Anda di halaman 1dari 35

ASFIKSIA AUTOEROTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun Oleh:
Tiur Lasma Juwita

0561050104

Elisabeth.C.Manurung

0961050024

Yefti Caroline

0961050025

Stefani Larasati

0961050028

Priskila Kristiawan

0961050034

HALAMAN JUDUL
Dosen Penguji : dr. Intarniati, Sp.F
Residen Pembimbing : dr. Abdul Hakim
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
DAN STUDI MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP. DR. KARIADI SEMARANG
Periode 09 Juni 2014 5 Juli 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh dosen pembimbing, referat dari:


Nama

NIM

1. Tiur Lasma Juwita

0561050104

2. Elisabeth.C.Manurung

0961050024

3. Yefti Caroline

0961050025

4. Stefani Larasati

0961050028

5. Priskila Kristiawan

0961050034

HALAMAN JUDUL
Fakultas

Kedokteran Umum

Universitas

Universitas Diponegoro

Bagian

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Dosen Penguji

dr. Intarniati, Sp. F

Residen Pembimbing

dr. Abdul Hakim

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, Juni 2014


Dosen Penguji,

Residen Pembimbing

dr. Intarniati, Sp. F

dr. Abdul Hakim

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah, rahmat, dan
karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat dalam judul ASFIKSIA
AUTOEROTIK.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas dalam menempuh
ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Intarniati., Sp.F
selaku penguji di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan dr. Abdul
Hakim sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat
kererbatasan penyusun. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan dalam penulisan di waktu mendatang.
Harapan kami semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Juni 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan

ii

Kata Pengantar

iii

Daftar isi

iv

Daftar Tabel

vi

Daftar Gambar

vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asfiksia

2
3
3

2.1.1 Definisi asfiksia

2.1.2 Etiologi asfiksia

2.1.3 Etiopatogenesis asfiksia

2.1.4 Gejala klinis asfiksia

2.2 Asfiksia autoerotik

2.2.1 Definisi asfiksia autoerotik

2.2.2 Epidemiologi asfiksia autoerotik

2.2.3 Klasifikasi asfiksia autoerotik

10

2.2.4 Etiopatogenesis asfiksia autoerotik

12

2.2.5 Identifikasi korban asfiksia autoerotik

14

2.3 Gambaran umum post mortem asfiksia autoerotik

16

2.4 Contoh kasus

19

BAB III. PENUTUP

20

3.1 Kesimpulan

20

3.2 Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Parafilia Lethal

11

Tabel 2. Identifikasi Korban Asfiksia Autoerotik

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme pada Asfiksia Autoerotik

12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Asfiksia autoerotik merupakan salah satu fenomena yang sering dijelaskan dalam

literatur medis, terutama dalam bidang kedokteran forensik. Perilaku ini merupakan salah
satu gangguan mental non psikotik, dimana pelaku melakukan tindakan aneh yang tidak
biasa, yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan seksual yang dilakukan terus-menerus dan
berulang kali tanpa sadar. DSM-IV memiliki kriteria untuk mendiagnosa kondisi di praktisi
yang masih hidup sama seperti memeriksa masokisme seksual: Perilaku yang dihasilkan dari
fantasi intens dan berulang atau dorongan seksual selama setidaknya enam bulan harus
menyebabkan stres klinis yang signifikan dan / atau penurunan nilai (sosial, pekerjaan,
lainnya)1
Asfiksia autoerotik dapat ditemukan pada semua ras di seluruh dunia dan di setiap
jenjang status sosial ekonomi. Hampir semua kasus yang dilaporkan dari kejadian tersebut
adalah laki-laki dan biasanya korban meninggal sebagian besar berusia di bawah empat puluh
tahun.Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda dengan kelompok usia
yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun. Laki-laki paling sering ditemukan,
terutama laki-laki kulit putih, sedangkan wanita lebih jarang. Di Amerika Serikat saja
didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian autoerotik setiap tahunnya. Estimasi rasio
perbandingan pria-wanita adalah sekitar 25-50 : 1. Adapun kurangnya korban wanita
disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah seksual. Kebanyakan korban adalah
kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus lajang.2

Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum homoseksual di Jakarta.


Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta penduduk JawaTimur
adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total penduduk Indonesia adalah
kaum homoseksual. Di Indonesia sendiri banyak berdiri organisasi-organisasi yang menaungi
kaum homoseksual. Manifestasi perilaku homoseksual modern cenderung merupakan gaya
hidup urban. Hal-hal tersebut diatas yang menyebabkan komunitas kaum homoseksualdi
Indonesia semakin meningkat.Meningkatkan jumlah kaum homoseksual, dapat meningkatkan
kelainan pemuasaan kebutuhan seksual.
Sementara di Indonesia masih kurangnya data tentang kematian yang disebabkan oleh
asfiksia autoerotik. Kasus kematian autoerotik yang paling sering ditemukan adalah asfiksia
sebagai akibat dari penggantungan, penjeratan, penggunaan alat yang membahayakan, atau
penyebab asfiksia lainnya. Penggantungan adalah metode yang paling umum diamati pada
kasus yang fatal.Indikasi kematian pada Asfiksia autoerotika ini harus didapatkan bagaimana
individu mengontrol tingkat hipoksia dan melarikan diri dari situasi itu dan harus ada bukti
aktivitas seksual.Seringkali tubuh dapat ditemukan baik telanjang, sebagian telanjang, atau
dengan penis yang diproyeksikan terbuka, mungkin dengan tangan menyentuh alat kelamin
seakan beku dalam tindakan masturbasi. Ejakulasi mungkin terjadi meskipun yang terakhir
dapat terjadi dalam jenis lain dari kematian.Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan
oleh gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual
yang tidak lazim.1

1.2

Perumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan asfiksia autoerotik
b. Bagaimana cara mengidentifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik

1.3

Tujuan
a. Mengetaui tentang asfiksia autoerotik

b.

Mengetahui cara identifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik

1.4 Manfaat
Menambahpengetahuan dan wawasan tentang asfiksia autoerotik serta bagaimana cara
mengidentifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Asfiksia

2.1.1 Definisi Asfiksia


Suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon
dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan
pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam
darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida
disebut hiperkapnia. 3
2.1.2

Etiologi Anoksia
Anoksia berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :4
1. Anoksiaanoksik, keadaan dimana oksigen tidak dapat mencapai jaringan tubuh

karena terhambatnya saluran napas sehingga tidak dapat mencapai paru-paru.


2. Anoksia anemis, keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah tidak dapat

menyerap oksigen seperti anemia.


3. Anoksia stagnant, keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah tidak mampu

membawa oksigen ke jaringan seperti pada gagal jantung.


4. Anoksia histotoksik, keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan tidak

mampu menerima oksigen dari darah seperti pada keracunan sianida.

2.1.3 Etiopatogenesis Asfiksia


Penjelasan dari etiopatogenesis asfiksia dapat diklasifikasikan menjadi :4

1. Strangulasi
Strangulasi merupakan cara stimulasi yang paling sering, dimana terjadi keadaan
penyempitan suatu saluran sehingga menyebabkan gangguan. Jenis strangulasi dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a)

Gantung (hanging)
Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa di mana seluruh

atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu
benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga
daerah tersebut mengalami tekanan.
Dengan definisi seperti itu berarti pada peristiwa gantung tidak harus seluruh
tubuh berada di atas lantai, sebab dengan tekanan berkekuatan 10 pon pada leher
sudah cukup untuk menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab itu tindakan
gantung diri dapat dilakukan dengan sebagian tubuh tetap berada di lantai.
Ada 2 jenis Penggantungan, yaitu : 4
a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe , yaitu:
1. Tergantung Total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai.
2. Sebagian Tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung,
misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi telungkup dan
posisi lain.
b. Dari letak simpul dibedakan menjadi 2 tipe , yaitu:
1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, tali berjalan simetris di samping
leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri
karotis paling besar pada tipe ini. karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat,
korban segera tidak sadar.
2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring
(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri

Ciri-ciri yang dapat dilihat pada jenazah akibat gantung diri yang sebagian
tubuhnya menyentuh lantai agak berbeda dengan ciri-ciri peristiwa gantung yang
seluruh tubuhnya berada di atas lantai, yaitu:
- Jejas gantung tidak begitu nyata.
- Letak jejas gantung di leher lebih rendah.
- Arah jejas gantung lebih mendekati horisontal.
- Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda-tanda lain yang dapat dilihat
adalah muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan ditemukan bintik-bintik
perdarahan.
Penyebab Kematian
-

Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena:
Asfiksia.
Gangguan sirkulasi darah ke otak.
Syok karena vagal reflex.
Kerusakan medulla spinalis akibat dislokasi dari sendi atlantoaxial, misalnya pada
pelaksanaan hukum gantung (judicial hanging). Tanda-tanda yang dapat dilihat
pada tubuh jenazah dengan sendirinya tergantung dari penyebab kematiannya.

