Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam studi Geologi yang mempelajari keseluruhan hal-hal tentang Bumi
mulai dari pembentukkan, komposisi, sifat-sifat fisik, struktur, hingga gejalagejala yang terjadi didalamnya, kita tentu saja harus mempelajari dasar-dasar
tentang Bumi dan juga pembagian-pembagiannya secara khusus nantinya. Dan
pada tahap pertama yang harus dipelajari adalah apa sajakah sebenarnya materimateri pembentuk Bumi kita ini. Setelah itu barulah kita dapat mempelajari materi
pada tingkat-tingkat selanjutnya yang ada dalam ruang lingkup studi Teknik
Geologi.
Pada materi yang telah kita pelajari sebelumnya, yaitu materi petrologi,
telah dijelaskan urutan materi pembentuk Bumi ini. Dari yang terkecil yaitu
kristal, mineral dan kemudian adalah batuanl. Dalam mempelajari semua hal
tentang struktur batuan, mulai dari sifat-sifat fisiknya hingga keterdapatannya
pada batuan.
Pada tahap ini kita akan belajar tentang semua hal yang berkaitan dengan
struktur batuan bumi. Dalam studi Geologi, ini sangat penting, karena struktur
adalah salah satu satuan dasar pembentuk Bumi ini. Dan dengan bekal ilmu
petrologi yang telah dipelajari sebelumnya, kita akan dapat mengenal strukturstruktur

penyusun

apa

sajakah

yang

terdapat

di

Bumi,

bagaimana

keterdapatannya, hingga akhirnya juga dapat mengetahui manfaat dari batuan itu
sendiri.

1.2 Maksud Dan Tujuan


Maksud
Dalam studi Petrolgi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang struktur
dalam bumi, tahap selanjutnya adalah mempalajari ilmu tentang struktur batuan
bumi. Struktur batuan sendiri terkait dalam satu rangkaian dengan struktur
kebumian dalam pembelajarannya. Tentu saja kita harus mempelajari dan
menguasainya untuk dapat melanjutkan pada tahap berikutnya. dan dengan
menjalani studi petrologi, dimaksudkan agar kita dapat mengenal, mengetahui dan
juga menguasai strktur batuan bumi yang menjadi salah satu dasar terpenting
dalam Geologi. Dengan bekal ilmu tentang struktur batuan yang telah diperoleh
sebelumnya, struktur batuan bumi adalah salah satu aplikasi dari ilmu tersebut.
Dan pada akhirnya, dengan menguasai keduanya, akan dapat lebih mudah dalam
mempelajari ilmu Geologi pada tahap selanjutnya.
Tujuan
1.
2.
3.
4.

Mahasiswa dapat mengetahui struktur bagian bumi


Mahasiswa dapat mengetahui struktur, tekstur,dan komposisi batuan
Mahasiswa dapat mendeskripsikan batuan
Mahasiswa dapat menentukan klasifikasi batuan

I.3 Alat Dan Bahan


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penggaris
Busur
Pensil Warna
Kertas Deskripsi
Berbagai Macam Batuan
Pensil Dan Ballpaint
BAB II
TINJAUAN UMUM

Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari


system-system kristal. Suatu kristal dapat didefnisikan sebagai padatan yang
secara esensial mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard,
2002).
Jadi, suatu kristal adalah suatu padatan dengan susunan atom yang
berulang secara tiga dimensional yang dapat mendifraksi sinar X. Kristal secara
sederhana dapat dide_nisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom
atau molekul yang teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal
yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
Bidang-bidang datar ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara
bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada
suatu kristal. Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu
kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat
kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuanpanjang yang disebut sebagai
parameter.

BAB III
KRISTALOGRAFI

3.1 Isometrik
3.1.1 Ketentuan sistem kristal isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan
sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = =
= 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( , dan )
tegak lurus satu sama lain (90).

