Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014
Novia Nur R 1102912 Manajemen Stress Konflik Uts Ap415 2014
: NOVIA NUR R.
NIM
: 1102912
MATA KULIAH
asalkan
konflik
tersebut
ditata
dengan
baik
maka
dapat
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
yang
sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau Bagi para
pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor
guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik
sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di
antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,
sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada
masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
Silent Conflict atau konflik semu adalah suatu bentuk konflik yang belum
dinyatakan dan masih bersifat koar-koar (adu mulut) atau istilah familiarnya
Perang Dingin.
Contoh Silent Conflict: Perang Dingin antara Rusia dengan Negara-negara Barat
(AS dan NATO)
Rusia tidak menghendaki perang dingin, tetapi juga tidak takut menghadapinya.
Dan, kalau Pakta NATO berniat putus hubungan dengan Rusia, maka silahkan
saja. Itu tidak masalah bagi Rusia. Kalau karena itu, Rusia tidak diterima menjadi
anggota organisasi perdagangan dunia WTO, maka juga tidak apa-apa. Semua
syarat menjadi anggota WTO yang sudah diterima Rusia tapi merugikan
perekonomian negeri beruang merah itu akan dibekukan. (petikan pidato
Presiden Rusia)
Babak baru perang dingin antara Rusia dan Barat telah dimulai. Indikasi
dimulainya perang dingin ini adalah silang pendapat Rusia dan Barat dalam
menyikapi berbagai persoalan seperti, rencana penempatan sistem anti rudal AS di
Eropa Timur, keluarnya
Moskow
senjata
dua kekuatan yang saling bersaing, Rusia dan Barat selalu mengejar kepentingankepentingan yang saling bertentangan. Penentangan Rusia terhadap usaha Barat
untuk memisahkan Kosovo dari Serbia dapat dinilai sebagai persaingan mereka
dalam bidang Geostrategis. AS dan Uni Eropa tengah berusaha mengurangi
pengaruh tradisional Rusia di kawasan Balkan. Namun tekanan Barat atas Rusia
akan mempengaruhi pula perilaku negara ini di kawasan-kawasan lain di dunia.
Jelas sekali bahwa dalam rangka menghadapi ancaman-ancaman Barat, Rusia
akan memperkuat hubungannya dengan kekuatan-kekuatan regional seperti Cina
dan India, juga dengan lembaga-lembaga regional seperti Organisasi Kerjasama
Shanghai (SCO).
3. Actual Conflict
Actual Conflict adalah konflik yang nyata terjadi antara satu pihak dengan pihak
lain dengan menggunakan kekuatan fisik maupun senjata api dan senjata tajam.
Contoh Actual Conflict: Invasi Militer Amerika serikat ke Irak
Invasi Irak 2003 dengan kode Operasi Pembebasan Irak secara resmi mulai
pada tanggal 20 Maret 2003. Tujuan resmi yang ditetapkan Amerika Serikat
adalah untuk melucuti senjata pemusnah masal Irak, mengakhiri dukungan
Saddam Hussein kepada terorisme, dan memerdekakan rakyat Irak. Sebagai
persiapan, pada 18 Februari 100.000 tentara Amerika Serikat dimobilisasikan di
Kuwait. Amerika Serikat menyediakan mayoritas pasukan untuk invasi ini,
dengan dukungan dari pasukan koalisi yang terdiri dari lebih dari 20 negara dan
suku Kurdi di utara Irak. Invasi Irak 2003 inilah yang menjadi pembuka Perang
Irak.
Invasi Amerika terhadap Irak pada 20 Maret 2003 tepatnya pukul 05.35 waktu
Irak, yaitu negeri yang porak poranda akibat perang teluk serta perang
berkepanjangan ditambah dengan sanksi ekonomi yang dipaksakan PBB. Dengan
dalih keamanan dunia dengan menuduh Irak mengembangkan senjata pemusnah
masal, serta mengusung HAM dan demokrasi dengan menjatuhkan Rezim Sadam.
Menjadikan geram negara-negara eropa, bahkan seluruh dunia. Dan sekaligus hal
ini semakin memperjelas ambisi Amerika untuk menguasai dunia setelah
sebelumnya menguasai Afghanistan.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak
lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
ketiga internasional berdasarkan mandat BAB VI dan VII Piagam PBB (Crocker,
1996).
