Anda di halaman 1dari 23

KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM

KEPERAWATAN
MANAJEMEN KONFLIK

Kelompok 2
Aisyah Putri Sari Dewi

115070200111033

Maretta Sekar Dewi

115070207111017

Atikatsani Latifah

115070200111023

Frita Ferdina

115070200111031

Rismaya Novitasari

115070200111041

Affrida Nurlily C W

115070201111009

Rahmi Nurrosyid P

115070201111017

GIovanny Sumeinar

115070207111019

Asmawati Fitriana J

115070201111005

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) di Makassar,
fenomena yang terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu seringkali terjadi
ketidakseimbangan insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan
yang setara dengan perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer
rumah sakit sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang
berkepanjangan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap
organisasi, khususnya perawat. Dengan menurunnya komitmen tersebut,
maka kinerja perawat pun menjadi menurun atau kurang. Perawat dalam
menjalankan profesinya sangat rawan terhadap stres, kondisi ini dipicu
karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya dengan
pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan.
Beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2002) adalah
bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan,
merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart dan yang bersifat mental
yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab
terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta harus menjalinkomunikasi
dengan pasien. Menurut Marquis dan Houston (1998, dalam Nursalam,
2007), konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai
akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang
atau lebih. Konflik sering terjadi pada setiap tatanan keperawatan.
Konflik terjadi dalam setiap hubungan, termasuk perawat di tempat kerja.
Prevalensi konflik di tempat kerja secara statistik menunjukkan bahwa 2460% waktu dari manajemen dihabiskan terkait dengan konflik. Peran
kepemimpinan dalam konflik merupakan elemen penting. Kemampuan
mereka

akan

mempengaruhi

strategi

mereka

dalam

konflik

dan

meningkatkan staf untuk bekerja sama secara efektif sehingga dapat


terwujud pelayanan keperawatan yang bermutu.
Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan bahwa dari 9 orang
perawat terdapat 6 orang perawat yang mengalami stres kerja seperti mudah
marah, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja
sama, perasaan tidak mampu terlibat dan kesulitan dalam masalah tidur,
serta ada dua orang yang sering tidak masuk kerja. Di samping itu stress
kerja perawat disebabkan konflik antara perawat dan tenaga kesehatan lain

maupun dengan pasien. Bentuk konflik yang sering terjadi adalah masalah
pembagian tugas dan insentif yang tidak jelas dan tidak merata, sering tidak
bertanggung jawab terhadap tugas serta menyalahkan rekan kerja yang lain.
Hasil

penelitian

menunjukkan

sebagian

besar

(78,3%)

responden

mengatakan manajemen konflik kurang baik. Dari 18 orang responden yang


mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 10 orang (55,6%)
responden mengalami stres kerja, sedangkan dari 5 orang responden yang
mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 1 orang (20%) responden
mengalami stres kerja.
Setiap organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan
lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan
kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf,
staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan
dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat
memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan
manusia, termasuk perasaan diabaikan,

disepelekan,

tidak dihargai,

ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.


Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya
kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam
melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan
produktivitas kerja komunitas secara tidak langsung dengan melakukan
banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu
komunitas, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu
perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan
ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam
kepribadian individu ( Swanburg, 1993).
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
nyata asuhan keperawtan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua
asumsi dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik
adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang
kedua adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat
menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga
berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan produksi. Disini peran
manajer sangat penting dalam mengelola konflik. Manajer berusaha
menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptkan lingkungan yang
produktif. Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer

harus mengidentifikasikan sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi


supaya tidak berefek pada produktifitas dan motivasi kerja (Nursalam, 2011).
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu
sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran
umum,

