Anda di halaman 1dari 2

Nama : Arki Auliahadi

BP : 107.041
Jurusan : SKI-A

Islam Syi'ah, Kekaisaran Safawi, Dinasti Qajar/Pahlavi dan Iran Modern (1501 – 1979)

Parsi mulai berganti menjadi Islam Syiah pada zaman Safawi, pada tahun 1501. Dinasti
Safawi kemudian menjadi salah sebuah penguasa dunia yang utama dan mulai mempromosikan
industri pariwisata di Iran. Di bawah pemerintahannya, arsitektur Persia berkembang kembali dan
menyaksikan pembangunan monumen-monumen yang indah. Kejatuhan Safawi disusuli dengan
Persia yang menjadi sebuah medan persaingan antara kekuasaan Kekaisaran Rusia dan Kekaisaran
Britania (yang menggunakan pengaruh Dinasti Qajar). Namun begitu, Iran tetap melestarikan
kemerdekaan dan wilayah-wilayahnya, menjadikannya unik di rantau itu. Modernisasi Iran yang
bermula pada lewat abad ke-19, membangkitkan keinginan untuk berubah dari orang-orang Persia.
Ini menyebabkan terjadinya Revolusi Konstitusi Persia pada tahun 1905 hingga 1911. Pada tahun
1921, Reza Khan (juga dikenal sebagai Reza Shah) mengambil alih tahta melalui perebutan
kekuasaan dari Qajar yang semakin lemah. Sebagai penyokong modernisasi, Shah Reza memulai
pembangunan industri modern, jalan kereta api, dan pendirian sistem pendidikan tinggi di Iran.
Malangnya, sikap aristokratik dan ketidakseimbangan pemulihan kemasyarakatan menyebabkan
banyak rakyat Iran tidak puas.
Pada Perang Dunia II, tentara Inggris dan Uni Soviet menyerang Iran dari 25 Agustus hingga
17 September 1941, untuk membatasi Blok Poros dan menggagas infrastruktur penggalian minyak
Iran. Blok Sekutu memaksa Shah untuk melantik anaknya, Mohammad Reza Pahlavi
menggantikannya, dengan harapan Mohammad Reza menyokong mereka.
Malangnya, pemerintahan Shah Mohammad Reza bersifat otokratis. Dengan bantuan dari
Amerika dan Inggris, Shah meneruskan modernisasi Industri Iran, tetapi pada masa yang sama
menghancurkan partai-partai oposisi melalui badan intelijennya, SAVAK. Ayatollah Ruhollah
Khomeini menjadi oposisi dan pengkritik aktif terhadap pemerintahan Shah Mohammad Reza dan
kemudian ia dipenjarakan selama delapan belas bulan. Melalui nasihat jenderal Hassan Pakravan,
Khomeini dibuang ke luar negeri dan diantar ke Turki dan selepas itu ke Irak.

