Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Reading

Antibiotik Sebagai Bagian dari Penatalaksanaan


Malnutrisi Akut Berat

ZUS LEVIONI
110.2008.268
Pembimbing : dr. Oki Fitriani , Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD


Serang
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Agustus 2014

Abstrak
Latar Belakang
Malnutrisi berat akut menyebabkan 1 juta kematian anak-anak tiap tahun.
Dengan menambahkan antibiotik dalam terapi nutrisi diharapkan dapat mempercepat
porses pemulihan dan menurunkan angka kematian anak-anak dengan malnutrisi berat
akut yang diterapi di rumah atau rawat jalan.
Metode
Dengan menggunakan metode acak, buta ganda (double blind), menggunakan
pengendali placebo, secara acak peneliti mengambil anak-anak dari Malawi usia 6
bulan sampai dengan 59 bulan dengan malnutrisi berat akut untuk mendapatkan
amoxicil, cefdinir, atau placebo untuk 7 hari disamping terapi makanan pada pasien
malnutrisi berat akut tanpa komplikasi dengan rawat jalan. Dengan hasil yang
diharapkan dapat meningkatan perbaikan nutrisional dan menurunkan angka kematian.
Hasil
Sebanyak 2767 anak-anak dengan malnutrisi akut berat telah terdaftar menjadi
peserta. Terdapat 88, 7% (dari total anak yang diberi ampicilin) anak yang
menggunakan ampicilin, 90,9% (dari total anak yang diberi cefdinir) anak yang
menggunakan cefdinir dan 85,1 % (dari total anak yang diberi placebo) mengalami
pemulihan. Sebesar 1,32 kali pada kelompok placebo mengalami resiko terjadinya
kegagalan terapi dibandingkan dengan kelompok yg mendapat amoxicilin (95% CI, p
0,02). Sebanyak 1,64 kali pada kelompok placebo mengalami resiko terjadinya
kegagalan terapi dibandingkan dengan kelompok yg mendapat cefdinir (95% CI, p
<0,001).
Sementara angka kematian dari ketiga group diantaranya 4,8 %(ampisilin), 4,1%
(cefdinir), dan 7,4% (placebo). Pada kelompok placebo, sebanyak 1,55 kali resiko
terjadinya kematian dibandingkan kelompok amoxicilin (CI 95% p 0,02), sementara
sebesar 1,80 kali resiko terjadinya kematian pada kelompok placebo dibandingkan
dengan kelompok cefdinir (CI 95%, p 0,003).
Anak-anak yang pemulihan telah mengalami peningkatan berat badan dengan
diberikan intervensi (antibiotik atua placebo) tersebut di masing-masing kelompok.
Kesimpulan
Penambahan antibiotik terhadap regimen terapi pada malnutrisi berat akut tanpa
komplikasi dapat mempercepat pemulihan dan menurunkan angka mortalitas secara
signifikan.

Pendahuluan
Malnutrisi akut berat menyebabkan kesakitan dan kematian sangat besar pada
anak-anak lebih dari 20 juta anak-anak di dunia. Selama 10 tahun terakhir,
penatalaksanaan utama untuk malnutrisi berat akut adalah dengan memberikan susu
formula yang telah di fortifikasi. Meskipun demikian, pedoman konsensus dunia saat ini
merekomendasikan untuk menggunakan makanan terapetik siap saji / ready-to-use
therapeutic food (RUTF) yang terdiri dari pasta kacang, susu bubuk, minyak, gula dan
suplemen mikronutrien. RUTF ini biasa digunakan pada terapi perawatan di rumah.
Pengamatan ini telah menyebabkan penggunaan antibiotik rutin sebagai
rekomendasi pedoman penatalaksanaan anak-anak malnutrisi akut berat yang
mendapat perawatan di rumah / rawat jalan. Meskipun pasien rawat jalan mungkin
diperkirakan jauh lebih kecil kemungkinan untuk menyebabkan infeksi sistemik
dibanding dengan pasien yang memiliki komplikasi yang memerlukan perawatan di
rumah sakit. Dari data pengamatan Trehan dkk (2010), menunjukkan bahwa antibiotik
tidak diperlukan dan mungkin berbahaya bagi anak-anak dengan malnutrisi akut berat
tanpa komplikasi (anak-anak dengan nafsu makan baik, dan tidak ada tanda penyakit
penyerta yang dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya sepsis).