maka

cukup

beralasan

untuk

mengasumsi

bahwa

dengan

berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaanperbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat
dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan
mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif
untuk sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian
normal dari perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan
dan mencapai perubahan-perubahan yang di kehendaki.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih terstrukturnya pembahasan dalam makalah ini, maka penulis
menarik beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Sebagai
berikut :
1. Apa Definisi Konflik?
2. Bagaimana Ciri-ciri konflik?
3. Apa Kategori Konflik?
4. Apa Penyebab dari Konflik?
5. Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?
6. Apa Akibat dari Manajemen Konflik?
7. Bagaimana Mengelola klonflik?
8. Apa Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik?
9. Apa Aspek Positif dalam Konflik?
10. Bagaimana Penyelesaian Konflik?
11. Bagaimana Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik?
12. Apa Hal-hal yang Perlu Dipertahankan dalam Mengatasi Konflik?
1.3 Tujuan Penulisan
1 Mengetahui apa Definisi Konflik?
2 Mengetahui Bagaimana Ciri-ciri konflik?
3 Mengetahui Apa Kategori Konflik?
4 Mengetahui Apa Penyebab dari Konflik?
5 Mengetahui Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?
6 Mengetahui Apa Akibat dari Manajemen Konflik?
7 Mengetahui Bagaimana Mengelola klonflik?
8 Mengetahui Apa Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik?
9 Mengetahui Apa Aspek Positif dalam Konflik?
10 Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik?
11 Mengetahui Bagaimana Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik?
12 Mengetahui Apa Hal-hal yang Perlu Dipertahankan dalam Mengatasi
Konflik?

BAB II
TINJAUAN TEORI
DEFINISI KONFLIK

Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan


pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang saling
berinteraksi.

Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara
pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.

Sikap saling mempertahankan diri

sekurang-kurangnya diantara dua

kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan

berbeda, dalam upaya

mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan
kerjasama.

Deutsch dikutip dari Monica (1998) mendefinisikan konflik sebagai suatu


perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman
keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang.
Konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang
terjadi pada diri individu ataupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar
individu, antar-kelompok, atau antarmasyarakat (Arwani, 2006).

Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik sebagai perselisihan internal


atau ekternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara
dua orang atau lebih.

Walton dalam Winardi (2001) mengatakan konflik timbul apabila terdapat


ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial mengenai persoalanpersoalan substansi dan atau antagonisme emosional. Konflik-konflik
substansi biasanya berpusat pada ketidakcocokan dengan tujuan-tujuan dan
alat-alat.

Konflik-konflik

ketidaksenangan,

perasaan

emosional
takut,

mencakup

penolakan,

dan

perasaan

marah,

benturan-benturan

kepribadian.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa konflik adalah


suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau
perbedaan cara pandang antara individu yang saling berinteraksi yang
dimulai dari dalam individu itu sendiri, antarkelompok dan antarorganisasi.
CIRI-CIRI KONFLIK:
Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok
yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan
maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan
ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku
yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan
terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status,
jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik:
sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan
tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosiopsikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan
aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat
pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak
yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan,
kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

KATEGORI KONFLIK
Marquis & Huston (2010) mengatakan ada tiga kategori konflik yang
utama : intrapersonal, interpersonal, dan interkelompok.
(1) Konflik intrapersonal : Konflik yang terjadi pada individu sendiri.
Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasi nilai
dan keinginan dan konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan
sebagai akibat dari kompetensi peran (Nursalam, 2009). Bagi
manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area
tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen (Marquis &
Huston, 2010).
(2) Konflik interpersonal : Konflik terjadi antara dua orang atau lebih
dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi
karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain,
sehingga ditemukan perbedaanperbedaan (Nursalam, 2009). Ruang
lingkup ini sangat tidak terbatas, konflik bisa terjadi antara atasan
dengan bawahan secara individu dalam suatu perusahaan (Bachtiar,
2004).
(3) Konflik interkelompok : Konflik yang terjadi antara dua atau lebih dari
kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik ini
adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas
jasa layanan), serta keterbatasan prasarana (Marquis & Huston,
2010). Konflik interkelompok menyebabkan tugas koordinasi dan
integrasi kegiatan-kegiatan tugas menjadi sulit (Winardi, 2007).

