( GRAVES OFTALMOPATI )
PENDAHULUAN
tiroid,
oftalmopati
graves,
penyakit
mata
tiroid.
(www.med.unhas.ac.id )
Gangguan kelenjar endokrin menimbulkan sejumlah kelainan mata yang
penting. Sejauh ini yang terpenting adalah yang disebabkan kelenjar tiroid,
walaupun kelainan paratiroid dan hipofisis juga memiliki perubahan mata yang
signifikan.( Vaughan et al., 1995 )
Tiroid dengan oftalmopati adalah salah satu dari banyak gejala dari
penyakit graves. Penyakit mata tiroid adalah suatu kondisi peradangan yang
mengisi otot extraokuler dan lemak orbita. Hal ini hampir selalu berhubungan
dengan penyakit graves, tetapi keadaan ini jarang kelihatan pada penyakit
Hashimotos tiroiditis, primary hipertiroid, atau kanker tiroid. ( www.Adsense
success Guide.com )
Mengingat sebagian besar penderita graves akan mengunjungi ahli
penyakit dalam, khususnya mereka yang berkecimpung di bidang endokrinologi.
Sudah selayaknya apabila oftalmopati graves harus dikenal dari bentuk yang
paling ringan sampai yang terberat. ( www.med.unhas.ac.id )
Sudah dapat dipastikan bahwa walaupun oftalmopati sering dijumpai
bersamaan dengan penyakit graves, defek respon imun pada oftalmopati berbeda
dengan penyakit graves. Sasaran respon imun pada oftalmopati ialah otot
extraorbita dan mungkin kelenjar lakrimal. Sedangkan pada penyakit graves
adalah sel sel folikel tiroid. ( www.med.unhas.ac.id )
http://br4m4tyo.blogspot.com
DEFINISI
Istilah umum penyakit graves telah digunakan untuk menyebut
hipertiroidisme yang disebabkan oleh suatu proses autoimun. ( Vaughan et al.,
1995 )
Pengertian dari hipertiroid itu sendiri adalah respon jaringan jaringan
tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Dapat timbul
spontan atau karena asupan hormone tiroid yang berlebihan. ( Price s.A et al.,
2002 )
PATOFISIOLOGI
Penyakit graves adalah kelainan autoimun, dimana produksi antibodi
tubuh berupa reseptor untuk TSH terganggu. Antibodi ini menyebabkan
hipertiroid karena mereka mengikat reseptor TSH dalam waktu yang lama.
Reseptor TSH secara cepat akan berada pada sel folikular dari gland.tiroid (
dimana selnya memproduksi hormone tiroid ) dan hal ini menyebabkan produksi
T3 dan T4 mengalami peningkatan secara tidak normal. Kondisi ini akan
memperlihatkan gejala klinis dari hipertiroid berupa pembesaran gland.tiroid yang
kelihatan sebagai goiter. ( www.Adsense-succes-Guide.com )
Patogenesis
penyakit
graves
masih
belum
diketahui,
walaupun
oftalmopati
mungkin
hipertiroid,
hipotiroid
atau
eutiroid.
(www.ophth.uiowa.edu.com )
Sekarang diperkirakan terdapat dua komponen patogenik pada penyakit
graves. Yang pertama yaitu kompleks imunotiroglobulin antitiroglobulin
berikatan dengan otot otot ekstraokuler dan menimbulkan miositis. Yang kedua
http://br4m4tyo.blogspot.com
GEJALA KLINIS
Manifestasi masuknya peradangan pada jaringan lunak mata adalah
retraksi mata, proptosis, terbukanya selaput kornea, kompresi N.optikus. Tanda
dan gejala dari penyakit graves mempunyai kharakteristik yaitu retraksi kelopak
mata, kelambatan penutupan kelopak mata atas dipandang sebagai tanda yang
spesifik dari oftalmopati.
Dua tanda diagnosa pasti dari penyakit graves yang tidak ditemukan di
kondisi hipertiroid yang lain adalah eksoftalmus dan non pitting edema.
(www.Adsense-succes-Guide.com )
http://br4m4tyo.blogspot.com
http://br4m4tyo.blogspot.com
Kelas
Tanda
Keterlibatan kornea.
Keterangan :
1. Kelas 1
Karena tidak ada keluhan maka sering lebih cepat diketahui oleh orang
lain atau dokter daripada penderita sendiri. Tanda paling sering pada kelainan ini
adalah retraksi palpebra superior. Pada orang normal apabila mata melihat lurus
kedepan maka palpebra superior akan melintas diatas bagian atas limbus, sehingga
bagian atas sclera akan tidak terlihat.
2. Kelas 2
Pada kelainan kelas 2, yang mencolok adalah keikutsertaan kelainan
jaringan lunak baik palpebra, konjungtiva maupun kelenjar lakrimale. Keluhan
keluhan yang biasa ditemukan ialah lakrimasi berlebihan, perasaan berpasir pada
http://br4m4tyo.blogspot.com
mata, fotofobi, rasa penuh pada palpebra atau pada seluruh mata. Keluhan
keluhan ini bias sangat ringan sehingga pada anamnesis harus ditanyakan dengan
baik. Tanda yang paling sering dijumpai adalah edema palpebra superior,
khususnya
akibat
eksoftalmosmeter.
retraksi
palpebra
superior,
sebaiknya
diukur
dengan
penonjolan bola mata > 22 mm, atau perbedaan antara kedua mata > 2 mm.