Gambar 1 : Sistem Isometrik


Sumber : Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley

3.1.2 Cara penggambaransistem kristal isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

Tetaoidal

Gyroida

Diploida

Hextetrahedral

Hexoctahedral

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

Lampiran system Kristal isometrik

3.2 Hexagonal
3.2.1 Ketentuan sistem kristal hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120 terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya
lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Gambar 2 : Sistem Hexagonal


Sumber : Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley

3.2.2 Cara menggambar kristal hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk
sudut 40 terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:

Hexagonal Piramid

Hexagonal Bipramid

Dihexagonal Piramid

Dihexagonal Bipiramid

Trigonal Bipiramid

Ditrigonal Bipiramid

Hexagonal Trapezohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

Lampiran System Kristal Hexagonal

10

3.3 Orthorombik
3.3.1 Ketentuan sistem kristal orthorombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90).

Gambar 3 : Sistem Orthorhombik


Sumber : Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley

3.3.2 Cara menggambar kristal orthorombik

11

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak
ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

Bisfenoid

Piramid

Bipiramid

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

12

Lampiran System Kristal Orthorombik

13

3.4 Tetragonal
3.4.1 Ketentuan sistem kristal tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan
panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
= b c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( , dan ) tegak lurus
satu sama lain (90).

Gambar 4 : Sistem Tetragonal


Sumber : Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schusters Guide to Rocks and
Minerals. Milan : Simons & Schusters Inc

3.4.2 Cara menggambar sistem kristal tetragonal

14

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

Piramid

Bipiramid

Bisfenoid

Trapezohedral

Ditetragonal Piramid

Skalenohedral

Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

15

Lampiran System Kristal Tetragonal

16

3.5 Monoklin
3.5.1 Ketentuan sistem kristal monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga
sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi =
= 90 . Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut dan saling tegak lurus (90),
sedangkan tidak tegak lurus (miring).

Gambar 5 : Sistem Monoklin


Sumber : Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schusters Guide to Rocks and
Minerals. Milan : Simons & Schusters Inc

3.5.2 Cara menggambar kristal monoklin

17

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

Sfenoid

Doma

Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

18

Lampiran System Kristal Monoklin

19

3.6 Triklin
3.6.1 Ketentuan sistem kristal triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya
tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak
sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi =
90. Hal ini berarti, pada system ini, sudut , dan tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.

Gambar 6 : Sistem Triklin


Sumber : Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley

20

3.6.2 Cara menggambar kristal triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^b = 45 ; b^c+= 80. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk sudut 80
terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

Pedial

Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

21

Lampiran System Kristal Triklin

22

3.7 Trigonal
3.7.1 Ketentuan sistem kristal trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama
lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam
sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi
= = 90 ; = 120. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut dan saling tegak
lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Gambar 7 : Sistem Trigonal


Sumber : Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schusters Guide to Rocks and
Minerals. Milan : Simons & Schusters Inc

3.7.2 Cara menggambar kristal trigonal

23

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan
sumbu d membentuk sudut 40 terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

Trigonal piramid

Trigonal Trapezohedral

Ditrigonal Piramid

Ditrigonal Skalenohedral

Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline
dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

24

Lampiran System Kristal Trigonal


BAB IV
MINERALOGI

4.1 Dasar teori mineralogi


Definisi mineral berdasarkan 5 ketentuan umum yaitu :
1. merupakan mineral alami.
2. umumnya anorganik.
3. mempunyai sifat fisis dan kimia tetap
4. berupa unsur tunggal atau persenyawaan yang tetap
5. homogen (tidak dapat diurai dengan proses fisis)
6. Dapat berupa padat, cair (HgS, H2O) dan gas (H2S, CO2, CH4)
mineral adalah elemen atau komponen kimiawi yang umumnya kristalin dan
terbentuk sebagai hasil dari proses geologi (Nickel, E. H., 1995).

25

Mineral adalah bahan alam yang umumnya anorganik dengan komposisi kimia
dan kondisi fisik yang tertentu (O' Donoghue, 1990).
Benda padat homogen terdapat di alam terbetun secara anorganik, mempunyai
komposisi kimia tertentu & mempunyai susunan atom yg teratur (L.G. Berry & B.
Mason, 1959)
Bahan padat dgn struktur homogen mempunyai kompisisi kimia tertentu, dibentuk
oleh proses alam yg anorganik (Whitten & J.R.V. Brooks, 1972)
zat atau bahan yg homogen mempunyai komposisi kimia tertentu dan mempunyai
sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu kehidupan (A.W.R. Potter
& H. Robinson, 1977)
Secara umum mineral adalah zat atau benda yang terbentuk oleh proses alam,
biasanya bersifat padat serta tersusun atas komposisi kimia tertentu. Mineral
pada umumnya anorganik.
4.2 Klasifikasi Mineral
klasifikasi mineral mendasarkan pada kemiripan komposisi kimia dan
struktur kristalnya, yaitu:
1.

