Mata Hps
Mata Hps
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
1
KATA PENGANTAR ....................................................................................
2
DAFTAR ISI ...................................................................................................
3
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
4
BAB II Anatomi mata.....................................................................................
24
BAB V Keratitis..............................................................................................
BAB VI Kesimpulan..................... ..................................................................
31
58
Daftar Pustaka..................................................................................................
59
BAB II
ANATOMI MATA
ANATOMI
Lapisan bola mata, Tunica Bulbi dibungkus oleh 3 jaringan, yaitu (2)
posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata
depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris
mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola
mata. (2)
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat
lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta.
Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan
saraf.
Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana
pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan dicamera
oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa
dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan
lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang
bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah,
sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.(1)
Badan siliar yang terletak dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris
di batas kornea dan sklera.
Lapisan pelangi iris, dengan bukaan bulat sentral, pupil, Pupilla Iris
merupakan lanjutan dari badan silier ke depan dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen yaitu segmen posterior dan segmen
anterior, ditengah-tengahnya berlubang yang dinamakan pupil.
Lapisan yang kaya akan pembuluh darah, koroid. Koroid merupakan bagian
posterior dari uvea yang terletak antara retina dan sklera. Terdapat tiga lapisan
vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil. Pada bagian interna
koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat
suprakoroidal
c) Lapisan mata dalam (retina), tunica interna bulbi
Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak.(2)
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarnaa, tembus
pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina ini terdiri dari
macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari seratserat Mueller, membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel glia.
Lapisan-lapisannya dari dalam ke luar terdiri dari :
BAB III
ULKUS KORNEA
3.1.DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.(3)
3.2. EPIDEMIOLOGI
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan
peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan
lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus
kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea,
yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara
ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan
kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk
trauma kornea.(4)
3.3 ETIOLOGI (1,4)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Radang
Infeksi
Devisiensi vitamin A
Lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII
Lesi saraf ke III (neurotrofik)
Ulkus Mooren
Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, achantamoeba dan herpes simpleks.
bakteri :
stafilokkokus epidermidis
infeksi campuran :
o erogenes dan stafilokokus aureus
o moraxella sp dan staf.ilokokus aureus
o streptokokus alfa hemolitik dan stafilokokus aureus.
Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar
bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.(4)
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
Noninfeksi
terjadi
pengendapan
protein
permukaan
sehingga
bila
amonia,
cairan
pembersih
yang
mengandung
kalium/natrium
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (aquous, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan
yang
menurunkan
mekanisme
imun,
misalnya;
Pajanan (exposure)
Neurotropik
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
3.4. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasanya cahaya terutama terjadi di
7
permukaan anterior dari kornea. Perubahan bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil. (3)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. (2)
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan
superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih
kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan
terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.(4)
PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit tukak kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan
parut.
1. Pada proses yang progresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit
yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.
2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan
fibroblas.
3.5. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu(3)
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
Ulkus kornea perifer
a.
Ulkus marginal
b.
c.
mata merah
Sakit mata ringan hingga berat
Fotofobia,
Penglihatan menurun,
Mata terkadang kotor.(5)
Tanda:
Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel
radang pada kornea.
Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia
posterior.
Pada tukak kornea yang disebabkan :
Kokus gram (+),
Pseudomonas
jamur
virus
jamur dan
bakteri
streptokok pnemoni.
akan Bila
purulen
berwarna abu
dikelilingi akan
abu- berbentuk
halus hipestesi
pada disekitarnya
tukak akan
dendrit defek
epitel
kornea.
(fenomena
yang supuratif.
satelit).
hipersensitivitas
polimorfnuklear.
disekitarnya
Bila proses pada tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit,
fotofobia, berkurang infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah
kecil.
3.7.DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium tukak kornea :
terdapat
keratomalasia dan
infiltrat sisa karat benda asing.
Pemeriksaan laboratorium :
1. Untuk setiap tukak kornea : pemeriksaan agar darah, sabouraud, triglikolat,
dan agar coklat.
