Anda di halaman 1dari 2

Indonesia salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia dimana

konsumen rokok meningkat tiap tahunnya. Menurut penelitian perokok yang


terbanyak adalah usia diatas 20 tahun. Berdasarkan data WHO Indonesia,
prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya
umur. Pada penelitian oleh WHO Indonesia yang mempunyai usia 15-19 tahun
yang memulai kebiasaan merokok sebesar 59,1%, hal ini merupakan usia memulai
kebiasaan merokok yang paling tinggi.
Kebiasan merokok dapat menimbulkan kecanduan bagi perokok sehingga
perokok mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sulit
disebabkan oleh nikotin. Kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap oleh orang dewasa
dapat membuat rasa ketergantungan.
Penemuan objektif yang signifikan pada rongga mulut perokok adalah
adanya smokers melanosis. Merokok memberi perubahan warna yang khas pada
permukaan mukosa yang terpajan. Lesi tersebut tampak sebagai bercak-bercak
pigmentasi cokelat kehitaman terutama pada daerah gingiva, mukosa buccal
ataupun bibir pada 5-22% perokok berat. Kandungan rokok dapat menstimulasi
melanosit mukosa mulut dan menghasilkan melanin berlebihan sehingga terjadi
pigmentasi coklat pada mukosa buccal dan gingiva. Keadaan tersebut bukanlah
proses fisiologis yang normal tetapi akibat dari pengendapan melanin dalam
lapisan sel basal dari mukosanya. Lesi ini dapat hilang sendiri jika kebiasaan
merokok dihilangkan. Lesi ini tidak mempunyai potensi menjadi ganas, hanya
secara estetik mungkin sangat mengganggu. Patogenesis smokers melanosis
berhubungan dengan komponen tembakau rokok yang menstimulasi melanosit
untuk memproduksi melanin. Derajat pigmentasi berkisar dari coklat muda
sampai coklat tua ini tergantung dengan banyaknya tembakau yang dihisap.
Daerah yang paling sering terkena yaitu gusi anterior mandibula dan
mukosa, dapat juga mengenai daerah palatum, lidah, dasar mulut dan bibir.
Melanosis bukanlah permulaan keganasan lain halnya dengan leukoplakia.
Tipe rokok kretek menimbulkan asap rokok yang lebih besar dibandingkan
rokok filter atau rokok putih, sehingga rokok kretek lebih berpotensi
menimbulkan terjadinya melanosis rongga mulut. Pada smokers melanosis
berhubungan erat dengan dosis yang terkandung di dalam rokok dimana jenis

rokok kretek mengandung dosis lebih tinggi dari rokok lainnya. Merokok dapat
merangsang melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara eksesif,
sehingga menciptakan patch pigmentasi coklat di atas mukosa gingival atau bukal
diantara 5-22% perokok. Jumlah dan intensitas melanosis pada rongga mulut
bergantung kepada dosis, dan penghentian merokok tampaknya menghilangkan
kondisi ini sepenuhnya. Penelitian in vitro membuktikan bahwa nikotin
mengaktivasi produksi melanin. Pigmentasi dalam mulut adalah akibat asap rokok
yang menyebabkan stimulasi produksi melanin (pigmen coklat pada kulit dan
mulut) atau ikatan melanin dengan senyawa senyawa asap rokok.

Lapisan makula coklat pada gingiva anterior mandibula

Semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan


konektif, semakin besar kemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.
Melanosis rongga mulut ditandai oleh hiperpigmentasi tidak teratur pada jaringan
konektif yang mendasari mukosa rongga mulut akibat dari merokok tembakau.
Sel-sel basal dan makrofag pada jaringan konektif mengandung jumlah melanin
yang menghasilkan pigmentasi gelap. Maka melanosis adalah bentuk pigmentasi
yang berhubungan dengan meningkatnya melanin. Meningkatnya melanin
berhubungan dengan erat dengan cara merokok dan lamanya merokok.

Anda mungkin juga menyukai