Dr. Suharno - CKD
Dr. Suharno - CKD
Pembimbing:
dr.Suharno, Sp. PD
Disusun oleh :
Novia Mantari
Dera Fakhrunnisa
Zuldi Erdiansyah
G1A212102
G1A212103
G1A212109
PRESENTASI KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Disusun Oleh :
Novia Mantari
G1A212102
Dera Fakhrunnisa
G1A212103
Zuldi Erdiansyah
G1A212109
Dokter Pembimbing :
dr.Suharno, Sp. PD
STATUS PENDERITA
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM
: Tn. T
: 32 tahun
: Laki-laki
: Cendana, Purwokerto
: Islam
: Menikah
: Pegawai Swasta
: 07 Mei 2013
: 09 Mei 2012
:281639
B. Anamnesis
Keluhan utama
:Sesak napas.
Keluhan tambahan
Pusing dan berkeringat dingin.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas sejak 2hari yang
lalusebelum masuk rumah sakit.Sesak yang dialami pasien membuat pasien
tidak dapat beraktivitas sama sekali dan membuat pasien sangat gelisah.
Pasien sulit sekali untuk berbicara dan hanya ingin untuk duduk. Sesak nafas
dirasakan terus menerus sejak awal terjadi hingga pasien sampai dirumah
sakit. Sesak nafas diperberat dengan aktivitas baik ringan maupun berat.
Sesak nafa diperingan dengan istirahat dan duduk. Selain itu pasien juga
merasa pusing seperti hendak jatuh dan pasien berkeringat dingin.
Pasien mengaku sering sesak nafas yang berulang seperti ini. Pasien
mengaku rutin menjalani cuci darah sejak satu tahun yang lalu. Pasien
mengakui mengalami gagal ginjal dan pasien mengakui sering mengkonsumsi
munuman kuat dan jamu. Pasien rutin cuci darah setiap 3 hari sekali atau 2
minggu sekali dengan durasi 4 jam sekali cuci darah. Pasien mengaki dengan
cuci darah maka keluhan sesak nafas dapat berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan yang sama
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat DM
4. Riwayat penyakit jantung
5. Riwayat alergi
6. Riwayat mondok
: diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di bangsal Mawar kamar 3 RSMS, 27 Mei 2013.
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Respiration Rate
: 36 x/menit
Suhu
: 36,10C
4. Berat badan
: 68 kg
5. Tinggi badan
: 160 cm
6. Indeks Massa Tubuh
: 26,56 (overweight)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (+)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (+)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi :JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan
kiri, kelainan bentuk dada (-), retraksi suprasternal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
dan intercostal.
: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
: Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
: Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus pada basal+/+
Ronki basah kasar -/Wheezing-/: Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS
: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS
dan kuat angkat (-)
Perkusi
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Ekstremitas
Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra
+
+
-
Dextra
+
-
Sinistra
+
-
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal08 Mei 2013
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin
: 8,7g/dl
Leukosit
: 11.860/uL
Hematokrit
: 27 %
6
Eritrosit
: 3,1x10 /ul
Trombosit
: 323.000/ul
MCV
: 86.7 fL
MCH
: 28.2pg
MCHC
: 34.4 %
RDW
: 13.7 %
MPV
: 9.4 fL
Hitung Jenis
Basofil
: 0.0%
Eosinofil
: 0.0%
Batang
: 0.00%
Segmen
: 92.3%
(14 18 g/dl)
(4800 10800/ul)
(42 52 %)
(4,7 6,1 x 106/ul)
(150.000 400.000/ul)
(79 99 fL)
(27 31 pg)
(33 37 %)
(11,5 14,5 %)
(7.2 11.1 fL)
(0.00 1.00 %)
(2.00 4.00 %)
(2.00 5.00 %)
(40.0 70.0 %)
Limfosit
Monosit
: 3.7%
: 4.0%
(25.0 40.0 %)
(2.00 8.00 %)
Kimia Klinik
Ureum darah
: 166.5 mg/dl
(14.90 30.52 mg/dl)
Kreatinin darah
: 14.9 mg/dl
(0.00 1.30 mg/dl)
Gula darah sewaktu : 87 mg/dl
( 200 mg/dl)
E. Resume
1. Anamnesis
a. Sesak napas
b. Pusing dan berkeringat dingin
c. Riwayat cuci darah
d. Gemar mengkonsumsi minuman energy dan jamu
2. Pemeriksaan fisik
a. Vital sign : RR : 36 x
b. hidung : nafas cuping hidung (+)
c. Pemeriksaan paru
Inspeksi: retraksi suprasternal dan intercostal
Auskultasi : ronki basah halus pada daerah basal +/+
3. Pemeriksaan Penunjang
Ureum darah
: 166.5 mg/dl
(14.90 30.52 mg/dl)
Kreatinin darah
: 14.9 mg/dl
(0.00 1.30 mg/dl)
(14056)
x 68 x 1=4,84
LFG
:
72 x 14.9
F. Diagnosis
CKD Grade V On HD 2 kali seminggu
Edema pulmo akut
G. Usulan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ureum kreatinin berulang
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan EKG
H. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
1. Pembatasan cairan
2. Hemodialisa rutin
Farmakologi :
1. O2 3 L/mnt
2. IVFD D5% 16 tpm
3. Inj. Furosemide 3 amp. iv. / 8 jam.
Monitoring
1. Balance cairan (output urin dan intake cairan)
2. Takanan darah
3. Ureum, Kreatinin, Hb, dan Gula darah
I. Prognosis
Ad vitam
Ad sanationam
Ad functionam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
BAB I
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal ireversibel
yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ (McCance dan Sue,
2006). Kidney Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan
CKD sebagai kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60
mL/min//1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih (Levey et., al., 2005). Pasien dengan
CKD akan memiliki perjalanan penyakit yang progresif menuju End Stage Renal
Disease (ESRD) (McCance dan Sue, 2006).
CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit
dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin
buruk (Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005).Tanda dan gejala yang muncul pada
CKD sering dideskripsikan sebagai uremia. Uremia merupakan beberapa gejala
yang muncul dikarenakan terganggunya fungsi ginjal disertai akumulasi toksin
pada plasma darah.
CKD merupakan keadaan gangguan fungsi ginjal progresif yang dapat
disebabkan oleh banyak faktor, namun hipertensi dan diabetes mellitus merupakan
2 buah penyebab yang paling sering mendasari terjadinya CKD (McCance dan
Sue, 2006). Penyebab lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal
progresif adalah reduksi massa ginjal dan obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al.,
2010).
Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan
adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis
lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena
keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan
sebaliknya (Eknoyan, 2009).
BAB II
ISI
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal
ireversibel yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ. Kidney
Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai
kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60 mL/min//1.73
m2 selama 3 bulan atau lebih (Levey et., al., 2005). Pasien dengan CKD akan
memiliki perjalanan penyakit yang progresif menuju End Stage Renal
Disease (ESRD) (McCance dan Sue, 2006).
B. Klasifikasi
Chronic Kidney Disease diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang
dilihat dari derajat penyakit dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD
prognosis penyakit akan semakin buruk.
Tabel 1. Klasifikasi Chronic Kidney Disease
Derajat
Deskripsi
2
3
Gagal ginjal
C. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2006) :
1. Gangguan imunologis
a. Glomerulonefritis
b. Poliartritis nodosa
a.
b.
a.
b.
c.
c. Lupus eritematous
2. Gangguan metabolik
a. Diabetes Mellitus
b. Amiloidosis
c. Nefropati Diabetik
3. Gangguan pembuluh darah ginjal
Arterisklerosis
Nefrosklerosis
4. Infeksi
a. Pielonefritis
b. Tuberkulosis
5. Gangguan tubulus primer
Nefrotoksin (analgesik, logam berat)
6. Obstruksi traktus urinarius
Batu ginjal
Hipertopi prostat
Konstriksi uretra
7. Kelainan kongenital
a. Penyakit polikistik
b. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia
renalis)
D. Epidemiologi
Insidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100
juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya di
Malaysia, dandi negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar
40-60 kasis perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2007). Penyakit gagal ginjal
kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun lebih
sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.