2. Untuk tukak yang disebabkan karena jamur : sediaan hapus yang memakai
larutan KOH.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
10
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.(3)
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
11
1.8.
PENGOBATAN
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak
dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
5. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebagai inkubator.
6. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
7. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
8. Debridement sangat membantu penyembuhan.
9. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.(3)
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
12
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum
luas
diberikan
sebagai
salap,
tetes
atau
injeksi
Anti jamur
13
2.
Jamur
berfilamen
topikal
amphotericin
B,
4.
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a)
Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b)
14
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi
pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva
ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan.
Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
Iris reposisi
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh
menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 6.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar
dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 2
minggu.
Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
3. Keratoplasti(2)
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta
memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
15
Gambar 6. Keratoplasti
3.9. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil
pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata.
-
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.(5)
3.10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa(4)
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
3.11. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
16
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi,
maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.(3)
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik.
3.12
17
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu
reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa
ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.
Gambar 7.a UlkusKornea Bakterialis
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang
penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering
terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini
selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus
yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
B. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian
sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,
seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
18
gambar 10
3.12.2. ULKUS KORNEA PERIFER
19
A. ulkus marginal
definisi : merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas
yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Dasar kelainannya : suatu reaksi hipersensitivitas terhadap
eksotoksin stafilokokus. (blefarokonjungtivitis stafilokokus).(4)
Etiologi:
alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular.
Pada infeksi lokal dapat mengakibatkan keratitis kataral marginal, yang
biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.
Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang
disebabkan Moraxella (disebut konjungtivitis angular), basil Koch
weeks atau proteus vulgaris.
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksin atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri
basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
Perjalanan penyakit dapat berubah-ubah, dapat sembuh cepat dapat
pula timbul atau kambuh dalam waktu singkat.
Pathogenesis: Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri,
antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi
melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier
atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya
menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.
Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari.
20
Manifestasi klinis :
Biasanya bersifat recurrent dengan kemungkinan terdapatnya streptococcus
pneumonie, hemophillus aegepty, Moraxella Lacunata dan Esrichia.
Gejala dan tanda :
Subjektif (keluhan pasien)
Objektif (tanda klinis)
1. Penglihatan
/
visus 1. infiltrate dan tukak yang
menurun
2. Rasa sakit pada mata
3. Fotofobia
4. Lakrimasi
diduga
yang
bahan-bahan
proteoitik
definisi : suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea,
dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh
kornea.
Merupakan tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia
lanjut, sering disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat
pada wanita usia pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25%
mengalami billateral.
21
Objektif
Pasien tua
:
terutama
laki-laki,
75%
prognosis
sedang
dan
jarang
perforasi.
Pasien muda laki-laki, 75% binocular,
dengan rasa sakit dan berjalan progesif.
Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi
kornea.
Terapi : pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotika, anti virus, anti
jamur, kolagenase inhibitor, heparin dan pembedahan keratektomi, lameler
keratoplasti dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum
memberi hasil yang memuaskan.
C. Ulkus cincin (ring ulcer) (4)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
22
BAB IV
UVEITIS ANTERIOR
4.1 DEFINISI
Uveitis anterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian anterior.
Struktur uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu iris, badan silier, dan koroid yang merupakan
jaringan
vaskuler
di
dalam
mata,
terletak
antara
retina
dan
sklera.
Secara anatomis uvea dapat dibedakan menjadi uvea anterior yang terdiri dari iris dan
badan
silier,
serta
uvea
posterior
yang
terdiri
dari
koroid.
23
mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi
tuberkulosis, herpes simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :
1. Berdasarkan spesifitas penyebab :
-Penyebab spesifik (infeksi)
Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,ataupun parasit yang spesifik.(7)
- Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen
yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan
predileksi pada traktus uvea.
2. Berdasarkan asalnya:
- Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intra okuler,
ataupun iatrogenik.
- Endogen : Dapat disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain ataupun reaksi
autoimun.