Tanda khusus pada mati gantung antara lain5


Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan sendiri.
Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis ludah
di pinggir salah satu sudut mulut.
Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat didapati di kedua kaki dan
tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan didapati pada
bagian terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa kematian
berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses pembendungan.
Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan,
demikian

juga

di

pangkal

tenggorokan

dan

oesophagus.

Tanda-tanda

pembendungan seperti pada keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas

disini adalah adanya perdarahan berupa garis yang letaknya melintang pada tunika
intima dari arteri karotis interna, setentang dengan tekanan tali pada leher.
Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali
bila dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk
yang baik.6
b.

Jeratan dengan Tali (Strangulation by Ligature)


Kalau pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya

sendiri, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada
kedua ujungnya. Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas
dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering juga dijumpai adanya
simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membrana yang
menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.

Sebab Kematian
1)
2)
3)
4)

Tertutupnya jalan napas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia.


Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak.
Vagal reflek.
Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan darah,
kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan.

c.

Cekikan (Manual Strangulation)


Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh

pembunuhan. Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya pada latihan bela diri
atau pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali.
Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau
kedua tangan. Kadang-kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan
leher dari samping.
Penyebab kematian dari peristiwa pencekikan dengan tangan ialah:

1. Tertutupnya jalan nafas sehingga menyebabkan anoksia.


2. Tertutupnya pembuluh balik sehingga menyebabkan anoksia otak.
3. Tertutupnya pembuluh nadi karotis sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah ke
otak.
2. Sufokasi
Sufokasi merupakan bentuk asfiksia akibat obstruksi pada saluran udara menuju paruparu yang bukan karena penekanan pada leher. Penyebab kematian pada sufokasi
adalah asfiksia dan syok (jarang). Biasanya dalam waktu 4-5 menit setelah mengalami
sufokasi komplit.
3. Pembekapan ( smothering )
Salah satu etiologi asfiksia

yang

telah

disebutkan

di

atas

adalah

pembekapan.Pembekapan merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana pada


pembekapan baik
mulut maupun lubang hidung

tertutup

sehingga

proses

pernafasan

tidak

dapatberlangsung. Penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :


asfiksia,oedema paru, dan hiperaerasi. Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada
kematian yang
lambat dari pembekapan.
Dalam Ilmu Kedokteran Forensik disebutkan bahwa pemeriksaan makroskopis, datadata klinis, dan pemeriksaan secara mikroskopis merupakan cara identifikasi yang
lebih baik untuk meminimalisasi kemungkinan-kemugkinan lain yang dapat terjadi.
Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi kasus pembekapan
(smothering), yaitu : mencari penyebab kematian, menemukan tanda-tanda asfiksia,
menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

4. Penyumpalan ( choking/gaging )

Yaitu jika terdapat benda asing di dalam saluran pernafasan. Misalnya biji kopi. Hal
ini lebih sering akibat kecelakaan, yaitu karena adanya makanan, tulang, biji-bijian
atau cairan yang diaspirasi dari saluran pernafasan sehingga menyebabkan asfiksia
parsial.

5. Tenggelam ( drowning )
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh
ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara
langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu
peristiwa pembunuhan. Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan
apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda
kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini digabungkan dapat memberikan
petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara kematiannya. Tanda intravital yang
ditemukan pada korban bukan merupakan tanda pasti korban mati akibat tenggelam.
Terdapat delapan tanda intravital yang dapat menunjukkan korban masih hidup saat
tenggelam. Tanda tersebut adalah ditemukannya tanda cadaveric spasme, perdarahan
pada liang telinga, adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air)
pada saluran pernapasan dan pencernaan, adanya bercak paltouf di permukaan paru,
berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda
asfiksia, dan ditemukannya mushroom-like mass.Sedangkan tanda pasti mati akibat
tenggelam ada lima yaitu terdapat tanda asfiksia, diatome pada pemeriksaan getah
paru, bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah yang berbeda antara jantung
kiri dan kanan dan mushroom-like mass
6. Crush asfiksia

Keadaan ini sering terjadi akibat kecelakaan dan jarang sekali merupakan upaya
pembunuhan. Pada kasus pembunuhan maka akan tampak tanda-tanda perlawanan.
Penekanan pada dada akan disertai dengan cedera dada dan fraktur tulang iga.

2.1.4 Gejala klinis Asfiksia


Umumnya orang dengan asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan menjadi 4
fase, yaitu:4
a.