Unsur (native element), hanya memiliki satu unsur kimia, sifat dalam umumnya
mudah ditempa dan/atau dapat dipintal, seperti emas, perak, tembaga, arsenik,
bismuth, belerang, intan, dan grafit.

2.

Mineral sulfida atau sulfosalt, merupakan kombinasi antara logam atau semilogam dengan belerang (S), misalnya galena (PbS), pirit (FeS 2), proustit
(Ag3AsS3), dll

3.

Oksida dan hidroksida, merupakan kombinasi antara oksigen atau hidroksil/air


dengan satu atau lebih macam logam, misalnya magnetit (Fe 3O4), goethit
(FeOOH).

26

4.

Haloid, dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogenida yang elektronegatif,
seperti Cl, Br, F, dan I. Contoh mineralnya: halit (NaCl), silvit (KCl), dan Fluorit
(CaF2).

5.

Nitrat, karbonat dan borat, merupakan kombinasi antara logam/semilogam dengan


anion komplek, CO3 atau nitrat, NO3 atau borat (BO3). Contohnya: kalsit (CaCO3),
niter (NaNO3), dan borak (Na2B4O5(OH)4 . 8H2O).

6.

Sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat, dicirikan oleh kombinasi logam dengan
anion sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat. Contohnya: barit (BaSO4), wolframit
((Fe,Mn)Wo4)

7.

Fosfat, arsenat, dan vanadat, contohnya apatit (CaF(PO 4)3), vanadinit


(Pb5Cl(PO4)3)

8.

Silikat, merupakan mineral yang jumlah meliputi 25% dari keseluruhan mineral
yang dikenal atau 40% dari mineral yang umum dijumpai. Kelompok mineral ini
mengandung ikatan antara Si dan O. Contohnya: kuarsa (SiO2), zeolit-Na
(Na6[(AlO2)6(SiO2)30] . 24H2O).
Identifikasi mineral dapat dilakukan berdasarkan sifat-sifat fisik mineral,
diantaranya :
1. Kekerasan (hardness)
Merupakan sifat ketahanan mineral terhadap goresan. Parameter yang
biasa digunakan adalah Skala Mohs. Untuk standar kekerasan biasa digunakan 10
pembagian skala dimana skala 1 adalah mineral paling lunak dan skala 10 adalah
mineral paling keras.

Tabel 1. Skala Mohs


sumber : blogspot.com/2012/12/dasar-dasar-mineralogi_6.html

Nama Mineral

Rumus Kimia

Kekerasan

Keterangan

27

Talk

Mg3Si4O10(OH)2

Ditekan jari

Gypsum

CaSO42H2O

Digores kuku

Kalsit

CaCO3

Menggoges kuku

Flourit

CaF2

Perunggu

Apatit

Ca5(FCl)(PO4)3

Pisau baja

Ortoklas/Felspar

KAlSi3O8

Kikir

Kuarsa

SiO2

Baja

Topaz

(Al2F)2SiO4

Baja dapat digores

Corundum

Al2O3

Baja dapat digores

Diamond

10

Semua benda dapat


digores

Catatan :
1 2 dapat digores dengan kuku
3 5 dapat digores dengan paku
6 9 dapat digores dengan kaca
10

dapat menggores semua benda

2. Berat jenis
Cara pengukuran berat jenis mineral ada bermacam-macam, diantaranya
dengan menimbang mineral tersebut dan memperbandingkannya dengan volume.
= m/v
= massa jenis
m = berat (gr)
v = volume (cm3)
Tabel 2. berat jenis mineral
sumber : blogspot.com/2012/12/dasar-dasar-mineralogi_6.html

