Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL

TENTANG PERPAJAKAN
DAN PENDAPATAN NEGARA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Keuangan Negara

Nama : Muthia Kanza


NPM : 170110120045

Jurusan Ilmu Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
2015

Review Jurnal Perpajakan


Judul :
Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sebagai Strategi Penghematan
Pembayaran Pajak
Oleh Priska Febriani Sahilatua dan Naniek Noviari

Dalam jurnal yang berjudul Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21


Sebagai Strategi

Penghematan Pembayaran pajak berisi tentang penerapan perencanaan

pajak di PT. X yang bergerak di bidang kosmetik, Kabupaten Karangasem. Penerapan


perencanaan pajak ini digunakan dalam penghitungan

Pajak Penghasilan 21 (PPh 21)

karyawan dengan tujuan agar menguntungkan kedua belah pihak baik pihak perusahaan
maupun pihak karyawan. Analisis yang dilakukan adalah dengan metode kuantitatif deskriptif
dengan cara membandingkan PT. X pada tahun 2012 sebelum dan sesudah melakukan
perencanaan pajak untuk menilai penghematan yang dihasilkan dengan adanya perencanaan
pajak terhadap laba perusahaan.
Kemudian jurnal ini juga berisi mengenai beberapa teori dari para ahli terkait dengan
pengertian pajak, pajak penghasilan, tarif pajak penghasilan orang pribadi, tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan, manajemen pajak, dan perencanaan pajak. Pengertian pajak
menurut S.I Djajadiningrat (dalam Resmi, 2011:1), pajak diartikan sebagai suatu kewajiban
rakyat untuk menyerahkan sebagian kekayaannya ke kas negara, yang dapat dipaksakan
berdasarkan undang-undang, tanpa kontrapretasi secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan umum.
Manajemen pajak dapat diartikan sebagai pengelolaan perusahaan agar kewajiban
pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat dilakukan dengan baik dan benar, dengan jumlah
pajak yang dapat ditekan serendah mungkin untuk mendapatkan laba yang diharapkan tanpa
unsur pelanggaran yang di kemudian hari dapat mengakibatkan adanya sanksi atau denda
(Permatasari, 2004). Tujuan manajemen pajak pada dasarnya serupa dengan tujuan
manajemen keuangan yaitu sama-sama bertujuan untuk memperoleh likuiditas dan laba yang
cukup (Lumbantoruan, 1996:483). Menurut Suandy (2006:7) tujuan manajemen pajak dapat

dibagi menjadi dua yaitu untuk menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan sebagai
usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Fungsi-fungsi
manajemen pajak masih menurut Lumbantoruan (1996:484) adalah Perencanaan pajak (tax
planning) dan pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
Pengertian pajak penghasilan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Peghasilan, pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak. Saat ini sudah
diterapkan sistem Self Assessment System dimana wajib pajak sendiri yang bertanggung
jawab atas kewajibannya membayar pajak.
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Perencanaan pajak
perlu dilakukan agar pajak yang dibayar proporsional dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku (Oktavia, 2012). Perencanaan pajak yang baik memungkinkan wajib pajak terhindar
dari pengenaan sanksi pajak, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana (Hardika, 2007).
Dua kegiatan yang bisa dilakukan dalam perencanaan pajak yaitu tax avoidance dan tax
evasion, keduanya merupakan tindakan penghematan pajak. (Hutami, 2012). Perbedaannya
adalah tax avoidance tindakan mengurangi utang pajak secara legal atautidak melanggar
hukum sedangkan tax evasionmerupakan tindakan mengurangi utang pajak secara ilegal
ataumelanggar hukum (Xynas, 2011).
Perencanaan pajak PPh 21 dapat dengan menggunakan 4 alternatif penghitungan yaitu
alternatif yang pertama adalah gross method yaitu metode dimana karyawan yang akan
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilan. Alternatif kedua adalah net basis yaitu
metode dimana perusahaan atau pemberi kerja yang akan menanggung pajak karyawannya.
Alternatif ketiga adalah metode tunjangan pajak yaitu metode dimana perusahaan
memberikan tunjangan pajak sejumlah PPh yang terutang kepada karyawan. Alternatif
keempat atau yang terakhir disebut dengan gross up method yaitu metode dimana perusahaan
memberikan tunjangan pajak yang perhitunganya.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh

peneliti adalah dengan menggunakan

keempat alternatif perencanaan pajak dalam penghitungan PPh 21 ditemukan bahwa PPh
Pasal 21 di gross-up merupakan alternatif yang seharusnya digunakan oleh perusahaan karena
dari sudut pandang karyawan, gaji yang dibawa pulang sama dengan PPh Pasal 21
ditanggung pemberi kerja dan pihak perusahaan tidak menanggung selisih antara biaya fiskal
dengan biaya komersial yang dapat memperbesar jumlah PPh badan. Pemilihan alternatif

keempat ini akan menghemat PPh Pasal 21 karyawan. Penghematan ini bukan berarti tidak
ada transaksi pembayaran PPh Pasal 21 karyawan, akan tetapi dengan melakukan
penghematan, maka tidak ada lagi pajak yang dipotong dari penghasilan pokok karyawan.
Dari segi komersial, biaya fiskal yang besar tampaknya menjadi suatu pemborosan, namun
harus diperhatikan bahwa akibat biaya fiskal yang besar akan berdampak pada laba sebelum
pajaknya akan turun dan selanjutnya PPh Badan pun akan turun.

