Anda di halaman 1dari 7

Sabtu, 20 Juli 2013

MAKALAH BPH (Benignan Prostat Hiperplasia)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hiperplasia prostat jinak adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. ( Price, 2005 )
Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar,
memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala
urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-buli. ( Nursalam, 2006 )
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretra mengalami hiperplasia
sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah.
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperplasia prostat benigna adalah
perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam
kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine sehingga menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH
BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan
ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat
tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami
hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau
adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat
tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena
itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut
Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan
estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin.
Faktor umur / usia lanjut.
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian
proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1
buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya
lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada
penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak
homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar
prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
Kapsul anatomis
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang
terbagi atas 3 kelompok bagian:
Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
Di sekitar uretra disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu
membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat
belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan
prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat.
Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah
tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan
ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga
penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah
usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan
terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan
prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi
pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung
kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih
menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi
urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat
menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema
hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada
pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air,
elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang
progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan
natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan
hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi
perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih

tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang
tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas
E. PATHWAY
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot
destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi
urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de
entre mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko
kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola
eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia
lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH
F. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejalagejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan
berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi
kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd.
Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus
mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian
bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j.
Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadangkadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi
cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos
abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat
dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk
mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa
urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong,
1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak
dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan
refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila
terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga
menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
I. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis
kelompokkan menjadi:
a) Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b) Data Obyektif:
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan
secara adekuat.
Kriteria hasil:
a.
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
c.
Intervensi:
d. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
e.
Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah
dan denyut nadi)
f.
Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
g. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
h. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik
terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a.
Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.
Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi,
dispnea)

d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat
dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.
Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f.
Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak
ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan
dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi
tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a.
Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b.
Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c.
Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam
fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e.
Beri penjelasan penting tentang:
f.
Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1
bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c.
Luka insisi semakin sembuh dengan baik
d. Intervensi:
e.
Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
f.
Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
g.
Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
h. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
i.
Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a.
Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b.
Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar periurethral yang
mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah (pseudokapsul). BPH merupakan
kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul
surgical.
B. SARAN
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu
pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/ kenaikan pangkat. Selain itu
dokumentasi keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang Perawat

DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar dasar urologi. Malang: CV Infomedika.
Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Hardjowijoto, Sunaryo. 1999. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo.

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/30/askep-bph/
alfrezha supri di 14

Anda mungkin juga menyukai