28

Massa Jenis
< 2,7
2,7 3,0
3,1 3,3
3,4 4,0
> 4,0

Klasifikasi
Ringan
Sedang
Berat
Amat berat
Teramat berat

Contoh
Kuarsa
Mika
Tourmalin
Olivin
Zircon

3. Kilap (luster)
Kenampakan permukaan mineral Yang ditunjukkan oleh pantulan cahaya
yang diterima. Dibagi menjadi :
1. Kilap Logam pada mineral-mineral mengandung logam.Mineral-mineral
berindeks bias 3 atau lebih contoh : Galena, Sulphide, Pirit
2. Kilap bukan Logam
Mineral-mineral berindeks bias kurang dari 2,5
a. Kilap kaca (vitreous luster)
memberikan kesan seperti kaca misalnya: kalsit, kuarsa, halit.
b. Kilap intan (adamantine luster)
memberikan kesan cemerlang seperti intan, contohnya intan, zircon
c. Kilap sutera (silky luster)
memberikan kesan seperti sutera, umumnya terdapat pada mineral
yang mempunyai struktur serat, seperti asbes, aktinolit, gipsum
d. Kilap damar (resinous luster)
memberikan kesan seperti damar, contohnya: sfalerit dan resin
e. Kilap mutiara (pearly luster)
memberikan kesan seperti mutiara atau seperti bagian dalam dari
kulit kerang, misalnya talk, dolomit, muskovit, dan tremolit.
f. Kilap lemak (greasy luster)

29

menyerupai lemak atau sabun, contonya talk, serpentin


g. Kilap tanah (earthy) atau kirap guram (dull)
kenampakannya buram seperti tanah, misalnya: kaolin, limonit,
bentonit.

4. Warna
Adalah kesan mineral jika terkena cahaya.

Warna mineral dapat

dibedakan menjadi dua:


1.

Idiokromatik
Bila warna mineral selalu tetap, umumnya dijumpai pada mineral-mineral yang
tidak tembus cahaya (opaque)

2. Alokromatik
Bila warna mineral tidak tetap dapat berubah-ubah, tergantung dari
material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus
cahaya, seperti kuarsa, kalsit.
5. Belahan (Cleavage)
Adalah kenampakan mineral berdasarkan kemampuannya membelah
melalui bidang-bidang belahan yang rata dan licin. Bidang belahan umumnya
sejajar dengan bidang tertentu dari mineral tersebut. Kecenderungan mineral
untuk memebelah diri pada satu arah tertentu atau lebih dan membentuk bidang
belahan. Belahan dibagi berdasarkan bagus tidaknya permukaan bidang belahan,
yaitu :

30

1.

Sempurna (perfect), bila bidang belahan sangat rata, bila pecah tidak melalui
bidang belahan agak sukar (kalsit, galena, halite)

2.

Baik (good), bidang belahan rata, tetapi tidak sebaik yang sempurna, masih dapat
pecah pada arah lain (felspar, diopsit)

3.

Jelas (distinct), bidang belahan jelas, tetapi tidak begitu rata, dapat dipecah pada
arah lain dengan mudah (hornblende, staurolite)

4.

Tidak jelas (indistinct), dimana kemungkinan untuk membentuk belahan dan


pecahan akibat adanya tekanan adalah sama besar (Platina, emas)

5.

Tidak sempurna (imperfect), dimana bidang belahan sangat tidak rata, sehingga
kemungkinan untuk membentuk belahan sangat kecil daripada untuk membentuk
pecahan (apatit, casiterit).
6. Pecahan (Fracture)
Adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yang tidak rata
dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi:

1.

pecahan konkoidal, bila memperlihatkan gelombang yang melengkung di


permukaan atau seperti botol atau kulit bawang. (kuarsa, obsidian)

2.

pecahan berserat/fibrus(splintery), bila menunjukkan kenampakan seperti serat,


contohnya asbes, augit;

3.

pecahan tidak rata (uneven), bila memperlihatkan permukaan yang tidak teratur
dan kasar, misalnya pada garnet;

4.

pecahan rata (Even), bila permukaannya rata dan cukup halus, contohnya: mineral
lempung;

5.

pecahan runcing, bila permukaannya tidak teratur, kasar, dan ujungnya runcingruncing, contohnya mineral kelompok logam murni;

6.

tanah(earthy), bila kenampakannya seperti tanah, contohnya mineral lempung.