3. Berdasarkan perjalanan penyakit :
- Akut : Apabila serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna
diluar serangan tersebut.
- Residif : Apabila serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang
sempurna di antara serangan-serangan tersebut.
- Kronis : Apabila serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di
antaranya.
4.3 EPIDEMIOLOGI
Keadaan uveitis dapat terjadi antara 10-15 % pada kasus kebutaan total pada
negara berkembang. Insidensi Uveitis di Amerika diperkirakan terjadi 15 kasus
baru per 100.000 populasi setiap tahun.(6)
4.4 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar
mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
24
badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang
infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.(7)
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor
akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous
flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior). 2,8
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan
endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut
koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan
juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat
sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2,8
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis
dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir
sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar
dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung
kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 2,8
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel
radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan
kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaucoma
sekunder karena gumpalan gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase
lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola
mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8
4.5 KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu
granulomatosa(Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel epiteloid dan makrofag) dan non
granulomatosa (Infiltrat yang terjadi terdiri dari sel plasma dan limfosit). Pada jenis
non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena
25
26
Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa
penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis
tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan
peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran
yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk
menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan
28
untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan
tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang
pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis
sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2
Gambar 15. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan
iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.
3+
4+
29
Ringan
Keluhan ringan sampai sedang
Sedang
Keluhan sedang sampai berat
Berat
Keluhan sedang sampai berat
VA 20/20 to 20/30
VA < 20/100
Kemerahan sirkumkornel
Kemerahan sirkumkornel
Kemerahan sirkumkornel
superficial
dalam
dalam
Tampak KPs
Tampak KPs
presipitat)
pupil terfiksir
< 4 mmHg
meningkat
berat
* Reprinted with permission. Catania LJ. Primary care of the anterior segment,2nd
ed. Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.
Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterior atau
seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi
pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada
bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).(2,8)
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
30
Penyakit
Hasil
Pemeriksaan
yang
laboratorium
radiologi
fisik
Ankylosing
ESR,(+)
Sacroiliac x-
spondylitis
Inflammatory
HLA-B27
(+)HLA-B27
Rays
konsultasi
Pemeriksaan
lainnya
dicurugai
berdasarkan
riwayat dan
pemeriksaan
bowel disease
Reiters
ESR,(+)
syndrome
HLA-B27
Rheumatologist
Internist or
Joint x-
gastroenterologist
Internist,
Cultures;
Rays
urologist,
conjunctival,
rheumatologist
urethral,
prostate
Psoriatic
(+)HLA-B27
Rheumatologist,
31
arthritis
dermatologist
Herpes
Diagnosis
Dermatologist
Behcets
klinis
(+)HLA-B27
Internist or
Behcets skin
Rheumatologist
puncture
disease
test
Lyme disease
ELISA or
immunofluorescent
Internist,
Juvenile
Lyme
ESR,(+)ANA,
assay
Joint x- rays
rheumatologis
Rheumatologist
rheumatoid
(-)Rheumatoid
or
arthritis
Sarcoidosis
factor
Angiotensin
pediatrictian
Internist
Chest x-ray
converting
enzyme
Syphilis
(ACE)
(+)RPR or
Internist
VDRL
FTA-ABS or
MHATP
Tuberculosis
Chest x-ray
Internist
Purified
protein
derivative
(PPD)
skin test
32
4.9 KOMPLIKASI
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis
proliferans, ablasio retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan
stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin
disertai penyulit edema macula kistoid. (7,8)
4.10 PENATALAKSANAAN
33
peradangan.12 Tujuan
dari
pengobatan
uveitis
anterior
adalah
uveitis
anterior
adalah
tidak
spesifik,
pada
umumnya
34
antagonist
yang
bekerja
memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot
siliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu
untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan
iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris
bombe dan peningkatan tekanan intraocular serta dapat melepaskan sinekia yang telah
ada, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage
(flare) yang lebih jauh.Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine
0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%,
1%, dan 2%, 3x tetes per hari. 9
Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs
Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan
steroid topikal hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya
aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan,
NSAIDs
dipergunakan
untuk
mengurang
peradangan
yang
dihubungkan
12
mg/kgBB/hari,
yang
selanjutnya
diturunkan
perlahan
selang
35
Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola
mata, Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.
Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 7 hari,
tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-up adalah visual aquity,
pengukuran tekanan intraocular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp,
assasment cel dan flare, dan evaluasi respon terhadap terapi. (8)
Table 4 frekuensi dan komposisi terhadap penilaian dan penanganan uveitis anterior
Tingkat
Banyknya
Visua
Cells
Tono-
Ophthalmo
Rencana
keparaha
kunjunga
danFlare
metry
penetalaksanaan
n follow
Acuit
pada
Uveitis
up
pemeriksaan
Anterior
Slit
Ringan
Lamp
Ya
Setiap 4-7
Ya
scopy
Ya
hari
Jika pada
Tatalaksana
visit awal
seperti di Table 6
belum
Sedang
Setiap 2-
Ya
Ya
Ya
4hari
terdiagnosa
Jika pada
Tatalaksana
visit awal
seperti di Table 6
belum
berat
Setiap 1-
Ya
Ya
2hari
Ya
terdiagnosa
Jika pada
Tatalaksana
visit awal
seperti di Table 6
belum
terdiagnosa
Table 5 Penanganan pada uveitis anterior dan follow up
depending on
symptoms)
t.i.d.)
2. Prednisolone, 1% (b.i.d.-q.i.d.)
3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablet (q.4h)b secara oral
4.
5.
37
(when
indicated)
C. Moderate uveitis
D. Severe uveitis
pengobatan,
serangan
uveitis
non
granulomatosa
umumnya
berlangsung beberapa hari sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis granulomatosa
berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan
eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan
penglihatan nyata walau dengan pengobatan yang terbaik.
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara
awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada
penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada
terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan
akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak, glaukoma atau posterior uveitis.
BAB V
38
KERATITIS
5.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan
epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga
keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.(1)
5.2 Etiologi dan faktor pencetus
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan
keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab
lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda
asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik
mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa
kontak yang kurang baik.
5.3 Tanda dan Gejala Umum
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat
ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.
Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan
parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala
umum adalah :
penglihatan
merah
Sensitif
terhadap cahaya.(2)
5. 4 Klasifikasi
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena :
yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis
profunda apabila mengenai lapisan stroma.
Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah(1)
1. Keratitis punctata superfisialis
39
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topikal, sinar
2.
yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan
fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata
kecuali pada ulkus bakteri purulen.(2)
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat. (2)
5.6 Diagnosa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma. Kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi
yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis
akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat
sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari
gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat lokal oleh pasien, karena
mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes,
AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.(2)
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih
mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat memperjelas
lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian
biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak
tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan
perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar
yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini . (2)
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi
empiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantu
dalam kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata
dengan keratitis bakteri biasanya steril, dan pungsi aquos atau vitreous tidak perlu
dilakukan kecuali ada kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-satunya
cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu
sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus
dan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu.
41
Dalam perawatan mata secara empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak
bagus, kultur dapat membantu meskipun keterlambatan dalam pemulihan patogen
dapat terjadi.
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan
menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah
yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan
sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap
pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis
yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika
infiltrat terletak di pertengahan atau dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak
terlibat.
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp
atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk
mengambil sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan
pembelahan sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk
histopatologi. Spesimen biopsi harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.
(9)
5.7 KLASIFIKASI
A. Keratitis Bakterialis
Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Ciri-ciri khusus
keratitis bakteri adalah perjalanannya yang cepat. Destruksi corneal lengkap bisa
terjadi dalam 24 48 jam oleh beberapa agen bakteri yang virulen. Ulkus kornea,
pembentukan abses stroma, edema kornea dan inflamasi segmen anterior adalah
karakteristik dari penyakit ini.(10)
Patogen
Grup bakteri yang paling banyak menyebabkan keratitis bakteri adalah
Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (meliputi Klebsiella, Enterobacter,
Serratia, and Proteus) dan golongan Staphylococcus. Lebih dari 20 kasus keratitis
jamur (terutama candidiasis) terjadi komplikasi koinfeksi bakteri.
Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri
42
oportunistik
(mis.,
Streptococcus
alfa-hemolyticus,
Staphylococcus
aureus,
(2)
43
Antibiotik topikal spektrum luas empiris digunakan pada pengobatan awal dari
keratitis bakteri. Untuk keratitis yang parah (melibatan stroma atau dengan defek yang
lebih besar dari 2 mm dengan nanah yang luas), diberikan dosis loading setiap 5
sampai 15 menit untuk jam pertama, diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1
jam pada jam berikutnya. Pada keratitis yang kurang parah, rejimen terapi dengan
dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen Cycloplegic dapat digunakan untuk
mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi nyeri pada kasus yang lebih
parah pada keratitis bakteri dan ketika adanya peradangan bilik anterior mata.
Terapi
single-drug
dengan
menggunakan
fluoroquinolone
(misalnya
dilaporkan memiliki cakupan yang lebih baik terhadap bakteri gram-positif dari
fluoroquinolone generasi sebelumnya pada uji in-vitro. Namun, fluoroquinolone
generasi keempat belum disetujui FDA untuk pengobatan keratitis bakteri.
Terapi kombinasi antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata
yang tidak responsif terhadap pengobatan. Pengobatan dengan lebih dari satu agen
mungkin diperlukan untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulos.
Antibiotik sistemik jarang dibutuhkan, tetapi dapat diipertimbangkan pada kasuskasus yang parah di mana proses infeksi telah meluas ke jaringan sekitarnya
(misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea. Terapi sistemik
juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.
b. Terapi kortikosteroid
Terapi topikal kortikosteroid memiliki peran bermanfaat dalam mengobati
beberapa kasus menular keratitis. Keuntungan potensial adalah penekanan peradangan
dan pengurangan pembentukan jaringan parut pada kornea, yang dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan. Antara kerugiannya pula termasuk timbulnya aktivitas infeksi
baru, imunosupresi lokal, penghambatan sintesis kolagen dan peningkatan tekanan
intraokular. Meskipun berisiko, banyak ahli percaya bahwa penggunaan kortikosteroid
topikal dalam pengobatan keratitis bakteri dapat mengurangi morbiditas. Terapi
kortikosteroid pada pasien yang sedang diobati dengan kortikosteroid topikal pada
45
saat adanya curiganya keratitis bakteri hendaklah diberhentikan dahulu sampai infeksi
telah dikendalikan.
Prinsip pada terapi kortikosteroid topikal adalah menggunakan dosis minimal
kortikosteroid yang bisa memberikan efek kontrol peradangan. Keberhasilan
pengobatan membutuhkan perkiraan yang optimal, regulasi dosis secara teratur,
penggunaan obat antibiotika yang memadai secara bersamaan, dan follow-up.
Kepatuhan dari pasien sangat penting, dan tekanan intraokular harus sering dipantau.
Pasien harus diperiksa dalam 1 sampai 2 hari setelah terapi kortikosteroid topikal
dimulai. (11)
Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis bakteri ini adalah penipisan kornea,
dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophthalmitis dan
hilangnya penglihatan.(9)
Prognosis
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah ini,
dan dapat mengakibatkan penurunan visus derajat ringan sampai berat.
- Virulensi organisme yang bertanggung jawab atas keratitis
- Luas dan lokasi ulkus kornea
- Hasil vaskularisasi dan / atau deposisi kolagen(10)
B. Keratitis Virus
Keratitis Herpes Simplek
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling sering
ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai dengan
adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada mata, virus
herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita keratitis herpes
simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata,
rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.(2)
a. Temuan klinis
Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan
kambuhan. lnfeksi primer herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan ditandai
oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans,
46
bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat
unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada
pasien-pasien atopic (Vaughan, 2009). Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri,
tanpa menimbulkan kerusakan pada mata yang berarti. Terapi antivirus topikal dapat
dipakai unutk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit
kornea. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6
bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh kelompok
laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.(15)
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer.