Zaman Modern
Pada zaman Safavid (1502-1736), kebudayaan Persia mulai berkembang kembali terutama
pada zaman Shah Abbas I. Sebagian sejarawan berpendapat bahawa negara Iran modern didirikan
oleh Kesultanan Safavid. Banyak kebudayaan Iran pada hari ini berasal dari zaman pemerintahan
Safavid termasuk pengenalan aliran Syiah di Iran.
Selepas era Safavid, Iran kemudian diperintah oleh Wangsa Zand, Qajar dan akhirnya Pahlavi.
Pada kurun ke-17, negara-negara Eropa mulai menjelajahi Iran dan menapakkan pengaruh mereka
di sana. Akibatnya Iran mulai kehilangan beberapa wilayahnya kepada negara-negara ini menyusul
beberapa perjanjian perdamaian seperti perjanjian Turkmanchai dan perjanjian Gulistan.
Pada lewat abad ke-19, Iran memasuki sebuah era baru ketika terjadinya Revolusi Konstitusi
Iran, yang merupakan sebuah revolusi yang memperkenalkan sistem monarki konstitusional. Tetapi
Shah Iran atau raja Iran masih berjaya mempertahankan kekuasaan mereka. Sebuah parlemen yang
dinamai Majles didirikan pada 7 Oktober 1906.
Penemuan minyak mentah di wilayah Khuzestan menarik minat Inggris dan Rusia untuk
meluaskan pengaruh mereka di Iran. Kedua adidaya ini bersaing untuk memonopoli minyak Iran
dan akhirnya memecah belah Iran. Disebabkan kelemahan pemerintahan Iran saat itu (pemerintahan
Qajar,) menangani kuasa-kuasa ini, maka terjadilah pemberontakan oleh Reza Pahlavi yang mana ia
berhasil menobatkan dirinya sendiri menjadi Shah Iran yang baru dan mendirikan Dinasti Pahlavi.
Perang Dunia
Ketika Perang Dunia I, Iran berada di bawah pengaruh Inggris dan Rusia walaupun kebijakan
pemerintahannya netral. Pada 1919, Inggris mencoba menjadikan Iran sebagai negeri naungan
mereka tetapi rencana macet saat Shah Reza menggulingkan Pemerintahan Qajar dan mendirikan
Dinasti Pahlavi. Shah Reza Pahlavi memerintah Iran selama 16 tahun dan memulai proses
pemodernan Iran serta mendirikan pemerintahan sekular baru.
Sejak penemuan minyak, Iran menjadi sumber cadangan minyak utama bagi negara-negara
Sekutu. Ketika Perang Dunia II, tentara Sekutu meminta agar Shah Reza menghalau keluar teknisi
Jerman tetapi permintaan ini ditolak. Maka, tentara Sekutu melancarkan serangan atas Iran dan
menyingkirkan Shah Reza dan melantik puteranya Shah Mohammad Reza menjadi pengganti Shah
Iran. Namun begitu, Shah Mohammad hanyalah boneka Inggris dalam administrasi Iran dan
pemerintahannya bersifat otokratis dan dibenci rakyat Iran.

Revolusi Islam
Setelah berbulan lamanya protes dilancarkan terhadap pemerintahan tangan besi Shah
Mohammad, pada 16 Januari 1979 ia terpaksa melarikan diri ke Mesir sekaligus mengakhiri dinasti
Pahlavi. Selepas itu, Iran terlibat dalam kancah domestik yang menyaksikan persengketaan di antara
pendukung revolusi Iran dan pendukung kerajaan sementara warisan Shah Mohammad yang
dikepalai Dr. Shapour Bakhtiar. Pada saat kembalinya Ayatollah Khomeini, pencetus revolusi Iran,
ia melantik Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri baru Iran. Ini menyebabkan Iran terbagi dua,
pemerintahan revolusi dan pemerintahan sementara. Namun begitu, pemerintahan sementara Iran
kalah dalam persaingan merebut kuasa saat pihak militer Iran menyatakan netral. Setelah itu, jajak
pendapat dibuat untuk mendirikan sebuah pemerintahan baru. Keputusannya, 98% rakyat Iran
menyokong gagasan ini dan akhirnya terbentuklah Republik Islam Iran

Perang Iran-Irak
Pada 22 September 1980, Irak memasuki Iran untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang
dituntut Irak. Pada mulanya, tentera Irak berhasil mara ke wilayah-wilayah Iran tetapi mereka
kemudiannya dijepit oleh tentara Iran dan akhirnya perang ini menjadi Perang Perlumpuhan di
mana kedua belah pihak mencoba melumpuhkan lawannya dengan serangan berkelanjutan tanpa
henti. Iran walau bagaimanapun berhasil menaklukkan kembali wilayah-wilayah mereka.
Peperangan ini berkelanjutan hingga 20 Agustus 1988 saat tawanan perang terakhir berhasil dibawa
pulang kemali pada tahun 2003.
Peperangan ini menyaksikan penggunaan senjata kimia oleh tentara Irak yang menyebabkan
ramai tentara dan penduduk awam Iran terkorban. Jumlah korbannya diperkirakan setengah hingga
satu juta dan menjadikan Iran korban senjata kimia kedua terbesar dalam sejarah manusia (setelah
Jepang).

Anda mungkin juga menyukai