Sumber :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82288&val=986

Review Junal Pendapatan Negara


Judul :
ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA DAN
KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK (SEBUAH PENDEKATAN
SISTEM DINAMIK)
Puja Kristian Adiatma, Budisantoso Wirjodirjo, dan Niniet Indah Arvitrida

Jurnal ini menjelaskan tentang pentingnya Cukai dalam pemberian pendapatan negara
dimana Cukai ini berperan sangat besar dalam APBN terutama sektor penerimaan dalam
negeri. Cukai rokok mmenjadi salah satu sumber terbesar dalam penerimaan tersebut
sehingga pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai setiap tahunnya dengan harapan
mendapatkan penerimaan cukai yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya. kebijakan tarif
cukai rokok memiliki dampak sistemik terhadap pendapatan negara dan industri rokok
sehingga setiap skenario kebijakan tarif cukai perlu dipikirkan dengan tepat dan
menggunakan tools yang tepat pula. Selama ini telaah sistemik atas kebijakan tarif cukai
rokok belum pernah terpikirkan dalam usaha memaksimalkan pendapatan negara dan tetap
mendukung usaha industri rokok, sehingga dikhawatirkan kebijakan cukai yang diterapkan
pemerintah cenderung tidak maksimal atau tidak memihak semua pihak (industri rokok dan
pemerintah sendiri).
Data yang dikumpulkan adalah data-data sekunder yang berkaitan dengan kondisi
perekonomian dan kondisi usaha industri rokok di Indonesia. Data yang dikumpulkan
merupakan data sekunder yang didapat dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik
(BPS), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Perindustrian, laporan penelitian
Lembaga Demografi Universitas Indonesia, beberapa jurnal internasional, dan lain-lain.
Tahap pengumpulan data berjalan paralel dengan tahap identifikasi kondisi eksisting sistem.
Metode penelitian dalam jurnal ini dimulai dengan studi litelatur untuk memperkuat dasar
penelitian. Lalu terdapat langkah pengidentifikasian kondisi, penentuan variabel, penyusunan
model (causal top), pembuatan model simulasi, konseptual model, formulasi model, yang
dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi.

Setelah hasil simulasi di dapat Desain skenario yang telah diterapkan terhadap model
eksisting akan memberikan dampak pada variable tertentu yang merupakan tujuan di-lakukan
penelitian. Variable tersebut antara lain akumulasi laba industri rokok dan penerimaan negara.
Skenario yang disusun dibagi menjadi dua skenario utama dengan tiap skenario memiliki
beberapa subskenario. Skenario pertama (I) adalah memberikan perlakuan perubahan pada
tarif cukai. Skenario ini dimulai pada tahun 2010 dengan setiap tahunnya terjadi penambahan
tarif cukai yaitu 0% (eksisting), 5%, 10%, 30%, 57%, dan 100% dari nilai dasar.
Skenario II ini merupakan kelanjutan dari Skenario I. Skenario ini memiliki jumlah
sub- skenario yang sama dengan Skenario I, dengan nama subskenario yang berbeda dan
dapat dilihat pada tabel 5.3. Perbedaan skenario ini dengan Skenario I adalah adanya
pengembangan kondisi pembatasan produksi rokok pada model. Pembatasan produksi rokok
ini dimulai pada tahun 2015 sebesar maksimum 260 miliar batang. Penambahan kondisi ini,
dikutip dari Roadmap Industri Pengolahan Tembakau yang dikeluarkan oleh Departemen
Perindustrian (Departemen Perindustrian, 2009)
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah tarif cukai berperan sebagai faktor
penentu keberlangsungan usaha industri rokok. Semakin tinggi tarif cukai, mampu
mematikan usaha industri rokok melalui besarnya pengeluaran untuk pelunasan cukai yang
memberikan penerimaan dari cukai yang besar kepada pemerintah. Namun berdasar
penelitian yang dilakukan, penerimaan dari cukai ini tidak akan berlangsung lama karena
tingginya tarif cukai tersebut yang menyebabkan berkurangnya produksi rokok, sehingga
penerimaan akan semakin lama semakin berkurang. Dengan melakukan running simulasi
pada kondisi eksisting selama 30 tahun, kondisi akumulasi laba industri rokok akan tetap
mengalami peningkatan dan penerimaan negara dari cukai rokok juga mengalami hal yang
sama. Hal ini dikarenakan belum adanya kenaikan tarif cukai pada kondisi eksisting sehingga
industri rokok masih dapat berproduksi secara maksimal dan penerimaan negara dari cukai
juga akan semakin meningkat.
Sumber :
digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf

Anda mungkin juga menyukai