Operasi militer untuk menurunkan eskalasi konflik merupakan suatu tugas berat
yang mendapat perhatian besar dari beberapa ageni internasional. UNHCR,
misalnya, telah menerbitkan suatu panduan operasi militer pada tahun 1995 yang
berjudul
A UNHCR Handbook For The Military On Humanitarian Operations.
Panduan yang sama juga telah dipublikasikan oleh Institute for International
Studies, Brown University pada tahun 1997 dengan judul A Guide to Peace
Support Operations.
2. Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik
Ketika de-eskalasi konflik sudah terjadi, maka tahap kedua proses resolusi konflik
dapat dimulai bersamaan dengan penerapan intervensi kemanusiaan untuk
meringankan beban penderitaan korban-korban konflik (Anderson, 1996).
Intervensi kemanusiaan ini dilakukan dengan menerapkan prinsip mid-war
operations (Loescher dan Dwoty: 1996; Widjajanto: 2000). Prinsip ini yang
merupakan salah satu perubahan dasar dari intervensi kemanusiaan di dekade 90an, mengharuskan intervensi kemanusiaan untuk tidak lagi bergerak di lingkungan
pinggiran konflik bersenjata tetapi harus bisa mendekati titik sentral peperangan.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa korban sipil dan potensi pelanggaran
HAM terbesar ada di pusat peperangan dan di lokasi tersebut tidak ada yang bisa
melakukan operasi penyelamatan selain pihak ketiga. Dengan demikian, bentukbentuk aksi kemanusian minimalis yang hanya menangani masalah defisiensi
komoditas pokok (commodity-based humanitarianism) dianggap tidak lagi
memadai.
Intervensi kemanusiaan tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan usaha untuk
membuka peluang (entry) diadakannya negosiasi antar elit. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tahap ini kental dengan orientasi politik yang bertujuan
untuk mencari kesepakatan politik (political settlement) antara aktor konflik.
3. Problem-solving Approach
Tahap ketiga dari proses resolusi konflik adalah problem-solving yang memiliki
orientasi sosial. Tahap ini diarahkan menciptakan suatu kondisi yang kondusif
bagi pihak-pihak antagonis untuk melakukan transformasi suatu konflik yang
spesifik ke arah resolusi (Jabri: 1996, 149).
Transformasi konflik dapat dikatakan berhasil jika dua kelompok yang bertikai
dapat mencapai pemahaman timbal-balik (mutual understanding) tentang cara
untuk mengeskplorasi alternatif-alternatif penyelesaian konflik yang dapat
langsung dikerjakan oleh masing-masing komunitas. Alternatif-alternatif solusi
konflik tersebut dapat digali jika ada suatu institusi resolusi konflik yang
berupaya untuk menemukan sebab-sebab fundamental dari suatu konflik. Bagi
Burton (1990, 202), sebab-sebab fundamental tersebut hanya dapat ditemukan
jika konflik yang terjadi dianalisa dalam konteks yang menyeluruh (total
environment).
Aplikasi empirik dari problem-solving approach ini dikembangkan oleh misalnya,
Rothman (1992, 30) yang menawarkan empat komponen utama proses problemsolving. Komponen pertama adalah masing-masing pihak mengakui legitimasi
pihak lain untuk melakukan inisiatif komunikasi tingkat awal. Komponen kedua
adalah masing-masing pihak memberikan informasi yang benar kepada pihak lain
tentang kompleksitas konflik yang meliputi sebab-sebab konflik, trauma-trauma
yang timbul selama konflik, dan kendala-kendala struktural yang akan
menghambat fleksibilitas mereka dalam melakukan proses resolusi konflik.
Komponen ketiga adalah kedua belah pihak secara bertahap menemukan pola
interaksi yang diinginkan untuk mengkomunikasikan signal-signal perdamaian.
Komponen
terakhir
adalah
problem-solving
workshop
yang
berupaya
8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit
(dysmenorhea)
9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.
10. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.
11. Tidak bisa tidur
12. Sakit mental-histeris
c. Faktor Penyebab Stres dalam Organisasi
Penyebab stres yang akan kami kemukakan disini lebih banyak menyangkut
penyebab stres di dalam organisasi. Secara umum penyebab stres dapat
dikelompokkan menjadi (Gibson, 1996: 344-351)
a. Stressor Lingkungan Fisik
Stressor Lingkungan Fisik sering disebut Stressor Kerah Biru (Blue Collar
Stressors) karena mereka lebih merupakan masalah-masalah dalam
pekerjaan kasar atau dengan kata lain penyebab dari stres ini berhubungan
dengan lingkungan kerja fisik dan umum.
