Mengingat
2.
3.
4.
5.
6.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
NAMA, OBYEK, DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap
penyelenggaraan reklame.
(2) Obyek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame.
(3) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. Reklame papan / billboard / videotron / megatron dan
sejenisnya;
b. Reklame Kain;
c. Reklame Melekat, Stiker;
d. Reklame Selebaran;
e. Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame Udara;
g. Reklame Apung;
h. Reklame Suara;
i. Reklame Large Elektronik Display;
j. Reklame Wall Painting/shop painting;
k. Reklame Flag Chain;
l. Reklame Sign Net;
m. Reklame Film/slide; dan
n. Reklame Peragaan.
Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak adalah :
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN
PAJAK REKLAME
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa
Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan
faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka
waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.
(4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame
ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Hasil perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dinyatakan dalam bentuk tabel dan ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 6
Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima persen).
Pasal 7
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 Peraturan Daerah ini dengan dasar
pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Daerah
ini.
Pasal 8
Tata cara pemasangan reklame diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala
Daerah dengan memperhatikan keamanan, konstruksi estetika dan
perlindungan masyarakat.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 9
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat reklame
berlokasi.
BAB V
PEMUNGUTAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 10
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang
berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan
penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD
atau dokumen lain yang dipersamakan.
(4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa karcis dan nota perhitungan.
(5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar
dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.
Bagian Kedua
Surat Tagihan Pajak
Pasal 11
(1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika :
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat
terutangnya pajak.
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo
pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.
BAB VI
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 12
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu)
bulan takwim.
Pasal 13
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran
ditempat Reklame.
BAB VII
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN
PENETAPAN PAJAK
Pasal 14
(1)
(2)
(3)
BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 15
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
BAB IX
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 18
(1)
(2)
(3)
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak
dikeluarkan 7 (tujuh ) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis,
Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 19
(1)
(2)
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat yang
ditunjuk segera menerbitkan Surat Perintah Melaksakan Penyitaan.
Pasal 21
Setelah dilakukan Penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi
utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal
pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat yang
ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan
kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 22
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan
tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera
secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pasal 23
Tata cara penagihan pajak dengan surat paksa, bentuk, jenis dan isi
formulir penagihan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala
Daerah.
BAB X
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PENGHAPUSAN PAJAK
Pasal 24
(1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat
memberikan pengurangan, keringanan dan penghapusan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan penghapusan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
BAB XI
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN, KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN
ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINSTRASI
Pasal 25
(1) Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat :
a. Membetulkan SKPD atau STPD yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan
dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah;
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak
benar;
c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa
bunga.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan, ketetapan
dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas
SKPD dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Kepala
Daerah atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD atau STPD dengan
memberikan alasan yang jelas.
(3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga)
bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak
memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan,
pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 26
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDLB.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
selama-lamanya 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD dan SKPDLB
diterima Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
(3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah
memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk
tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap
dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 27
(1)
(2)
(3)
Pasal 28
(1)
(2)
(3)
Pasal 29
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
BAB XIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 30
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
BAB XIV
KADALUWARSA
Pasal 31
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 32
(1)
Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2)
(3)
BAB XV
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 33
(1)
(2)
Pasal 34
(1)
(2)
(3)
BAB XVI
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 35
(1)
(2)
(3)
BAB XVII
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 36
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pasal 39
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Peraturan Daerah ini
tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 40
(1)
(2)
(3)
(4)
Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang
karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang
kerahasiaannya dilanggar.
Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi
seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikan tindak
pidana pengaduan.
Pasal 41
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 ayat
(1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Pajak Reklame yang masih
terhutang berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 34
Tahun 2003 yang bersangkutan masih dapat ditagih selama jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terhutang.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksaanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
Pasal 44
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku Peraturan Daerah Kota Batu
Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame ( Lembaran Daerah Kota
Batu Nomor 42 Seri B Tahun 2003) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasa 45
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kota
Batu.
Ditetapkan di Batu
pada tanggal 23 Agustus 2010
WALIKOTA BATU,
ttd
EDDY RUMPOKO
Diundangkan di Batu
pada tanggal 23 Agustus 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA BATU
ttd
WIDODO, SH, MH
Pembina Tingkat I
NIP. 19591223 198608 1 002
LEMBARAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2010
TANGGAL 23 AGUSTUS 2010 NOMOR 3 / B
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA BATU
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
PAJAK REKLAME
I.
UMUM
Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian dewasa ini
maka setiap orang atau badan yang mempunyai suatu usaha, akan sangat
membutuhkan keberadaan media reklame untuk memperkenalkan barang atau
usahanya. Keberadaan media reklame sebagai salah satu alat promosi suatu
produk perlu diatur penyelenggaraannya, agar tertata sesuai dengan tata ruang,
estetika (keindahan), kepribadian dan budaya bangsa serta tidak bertentangan
dengan norma keagamaan, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan dan
kesehatan. Pemanfaatan ruang untuk media reklame inilah yang pada akhirnya
menimbulkan kewajiban bagi orang atau badan untuk membayar pajak kepada
daerah dengan nama Pajak Reklame.
Semakin baik pelayanan maupun penataan reklame di wilayah daerah,
maka semakin optimal pula pendapatan asli daerah dari sektor pajak.
Pengaturan penyelenggaraan reklame dalam peraturan daerah ini, lebih
dititikberatkan pada penyelenggara, penataan, jenis dan naskah reklame,
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, nilai sewa serta pengelolaan titiktitik lokasi sehingga tercipta suasana kondusif dalam iklim usaha, ketentraman
masyarakat dan ketertiban umum.
Bahwa dengan ditetapkan dan diberlakukannya Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka
sumber-sumber pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah. Salah satu jenis Pajak daerah yang
pemungutannya diserahkan kepada Kabupaten/ Kota adalah Pajak Reklame
(Pasal 2 ayat (2) huruf d, oleh karena itu perlu ditetapkan Peraturan Daerah
sebagai landasan hukum dalam pengaturan pelaksanaan pemungutannya.
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 34
Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi saat ini, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Peraturan Daerah
yang baru dengan tetap mengaju pada ketentuan yang terdapat dalam Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
II.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pihak ketiga antara lain perusahaan jasa periklanan
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud Nilai Sewa Reklame adalah nilai yang ditetapkan
sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak reklame.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas