Oleh :
(Ahmad Safarudin/THP 2014)
Tabel 1. Rendemen dan sifat fisika kimia minyak nilam (Nurdjannah et al., 1991
dalam Anonim, 2012).
Penyulingan uap memerlukan pengawasan tekanan uap yang teliti karena penyulingan
pada tekanan uap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya minyak atau
gosong (burnt). Kadar patchouli alkohol merupakan karakteristik penting dalam
minyak karena akhir-akhir ini komponen tersebut menjadi persyaratan yang diminta
oleh konsumen (importir). Umumnya konsumen mensyaratkan kadar patchouli
alkohol minimum 30 % (Anonim, 2012).
b. Abdjul et al., (2013) melaporkan kandungan minyak atsiri nilam hasil distilasi uap
(steam distillation) dengan hasil analisis KG terdapat 26 senyawa penyusun minyak
atsiri, dengan 8 puncak dominan yang merupakan senyawa : Patchouli Alkohol
(20,36%), Delta-Guaiene (14,50%), Alpha Guaiene (12,89%), Pogostol (3,58%),
Palustrol (1,64%), Beta-pinene (0,35%), Alpha-pinene (0,14%), Alpha-patchoulena
(7,54%).
c. Salah satu faktor yang mempengaruhi yield minyak nilam adalah perlakuan
sebelum minyak nilam disuling atau perlakuan pendahuluan. Perlakuan tersebut
adalah pengeringan daun nilam. Pengeringan adalah pengurangan sebagian
kandungan air dalam bahan dengan cara termal (Anonim, 2012). Selain pengeringan
preparasi sampel berupa pengecilan ukuran juga berpengaruh terhadap rendemen hasil
(Yahya et al., 2013).
Proses pengecilan ukuran daun nilam dilakukan dengan cara perajangan. Daun nilam
dirajang sepanjang 10-15 cm. Hasil rajangan kemudian dijemur di bawah sinar
matahari selama 2-3 hari hingga kadar air yang tersisa sebanyak 15%. Penjemuran
sebaiknya dilakukan pada pukul 10.00-14.00. Selama penjemuran, daun nilam
dibolak-balik sebanyak 2-3 kali sehari. (Rochim, 2009).
Penyulingan daun segar tidak dibenarkan karena rendemen yang dihasilkan terlalu
rendah. Sel-sel yang mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan
sebagian lagi di bagian dalam daun. Pada penyulingan daun segar minyak yang
tersuling hanya berasal dari permukaan daun saja. Pengeringan akan menghasilkan
rendemen minyak yang lebih besar karena dinding sel lebih mudah ditembus uap.
(Ketaren, 1985)
Faktor selanjutnya adalah kondisi penyulingan (Ketaren, 1985). Hal ini dapat
disebabkan karena metode, alat, waktu proses distilasi yang digunakan. Misalnya
tekanan uap yang terlalu rendah, bulk density yang terlalu rapat sehingga
menyebabkan yield kurang optimum. Tapi temperatur uap yang terlalu tinggi juga
dapat menyebabkan kerusakan senyawa atsiri. Sehingga perlu control yang spesifik.
Kemudian pada proses kondensasi, proses penukaran kalor yang kurang optimum
juga dapat menyebabkan senyawa volatil kurang optimum untuk menjadi fase cair.
Sehingga setelah dipisahkan dalam separator, yield menjadi tidak optimum.
d. Persyaratan mutu minyak nilam SNI 06-2385-2006
Karakteristik
Warna
Bobot Jenis 20oC/20oC
Indeks Bias 25oC(nD25)
Kelarutan dalam alkohol 90%
Essential Oil
Association
Kuning muda
sampai cokelat tua
0,950-0,975
1,507-1,515
Larutan (jernih) atau
opalensi ringan
dalam perbandingan
volume 1:10
Maks 5
Maks 20
Min 30
Maks 0,5
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
2. a. Dalam kimia organik, oksidasi pada karbon terjadi bila ikatan antara karbon dengan
atom yang elektronegativitasnya lebih kecil daripada karbon akan digantikan oleh
ikatan dengan atom yang elektronegativitasnya lebih besar daripada karbon
(Sastrohamidjojo, 2011). Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada
ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan
adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang
menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
Penelitan menyebutkan bahwa senyawa atsiri yang dengan karakteristik hidrokarbon
monoterpene siklik yang memiliki ikatan rangkap dan senyawa fenolik terbukti
memiliki aktifitas antioksidan tinggi (Foti and Ingold, 2003; Asekun et al., 2013).
Semakin pendek ikatan yang memiliki ikatan rangkap maka semakin mudah untuk
teroksidasi. Maka secara umum minyak atsiri dengan kandungan monoterpen ikatan
rangkap lebih potensial aktifitas antoksidannya daripada senyawa atsiri seskuiterpen
yang memiliki ikatan rangkap.
b. Setelah memahami jurnal yang ibu berikan ada beberapa lesson learn terkait cara
ekstraksi, komposisi senyawa, dan aktifitas antioksidan.
Terkait cara ekstraksi, masih dilakukan dengan metode hidrodistilasi masih
menghasilkan yield yang rendah. Dilihat dari rendemen, (0,25 0,08) % untuk daun,
dan (1,9 0,3) % untuk buah. Ditinjau dari komponen senyawa yang dihasilkan juga
masih didominasi oleh monoterpen dan seskuiterpen teroksigenasi. Hal ini mungkin
terjadi karena metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara hidrodistilasi, dimana
menggunakan air dan panas yang dapat mengoksidasi senyawa yang justru berpotensi
sebagai antioksidan. Sebagai masukan dalam jurnal tersebut, karena yang ingin
diekstrak adalah minyak atsiri sebagai antioksidan maka metode ekstraksi yang
digunakan sebaiknya mengurangi penggunaan air dan panas (mengurangi potensi
senyawa yang teroksidasi). Meninjau perkembangan teknologi distilasi sekarang ini,
distilas vakum lebih cocok digunakan karena tekanan vacuum dapat menurunkan titik
didih uap pembawa sehingga panas yang digunakan tidak tinggi, mengurangi oksidasi
senyawa volatil atsiri. Lebih baik lagi jika digunakan gas pembawa yang inert seperti
ekstraksi dengan CO2.
Terkait komposisi senyawa, didominasi baik di daun oleh hydrocarbon monoterpenes:
-pinene (16,016%), -pinene (10,39%) dan oxygenated sesquiterpenes: - eudesmol
(12,66%), dan dibuah oleh hydrocarbon monoterpenes: -pinene (20,506%) diikuti pinene (17,775%). Keduanya bahan baik daun dan buah didominasi oleh : -pinene
dan -pinene dimana termasuk hydrocarbon monoterpen.
Dilihat struktur senyawa -pinene dan -pinene, keduanya memiliki ikatan rangkap
dan termasuk hidrokarbon monoterpen dimana secara teoritis mudah mengalami
oksidasi (Ketaren, 1985), sehinga berpotensi mimiliki aktifitas antioksidan yag tinggi.
Belum lagi senyawa senyawa minor yang termasuk golongan senyawa hidrokarbon
monoterpen lainnya yang turut mendukung aktifitas antioksidan pada minyak atsiri
Xylopia aethiopica.
Meninjau dari hasil uji aktifitas antioksidan secara in Vitro sesuai dengan teori
memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi.
Ekstrak buah memiliki aktivitas lebih tinggi daripada daun. Aktifitas antioksidan
ekstrak ini dilaporakan oleh peneliti mendekati aktifitas antioksidan referensi yang
merupakan tokoferol. Terkait uji aktifitas antioksidan dalam jurnal tersebut hanya
menggunakan DPPH. Sebaiknya juga dibandingakan dengan metode uji lainnya
seperti FRAP, TBARS dan RANCIMAT.
Daftar Pustaka
Abdjul N., Paputungan M., dan Duengo S., 2013, Analisis Komponen Kimia
Minyak Atsiri Pada Tanaman Nilam Hasil Distilasi Uap Air Dengan Menggunakan
KG-SM, Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo
Anonim, 2012, Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Nilam, Direktorat
Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian.
Asekun, O.T., Okoh, S.O., Familoni O.B., dan Afolayan A.J., 2013, Chemical
Profiles and Antioxidant Activity of Essential Oils Extracted from the Leaf and Stem
of Parkia biglobosa (Jacq) Benth, Research Journal of Medicinal Plant, 7: 82-91.
Foti, M.C. and K.U. Ingold, 2003. Unexpected superoxide dismutase antioxidant
activity of ferric chloride in acetonitrile. J. Org. Chem., 68: 9162-9175.
Ketarten, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka Jakarta.
Yahya, A., dan Yunus, R.M., 2013, Influence of Sample Preparation and
Extraction Time on Chemical Composition of Steam Distillation Derived Patchouli
Oil, Procedia Engineering 53, 1 6.
Rochim, A., 2009, Memproduksi 15 Jenis Minyak Asiri Berkualitas. Penebar
Swadaya, Depok.
Sastrohamidjodjo, H., 2011, Kimia Organik Dasar, Gajah Mada University Press,
Jogjakarta.