Dengan mekanisme yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau
ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n.trigeminus,
dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini
dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus
herpes simpleks. Beberapa kondisi yang berperan terjadinya infeksi kambuhan antara
lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, stres emosional, pemaparan sinar
matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi imunosupresi (2)
Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun pertama,
dan meningkat menjadi 33% pada tahun kedua. Peneliti lain bahkan melaporkan
angka yang lebih besar yaitu 46,57% keratitis herpes simpleks kambuh dalam kurun
waktu 4 bulan setelah infeksi primer. Penelitian di Yogyakarta mendapatkan angka
kekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu
bulan
pengamatan
setelah
47
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel,
berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai
terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes
zoster oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak,
keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks
ringan adalah tidak adanya foto-fobia.(1)
c. Lesi
Keratitis herpes simplek juga dapat dibedakan atas bentuk superfisial, profunda,
dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. Keratitis superfisial dapat berupa
pungtata,
dendritik,
dan
geografik.
Keratitis
kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan
menyebar sambil menimbulka kematian sel serta membentuk defek dengan
gambaran bercabang. Lesi bentuk dendritik merupakan gambaran yang khas pada
kornea, memiliki percabangan linear khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus
terminalis pada ujungnya. Pemulasan fluoresein memudahkan melihat dendrit, namun
sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea yang lain
dan harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial.(2)
Ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geografik yaitu sebentuk penyakit
dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar hat ini terjadi akibat
bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan
demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang
mengelilingi ulkus. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea, seperti halnya penyakit
dendritik, menurun. Lesi epitel kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah
keratitis epitelial blotchy, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa. Namun
semua ini umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas dalam satu
dua hari.(2)
48
Lesi dendritik
Lesi geografik
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes
zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang
dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. (1)
Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum pada infeksi
HSV. Stroma didaerah pusat yang edema berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti,
dan umumnya tanpa vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup berat untuk membentuk
lipatan-lipatan dimembran descement. Mungkin terdapat endapan keratik tepat
dibawah lesi diskiformis itu, namun dapat pula diseluruh endotel karena sering
bersamaan dengan uveitis anterior. Seperti kebanyakan lesi herpes pada orang
imunokompeten, keratitis disciformis normalnya sembuh sendiri, setelah berlangsung
beberapa minggu sampai bulan. Edema adalah tanda terpenting, dan penyembuhan
dapat terjadi dengan parut dan vaskularisasi minimal. (2)
Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang sering
disertai vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus. Kadang-kadang
dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring, diduga
sebagai infiltrat polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus herpes
simpleks. Penipisan dan perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat, apalagi jika
dipakai kortikosteroid topikal. Jika terdapat penyakit stroma dengan ulkus epitel, akan
sulit dibedakan superinfeksi bakteri atau fungi pada penyakit herpes. Pada penyakit
epitelial harus diteliti benar adanya tanda tanda khas herpes, namun unsur bakteri
atau fungi dapat saja ada dan dapat pula disebabkan oleh reaksi imun akut, yang
sekali lagi harus mempertimbangkan adanya penyakit virus aktif. Mungkin terlihat
hipopion dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau fungi sekunder . (2)
d. Patogenesa
Lesi dengan
Keratitis
herpes Wessely
simplek Ring
dibagi dalam 2
Keratitis Diskiformis
bentuk yaitu epitelial dan stromal Kerusakan terjadi pada pembiakan virus
intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea
superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
49
menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen
pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal
ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis
dapat berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat
migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes
imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara
imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak .(12)
e. Terapi
Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil efek
merusak akibat respon radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena
virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus
pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus.
