menelan, dan akan meningkatkan
rasa persepsi. Peningkatan kelembaban lingkungan sangat penting. Ada sejumlah gel
yang tersedia. Pasien harus diperingatkan untuk menghindari produk yang
mengandung alkohol, gula, atau perasa yang kuat yang dapat mengiritasi mukosa
yang sensitive. Produk yang mengandung lidah buaya atau vitamin E harus
dianjurkan. Ada banyak pengganti saliva yang tersedia secara komersial. Namun, air
liur penggantian (saliva buatan) tidak diterima oleh sebagian pasien (Greenberg. M.S
et al,2003).
23
24 agen telah diusulkan sebagai alat stimulasi saliva sistemik. Empat telah
b.
c.
d.
Candidiasis
Osteokardionekrosis
membantu jika luka menjadi terinfeksi. Terapi oksigen hiperbarik (oksigen disampaikan dalam
bertekanan ruang) kadang-kadang digunakan untuk meningkatkan jumlah oksigen yang
diberikan kepada yang terkena jaringan. Oleh karena itu Sebelum dilakuakan radioterapi
alangkah baiknya seorang pasien tersebut melakukan preventiv dentistry atau tindakan
pencegahan seperti merestorasi gigi yang berlubang atau melakukan ekstrksi gigi non vital atau
sumber infection. (Leslie D. 2007)
26