Fase Dyspneu, pada stadium ini gerakan pernapasan menjadi lebih cepat dan berat,
denyut nadi lebih cepat, tekanan darah naik serta sianosis terutama pada muka dan
tangan. Gejala-gejala tersebut terjadi akibat rangsangan pusat pernapasan di medula
oleh karena kurangnya oksigen pada sel darah merah disertai penumpukan kadar CO2.
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi
akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar
karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada
pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar.Nadi

b.

teraba cepat.Tekanan darah terukur meningkat.


Fase Konvulsi, mula-mula terjadi konvulsi klonik, diikuti konvulsi tonik dan terakhir
terjadi spasme opistotonik. Pada stadium ini pupil melebar dan jantung menjadi lebih

c.

lambat. Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit.


Fase Apneu, pada stadium ini pusat pernapasan mengalami depresi yang berlebihan
sehingga gerakan napas menjadi sangat lemah atau berhenti. Penderita menjadi tidak

sadar dan dalam keadaan ini dapat terjadi pengeluaran urin, sperma ataupun feses
d.

akibat relaksasi sfingter. Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit.


Stadium akhir, terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap, pernapasan berhenti
akibat kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher.Fase akhir asfiksia ditandai
oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap.Denyut jantung beberapa saat masih
ada lalu napas terhenti kemudian mati.

2.2

Asfiksia Autoerotik

2.2.1 Definisi Asfiksia Autoerotik

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O 2)
dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan
karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan
kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.4
Autoerotisme adalah perilaku menstimulasi diri sendiri secara seksual. Istilah ini
pertama kali dipopulerkan oleh seksologis asal Inggris Havelock Ellis, yang mendefinisikan
autoerotisme sebagai Suatu fenomena munculnya rangsangan seksual secara spontan yang
dipicu oleh tidak adanya rangsangan dari luar baik secara langsung maupun tidak langsung
dari orang lain. Praktek autoerotik yang paling sering adalah masturbasi, dan kedua istilah ini
( autoerotisme dan masturbasi )sering dianggap sinonim, meski masturbasi dapat dilakukan
berpasangan.7
Kematian autoerotik didefenisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja
(Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai
kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal
maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation,
elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan

kepuasan seksual pada korban. Beberapa respon fisiologis terhadap penurunan oksigen ke
tubuh dan otak dapat menyebabkan daya tarik aktivitas seksual yang berbahaya.Ketika arteri
karotis yang dikompresi, seperti dalam pencekikan atau menggantung, dapat menyebabkan
kekurangan oksigen ke otak atau hipoksia dan terjadi peningkatan karbon dioksida
sehinggamenimbulkan perasaan pusing, kepala ringan, dan halusinasi pikiran, yang semuanya
akan meningkatkan sensasi masturbasi.Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan oleh
gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual yang
tidak lazim ini.Pada hampir semua kasus, paling sering dialami oleh usia dewasa
pertengahan.8
Korban biasanya menggunakan peralatan yang dapat menstimulasi rasa sakit, dengan
benda-benda pornografi dan adanya bukti trans fetihisme seperti menggunakan pakaian
wanita.Untuk menyingkirkan kemungkinan bunuh diri atau pembunuhan, penyidik harus
memeriksa tempat kejadian perkara dan menemukan bukti-bukti sebelum memastikan
kematian tersebuat adalah suatu kematian autoerotik.Lokasi yang dipilih pelaku biasanya
tempat yang sunyi, dan seringkali disertai bukti perilaku autoerotik yang berulang.Bekas tali,
utamanya pada kasus penjeratan leher, selalu ditemukan abrasi atau memar.

2.2.2 Epidemiologi Asfiksia Autoerotik


Asfiksia autoerotik dapat ditemukanpada semua ras di seluruh dunia dan di setiap
jenjang status sosial ekonomi. Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda
dengan kelompok usia yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun dengan 71%
korban kurang dari 30 tahun. Korban yang paling sering ditemukan adalah laki-laki kulit
putih, sedangkan pada wanita kasusnya sangat sedikit.Asfiksia autoerotika menempati 31%
kematian akibat gantung dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukan bahwa insiden dari
kematian akibat asfiksia autoerotika meningkat.

Di US dilaporkan 500-1000 kasus dalam 1 tahun terakhir mengalami kematian akibat


asfiksia autoerotika Di Amerika Serikat saja didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian
autoerotik setiap tahunnya. Estimasi rasio perbandingan pria-wanita adalah sekitar 25-50 :
1. Adapun kurangnya korban wanita disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah
seksual.Kebanyakan korban adalah seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus
lajang.2
Kebanyakan korban adalah kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri,
biasanya berstatus lajang.Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum
homoseksual di Jakarta sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta
penduduk JawaTimur adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total
penduduk Indonesia adalah kaum homoseksual.
Hazelwood dan Dietz mempelajari 157 kasus asfiksia autoerotic yang diantaranya 132
(84.1% asfiksia tipikal) ; 18 (11.5% asfiksia atipikal) ; 5 (3.2%) asfiksia yang dulakukan
dengan partner.Blachard dan Huckers mengemukakan 117 pria mengalami kematian akibat
asfiksia autoerotika di Kanada dengan kisaran umur 10 56 tahun dengan rata-rata 26 tahun.

2.2.3 Klasifikasi Asfiksia Autoerotik


Kematian autoerotisme dapat juga diklasifikasikan sebagai parafilia yang dilakukan
secara berlebihan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan seksual. Parafilia sendiri
diartikan sebagai penyimpangan seksual yang ditandai oleh adanya suatu fantasi seksual yang
sering dan berulang, perilaku atau aktivitas seksual yang melibatkan:7,9

a.

Objek selain manusia

b. Menyakiti diri sendiri atau pasangannya


c.

Anak-anak yang telah timbul selama 6 bulan.

Parafilia dapat dibagi menjadi parafilia letal dan non-letal. Parafilia non-lethal dapat
dijabarkan menjadi 8 tipe kelainan:

1. Ekshibisme : perilaku berulang-ulang yang dilakukan dengan memperlihatkan salah

satu alat kelamin kepada seseorang yang tidak dikenal atau bisa juga memperlihatkan
alat kelamin di tempat umum atau dilihat oleh orang yang tidak dikenal.
2. Fetihisme : menggunakan suatu objekatau suatu benda untuk menimbulkan
rangsangan seksual. Partialisme mengacu pada fetihisme yang menggunakan salah
satu bagian dari tubuhnya (selain alat kelamin) untuk menimbulkan rangsangan
seksual.
3. Frotteurisme : perilaku berulang-ulang dengan menyentuh atau menggosokkan pada
orang yang tidak melakukan perlawanan.
4. Pedophilia : kelainan psikologi dimana orang dewasa mendapatkan kepuasan seksual
dengan melakukannya pada anak-anak atau dapat juga dikategorikan sebagai
kekerasan seksual pada anak.
5. Masokisme : perilaku dimana ada keinginan untuk disakiti, dipukul atau apapun yang
dapat membuatnya menderita untuk mencapai kepuasan seksual.
6. Sadisme : perilaku dimana timbul keinginan untuk menyakiti ataupun menimbulkan
rasa sakit pada orang lain untuk menimbulkan kepuasan seksual.
7. Transver fetihisme : kebiasaan menggunakan pakaian dari lawan jenisnya.
8. Voyerisme : perilaku dimana suka melihat atau mengintip seseorang yang sedang
telanjang, atau mengintip suatu aktivitas seksual.

Parafilia lethal merupakan penyebab paling sering pada kematian autoerotik, dibagi menjadi:
Jenis parafilia

Contoh dan Variasi

Sexual asphixophilia

Penggantungan, pencekikan
Ikatan yang kuat (membungkus badan seperti kepompong)
Masker muka dengan memakai suatu bahan kimia
Memakai penutup plastic
Penyumbatan mulut
Kompresi dada
Penenggelaman
Nitrat Oxide
Ketamine
Ether
Kloroform dan zat-zat halogenik
Bahan-bahan yang disemprotkanseperti bensin, metana,

Sexual anesthesiophilia

Sexual electrophilia

menghirup zat karbondioksida


Obat-obatan ( amphetamine, kokain )
Secara langsung dengan kabel dari peralatan elektronik seperti
televisi,lampu meja, ataupun dari peralatan bertegangan rendah

Sexual masochisme

seperti mainan anak-anak pada penis, rektum, atau puting susu


Memasukkan benda asing yang terlalu besar atau tidak bersih
Memasukkan barang-barang ke dalam mulut.
Memasukkan

sesuatu

untuk

menimbulkan

nyeri

peritonealmisalnya dengan pisau.

Tabel 1. Parafilia Lethal

Pada kematian autoerotik (paraphilia lethal), seperti asphyxiophilia, masokisme,


elektrofilia, atau anestesiofilia, kematian yang terjadi merupakan kematian yang tidak
disengaja.Oleh karena itu, kematian autoerotik dapat didiagnosa apabila korban dalam
keadaan sendiri, kematian yang tidak disengaja, dan disebabkan oleh parafilia.

