Seperti yang telah kita ketahui, definisi karya sastra adalah suatu
karya yang mengandung nilai seni dan mengarah kepada pedomanpedoman serta pemikiran-pemikiran hidup.
Balai Pustaka disebut angkatan 20an atau populernya dengan
sebutan angkatan Siti Nurbaya. Menurut Sarwadi (1999: 25) nama Balai
Pustaka menunjuk pada dua pengertian:
1. Sebagai nama penerbit
2. Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia
Menurut Sarwadi (1999: 27) Balai Pustaka mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan sastra Indonesia yaitu dengan keberadaanya
maka sastrawan Indonesia dapat melontarkan apa yang menjadi beban
pikirannya melalui sebuah tulisan yang dapat dinikmati oleh dirinya
sendiri dan juga orang lain (penikmat sastra). Balai Pustaka mempunyai
tujuan untuk memberikan konsumsi berupa bacaan kepada rakyat yang
berisi tentang politik pemerintahan kolonial, sehingga dengan hal itu Balai
Pustaka telah memberikan informasi tentang ajaran politik kolonial.
Berdasarkan penyataan tersebut maka dengan didirikannya Balai Pustaka
telah memberikan manfaat kepada rakyat Indonesia karena sasrta
Indonesia menjadi berkembang.
Dilihat dari perkembangan sastranya, Balai Pustaka yang memiliki
maksud dan tujuan pendiriannya, maka pasti menetapkan persyaratanpersyaratan didalam menyaring suatu karya sastra. Dengan adanya
persyaratan-persyaratan tersebut maka menimbulkan berbagai macam
pandangan orang terhadap Balai Pustaka. Hal itu merupakan suatu
kelemahan atau permasalahan dari balai Pustaka yang kurang
diperhatikan keberadaannya. Menurut Sarwadi (1999: 29) permasalahan
itu diantanya meliputi:
a. Roman terpenting yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 20an ialah
Salah Asuhan karya Abdul Muis. Dalam karya itu pengarang lerbih realistis
didalam menyoroti masalah kawin paksa. Selain itu berisi juga tentang
pertentangan antara kaum muda dengan kaum tua dalam pernikahan.
Yang menjadi permasalan bagi pengarang ialah akibat-akibat lebih jauh
dari pertemuan kebudayaan Eropa yang masuk dalam tubuh anak-anak
bangsanya melalui pendidikan sekolah kolonial Belanda.
b. Novel Belenggu karya Armin Pane pernah ditolak oleh Balai Pustaka
karena isinya dianggap tidak bersifat membangun dan tidak membantu
budi pekerti. Kemudian noel itu disadur oleh Pujangga Baru tahun1938,
dan dicetak ulang oleh Balai Pustaka.
Dukun
8. Merari Siregar
Hasil karyanya: Azab dan Saengsara (1920)
9. I Gusti Njoman Pandji Tisna
Karya-karyanya: Ni Rawi Ceti Penjual Orang (1935), I Swasta Setahun di
Bedahulu (1941), Sukreni Gadis Bali, Dewi Karuna (1938), I Made Widiadi
(Kembali Kepada Tuhan)
10. Paulus Supit
Hasil karyanya: Kasih Ibu (1932)
11. Suman H.S
Lahir di Bengkalis
Karya-karyanya: Kasih Tak Terlarai (1929), Percobaan Saetia (1931),
Mencari Pencuri Anak Perawan (1932), Kawan Bergelut (1938) Kumpulan
Cerpen.
12. H.S.Muntu
Hasil karyanya: Pembalasan (1935), Karena Kerendahan Budi (1941)
Karakteristik Angkatan Balai Pustaka
Yang menonjol pada masa lahirnya sastra angkatan Balai Pustaka
ialah cita-cita masyarakat dan sikap hidup serta adat istiadat (Sarwadi,
1999: 31). Hal itu tercermin oleh kesadaran masyarakat khususnya para
penulis akan pentingnya persatuan demi terciptanya kesatuan bangsa
yang diperlihatkan melalui karya sastra yang telah memperegunaklan
penerbit yang memang keberadaannya menunjang penerbitan sastrasastra pada masa itu.
Melihat kenyataan tersebut maka karakteristik yang membedakan
sastra angkatan Balai Pustaka dengan sastra angkatan lainnya adalah:
karya-karyannya kebanyakan bertemakan kawin paksa, memuat
pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda, unsur
nasionalitas yang terkandung dalam karya sastra belum jelasm, peristiwa
yang diceritakan hanya merupakan realitas kehidupan, analisis psikologi
dalam karya sastra masih kurang, karya-karya angkatan Balai Pustaka
bersifat didaktis, bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu umum,
serta yang paling membedakan sastra angkatan Balai Pustaka dengan
angkatan lainya yaitu genre asil karyanya berupa novel, pantun dan syair.