b. Stressor Individual
Penyebab stres individual adalah konflik peran dan kemenduaan atau
ambiguitas peran. Faktor lainnya yang cukup berperan sebagai stressor
individual ini adalah beban kerja yang berlebihan dan tidak adanya
pengendalian atas suatu situasi.
c. Stressor Kelompok
Karektiristik kelompok mampu menjadi stressor yang kuat bagi beberapa
individu. Hubungan yang jelek dan kepercayaan yang rendah, minat yang
rendah dalam menanggapi dan mencoba menghadapi masalah yang
dihadapi merupakan faktor penyebab stressor kelompok.
a. Stressor Organisasional
Penyebab timbulnya stress dalam organisasi antara lain adalah karena
tingkat partisipasi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan
organisasi. Stressor lain adalah struktur organisasi karena stressor ini akan
mengakibatkan less satisfaction yang akan berakibat pada kinerja
organisasi yang buruk.
d. Pada dasarnya stres bersumber dari beberapa hal:
a. Factors intrinsic to the job (faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan)
b. Rule in the organization (peranan dalam organisasi)
c. Relation within the organization (hubungan-hubungan dalam organisasi)
d. Career development (perkembangan karir)
e. Organization structure and climate (struktur dan iklim organisasi)
jantung.
Gejala Psikologis, meliputi kecemasan, depresi, dan menurunnya tingkat
kepuasan kerja.
Gejala Perilaku, meliputi perubahan produktivitas, kemangkiran dan
perputaran karyawan.
Lima jenis konsekuensi dampak stress yang potensial menurut T. Cox sebagai
berikut :
Dampak subjektif
Kecemasan, agresi, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan
Kecenderungan mendapatkan kecelakaan, alkoholik, penyalahgunaan obatobatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok
mental.
Dampak fisiologis
Meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah,
kekeringan di mulut, berkeringat, membesarnya pupil mata, dan tubuh panas
dingin.
Dampak organisasi
Keabsenan, pergantian karyawan, rendah produktivitasnya, keterasingan
dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan
terhadap organisasi.
Tidak selamanya stress berdampak negatif, ada beberapa dampak positif dari
stress, yaitu :
Mendorong orang berpikir kreatif
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Membuat tubuh menjadi lebih fit
Membantu memecahkan masalah
Pemulihan
Semua gejala-gejala yang disebutkan di
atas
tentu
sangat
membuat
ketidaknyamanan setiap orang. Ingin rasanya untuk terhindar dari segala tekanan
stress yang dialaminya. Bahkan sampai pada tingkatan stress yang tinggi dalam
gejala psikologis, seseorang bisa berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tekanan
yang dirasa sudah cukup beratlah yang membuat dampak seperti itu.
f. Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan
kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi
proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus
konflik. Penjabaran tahapan proses resolusi konflik dibuat untuk empat tujuan.
Pertama, konflik tidak boleh hanya dipandang sebagai suatu fenomena politikmiliter, namun harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial.
Kedua, konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak berjalan linear. Siklus
hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan
konflik yang spesifik pula.
Ketiga, sebab-sebab suatu konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel
tunggal dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariat. Suatu konflik sosial
harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat
berbagai faktor.
Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal jika
dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang
relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif
jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang
langgeng.
g. Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh
individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif
mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi
yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana individu
melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan
diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan
kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam
berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor
yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat
tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu
kondisi
atau
masalah
yang
dialaminya.
Contoh:
seseorang
cenderung
menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalahmasalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan
dengan sekolah atau
h. pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused
coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol
seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat
seperti kanker atau Aids.
i. Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas,
dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping ,yaitu active &
avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action &
Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah
Referensi :
http://produktivitas.qacomm.com/blog/manajemen-konflik.html
http://nyamploengan.wordpress.com/2013/10/19/makalah-kelompok-2-konflik-dalam-organisasi/
http://firmandut.blogspot.com/2013/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html
http://jannaluchuw.wordpress.com/2010/05/10/jenis-sifat-dan-bentuk-konflik/
http://coplouw.blogspot.com/2012/10/blog-post.html
http://dedeh89-psikologi.blogspot.com/2013/04/pengertian-stress.html
http://smanegeri1parado.blogspot.com/2011/03/stres-dalam-organisasi.html
http://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/makalah-stress-dalam-organisasi/
http://5osial.wordpress.com/2010/02/11/empat-tahap-resolusi-konflik/
http://adipsi.blogspot.com/2010/06/strategi-coping.html