PENYEBAB KONFLIK
1. Faktor Manusia
a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap

egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.


2. Faktor Organisasi
a. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.

b. Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya

terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam


penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
c.

unit/departemen dalam suatu organisasi.


Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam
organisasi

mempunyai

spesialisasi

dalam

fungsi,

tugas,

dan

bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar


unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang
relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen,
sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan
tujuan untuk memajukan perusahaan.
d. Interdependensi tugas.

Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu


kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat
bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
e. Perbedaan nilai dan persepsi.

Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena


merasa mendapat perlakuan yang tidak adil. Para manajer yang
relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas
yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior
f.

mendapat tugas yang ringan dan sederhana.


Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan
tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.

g. Masalah status. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen

mencoba

memperbaiki

dan

meningkatkan

status,

sedangkan

unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang


mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
komunikasi. Hambatan komunikasi,

h. Hambatan

baik

dalam

perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat


i.

menimbulkan konflik antar unit/ departemen.


Kondisi ruangan
Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk
melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konfl.hal
ini dapat memperburuk keadaan ruangan dapar berupa hubungan
yang menonton atau konstan di antara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyak pengujung pasien dalam suatu ruangan
atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain
keperawatan, seperti dokter juga mampu mempertahankan kondisi
ruangan mengakibatkan terjadinya konflik.

j.

Perubahan
Perubahan

dianggap

sebagai

proses

alamiah,

tetapi

kadang

perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam


konflik.misalnya, perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau
cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat
memunculkan konflik.
k. Perbedaan nilai atau keyakinan
Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain.
Misalnya perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang
pendapat klienya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat
yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain.
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
1

Batasan pekerjaan yang tidak jelas

Hambatan komunikasi

Tekanan waktu

Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal

Pertikaian antar pribadi

Perbedaan status

Harapan yang tidak terwujud

Konflik dapat terjadi karena manusia mempunyai sifat yang terbagi dalam
kuadran yaitu : (1) dominasi (dominance), sifat yang paling mendasar dalam diri
manusia yang dapat menimbulkan konflik. Dominasi muncul karena manusia
ingin mempertahankan kehidupan pribadi dan sosialnya dimata orang lain atau
ingin menguasai orang lain agar menuruti keinginannya yang tujuannya untuk
mencapai kepuasan diri. (2) Kepengaruhan (persuasiveness), hal ini terjadi jika
seseorang berusaha mempengaruhi orang lain agar mau menuruti apa yang
dipengaruhkan kepadanya, jika pengaruh tersebut membawa dampak negatif
pada dirinya maka akan terjadi konflik. (3) Keteguhan hati (steadiness),
merupakan cerminan sikap egois dalam diri manusia, yang bila bersentuhan
dengan kepentingan dan harga diri manusia lain bisa menimbulkan konflik dan
(4) kepatuhan (compliance), diartikan sebagai kepatuhan seseorang terhadap
nilai-nilai dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungannya. Jika ada karyawan
yang tidak patuh sedangkan karyawan yang lain sudah patuh akan memicu
timbulnya konflik (Bachtiar, 2004).

Beberapa alasan yang paling umun yang menyebabkan terjadinya konflik


di lingkungan kerja yaitu : kompetisi diantara kelompok, beban kerja yang
meningkat, peran ganda, ancaman identitas profesional dan lingkungan,
ancaman keamanan dan keselamatan, sumber daya yang kurang, budaya yang
berbeda, dan kondisi ruangan (Tappen, 2004). Arwani (2006) mengatakan
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik diantaranya perilaku yang
menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
ekslusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan,
imbalan dan masalah komunikasi. Berikut ini uraian faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya konflik tersebut :
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog,
dapat menimbulkan gangguan protokol penerimaan untuk berinteraksi
dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal.
Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu : competitive bomber
yang