Yodium atau eter topikal tidak banyak manfaat dan dapat menimbulkan keratitis
kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau homatropin5% diteteskan kedalam
sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumny adalah 72 jam.
Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi
obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel memberi keuntungan karena
tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan
obat (2)
2. Terapi obat
Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif
untuk penyakit stroma dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali
menimbulkan reaksi toxik. Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan penyakit
herpes mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes
mata dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas
50
acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis herpes simpleks dan pencegahan penyakit
rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye disease study).(2)
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel
kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini
penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat merusak.
Kortikosteroid topikal dapat juga mempermudah perlunakan kornea, yang
meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid
topikal karena hebatnya respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti
virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus .(2)
3. Bedah
Keratolasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa
bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat
timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk
mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan
transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens(2)
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau
fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan
sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft petak
lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan
dibanding keratoplasti penetrans karena lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan
transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk
pemulihan defek epitel yang terdapat padakeratitis herpes simplek (2)
4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira kira sepertiga kasus
dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya.
Setelah denga teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat
dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap
sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari. Keadaan keadaan yang dapat
menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan aspirin dapat diminum sebelum
menstruasi (2)
f. Prognosis
51
Prognosis
vaskularisasi
akhirnya
pada
baik
kornea.
karena
Bila
tidak
tidak
terjadi
diobati,
parut
penyakit
atau
ini
(2)
52
(2)
Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk
mengobati herpes zoster ophthalmic, khususnya pada pasien yang
kekebalannya terganggu. Dosis oralnya adalah 800mg, 5 kali sehari
untuk 10-14 hari. Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah
timbulnya kemerahan. Peranan antivirus topikal kurang meyakinkan.
Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati keratitis
berat, uveitis, dan glaukoma sekunder. Penggunaan kortikosteroid
sistemik masih kontroversial. Terapi ini mungkin diindikasikan untuk
mengurangi insidensi dan hebatnya neuralgia paska herpes. Namun
demikian keadaan ini sembuh sendiri (Vaughan, 2009).
D. Keratitis Fungi
Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius pada kornea dan
berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus
keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis
jamur (11)
53
Etiologi
Secara ringkas dapat dibedakan :
1.
a)
b)
2.
Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
Manifestasi Klinik
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut ,
respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi
utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel
terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi
antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan
sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli
anterior dapat cukup parah. Pada keratitis candida biasaya ditandai dengan lesi
berwarna putih kekuningan.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
2. Lesi satelit.
3.
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh.
4.
Plak endotel.
Gambar 27 Keratitis
Diagnosa Laboratorik
Aspergilus
2.
Jamur berfilamen.
3.
Ragi (yeast).
4.
55
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S.Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008.p. 1-12.
2. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.
Optalmologi Umum. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009.p. 10-11, 150-167.
3. Ilyas S, Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI. 2008. p. 175 7.
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto: Jakarta;2002.
5. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
6. Tsang
K.
iritis
and
uveitis.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview#a0101. Accesed on
20 Februari 2015.
7. Ilyas, S, Uveitis Anterior, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2004.
8. Gunawan Wi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif,
FKUGM,
Yogyakarta.
Available
at:
http://
57
Grayson_s_Diseases_of_the_Cornea.html?
id=p59sAAAAMAAJ&redir_esc=y. Accesed on 25 Februari 2015.
9. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San
Fransisco 2007. Available at: http://www.journals.elsevier.com/americanjournal-of-ophthalmology. Accesed on 23 Februari 2015
10. Duane, D Thomas : Clinical Ophthalmology, Volume 4, Philadelphia, Harper
&
Row
Publisher,
2006.
http://tuh.templehealth.org/content/ophthalmology.htm.
Available
Accesed
at:
on
23
Februari 2015
11. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis.
INDIAN Journal of Opthalmology 2006;56:3;50-56.
12. Grayson, Merrill : Diseases of The Cornea, Second Edition, London, The C.
V. Mosby Company, 2007. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Accesed on 23 Februari 2015.
58