7. Daya tahan terhadap pukulan (Tenacity)
Daya Tahan mineral terhadap pemecahan, pembengkokan, penghancuran
dan pemecahan. Macamnya :

1.

Brittle, mineral mudah hancur menjadi tepung halus (kalsit, kuarsa, hematit)

31

2.

Sectile, mineral mudah terpotong pisau tapi tidak berkurang menjadi tepung
(gypsum)

3.

Malleable, mineral jika ditempa palu menjadi pipih (Au, Ag)

4.

Ductile, mineral jika ditarik tambah panjang dan jika dilepaskan tidak kembali
seperti semula (copper, olivine)

5.

Flexible, mineral dapat dilengkungkan dengan mudah (Talk, mika)

6.

Elastic, mineral merenggang jika ditarik dan jika dilepaskan kembali seperti
semula (muscovite, hematite tipis)

8. Gores (streak)
Merupakan warna asli dari mineral apabila mineral ditumbuk sampai
halus. Merupakan warna mineral dalam bentuk serbuk yaitu dengan
menggoreskan mineral pada keping porselen kasar.
Contoh :
1. Warna kuning pada Pirit bila diasah memberi gores warna hitam
2. Warna kehitaman pada Hematit bila diasah memberi gores warna merah hati
3. Gores tidak berwarna pada Biotit
4. Gores berwarna putih pada orthoklas
9. Sifat kemagnetan
Semua mineral menunjukkan sifat magnetis meskipun untuk mengukurnya
membutuhkan alat yang khusus.
Terbagi atas :
1. Paramagnetit (magnetit), mineral mempunyai gaya tarik terhadap magnet
(magnetit, pyrotit)
2. Diamagnetit (nonmagnetit), mineral mempunyai gaya tolak terhadap magnet

32

10. Derajat ketransparanan


Sifat ini tergantung pada kemempuan mineral mentransmisikan cahaya.
Dibedakan atas :
a. Opaque mineral, mineral tdk tembus cahaya meskipun dalam bentuk helaian yang
tipis (logam mulia, belerang)
b. Transparent mineral, mineral tembus pandang seperti kaca biasa (batu-batu
kirstal)
c. Translucent mineral, tembus cahaya taoi tidak tembus pandang (kalsdon, gypsum,
opal)
d. Mineral-mineral tidak tembus pandang dalam bentuk pecahan tetapi tembus
cahaya pada lapisan tipis (feldspar, karbonat, silica)

33

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
sistem kristal mulai dari ketentuan sampai cara menggambarnya:

No
1
2
3
4
5
6
7

Sistem Kristal
Isometrik
Tetragonal
Hexagonal
Trigonal
Orthorhombik
Monoklin
Triklin

Perbandingan Sumbu
a:b:c=1:3:3
a:b:c=1:3:6
a:b:c=1:3:6
a:b:c=1:3:6
a : b : c = sembarang
a : b : c = sembarang
a : b : c = sembarang

Sudut Antar Sumbu


a+^b = 30
a+^b = 30
a+^b = 20 ; d^b+= 40
a+^b = 20 ; d^b+= 40
a+^b = 30
a+^b = 45
a+^b = 45 ; b^c+= 80

No

Sistem Kristal

Axial Ratio

Sudut Kristalografi

Isometrik

a=b=c

= = = 90

Tetragonal

a=bc

= = = 90

Hexagonal

a=b=dc

= = 90 ; = 120

34

Trigonal

a=b=dc

= = 90 ; = 120

Orthorhombik

abc

= = = 90

Monoklin

abc

= = 90

Triklin

abc

90

Definisi mineral berdasarkan 5 ketentuan umum yaitu :