Metode
Populasi Penelitian dan Syarat-syarat Kelayakan Peserta Penelitian
Peneliti mengumpulkan anak-anak di 18 kilinik pemberian makanan di daerah
pedesaan Malawi dari Desember 2009 sampai Januari 2011. Setiap calon peserta
diukur berat badannya, tinggi atau panjang badannya, dan lingkar lengan atas. Anakanak usia 6-59 bulan, anak-anak dengan edema (indikasi kwashiorkor), berat badan
pertinggi badan z-skor nya kurang dari -3 (indikasi marasmus) dan atau keduanya
(marasmic kwashiorkor) memenuhi kriteria dalam peserta penelitian. Tiap peserta yang
memenuhi persyaratan, diberikan 30 gr RUTF sebagai uji coba dibawah pengawasan
perawat sebagai syarat lain untuk menjadi peserta peneliatian. Anak-anak yang tidak
dapat minum RUTF tes tersebut diindikasikan sebagai rawat inap rumah sakit.

Pengawasan Penelitian
Penilitian ini telah disetujui oleh dewan etik Universitas Malawi, Universitas
Washinton di St. Louis dan pemerintah Malawi. Perawat memberikan informed consent
secara lisan dan tulisan.

Design Penelitian dan Intervensi


Dengan menggunakan metode acak, buta ganda (double blind), menggunakan
pengendali plasebo membandingkan keadaan nutrisi status gizi dan kemungkinan
kematian terhadap anak-anak malnutrisi buruk akut rawat jalan tanpa komplikasi
mendapatkan terapi antibiotik dengan yang tidak mendapatkan antibiotik.
Seluruh peserta mendapatkan RUTF 175 kkal/kgBB/hari. Kelompok pertama
mendapatkan amoxicilin suspensi 80-90 mg/kgBB/hari dosis terbagi dalam 2 dosis.
Kelompok kedua mendapatkan cefdinir suspensi 14 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Sementara kelompok ketiga mendapatkan placobe 2 kali sehari. Perawat telah
diinstruksikan untuk menambahkan obat dalam RUTF selama dosis awal 7 hari terapi.

Prosedur Penelitian
Peserta akan dibagikan ke dalam masing-masing kelompok intervensi ketika
pengasuh mengambil amplop berisi kode salah satu dari ketiga kelompok intervensi.
Pengasuh mdan peneliti tidak mengetahui apa maksud kode tersebut (pengasuh dan
peneliti tidak mengetahui kelompok intervensi apa yang diberikan kepada peserta
tersebut). Intervensi obat dan placebo dibagikan dalam botol plastik buram dengan
jarum suntik yang sudah diberi tanda dosis. Kemudian, perawat mengisntruksikan
kepada setiap pengurus tentang cara menggunakan jarum suntik tersebut untuk
memberikan obat intervensinya dan mengawasi dosis awal di klinik.
Setelah pendataan dan instruksi pengurus, masing-masing anak dipulangkan ke
rumah masing-masing dengan diberikan obat intervensi sesuai dengan masing-masing
kelompok dan persediaan RUTF selama 2 minggu. Follow up akan dilakukan dengan
interval waktu 2 minggu dimana setiap anak akan diukur lagi perkembangan
antropometrinya. Pengasuh juga ditanya tentang kepatuhan anak terhadap pemberian
intervensi tersebut.
Anak-anak yang pada saat dilakukan follow up masih terdapat bipedal pitting
edema atau z-skor terhadap BB/TB(PB) tetap dibawah -2, akan dilanjutkan
mendapakan persediaan RUTF selama 2 minggu dan mendapatkan konseling nutrisi.
Anak-anak yang masih mengalami malnutrisi setelah 6 kali dilakukan follow up akan
dirujuk untuk dilakukan rawat inap. Anak-anak yang tidak dibawa untuk dilakukan follow
up, akan dikunjungi ke rumahnya untuk dilakukan follow up.
Anak-anak dianggap telah pulih apabila sudah tidak ada edema dan z-skor
terhadap BB/TB(PB) -2. Anak-anak yang keluar dari penelitian ini dan tetap malntrisi