4. Kelas 4
Kelainan mata kelas 4 didasarkan pada terjadinya kelainan otot mata
eksterna. Otot mata yang paling sering terganggu adalah otot mata rektus inferior,
sehingga yang ditemukan ialah hambatan pada melihat ke atas dan ke lateral. Di
duga kelainan mata otot eksterna disebabkan oleh proses radang sehingga
mengurangi elastisitas otot. Apabila tidak segera diobati dapat terjadi fibrosis, ini
merupakan alas an mengapa kortikosteroid harus segera dimulai.
5. Kelas 5
Kelainan mata ini ditandai oleh kelainan pada kornea berupa kornea
kering, keratitis dan ulserasi, sampai perforasi. Kelainan kornea disebabkan oleh
trias retraksi palpebra superior, tidak dapat mengangkat bola mata dan
eksoftalmus.
6. Kelas 6
Kelainan mata kelas 6 ditandai oleh keikutsertaan saraf optic, berupa
edema papil, palpitis, neuritis retrobulbar. ( www.med.unhas.ac.id )
http://br4m4tyo.blogspot.com
PENATALAKSANAAN
Graves oftalmopati mempunyai dua fase.Fase pertama adalah fase akut
yang ditandai oleh peradangan aktif. Pada fase aktif dapat diberikan terapi
kortikosteroid, imunosupresi dan terapi radiasi local. Fase yang kedua adalah fase
kronik yang penting dilakukan terapi bedah. ( www.ophth.uiowa.edu.com )
Penatalaksanaan graves oftalmopati terdiri atas penatalaksanaan untuk
hipertitoidisme sendiri yang mutlak harus dilakukan dan penatalaksanaan terhadap
kelainan mata atau oftalmopati. Penatalaksanaan oftalmopati terdiri atas
pengobatan medis, operasi, dan penyinaran.
1. Pengobatan medis
Pengobatan medis mencakup kontrol adekuat terhadap hipertiroid sebagai
tindakan primer. ( Vaughan et al., 1995 ).
Pada keadaan yang ringan bisa menunggu sampai keadaan eutiroid
tercapai, dimana pada sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan,
walaupun tidak merupakan perbaikan total. Pada kasus yang berat kortikosteroid
masih merupakan pilihan pertama, baik oral, maupun suntikan intravena atau
suntikan periorbital.Beberapa obat imunosupresif juga telah dicoba pada kasus
berat seperti siklosporin. Siklosporin digunakan bersamaan dengan kortikosteroid
diberikan sebagai pencegahan memburuknya oftalmopati. (www.med.unhas.ac.id)
2. Radiasi
Radiasi retrobulber ( tidak boleh pada penderita diabetes mellitus ) sering
dilakukan pada penderita graves oftalmopati yang aktif dengan protusis berat.
3. Operasi
Berbagai jenis operasi yang dilakukan pada penderita dengan graves
oftalmopati. Dekompresi orbital khusus untuk proptosis berat, operasi otot mata
untuk memperbaiki adanya diplopia, dan operasi kelopak mata untuk kepentingan
kosmetik.
4. Lain lain
Beberapa tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati tidak
menjadi lebih buruk. Mereka yang merokok sebaiknya dihentikan, oleh karena
merokok ternyata dapat memperburuk adanya oftalmopati. Pada mereka dengan
http://br4m4tyo.blogspot.com
http://br4m4tyo.blogspot.com
KESIMPULAN
Kelas
Tanda
0.
1.
2.
3.
4.
5.
Keterlibatan kornea.
6.
Kelainan mata kelas 2 dan 4 disebut juga bentuk infiltratif yang perlu
dikenal dengan baik, oleh karena kelainan mata ini dapat cepat memburuk
sehingga pengobatan intensif perlu segera diberikan.
Eksoftalmus perlu diukur, selain untuk memastikan, juga untuk
pengamatan lanjut apakah membaik atau memburuk setelah mendapat terapi.
Retraksi palpebra superior, oftalmoplegi dan eksoftalmus merupakan penyebab
http://br4m4tyo.blogspot.com
terjadinya kelainan kornea. Edema papil dengan penurunan visus berat sebagai
tanda kelainan saraf optik, merupakan gambaran klasik kelas 6.
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan untuk hipertiroidisme dan
khusus untuk oftalmopati. Penatalaksanaan untuk oftalmopati terdiri atas
medikamentosa, radiasi retrobulber, dan tindakan pembedahan. Kortikosteroid
masih merupakan pilihan pertama. Beberapa obat imunosupresif juga telah dicoba
untuk beberapa kasus berat.
http://br4m4tyo.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
1. Price S. A., Wilson L.M., 2002, pathophysiology, 6th ed, Elsevier Science,
Memphis, Tennessee.
2. Vaughan D.G., Asbury T., & Eva P.R., 1995, General Ophthalmology, 14
th
http://br4m4tyo.blogspot.com