dicirikan

perilaku

yang

mudah

menolak,

menggerutu

dan

menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara


agresif yang disengaja. Tipe perilaku menentang kedua adalah martyred
acomodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu
atau palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain, namun
sambil melakukan ejekan dan hinaan. Tipe perilaku menentang ketiga
adalah avoider, yang ditunjukkan dengan pengghindaran kesepakatan
yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2. Banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang
menimbulkan terjadinya stress. Stres dapat mengakibatkan tekanan fisik
maupun tekanan mental hal ini akan mudah memicu terjadinya konflik.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatankegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang
memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang
monoton atau konstan diantara individu yang terlibat di dalamnya, terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal
mampu memperparah
4. kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
5. Kewenangan dokterperawat yang berlebihan dan
mengindahkan

usulanusulan

di

antara

mereka,

tidak

saling

juga

dapat

mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima


umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan

saransaran dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat


memperkeruh suasana.
6. Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang lain dengan yang
lainnya dapat menyebabkan terjadinya konflik. Perawat begitu percaya
dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak
yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan
lainnya. Keadaan ini akan semakin kompleks jika perbedaan keyakinan,
nilai, dan persepsi telah melibatkan pihak di luar tim kesehatan yaitu
keluarga pasien.
7. Ekslusifisme yaitu adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki
kemampuan yang lebih dibandingkan kelompok lain.
8. Kekaburan tugas atau peran ganda yang disandang seseorang (perawat)
dalam bangsal keperawatan sering mengakibatkan konflik. Seorang
perawat yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hampir
bersamaan masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam
tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun komunitas.
9. Kekurangan sumber daya manusia sering memicu terjadinya persaingan
yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi.
10. Proses perubahan yang terlalu cepat atau proses perubahan yang terlalu
lambat dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan
perubahan memandang perubahan sebagai suatu ancaman.
11. Imbalan jika dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu
orang dengan orang lain dapat menyebabkan munculnya konflik.
Pemberian
profesioanal

imbalan
sering

yang

tidak

menimbulkan

didasarkan
masalah

atas
yang

pertimbangan
pada

akhirnya

menimbukan suatu konflik.


12. Masalah komunikasi, penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya
orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa
yang tidak efektif, dan penggunaan media yang tidak tepat sering
berujung terjadinya konflik.
PROSES KONFLIK
1. Konflik Laten
Tahap konflik yang terjadi terus menrus dalam suatu organisasi. Misalnya
kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidakstabilan suatu organisasi dan kualitas
produksi, meskipun konflik yang kadang tidak nampak secara nyata atau
tidak pernah terjadi.

2. Felt Konflik (Konflik yang dirasakan)


Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai
ancaman, ketakutan , tidak percaya dan marah. Hal ini penting bagi
seseorang utuk mnerima konflik dan tidak merasakannya konflik tersebut
sebagai suatu masalah /ancaman terhadap keberadaanya.
3. Konflik yang nampak
Konflik yang segaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari
penyelesaian

konflik.

Setiap

orang

secara

tidak

sadar

belajar

menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan


konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam
suatau organisasi memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai
tujuan organisasi.
4. Resulusi konflik
Adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua
orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution .
5. Konflik aftermath
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang
pertama.konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi
atau dikurangi penyebab dari konflik yang utama.
Proses konflik ada enam tahapan yaitu : pertama, kondisi yang
mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang
dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat
konflik (Filley dikutip dari Monica 1998). Kondisi yang mendahului merupakan
penyebab terjadinya konflik (tahap kedua). Kondisi yang ada di antara pihak
yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Tahapan
ketiga konflik akan dipersepsikan adalah konflik intelektual dan sering melibatkan
isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logis dan tidak melibatkan perasaan
orang lain yang terlibat konflik. Konflik yang dirasakan ketika konflik melibatkan
emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya
dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan, karena
orang juga dapat merasakan konflik tetapi tidak mengetahui masalahnya
(Marquis & Huston, 2010).
Pada tahapan keempat konflik akan dimanifestasikan ataupun ada
perilaku yang dinyatakan seperti agresif, pasif, asersif, persaingan, debat, atau
beberapa individu memecahkan konflik. Langkah selanjutnya (tahap lima) yang

dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau


menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjanjian di antara
yang terlibat atau kadang melakukan tindakan penaklukan salah satu pihak.
Suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang
terlibat di dalamnya dengan prinsip winwin solution. Pada tahap terakhir dalam
proses konflik adalah akibat konflik. Konflik akan selalu menimbulkan dampak
negatif dan positif. Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat di dalam
konflik akan percaya ia akan diberlakukan secara adil. Jika konflik tidak
terselesaikan akan menimbulkan konflik yang lebih besar dari konflik yang utama
(Nursalam, 2009).

AKIBAT DARI MANAJEMEN KONFLIK


1. Akibat negatif
a. Menghambat komunikasi.
b. M engganggu kohesi (keeratan hubungan).
c. Mengganggu kerjasama atau team work.
d. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
e. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
f. Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu
konsentrasi,

menimbulkan

kecemasan,

mangkir,

menarik

diri,

frustrasi, dan apatisme.


2. Akibat Positif
a. Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
b. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan
tujuan organisasi.
d. Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
e.
Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan

pendapat.

PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
1

Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan


mencegah konflik.

untuk mengelola dan

Manajer perawat harus mengetahui dan memahami

peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka


harus mencari bantuan untuk memahaminya.

Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola


dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya.

Misalnya; Perawat junior yang

berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang


lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3

Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang


terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan menerapkan

komunikasi yang efektif

dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara
hidup.
4

Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal


penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para
manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat
merumuskan kembali permasalahan para

pegawai sebagai tanda bahwa

mereka telah mendengarkan.

TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA KONFLIK


Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

Konflik itu sendiri

Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya

Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik

Pentingnya isu yang menimbulkan konflik

Ketersediaan waktu dan tenaga

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK


Langkah-langkah penyelesaian konflik
a. Penkajian
1) Analisa situasi
Indentifikasi jenis

konflik

untuk

menentukan

waktu

yang

diperlukan, setelah fakta dan memvalidasi semua pikiraan melalui

pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan


peran masing-masing.
2) Analisa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas yang terjadi. Tentukan masalah
utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari
masalah tersebut.
3) Menyusun tim
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
b. Indentifikasi
4) Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional: marah, dimana setiap orang
mepunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan
tindakan.
c. Intervensi
5) Masukan pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan
baik.
Indentifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
6) Menyeleksi metode dalam meyelesaikan konflik. Peyelesaian
konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda.

Seorang pemimpin bertugas mengenali manajemen konflik atau


strategi penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi.
Pilihan strategi yang tepat tergantung pada banyak variabel, misalnya
situasi itu sendiri, kekuatan atau status pihak yang terlibat dan
kedewasaan orang yang terlibat dalam konflik (Marquis & Huston, 2010).
Ada beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesain konflik yaitu
kompromi atau negosiasi, kompetisi, akomodasi, smoothing, menghindar,
dan kolaborasi (Nursalam, 2009).
a) Kompromi atau negosiasi : suatu strategi penyelesaian konflik dimana
semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan
bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai loselose
situation kedua unsur yang terlibat menyepakati hal yang telah dibuat
(Nursalam, 2009). Kompromi bekerja menuju kepuasan parsial, semua
pihak mencari sebuah solusi yang dapat diterima dan bukan yang optimal
dengan demikian tidak ada pihak yang menang maupun kalah secara
mutlak (Winardi, 2007). Strategi ini dapat dilakukan ketika tujuantujuannya penting, ketika pihak lawan dengan persamaan kekuasaan
sepakat untuk mencapai tujuan bersama. Strategi ini dapat dilakukan

dengan tujuannya untuk mencapai penyelesaian sementara untuk isu-isu


yang kompleks, untuk mencapai solusi yang bijaksana, dan sebagai
cadangan ketika gaya kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil (Rivai,
2003).
b) Kompetisi : strategi ini dapat diartikan sebagai winlose penyelesaian
konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat
negatif dari strategi ini adalah kemarahan putus asa dan keinginan untuk
memperbaiki di masa mendatang (Nursalam, 2009). Strategi ini sering
digunakan apabila keputusankeputusan cepat dan desisif diperlukan
sekali misalnya dalam situasi darurat dan persoalan-persoalan penting
(Rivai, 2003).
c) Akomodasi : strategi ini digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan
wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan
cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan
datadata yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu
kesepakatan bersama (Arwani & Supriyanto, 2006). Strategi ini bertujuan
untuk memelihara kerjasama, membangun penghargaan sosial bagi isuisu berikutnya, meminimalkan kerugian, keharmonisan dan stabilitas
dipandang lebih penting, dan memberi kesempatan kepada bawahan
berkembang dengan belajar dari kesalahan (Rivai, 2003)
d) Smoothing : strategi ini sering digunakan manajer agar seseorang
mengakomodasikan atau bekerjasama dengan pihak lain. Smoothing
terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain
atau berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan.
Pendekatan ini tepat digunakan pada perselisihan yang kecil (Marquis &
Huston, 2010).
e) Menghindar : semua pihak yang terlibat dalam konflik menyadari masalah
yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalah (Nursalam, 2009). Strategi ini biasanya dipilih jika isu tidak
gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih
f)

banyak menguntungkan (Swanburg, 2000).


Kolaborasi : strategi ini merupakan strategi winwin solution, dalam
kolaborasi kedua belah pihak menentukan tujuan bersama dan bekerja
sama dalam mencapai suatu tujuan, karena keduanya meyakini akan
tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan dan masingmasing pihak
yang terlibat meyakininya (Nursalam, 2009).

ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK


Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif
apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu
perubahan :

Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan


pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

Memberikan saluran baru untuk komunikasi.

Menumbuhkan semangat baru pada staf.

Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.

Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.


Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat

berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam


perorangan

maupun

kelompok,

berupa

organisasi

penolakan,

baik secara

resistensi

terhadap

perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi
destruktif, berupa demonstrasi.

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK:

Diawali melalui penilaian diri sendiri

Analisa isu-isu seputar konflik

Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.

Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik

Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat

Mengembangkan dan menguraikan solusi

Memilih solusi dan melakukan tindakan

Merencanakan pelaksanaannya

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGATASI KONFLIK:


1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut

hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang

muncul.

5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.


6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit

kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan

mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa
paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian

antar unit/departemen/ eselon.

BAB III
PEMBAHASAN
Contoh Kasus
Ruang Merpati memiliki 13 orang perawat yang terdiri dari 3 orang perawat
pagi, 2 sore dan 2 malam, 1 karu dan 5 sedang cuti melahirkan. Dengan 30
orang pasien rata-rata setiap hari pekerjaan memberikan asuhan, merupakan
tugas yang amat berat. Perawat di ruang tersebut sering cekcok karena tugas
yang amat berat, sementara gaji yang diterima tidak sesuai dengan pekerjaan
yang diterima. Jika anda menjadi manajer bagaimana anda menyelesaikan tugas
yang ada.

Langkah-langkah penyelesaian konflik.


1. Identifikasi Masalah

a.

Analisa situasi dan isu yang berkembang


Jenis konflik yang terjadi adalah konflik kelompok yaitu konflik yang
terjadi antara dua orang atau lebih dari kelompok orang, departemen,
atau organisasi. Konflik ini terjadi antara perawat dan manajer. Sering
terjadi cekcok diantara perawat. Perawat merasa tugas yang
diberikan amat berat sementara gaji yang diterima tidak sesuai
dengan pekerjaan yang diberikan.

b.

Akibat yang ditimbulkan oleh konflik


Konflik ini menyebabkan produktifitas perawat menurun, merusak
motivasi kerja perawat, mengganggu kerja sama, dan menumbuhkan
ketidakpuasan terhadap perkerjaan .

c. Menyusun tujuan
Tujuannya adalah konflik antara perawat dan manajer teratasi.
Perawat

mendapatkan

gaji

yang

sesuai

dengan

beban

pekerjaannya.

2. Strategi Penyelesaian Konflik


Adapun

strategi yang bisa digunakan dalam penyelesaian konflik ini

adalah :
Negosiasi : Negosiasi adalah suatu strategi penyelesaian konflik dimana
semua pihak yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang
keinginan bersama. Pada konflik ini, para perawat yang berjumlah 3
orang pagi, 2 orang sore dan 2 orang malam bersama karu dan manager
keperawatan mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan
yang terjadi. Pada pertemuan ini perawat dapat mengungkapkan
beratnya beban kerja yang harus dijalankan sedangkan gaji yang diterima
dianggap tidak sesuai. Pertemuan ini bertujuan untuk menentukan
pemecahan konflik yang terjadi, kesepakatan apa yang akan diambil
sehingga tidak merugikan kedua pihak yaitu perawat maupun manajer.

3. Penyelesaian konflik menurut kelompok :


Menurut hasil diskusi kelompok 3, hal yang perlu dilakukan untuk
mengatasi konflik yang terjadi diantara perawat

adalah dengan

memberikan penambahan gaji bagi perawat sesuai dengan beban kerja


perawat saat ini. Penambahan gaji yang diberikan bukan lah dalam
bentuk gaji pokok, tetapi berupa tunjangan lain yang dapat dinaikkan
nominalnya untuk perawat yang bekerja lebih berat dari beban kerja yang
seharusnya. Tunjangan yang diberikan dapat dihitung berdasarkan
tindakan keperawatan yang dilakukan tiap perawat pada pasien yang
seharusnya bukan menjadi tanggungan beban kerjanya. Dengan adanya
penambahan gaji yang diberikan diharapkan perawat yang bekerja ekstra
tersebut mendapatkan kepuasan kerja sehingga segala bentuk intervensi
dan implementasi keperawatan yang dilakukannya sebanding dengan gaji
yang seharusnya diterimanya. Apabila hal ini diputuskan dan disetujui
dalam strategi manajemen konflik yang dilakukan yaitu negosiasi, maka
konflik yang terjadi dapat diselesaikan sehingga perawat akan bekerja
dengan kepuasaan kerja yang tinggi dan sesuai antara beban kerja dan
gaji yang seharusnya diterima olehnya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konflik merupakan suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya
perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang saling
berinteraksi yang dimulai dari dalam individu itu sendiri, antar kelompok, dan
antar organisasi. Konflik mempunyai ciri-ciri tertentu diantaranya adalah
setidaknya ada dua pihak yang saling bertentangan, tindakan maupun interaksi
yang saling menjatuhkan satu sama lain dan muncul ketidakseimbangan antar
kelompok yang bertentangan. Ada tiga kategori konflik yang utama yaitu konflik
intrapersonal yang terjadi pada individu sendiri akibat dari kompetensi peran,
konflik interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan
dan keyakinan berbeda dan konflik interkelompok yang terjadi antara dua atau
lebih dari kelompok orang, departemen dan organisasi yang berasala dari
hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas, serta keterbatasan
prasarana. Meskipun begitu, konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan
kreativitas yang positi apabila dikelola dengan baik. Konflik dapat membantu
orang untuk saling memahami tentang perbedaan, menumbuhkan semangat
baru pada staf, dan lain-lain.
Konflik merupakan suatu kondisi yang ditimbullkan karena adanya
perbedaan pendapat. Penyebab dari konflik itu sendiri berasal dari faktor
manusia yang dipengaruhi oleh perasaan dan kepribadian seseorang dan faktor
organisasi yang dipengaruhi oleh sumber daya baik fisik, material maupun moriil
yang tersedia di organisasi tersebut. khususnya dalam bidang kesehatan, ada
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik diantaranya perilaku yang
menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
ekslusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan,
imbalan dan masalah komunikasi.