setelah 6 kali follow up akan dirujuk untuk rawat inap selama penelitian atau peserta
yang meninggal dianggap mengalami kegagalan dalam pengobatan.
Analisis Statistik
Titik akhir utama dari penelitian ini adalah pemulihan nutrisi dan angka kematian
dalam ketiga kelompok intervensi. Selain itu, dipilih satu jenis subgrup untuk evaluasi
hubungan antara tipe malnutrisi berat akut dengan intervensi yang telah diberikan
ditinjau bagaimana angka pemulihan dan angka kematiannya.
Hasil kedua yang diperhatikan termasuk peningkatan berat badan, peningkatan
tinggi badan, apakah antibiotik berhubungan dengan waktu pemulihan. Pengolahan
data menggunakan sistem statistik chi-square dibandingkan dengan uji fisher.

Hasil
Populasi Penelitian
Dari total 3212 anak-anak dengan malnutrisi akut berat yang teridentifikasi dari
bulan Desember 2009 sampai Januari 2011, setelah dilakukan pemeriksaan syarat
kelayakan, anak-anak yang mememnuhi persyaratan untuk mengikuti penilitian ini
berjumlah 2767.

Tabel 1. Karakteristik anak-anak peserta penelitian.

Intervensi Penelitian dan Efek Samping


Sejumlah 924 anak secara acak masuk ke dalam kelompok amoxicillin, 923
masuk ke kelompok cefdinir dan 920 masuk ke kelompok placebo. Dari total jumlah
peserta tidak didapati anak-anak yang mengalami alergi atau anafilaksis setelah
mendapatkan intervensi.
Terdapat kasus-kasus efek samping akibat dari pemberian intervensi :
1. Pada kelompok intervensi amoxicillin
Timbulnya ruam popular, batuk freakuensi sering (dilaporkan oleh pengasuh
peserta)

2. Pada kelompok intervensi cefdinir


Plak/selaput putih (sariawan/thrush) pada mukosa oral, diare (jumlah laporan
sedikit) sampai diare berdarah

3. Pada kelompok intervensi placebo


Batuk (jumlah laporan tinggi), dan diare yang dilaporkan pada dilakukannya
follow up pertama dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan intervensi
antibiotic.
Pemulihan Nutrisi dan Angka Kematian
Secara keseluruhan, 88, 3% anak-anak yang mengalami pemulihan dari
malnutrisi berat akut dari jumlah keseluruhan (2767 anak) yang menjadi peserta
penelitian. Anak-anak dengan marasmic kwashiorkor lebih sedikit yang mengalami
pemulihan dan memiliki angka kematian yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak
dengan marasmus atau kwashiorkor.
Placebo memiliki nilai pemulihan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
antibiotik dan memiliki angka kematian yang tinggi. Meskipun diperkirakan cefdinir
dapat memiliki nilai yang lebih tinggi dalam jumlah peserta yang mengalami pemulihan
dan nilai yang lebih rendah dalam angka kematian tetapi, tidak ada perbedaan
signitfikan antara cefdinir dan amoxicillin (p=0,22 untuk pemulihan dan p=0,52 untuk
angka kematian). Kelangsungan hidup lebih lama pada kelompok yang mendapat
intervensi antibiotic terutama cefdinir. Peningkatan berat badan paling banyak terapat
pada kelompok dengan yang mendapat intervensi antibiotic terutama cefdinir