2.2.4 Etiopatogenesis Asfiksia Autoerotik


Asfiksia autoerotik dapat di stimulai oleh beberapa perilaku, namun yang paling banyak
karena gantung ( hanging ), berikut adalah mekanisme terjadinya asfiksia.10

Gambar 1. Mekanisme pada asfiksia autoerotik

Kegiatan autoerotik dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk
mencapai kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik
letal maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag
asphixation, elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia diharapkan
dapat meningkatkan kepuasan seksual pada korban.
Mekanisme dasar dari asfiksia autoerotik adalah menginduksi hipoksia serebral yang
bertujuan untuk merangsangsemihalusinogenik dan derajat euphoria sehingga meningkatkan
kepuasan seksual.Cara yang paling cepat menyebabkan hipoksia serebral adalah
penggantungan (hanging).Hal ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dalam waktu
kurang dari 10 detik dengan penekanan seberat 7 pon pada arteri karotis.Nervus vagus
memainkan peran utama batang otak ke seluruh organ utama. Tekanan di atasnya dapat

memperlambat detak jantung dan bahkan berhenti sama sekali. Korban biasanya memakai
bantalan berupa handuk atau syal untuk menghindari terbentuknya bekas lecet.
Terjadinya tekanan pada vena jugularis akibat penggantungan juga bisa menyebabkan
kematian korban. Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari otak ke jantung
untuk sirkulasi. Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke
jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan dapat
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak
tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di
pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan
korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan korban
mati akibat asfiksia. Tekanan yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting
tetapi durasi lamanya tekanan diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang
menyebabkan mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban mengambil waktu yang lama
sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara keseluruhan, mekanisme ini tidak
menyakitkan sehingga disalahgunakan untuk memuaskan nafsu seksual (autoerotic sexual
asphyxia).
Penurunan kesadaran sebagai akibat sekunder dari hipoksia serebral dapat
menyebabkan kehilangan keseimbangan, ketidakmampuan mengontrol posisi, dan pada
akhirnya penurunan kesadaran.Selain itu, penekanan yang sangat kuat pada arteri karotis
bilateral dapat menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba.Hipoksia menyebabkan
perubahan awal pada pusat daerah inhibitor seksual di hipokampus dan sistem limbik.
Sementara neuron simpatis terlibat dalam proses ereksi penis dan ejakulasi yang diaktifkan
melalui mekanisme mekanik, kimia, stimulasi listrik.
Selain gantung ( hanging ), asfiksia autoerotik dapat distimulasi dengan cara ikatan
yang kuat ( membungkus badan seperti kepompong ), masker muka dengan menggunakan

suatu bahan kimia, memakai penutu plastik, penyumbatan mulut, kompresi dada dan
penenggelaman.

2.2.6 Identifikasi Korban Asfiksia Autoerotik


Pada umumnya mirip dengan korban bunuh diri dengan cara penggantungan, namun
ada beberapa hal yang dapat membedakannya, yaitu:2,7
No Karakteristik
1. Lokasi

Penjelasan
Daerah

terpencil,

atau

terisolasi,

yang

dimaksudkan untuk menjaga privasi.


Kamar yang terkunci dari dalam.

2.

Posisi Tubuh

Bukti adanya aktifitas seksual sendiri.


Tidak pernah didapatkan free hanging pada
kematian autoerotik asfiksia. Tubuh korban
biasanya separuh menyentuh lantai, atau bahkan

3.

Benda-benda yang beresiko tinggi

berdiri.
Peralatan atau benda-benda yang berpotensi letal
digunakan dalam aktivitas autoerotik untuk
meningkatkan kepuasan baik fisik maupun
psikologik,

dan

berpotensi

menyababkan

kematian.

4.

Mekanisme penyelamatan diri

Peralatan yang memungkinkan korban untuk


menghentikan benda-benda beresiko tinggi yang

5.

Pengikatan

digunakan ( misalnya pisau ).


Menggunakan benda atau alat tertentu yang dapat
menimbulkan fantasi psikologik yang signifikan
bagi korban. Penting diperhatikan bahwa ikatan
yang dibuat dapat dengan mudah dilepaskan
sendiri.

6.

Perilaku Masokistik

Memberikan rasa sakit pada area seksual atau


area lainnya di tubuh, indicator adanya perilaku
serupa sebelumnya menunjukkan suatu perilaku

7.

Pakaian

autoerotik.
Korban dapat

berpakaian

fetihistik,

yaitu

mengenakan barang-barang kewanitaan. Korban


dapat

pula

mengenakan

pakaian

wanita

seutuhnya, tanpa pakaian sama sekali, ataupun


tertutup sebagian.

8.

Lapisan pelindung

Untuk mencegah terlihat oleh orang lain,


kerusakan yang diakibatkan biasanya terjadi pada
daerah yang tertutup oleh pakaian, dan atau
penggunaan pelapis seperti syal, atau handuk

9.

Paraphernalia seksual

untuk mencegah abrasi atau alur luka.


Benda yang ditemukan pada korban atau di
sekitar korban yang berhubungan dengan fantasi
seksual (vibrator, cermin, foto, film, pakaian

10. Aktifitas masturbasi

dalam wanita, dsb.)


Ada atau tidak adanya cairan semen di lokasi
kejadian bukanlah suatu indikator suatu kematian
autoerotik.Aktifitas masturbasi dianggap ada
apabila ditemukan cairan semen pada tangan atau

11. Bukti aktifitas autoerotik berulang

handuk.
Bukti adanya aktifitas autoerotik berulang.

12. Tidak ada perencanaan bunuh diri

Korban diketahui telah membuat rencana masa


depan, misalnya akan mengunjungi seseorang,
traveling.
Tidak didapatkannya surat bunuh diri bukan

merupakan indikasi suatu kematian autoerotik.


Apabila didapatkan, maka harus dipastikan
bahwa surat tersebut ditulis pada waktu yang
berdekatan dengan saat kematian.
Tabel 2. Identifikasi Korban Asfiksia Autoerotik

Penyidik di tempat kejadian perkara juga harus waspada terhadap kemungkinan telah
disingkirkannya barang bukti berupa pakaian wanita atau benda lainnya oleh keluarga untuk
mengaburkan cara kematian, untuk menghindari stigma sosial.
Perlu diingat bahwa tidak semua kriteria yang disebutkan harus didapatkan. Setidaknya
karakteristik berikut wajib untuk ditemukan:
1). Keinginan menjaga privasi
2). Bukti adanya aktivitas seksual sendiri
3). Bukti praktek autoerotik berulang
4). Tidak ada bukti keinginan bunuh diri.

2.3

Gambaran Umum Postmortem Pada Asfiksia Autoerotik

Dari semua cara kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering ditemukan adalah
asfiksia sebagai akibat dari penggantungan (hanging).Hanging adalah suatu keadaan dimana
terjadi konstriksi dari leher oleh alat penggantung yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh
atau sebagian.Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga
terjadi konstriksi pada leher. Penyebab kematian akibat hanging adalah asfiksia, iskemik otak,
reflek vagus dan kerusakan medulla oblaongata.
Tanda penggantungan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Jejas gantungnya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar. Bila alat penggantung mempunyai permukaan yang luas, yang

berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik,
maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan
lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat
penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik
pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan
dari mata.
b. Alur gantung : bentuk jejasnya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada bagian depan
leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan
miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak
jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penggantungan atau jejas gantung yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat
jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda
parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak
jarang jejas jerat membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga, tampak
daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
f. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas
penjeratan.Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian dari hanging, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama,yaitu:5

a. Pada pemeriksaan luardidapatkan :


1) Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan
tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.

2)

Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan kepala, dimana vena-

vena terhambat sedang arteri tidak.


3) Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid lidah akan
4)

terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.


Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali.

5)

Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-mortem.


Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung. Jika

korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.


6) Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot merupakan bintik7)

bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.


Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan
darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya
kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena
meningkatnya kadar HbCO2dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah
sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan
dengan cepatnya proses kematian.Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama
pada bagian akral dari ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban dalam

posisi tergantung
8) Buih halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena
9)

kocokan pada pernapasan kuat.


Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada saat
stadium konvulsi pada puncak asfiksia.Hal ini bukan merupakan tanda khas dari
penggantungan dan keadaan ini tidak selalu menyertai penggantungan.

b. Pada pemeriksaan dalamdidapatkan :


1)

Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat serta pada pengirisan banyak

2)
3)

mengeluarkan darah
Tanda bendungan pembuluh darah otak
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair karena fibrinolisin darah
yang meningkat pasca kematian.

4)

Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah
pars diafragmatika da fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah

5)

otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.