1. merupakan mineral alami.
2. umumnya anorganik.
3. mempunyai sifat fisis dan kimia tetap
4. berupa unsur tunggal atau persenyawaan yang tetap
5. homogen (tidak dapat diurai dengan proses fisis)
6. Dapat berupa padat, cair (HgS, H2O) dan gas (H2S, CO2, CH4)
mineral adalah elemen atau komponen kimiawi yang umumnya kristalin dan
terbentuk sebagai hasil dari proses geologi (Nickel, E. H., 1995).
Mineral adalah bahan alam yang umumnya anorganik dengan komposisi kimia
dan kondisi fisik yang tertentu (O' Donoghue, 1990).
Benda padat homogen terdapat di alam terbetun secara anorganik, mempunyai
komposisi kimia tertentu & mempunyai susunan atom yg teratur (L.G. Berry & B.
Mason, 1959)
Bahan padat dgn struktur homogen mempunyai kompisisi kimia tertentu, dibentuk
oleh proses alam yg anorganik (Whitten & J.R.V. Brooks, 1972)

35

zat atau bahan yg homogen mempunyai komposisi kimia tertentu dan mempunyai
sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu kehidupan (A.W.R. Potter
& H. Robinson, 1977)
Secara umum mineral adalah zat atau benda yang terbentuk oleh proses alam,
biasanya bersifat padat serta tersusun atas komposisi kimia tertentu. Mineral
pada umumnya anorganik.

Klasifikasi mineral
klasifikasi mineral mendasarkan pada kemiripan komposisi kimia dan
struktur kristalnya, yaitu:
1.

Unsur (native element), hanya memiliki satu unsur kimia, sifat dalam umumnya
mudah ditempa dan/atau dapat dipintal, seperti emas, perak, tembaga, arsenik,
bismuth, belerang, intan, dan grafit.

2.

Mineral sulfida atau sulfosalt, merupakan kombinasi antara logam atau semilogam dengan belerang (S), misalnya galena (PbS), pirit (FeS 2), proustit
(Ag3AsS3), dll

3.

Oksida dan hidroksida, merupakan kombinasi antara oksigen atau hidroksil/air


dengan satu atau lebih macam logam, misalnya magnetit (Fe 3O4), goethit
(FeOOH).

4.

Haloid, dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogenida yang elektronegatif,
seperti Cl, Br, F, dan I. Contoh mineralnya: halit (NaCl), silvit (KCl), dan Fluorit
(CaF2).

5.

Nitrat, karbonat dan borat, merupakan kombinasi antara logam/semilogam dengan


anion komplek, CO3 atau nitrat, NO3 atau borat (BO3). Contohnya: kalsit (CaCO3),
niter (NaNO3), dan borak (Na2B4O5(OH)4 . 8H2O).

36

6.

Sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat, dicirikan oleh kombinasi logam dengan
anion sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat. Contohnya: barit (BaSO4), wolframit
((Fe,Mn)Wo4)

7.

Fosfat, arsenat, dan vanadat, contohnya apatit (CaF(PO 4)3), vanadinit


(Pb5Cl(PO4)3)

8.

Silikat, merupakan mineral yang jumlah meliputi 25% dari keseluruhan mineral
yang dikenal atau 40% dari mineral yang umum dijumpai. Kelompok mineral ini
mengandung ikatan antara Si dan O. Contohnya: kuarsa (SiO2), zeolit-Na
(Na6[(AlO2)6(SiO2)30] . 24H2O).

Saran
Selama mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, telah
banyak yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal ilmu tentang kristal itu sendiri
pada khususnya serta tentang aplikasi dan manfaatnya dalam bidang Geologi dan
juga dikehidupan sehari-hari. Dalam melakukan praktikum Kristalografi, dapat
kita sadari bersama adabeberapa kekurangan yang cukup menghambat
berjalannya proses praktikum. Salah satu yang paling dapat dirasakan adalah
kurangnya jumlah sampel (contoh) kristalyang ada dilaboratorium Kristalografi
dan Mineralogi. Maka diharapkan agar kedepannya kekurangan tersebut dapat
ditutupi sehingga proses praktikum yang dilakukan dapat berjalan lancar.Dan satu
hal lagi yang juga perlu diperhatikan adalah waktu praktikum yang kadang tidak
tepat pada waktunya. Diharapkan agar untuk kedepannya kita dapat sama-sama
untuk menjaga hal tersebut agar tidak terulang atau paling tidak dikurangi.
Dengan begitu diharapkan praktikum yang dilakukan dapat lebih baik lagi.

37

Anda mungkin juga menyukai