Tabel 2. Angka pemulihan sesuai dengan masing-masing kelompok intervensi dan tipe dari
malnutrisi akut berat

Hasil Sekunder
Anak-anak dengan marasmic kwashiorkor pemulihannya jauh lebih lambat
daripada anak dengan marasmus atau kwashirokor (Tabel 3). Kaplan-Meier membuat
analissi dalam berbentuk kurva yang menjelaskan bahwa waktu pemulihan pada
cefdinir jauh lebih cepat daripada amoxicillin. Dan waktu pemulihan pada amoxicillin
jauh lebih cepat dibandingkan dengan placebo.

Peningkatan berat badan dari pertama kali dilakukan pendataan peserta sampai
follow up kunjungan kedua didapatkan peningkatan signifikan terhadap kelompok yang
mendapatkan cefdinir dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan cefdinir
selain itu, antibiotik juga menunjukkan peningkatan yang ukuran lingkar lengan atas
yang cukup besar dibandingkan ddengan placebo.

Kurva 1. Kurva waktu untuk pemulihan nutrisi (A) dan waktu terjadinya kematian (B)

Karakteristik Dasar Berhubungan dengan Pemulihan


Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengalami pemulihan, kebanyakan
pada anak-anak yang mengalami pemulihan adalah anak-anak memiliki usia lebih tua
diantara para peserta. Pada anak-anak dengan marasmus atau marasmic kwashiorkor
mereka yang memiliki lingkar lengan atas paling rendah diantara lainnya dan berat
badan dibandingkan tinggi badan (z-skor) paling rendah sewaktu awal pendaftaran,
berkemungkinan besar untuk terjadinya kegagalan terapi atau kematian. Anak-anak
dengam paling rendah diantara lain tinggi badan berbanding usianya (z-skor) paling
sedikit yang mengalami pemulihannya. Para peserta dengan HIV serologinya positif
terutama jika tidak mendapatkan terapi anti retroviral, memiliki resiko yang besar untuk
terjadinya kegagalan terapi dan kematian. Nafsu makan yang buruk, berhubungan juga
terhadap resiko pengikatan trjadinya kegagalan terapi.

DIskusi
Meskipun telah dibuat pedoman konsensus dunia untuk menggunakan makanan
terapetik siap saji / ready-to-use therapeutic food (RUTF) dalam mengatasi malnutrisi
akut berat, tingkat kematian anak-anak masih lebih dari 1 juta orang di dunia pertahun.
Dengan penelitian ini telah didapatkan bahwa dengan penambahan rutin antibiotik
seperti amoxicillin dan cefdinir sebagai penatalaksanaan malnutrisi berat akut pada
pasien rawat jalan menunjukkan peningkatan terhadap pemulihan dan penurunan
jumlah kematian serta peningkatan signifikan terhadap berat badan dan lingkar lengan
atas.
Angka kematian menurun dengan penggunaan antibiotic 33,6% pada
penggunaan amoxicillin dan 44,3% pada penggunaaan cefdinir. Percepatan waktu
pemulihan dan peningkatan berat badan serta lingkar lengan atas lebih berarti pada
pengunaan cefdinir dibandingkan dengan amoxicillin.
Selain untuk perbaikan tingkat gizi, antibiotic juga diperlukan untuk menurunkan
resiko invasive infeksi bakteri berat karena pertahanan mukosa pada anak malnutrisi
sangat lemah.
Selain hasil dari perbaikan tersebut, terdapat beberapa kekurangan diantaranya :
-

Resistensi terhadap antibiotic

Efek samping yang ditimbulkan

Kepatuhan dalam pengobatan

Anda mungkin juga menyukai