Konflik tidak muncul begitu saja, tetapi

melalui proses-proses yang bisa menimbulkan konflik. Proses tersebut adalah


konflik laten, pada tahap ini konflik terjadi secara terus menerus dalam suatu
organisasi sehingga memicu ketidakstabilan suatu organisasi. proses yang
kedua adalah felt konflik (konflik yang dirasakan) yang terjadi karena adanya
sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya dan marah.
Proses yang ketiga adalah konflik yang nampak, konflik ini sengaja dimunulkan

untuk mencari solusi. Yang keempat adalah resolusi konflik yang merupakan
suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang
terlibat. Yang kelima adalah konflik aftermath yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan cara, yaitu mempertahankan
disiplin yang ada di organisasi, pertimbangan pengalaman dalam tahapan
kehidupan,

meningkatkan

komunikasi

yang

baik

sehingga

menciptakan

lingkungan yang terapeutik dan kondusif dan mendengarkan secara aktif. Dalam
pengelolaan konflik tergantung pada konflik itu sendiri, karakteristik dan keahlian
orang-orang yang terlibat, pentingnya isu yang menimbulkan konflik dan
ketersediaan waktu dan tenaga. Konflik tidak hanya dapat dicegah ataupun
dikelola dengan baik, konflik dapat diselesaikan. Langkah-langkah penyelesaian
konflik dilakukan dengan cara pengkajian, identifikasi dan intervensi. Ada
beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesain konflik yaitu kompromi
atau negosiasi, kompetisi, akomodasi, smoothing, menghindar, dan kolaborasi.
Penyelesaian konflik diselesaikan dengan strategi yang bermacam-macam
sesuai dengan konflik yang terjadi, tetapi terdapat hal0hal yang perlu
diperhatikan dalam penyelesaian konlik. Hal tersebut adalah menciptakan
komunikasi , iklim dan suasan kerja yang efektif dan hamonis,menetapkan
peraturan dan prosedur yang baku untuk karyawan dan membina dan
mengembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit.

Saran
Setiap orang, kelompok maupun organisasi akan mengalami yang
namanya konflik. Sebanyak apapun konflik yang terjadi, konflik tersebut dapat
diselesaikan dan diharapkan memberikan kesadaran bagi masing-masing pihak
yang terlibat. Pengelolaan konflik yang terjadi disarankan agar dikelola maupun
diselesaikan dengan pemilihan strategi yang tepat dan keputusan yang tidak
merugikan salah satu pihak. Selain itu, lebih baik mencegah konflik yang terjadi
dengan menetapkan peraturan maupun memberikan kompensasi yang sepadan
dengan pekerjaan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Arwani & Heru S. (2006). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC
Bachtiar, A. (2004). Manajemen Sukses: Kiat Menghadapi Enam Hal yang
Menggangu Sukses Anda. Jogjakarta: Saujana Jogjakarta
Marquis dan Huston (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Teori
dan Aplikasi. Alih bahasa: Widyawati dan Handayani. Jakarta. Edisi 4.
EGC.
Monica, E. L. L. (1998). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan:
Pendidikan Berdasarkan Pengalaman. Jakarta: EGC
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
professional. Jakarta: Salemba Medka
Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika
PPNIM,

2012.

Selayang

Pandang

PPNI

Makassaar,

http://ppnimks.wordpress.com/
Rivai, V. (2003). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Swanburg, R, (1993). Introductory Manajement and Leadership for Clinical
Nurses. Jakarta: EGC
Swanburg,

R.

C.

(2000).

Pengantar

Kepemimpinan

dan

Manajemen

Keperawatan. Jakarta: EGC


Winardi, J. (2000). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Winardi, J. (2007). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai