Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HIDROLOGI LINGKUNGAN

Oleh:

Kelompok IV
Anggota:
SUCI WULANDARI

(1210941001)

AUFA RAHMATIKA

(1210941003)

ANNISA DWINTA

(1210941009)

FITRIA MARCHELLY

(1210942001)

NABILAH FRIMELI

(1210942017)

Dosen:
Dewi Fitria, PhD

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2014

EDIT DULU ! ini masih kata pengantar mata


kuliah lain

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hidrologi Lingkungan dengan topik Run off, air
tanah dan aplikasi terhadap teknik lingkungan. Selain itu tujuan dari penyusunan
makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang bagaimana proses-proses
operasi per unit yang terjadi pada pengolahan air minum maupun air buangan .
Dalam makalah ini disajikan tentang pengertian pengadukan, macammacam pengadukan berdasarkan kecepatan dan metodologi yang dipakai, dan
bagaimana tingkat pengadukan pada setiap unit operasi yang dipakai dalam air
buangan dan air minum
Kami berharap sebagai penulis makalah ini bisa kami jadikan sebagai
sarana untuk kami menambah wawasan tentang keberadaan air dan sifat-sifatnya
dilingkungan sekitar, dan tentunya kami berharap makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca.
kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Padang, 21 Agustus 2014

Penulis

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di
atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995). Aliran

permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltarasi tanah,


dimana dalam hal ini tanah telah jenuh air (Kartasapoetra dkk, 1988). Jumlah air
yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan persatuan
waktu, keadaan penutup tanah, topografi, jenis tanah, dan ada tidaknya hujan yang
terjadi sebelumnya (Rahim, 2000).
Hujan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya aliran
permukaan. Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran
permukaan. Intensitas hujan yang tinggi akan memungkinkan tingginya aliran
permukaan yang terjadi. Aliran permukaan (run off) juga disebut sebagai bagian
dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau
dan lautan. Air hujan yang jatuh
ke permukaan tanah ada yang langs ung masuk ke dalam tanah atau disebut air
infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian
dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutam a pada tanah yang
hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu
mengalir ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir
sering juga disebut air larian atau limpasan.
Menurut Arsyad (1982 dalam Haridjaja dkk.1991) proses terjadinya aliran
permukaan adalah curah hujan yang jatuh diatas permukaan tanah pada suatu
wilayah pertama-tama akan masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi setelah
ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus
selama air masih berada dibawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus
berlangsung , dan kapasitas lapang teah terpenuhi, maka kelebihan air hujan
tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan
sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah
sebagai simpanan permukaan (depression storage), selanjutnya setelah simpanan
depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut
tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan
(over land flow), kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi
walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Setelah proses hidrologi diatas tercapai dan air hujan masih berlebih, baik
hujan masih berlangsung atau tidak, maka aliran permukaan akan terjadi.
Selanjutnya aliran permukaan ini akan menuju saluran-saluran dan akhirnya
menuju sungai sebelum mencapai danau atau laut.
Hasil aliran permukaan suatu DAS biasanya disajikan dalam bentuk grafik
yang menggambarkan fenomena aliran tinggi muka air, debit, kecepatan dan
waktunya yang disebut hidrograf. (Soemarto, 1987)
Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara debit
dengan waktu. Berdasakan pemisahan komponen-komponen hidrograf, untuk
menentukan besarnya banjir di dalam sungai, perlu diketahui besarnya aliran
langsung (direct runoff) yang disebabkan oleh hujan. Hidrograf tersebut dipisah
menjadi dua bagian, yaitu : Aliran langsung (direct runoff) atau aliran hujan yaitu
aliran permukaan sungai (channel precipitation), dan aliran bawah tanah
(interflow), aliran air tanah atau aliran dasar (base flow). Pemisahan aliran dasar
dari hidrograf diperlukan untuk memperoleh hidrograf aliran langsung (Soemarto,
1987).
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali
air larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi)
dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah
hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi a ir untuk evaporasi, intersepsi,
infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung
ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Bagian penting dari
air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah
besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan waktu
tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang
jatuh terlebih dahulu memenuhi a ir untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan
mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan
melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Semakin lama dan semakin tinggi
intensitas hujan akan menghasilkan air larian semakin besar. Namun intensitas
hujan yang terlalu tinggi dapat menghancurkan agregat tanah sehingga akan
menutupi pori -pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air

larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar mera ta di seluruh
wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif. Disamping
itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran
DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan. Kerapatan daerah aliran (drainase)
mempengaruhi kecepatan air larian. Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari
semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi kerapatan
daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai
dalam waktu yang cepat. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan
memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.
Perhitungan Koefisien Runoff
Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. (dalam suatu DAS)
atau
dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan
apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti
sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan
besar. Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan
penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan
tersebut. Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Kondisi daerah

Nilai C

Pegunungan yang curam

0.75 0.90

Pegunungan tersier

0.70 0.80

Tanah bergelombang dan hutan

0.50 0.75

Tanah dataran yang ditanami

0.45 0.60

Persawahan yang diairi

0.70 0.80

Sungai di daerah pegunungan

0.75 0.85

Sungai kecil di dataran

0.45 0.75

Sungai besar di dataran

0.50 0.75

Perhitungan Debit Puncak Aliran Permukaan


Metoda Rasional
Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang
digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff). Meoda
ini relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada DAS
berukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al, 1986).
Persamaan matematik metoda rasional :
Qp = Air larian (debit) puncak (m3/dt)
C = Koefisien air larian
ip = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas Wilayah DAS (ha)
Intensitas hujan ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi ( time of
concentration, Tc) untuk DAS bersangkutan dan menghitung intensitas hujan
maksimum untuk periode berulang (return period) tertentu dan waktu hujan sama
dengan Tc. Bila Tc=1 jam maka intensitas hujan terbesar yang harus digunakan
adalah curah hujan 1-jam.
Contoh :
1. Perhitungan debit puncak (Qp)

Suatu daerah dengan luas 250 ha memiliki koefisien runoff (C=0,35), intensitas
hujan terbesar (ip= 0,75 mm/jam). Hitung debit air larian puncak (m3/dt) ?
Pemecahan :
Qp = 0,0028 C ip A
= 0,0028 . 0,35 . 0,75 . 250 m3/dt
= 0.18 m3/dt
2. Perhitungan P, Q dan C
Tabel 4.2. Perhitungan jumlah air yang mengalir melalui outlet dengan ukuran
DAS (200 ha)
Bulan

Debit rata-rata

Jumlah

Total debit

Curah

Q (m3/dt)

Hari (d)

d x 86400 x Q

Hujan

(m3)

(mm)

Januari

0,15

31

401760

369

Pebruari

0,10

28

241920

291

Maret

0,08

31

214272

289

April

0,06

30

155520

271

Mei

0,05

31

133920

188

Juni

0,05

30

129600

132

Juli

0,02

31

53568

132

Agustus

0,01

31

26784

67

September

0,04

30

103680

78

Oktober

0,06

31

160704

144

Nopember

0,08

30

207360

226

Desember

0,21

31

562464

355

Total setahun =

2.391.552

2.542

Tahap-tahap yang perlu dilakukan :


a. Volume hujan setahun seluas 200 ha,
P = CH/1000 x A
dimana,
CH = curah hujan (mm/tahun)
A = luas DAS (m2) (1 ha = 10000 m2)
P = (2542/1000) x 200 x 10000 m3
= 5.084.000 m3
b. Total Q setahun
12
Q = (d x 86400 x Q) = 2.391.552 m3
1
c. Koefisien air larian (C) kemudian dapat dihitung, yaitu :
12
C = (d x 86400 x Q)/(CH/1000)(A)
1
C = 2391552 m3/5084000 m3 = 0.47

Pengertian Air Tanah


Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah
yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah
dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akifer. Lapisan yang
mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang
terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah
disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang

dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Menurut Krussman dan
Ridder (1970) dalam Utaya (1990) bahwa macam-macam akifer sebagai berikut:

Air tanah yang berasal dari infiltrasi


a. Akifer Bebas (Unconfined Aquifer) yaitu lapisan lolos air yang hanya
sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada
aquifer ini disebut dengan water table (preatiklevel), yaitu permukaan air yang
mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer. b. Akifer Tertekan
(Confined Aquifer) yaitu aquifer yang seluruh jumlahnya air yang dibatasi oleh
lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan
jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer. c. Akifer Semi tertekan (Semi
Confined Aquifer) yaitu aquifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian
atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan
kedap air. d. Akifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) yaitu aquifer yang
bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian aquifer ini merupakan
peralihan antara aquifer bebas dengan aquifer semi tertekan.
Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999) mengemukakan bahwa air tanah dangkal
pada akifer dengan material yang belum termampatkan di daerah beriklim kering
menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi terutama musim kemarau.
Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan kapiler air tanah dan tingkat evaporasi
yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut tergantung pada lamanya air
kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak dengan batuan semakin tinggi

unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Disamping itu umur batuan juga


mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua umur batuan, maka
semakin tinggi pula kadar garam-garam yang terlarut di dalamnya.
Todd (1980) dalam Hartono (1999) menyatakan tidak semua formasi litologi dan
kondisi geomorfologi merupakan akifer yang baik. Berdasarkan pengamatan
lapangan, akifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut: a. Lintasan air
(water course), materialnya terdiri dari aluvium yang mengendap di sepanjang
alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul alam. Bahan aluvium
itu biasanya berupa pasir dan karikil. b. Lembah yang terkubur (burried valley)
atau lembah yang ditinggalkan (abandoned valley), tersusun oleh materi lepaslepas yang berupa pasir halus sampai kasar. c. Dataran (plain), ialah bentuk lahan
berstruktur datar dan tersusun atas bahan aluvium yang berasal dari berbagai
bahan induk sehingga merupakan akifer yang baik. d. Lembah antar pegunungan
(intermontane valley), yaitu lembah yang berada diantara dua pegunungan,
materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari pegunungan di
sekitarnya. e. Batu gamping (limestone), air tanah terperangkap dalam retakanretakan atau diaklas-diaklas. Porositas batu gamping ini bersifat sekunder.
Batuan vulkanik, terutama yang bersifat basal. Sewaktu aliran basal ini mengalir ,
ia mengeluarkan gas-gas. Bekas-bekas gas keluar itulah yang merupakan lubang
atau pori-pori dapat terisi air.
1. Gerakan Air Tanah
Disamping air tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah juga bergerak dari
bawah ke atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya mengikuti
hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan gradien
hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi volume air
tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding
terbalik dengan tebal lapisan (Utaya, 1990).

Gerakan air tanah dan jenis lapisannya


2. Kondisi Air Tanah Dataran Alluvial
Dataran alluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses
geomorfologi yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah
hujan, angin, jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat
proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air ketempat yang lebih
rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran alluvial

menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai.
daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya,
daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya. Potensi air tanah
daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan. Daerah pantai terdapat cukup
luas di pantai timur Pulau Sumatera, Pulau Jawa bagian Utara dan selatan, Pulau
Kalimantan dan Irian Jaya bagian Selatan. Air tanah daerah dataran pantai selalu
terdapat dalam sedimen kuarter dan resen yang batuannya terdiri dari pasir,
kerikil, dan berinteraksi dengan lapisan lempung. Kondisi air tanah pada lapisan
tersebut semuanya dalam keadaan tertekan , mempunyai potensi yang umumnya
besar, namun masih bergantung pada luas dan penyebaran lapisan batuan dan
selalu mendapat ancaman interusi air laut, apabila pengambilan air tanah
berlebihan. Dataran antar gunung di pulau Jawa terdapat di Bandung, Garut,
Madiun , Kediri, Nganjuk, dan Bondowoso, daerah ini sebagian besar dibatasi
oleh kaki gunung api. Lapisan batuan terdiri atas bahan klastika hasil rombakan
batuan gunung api sekitarnya. Pengertian susunan litologi dari butir kasar ke halus
membentuk suatu kondisi air tanah tertekan, cekungan air tanah antar gunung
mempunyai potensi yang cukup besar. Beberapa bentuk lahan asal fluvial adalah
sebagai berikut : (1) Kipas Alluvial (Alluvial fan); (2) Crevasse-Splays; (3)
Tanggul alam (Natural lever); (4) Poin bar; (5) Dataran banjir; (6) Cekungan
fluvial (Flood plain); (7) Teras Alluvial; (8) Delta Volume air tanah dalam dataran
alluvial di tentukan oleh tebal dan penyebaran permeabilitas dari akifer yang
terbentuk dalam aluvium dan dilluvium yang mengendap dalam dataran. Apabila
suatu daerah materi penyusunnya atas materi halus (liat/berdebu) umumnya
permeabilitasnya kecil, sedangkan suatu daerah yang tersusun atas pasir dan
kerikil permeabilitasnya besar. Air tanah yang mengendap di dataran banjir
ditambah langsung dari peresapan air susupan. Permukaan air tanahnya dangkal
sehingga pengambilan air dapat dengan sumur dangkal. Dataran alluvial unsurunsur yang dominan adalah unsur NO2, NO3, Ca, Mg, Si, dan Fe. Kelebihan
Nitrit karena pengaruh zat buangan (urine), pembusukan organik dari hasil
reduksi nitrat yang ada disekitar air tanah (Karmono dan Joko Cahyo, 1978:11).
Hal ini selain dipengaruhi oleh faktor alam juga sebagai aktivitas manusia

misalnya adanya lahan pertanian yang mengkonsumsi pupuk organik yang


mengandung nitrat.
3. Asal-Usul dan Sifat-Sifat Air Tanah
Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber daya air (tanah),
untuk memahami asal-usul (origin) dan sifat-sifat (nature) air tanah, agar tidak
terjadi kesalah-pengertian tentang sumberdaya yang dikelola. Kesalah-pengertian
tersebut akan menjadikan tujuan mewujudkan kemanfaatan air tanah terutama
bagi kaum miskin pengelolaan tidak mencapai sasarannya, bahkan justru akan
menimbulkan dampak yang merugikan bagi keterdapatan air tanah itu sendiri
serta kaum miskin tersebut. Hal-hal pokok yang perlu dipahami tentang asal-usul
dan sifat-sifat air tanah adalah :
(1) Pembentukan Air Tanah
Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada
lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan
dan air permukan , yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of
aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona
jenuh air dan menjadi air tanah. Air tanah adalah salah satu faset dalam daur
hidrologi , yakni suatu peristiwa yang selalu berulang dari urutan tahap yang
dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer; penguapan dari darat
atau laut atau air
pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan, pelonggokan dalam
tanih atau badan air dan penguapan kembali (Kamus Hidrologi, 1987). Dari daur
hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air
permukaan serta komponen-komponen lain yang terlibat dalam daur hidrologi
termasuk bentuk topografi, jenis batuan penutup, penggunaan lahan, tetumbuhan
penutup, serta manusia yang berada di permiukaan. Air tanah dan air permukaan
saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap aksi (pemompaan, pencemaran dll)
terhadap air tanah akan memberikan reaksi terhadap air permukaan, demikian
sebaliknya
(2) Wadah Air Tanah
Suatu formasi geologi yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
melalukan air tanah dalam jumlah berarti ke sumur-sumur atau mata air mata air

disebut akuifer. Lapisan pasir atau kerikil adalah salah satu formasi geologi yang
dapat bertindak sebagai akuifer. Wadah air tanah yang disebut akuifer tersebut
dialasi oleh lapisan lapisan batuan dengan daya meluluskan air yang rendah,
misalnya lempung, dikenal sebagai akuitard. Lapisan yang sama dapat juga
menutupi akuifer, yang menjadikan air tanah dalam akuifer tersebut di bawah
tekanan (confined aquifer). Di beberapa daerah yang sesuai, pengeboran yang
menyadap air tanah tertekan tersebut menjadikan air tanah muncul ke permukaan
tanpa membutuhkan pemompaan. Sementara akuifer tanpa lapisan penutup di
atasnya, air tanah di dalamnya tanpa tekanan (unconfined aquifer), sama dengan
tekanan udara luar. Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i)
kapasitas menyimpan air tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah. Namun
demikaian sebagai hasil dari keragaman geologinya, akuifer sangat beragam
dalam sifat-sifat hidroliknya (kelulusan dan simpanan) dan volume tandoannya
(ketebalan dan sebaran geografinya). Berdasarkan sifat-sifat tersebut akuifer dapat
mengandung air tanah dalam jumlah yang sangat besar dengan sebaran yang luas
hingga ribuan km2 atau sebaliknya. Ditinjau dari kedudukannya terhadap
permukaan, air tanah dapat disebut (i) air tanah dangkal (phreatic), umumnya
berasosiasi dengan akuifer tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer dekat
permukaan hingga kedalaman tergantung kesepakatan 15 sampai 40 m. (ii) air
tanah dalam, umumnya berasosiasi dengan akuifer tertekan, yakni tersimpan
dalam akuifer pada kedalaman lebih dari 40 m (apabila kesepakatan air tanah
dangkal hingga kedalaman 40 m). Air tanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh
masyarakat (miskin) dengan membuat sumur gali, sementara air tanah dalam
dimanfaatkan oleh kalangan industri dan masyarakat berpunya. Sebaran akuifer
serta pengaliran air tanah tidak mengenal batas-batas kewenangan administratif
pemerintahan. Suatu wilayah yang dibatasi oleh batasan-batasan geologis yang
mengandung satu akuifer atau lebih dengan penyebaran luas, disebut cekungan air
tanah.
(3) Pengaliran dan Imbuhan Air Tanah
Air tanah dapat terbentuk atau mengalir (terutama secara horisontal), dari titik
/daerah imbuh (recharge), seketika itu juga pada saat hujan turun, hingga
membutuhkan waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan

tahun, bahkan ribuan tahun,, tinggal di dalam akuifer sebelum muncul kembali
secara alami di titik/daerah luah (discahrge), tergantung dari kedudukan zona
jenuh air, topografi, kondisi iklim dan sifat-sifat hidrolika akuifer. Oleh sebab itu,
kalau dibandingkan dalam kerangka waktu umur rata-rata manusia, air tanah
sesungguhnya adalah salah satu sumber daya alam yang tak terbarukan. Saat ini di
daerah-daerah perkotaan yang pemanfaatan air tanah dalamnya sudah sangat
intensif, seperti di Jakarta,

Bandung, Semarang, Denpasar, dan Medan, muka air tanah dalam (piezometic
head) umumnya sudah berada di bawah muka air tanah dangkal (phreatic head).
Akibatnya terjadi perubahan pola imbuhan, yang sebelumnya air tanah dalam
memasok air tanah dangkal (karena piezometic head lebih tinggi dari phreatic
head), saat ini justru sebaliknya air tanah dangkal memasok air tanah dalam. Jika
jumlah total pengambilan air tanah dari suatu sistem akuifer melampaui jumlah
rata-rata imbuhan, maka akan terjadi penurunan muka air tanah secara menerus
serta pengurangan cadangan air tanah dalam akuifer. (Seperti halnya aliran uang
tunai ke dalam tabungan, kalau pengeluaran melebihi pemasukan, maka saldo
tabungan akan terus berkurang). Jika ini hal ini terjadi, maka kondisi demikian
disebut pengambilan berlebih (over exploitation) , dan penambangan air tanah
terjadi.
(4) Mutu Air Tanah
Sifat fisika dan komposisi kimia air tanah yang menentukan mutu air tanah secara
alami sangat dipengaruhi oleh jenis litologi penyusun akuifer, jenis tanah/batuan
yang dilalui air tanah, serta jenis air asal air tanah. Mutu tersebut akan berubah
manakala terjadi intervensi manusia terhadap air tanah, seperti pengambilan air
tanah yang berlebihan, pembuangan libah, dll Air tanah dangkal rawan
(vulnerable) terhadap pencemaran dari zat-zat pencemar dari permukaan. Namun
karena tanah/batuan bersifat melemahkan zat-zat pencemar, maka tingkat
pencemaran terhadap air tanah dangkal sangat tergantung dari kedudukan akuifer,
besaran dan jenis zat pencemar, serta jenis tanah/batuan di zona takjenuh, serta
batuan penyusun akuifer itu sendiri. Mengingat perubahan pola imbuhan, maka air
tanah dalam di daerah-daerah perkotaan yang telah intensif pemanfaatan air
tanahnya, menjadi sangat rawan pencemaran, apabila air tanah dangkalnya di
daerah-daerah tersebut sudah tercemar. Air tanah yang tercemar adalah pembawa
bibit-bibit penyakit yang berasal dari air (water born diseases).

Anda mungkin juga menyukai