Buih halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernafasan disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya
udara yang cepat dalam saluran yang sempit akan menimbulkan busa yang kadang

bercampur darah akibat pecahnya kapiler.


6) Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
7) Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
8)

jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.


Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang

disertai dengan tindak kekerasan.


9) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
10) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang
hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar
fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
11) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini
darap terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
12) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung
13) Darah dalam jantung bewarna gelap dan lebih encer.
2.4

Contoh kasus

Seorang bintang kungfu, David Carradine ditemukan tergantung di kamar mandi dalam suite
mewahnya di salah satu hotel di Bangkok, Thailand, pada 4 Juni 2009. Saat ditemukan, leher

Carradine terikat tali yang tersambung ke alat kelaminnya.Keluarga kemudian menyewa ahli
patologis forensik yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Dr Michael Baden untuk
menyelidiki penyebab kematian Carradine.Dari hasil otopsi di duga dia meninggal karena
asfiksia autoerotik.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Kematian autoerotik didefinisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja

(Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai
kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal
maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation,
elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan
kepuasan seksual pada korban.
Kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering adalah akibat strangulasi,
sehingga pada pemeriksaan post mortem didapatkan tanda-tanda mati lemas dan tanda-tanda
strangulasi.
Kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering adalah akibat hanging, ciri-ciri
hanging pada asfiksia autoerotik adalah:
a.

Tempat privasi.

b.

Kaki selalu menyentuh lantai.

c.

Adanya mekanisme penyelamatan diri.

d.

Adanya benda-benda yang memicu fantasi seksual.

e.

Ikatan tali mudah dilepaskan.

f.

Adanya riwayat kelainan seksual

g.

Korban biasaya dalam keadaan telanjang.

h.

Adanya ikatan tali pengait yang permanen

i.

Tidak ada rencana bunuh diri.

Ciri-ciri hanging akibat bunuh diri adalah :


a. Keadaan di TKP tenang atau tidak digunakan

b. Pakaian korban cukup rapih, sering didapatkan surat peninggalan


Adanya alat penumpu seperti bangku dan sebagainya
Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar
c. Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali menuju korban mengarah ke bunuh diri.
d. Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala.
Bila dapat biasanya bunuh diri.Bila tidak, curiga pembunuhan.
e.

Jarak ujung jari kaki mendekati lantai.

f.

Tidak adanya tanda-tanda perlawanan.

Ciri-ciri hanging akibat pembunuhan adalah:


a.

Tidak mengenal batas usia.

b.

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian

tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
c.

Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut

terikat kuat
d.

Macam simpul pada jerat di leher

- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat
biasanya bunuh diri.
e.

Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali tidak menuju korban mengarah

padadibunuh terlebih dulu


f.

Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri

g.

Ada cedera atau luka-luka.

h.

Tangan dalam keadaan terikat.

i.

Mayat ditemukan tergantungpada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang

digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan


j.

Biasanya ruangan ditemukan terkunci dari luar.

k.

Ada tanda-tanda perlawanan

3.2

Saran
Dari uraian di atas, jika mendapatkan kasus korban gantung diri, di harapkan dokter

dapat gambaran post mertem pada asfiksia autoerotik dan dapat membedakan korban gantung
karena pembunuhan, bunuh diri, atau karena kegiatan autoerotik (asfiksia autoerotik ).

DAFTAR PUSTAKA

1. Fedakar, Recep. Autoerotic Asphyxial By Hanging. Forensic Medicine Department.


2008
2. Idries, Munim. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Binarupa Aksara.
2002
3. Abraham, dkk , 2009. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. UNDIP. Semarang
4. Dahlan, Sofwan.Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. UNDIP. 2007
5. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. FKUI. 1997
6. Perdanakusuma, M. Bab-bab tentang Kedokteran Forensik, Yogyakarta.Ghalia
Indonesia. 1994
7. Hucher, Stephen. Autoerotic Asphyxial. Forensic Psychiatry. 2005
8. Memchoubi. Autoerotic Hanging Brought As a Case Of Suicidal Hanging. 2004
9. Amier. Ilmu Forensik. Bina Aksara. 2007
10. Tsokos M. Forensic pathology reviews. Vol 3. New Jersey : Humana Press ; 2005. P
209-211
11. Adesia, Veronica. Definisi Dan Proses Homoseksual. 2009
12. http://www.unmit.org/legal/IndonesianLaw/undang/kuhp.htm
13. http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/asiamaya_kuhp_penal_code_
nyawa.htm

Anda mungkin juga menyukai