Beberapa penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia
pada
tahun
2000
antara
lain
Glomerulonefritis(46,39%),
Diabetes
fungsi ginjal progresif adalah reduksi massa ginjal dikarenakan infeksi dan
obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al., 2010).
Nefropati Hipertensif
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya CKD melalui beberapa
mekanisme:
1. Vaskulopati ginjal yang terjadi pada arteri dan arteriol preglomerular.
Vaskulopati yang terjadi diakibatkan oleh aterosklerosis, disfungsi endotel,
penebalan dinding pembuluh darah, serta fibrosis pada hipertensi
2. Kerusakan mikrovaskuler pada kapiler glomerulus
3. Kerusakan barrier filtrasi (podosit, sel mesangial, dan membrana basalis)
di glomerulus karena glumerulosklerosis.
4. Fibrosis interstitial.
Hipertensi dapat meningkatkan aliran darah ginjal pada glomerulus yang
secara progresif akan menyebabkan kerusakan endotel dan barrier filtrasi
glomerulus. Kerusakan sel tersebut akan diikuti inflamasi yang menyebabkan
kematian sel podosit dan sel mesangial. Disfungsi endotel akan menyebabkan
vasokonstriksi sehingga mengurangi aliran darah ke glomerulus ginjal.
Penurunan aliran darah akan diikuti penurunan tekanan glomerulus yang
mengakibatkan penurunan pada GFR. Inflamasi dan kematia sel yang terjadi
akibat
kerusakan
glomerulosklerosis.
pada
ginjal
Fibrosis
dan
akan
menyebabkan
glomerulosklerosis
fibrosis
dan
menyebabkan
lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,
kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
ataupun kronik (Suwitra, 2007).
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL
atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding
Capacity(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya ((Murray et al.,
2007; Suwitra, 2007).
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di
samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal
kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan
perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi
klinik adalah 11-12 g/dL (Suwitra, 2007).
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis
mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah
yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian
kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas
dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan
gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit
biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea
pada kulit muka dan dinamakan urea frost(Kumar et al., 2007).
e. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat
kompleks.
Beberapa
faktor
seperti
anemia,
hipertensi,
glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal
terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan kreatinin serum,
dan penghitungan TKK
c. Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin dan
asam urat.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.
3. Gambaran radiologis;
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. USG bisa memperlihatkanukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
4. Biopsi
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada
penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara invasif sulit ditegakkan (Suwitra, 2007).
H. Penatalaksanaan
Diagnosis CKD harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan
patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat
untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan
dari terapi CKD adalah (K/DOQI, 2002):
1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 2030% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak
bermanfaat (Suwitra, 2006).
2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid
Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor
komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan
radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra,
2006).
demikian
pembatasan
protein
akan
mengakibatkan
meningkatkan
progresivitas
pemburukan
fungsi
ginjal.
anemia,
hiperparatiroid,
hipertensi,
dan
hiperhomosisteinemia
c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis
metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia
d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia
6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat
berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula
darah
dapat
menyebabkan
kerusakan
endotel
serta
respon
DAFTAR PUSTAKA
Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney
Disease. US Nephrology: 13-7.
Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines
for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and
Stratification. New York: National Kidney Foundation.
Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. 2007. Robbins buku ajar
patologi volume 2 edisi 7. Jakarta: EGC.
Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick
DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and
Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney
International: 67; 2089-2100.
Lopez-Novoa, Jose M., Carlos MS., Ana B. RP., Francisco J. L. H. 2010.
Common Pathophysiological Mechanism of Chronic Kidney Disease:
Therapeutic Perspectives. Pharmacology and Therapeutics: 128; 61-81.
McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease
in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.
Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. 2006. Panduan
Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia..hlm 168-70.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses
perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid
I. Jakarta Balai Penerbit FKUI. p. 725 33 ; 766 71.
Suwitra, K.2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid
I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 570-3.