Anda di halaman 1dari 2

Candida merupakan flora normal yang berada pada epithelium vagina, yang

bersama dengan koloni lactobacilli menjaga derajat keasaman pH pada vagina tetap
pada range 3,8 4,4 (Khawaja T Mahmood et al, 2010). Satu faktor yang sangat
berperan dalam perkembangan Candida sehingga menyebabkan infeksi (vaginal
candidiasis) adalah pH. Ketika pH pada vagina lebih alkaline, maka mikroba yang
sebenarnya merupakan flora normal dapat tumbuh dengan cepat dan menyebabkan
suatu masalah (World Heath Organization, 1995). Terdapat faktor predisposisi baik
endogen maupun eksogen yang menyebabkan vaginal candidiasis. Faktor endogen
berupa perubahan fisiologik kadar hormonal seperti pada kehamilan, kegemukan,
endokrinopati, dan penyakit kronik, usia dan imunologik. Sedangkan faktor eksogen
adalah iklm, penggunaan antibiotik, kontak dengan pasien, dan personal hygiene
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Gambaran klinis dari penderita Kandidiasis vaginalis yaitu ditandai dengan
vagina yang disertai rasa gatal, rasa panas pada daerah vagina, dispareunia dan disuria
(Adimora,1994). Pengeluaran dapat bervariasi dari cair sampai kental dan homogen
dengan noda seperti keju. Kadang kadang sekret tampak seperti susu menggumpal dan
berbau ragi (Sobel, 1997). Kelainan dapat berupa rangsangan setempat, reaksi alergi,
granuloma atau nekrosis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan vulvitis, dengan eritema
dan edema vulva, fisura parineal, pseudomembran dan lesi satelit papulopustular
disekitarnya (Rozaliyani dan Wahyuningsih, 2002).
Di Amerika

75%

wanita

pada

masa

reproduksi

pernah

mengalami

vulvavaginistis candidiasis. Antara 40-50% dari angka tersebut mengalami infeksi


berulang dan 5-8% nya terkena infeksi candida kronis (Wilson, 2005). Di London,
40,5% terkena infeksi jamur pasca transplantasi hati dan 90% dari angka tersebut
disebabkan oleh infeksi Candida spp dan 66% oleh Candida albicans (Verma dkk,
2005). Angka kejadian infeksi tertinggi sekitar 75% adalah pada pasien yang
menggunakan vaginal douches dan kebersihan dirinya kurang, 71% pada penggunaan
antibiotik peroral, 71% pasien yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, dan 63 %
pasien yang mempunyai riwayat vaginal discharge (Khawaja T Mahmood et al, 2010).
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur di Indonesia masih sangat tinggi
dan obat antijamur lebih sedikit dibandingkan dengan antibakteri, oleh karena itu perlu
dilakukan pengembangan obat antijamur (Sukandar dkk, 2006). Pengobatan penyakit

Candida albicans umumnya menggunakan antibiotik sintetik. Antibiotik yang


digunakan seperti Tolnaftate, Benzoic acid dan Sodiumtiosulfat. Namun penggunaan
antibiotik dalam jangka waktu lama, akan berdampak negatif yaitu fungi akan menjadi
resisten atau kebal terhadapa antibiotika yang diberikan (Utami, 2012).
Meningkatnya resistensi Candida albicans terhadap antibiotik-antibiotik yang
digunakan menjadi suatu masalah baru bagi kesehatan khususnya terhadap kesehatan
pada perempuan. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain, salah satunya adalah
penggunaan bahan-bahan alami yang memiliki bahan aktif baik yang berasal dari hewan
maupun dari tumbuh-tumbuhan. Secara tradisional rimpang kunyit digunakan untuk
penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, anti radang, sesak nafas,
antidiare, dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar digunakan sebagai
lulur kecantikan dan kosmetika. Secara umum akar kunyit digunakan untuk stimulansia
pemberi warna masakan, dan minuman serta digunakan sebagai bumbu dapur
(Sudarsono dkk, 1996).
Banyak tanaman yang memiliki potensi dalam bentuk tepung, ekstrak atau
minyak atsiri sebagai pengendali patogen, diantaranya tanaman kunyit (Curcuma
domestica Val). Beberapa penelitian secara in vitro, membuktikan bahwa senyawa aktif
dalam rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan jamur, virus dan bakteri baik
gram positif maupun gram negatif seperti Escherchia coli, Klebsiela pneumoniae dan
Staphylococcus aereus (Hidayati, 2002). Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam
rimpang kunyit yaitu zat warna kurkuminoid, minyak atsiri 2-5%, arabinosa, fruktosa,
glukosa, pati, tanin, dammar dan mineral berupa magnesium besi, mangan, kalsium,
natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth (Sudarsono dkk, 1996).
Minyak atsiri kunyit mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap Eschericia coli dan anti
jamur terhadap Candida albicans (Schneider, 1990). Selain itu, pada beberapa
penelitian, tanin terbukti efektif sebagai anti mikorba (Amelia, 2012).
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
ekstrak rimpang kunyit (curcuma domestica val) terhadap pertumbuhan candida
albicans secara in vitro dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan
dalam pemilihan terapi Kandidiasis vaginalis yang murah dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai