Makalah BHP Gagal Nafas
Makalah BHP Gagal Nafas
Disusun Oleh :
Rino Orleans Adam
Gresilva Sevyanti
Fitrandirama Alfarici
Fani Maulida
Sarah Itsnina
Retno Astutik
Ady Prasojo
FAKULTAS KEDOKTERAN
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini kita masih sering mendengar isu-isu yang kurang baik
mengenai tindakan dokter pada pasien, termasuk pada pasien gagal nafas.
Terkadang masih ditemui dokter yang tidak melakukan informed consent dan
meminta persetujuan baik pasien maupun keluarga pasien dalam penanganan
gagal nafas. Pada akhirnya, bila sesuatu hal yang tidak diharapkan terjadi, dokter
menjadi disalahkan keluarga pasien dengan alasan keluarga pasien tidak dimintai
persetujuan sebelum dilakukan tindakan oleh dokter. Pada pasien gagal nafas,
untuk pemakaian ventilator sebagai alat bantu nafas, seorang dokter seharusnya
wajib menimbang aspek-aspek sebelum melakukan tindakan, baik pemasangan
ataupun saat pelepasan ventilator yang berdampak pada kelangsungan hidup
pasien seperti aspek etik, hukum (seperti contoh tadi, tidak meminta persetujuan
keluarga pasien), ataupun budaya (tidak menimbang kondisi psikis keluarga
pasien pada saat akan memasang ataupun melepas ventilator). Kadang juga
ditemui suatu kondisi bahwa tidak adanya sarana dan prasarana yang mendukung
pada saat terjadi kasus gagal nafas, tentu hal ini sangat merugikan baik bagi
pasien maupun keluarga pasien, juga dokter yang menjadi tidak bisa melakukan
tindakan medis` secara penuh.
B. TUJUAN
Mengetahui kode etik kedokteran Indonesia yang berkaitan dengan isu etik
penanganan pasien gagal nafas
Mengetahui sarana dan prasarana yang tepat unuk menangani pasien gagal
nafas
C. MANFAAT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KAIDAH BIOETIK
1. Beneficence yaitu Asas perilaku beramal dan berbudi luhur
Pada penanganan pasien gagal napas, aspek beneficence digunakan untuk
minimalisasi akibat negative dari suatu pemeriksaan dan pengobatan,dan
maksimalisasi manfaat pengobatan agar efek baiknya lebih banyak dari
efek buruknya contohnya dalam penanganan pasien gagal napas ini adalah:
Diagnosis dan pemeriksaan harus tepat sasaran mengingat penyakit paruparu memiliki banyak keadaaan klinis yang sejenis
Dalam pasien TBC, pemilihan obat harus sesuai dengan indikasi dan
kontra indikasinya, pengaturan dosis juga harus tepat agar efek obat
tercapai tanpa efek samping.
Pada pasien gagal napas, pemberian obat yang tepat akan membantu.
Factor mental dari dokter agar selalu tenang dalam berpikir juga berperan
penting agar pengobatan yang dilakukan pada pasien ini tidak menyakiti
atau merugikan.
Pada pasien gagal napas, apabila harus dilakukan suatu tindak segera, dokter
harus melakukan informed concent secara jelas pada keluarga pasien agar
keluarga dapat memutuskan kesediaannya pada proses pegobatan yang akan
dilakukan pada anggota keluarganya.
Apabila ada pasien dengan gagal napas dating, langsung di layani dan di
rawat dengan pengobatan yang sesuai sampai keadaannya stabil.
Pemberian obat, meski obat memiliki beragam harga, harus memilih onbat
yang dapat di jangkau oleh pasien dan memiliki efek yang paling baik.
3. Pasal 12
yang
diberikannya
dianggap
mengakibatkan
cacat,
atau
BAB III
ISI
GAGAL NAPAS
Gagal napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya
dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan
karbondioksida. ada beberapa tingkatan dari gagal napas, dan dapat terjadi secara
akut atau secara kronik. Insufisiensi pernapasan kronik atau gagal napas
kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang yang menetap selama
beberapa hari atau bulan, dan mencerminkan adanya proses patologik yang
mengarah pada kegagalan dan proses kompensasi untuk menstabilkan keadaan.
Gas-gas darah dapat sedikit abnormal pada saat istirahat, tetapi gas-gas darah
dapat jauh dari batas-batas normal bila dalam keadaan kebutuhan meningkat
seperti saat berlatih. Peningkatan kerja pernapasan (dan dengan demikian
mengurangi cadangan pernapasan) dan perngurangan aktivitas fisik adalah dua
mekanisme utama untuk mengatasi insufisiensi pernapasan kronik.
Gagal napas akut secara numeric didefinisikan sebagai kegagalan pernapasan
bila tekanan parsial oksigen arteri (atau PaO2) 50 sampai 60 mmHg atau kurang
tanpa atau dengan tekanan parsial karbondioksida arteri PaCO2 50 mmHg.
Penyebab gagal napas dapat berupa gangguan intrinsic paru ( gangguan obstruk
difus, gangguan restriktif paru, atau gangguan pembuluh darah paru) atau
gangguan ekstrinsik paru (penekanan pusat pernapasan, gangguan neuromuscular,
gangguan pleura dan dinding dada).
Manifestasi gagal napas akut mencerminkan gabungan dari gambaran klinis
penyakit penyebab, faktor pencetus serta manifestasi hipoksemia dan hiperkapnia.
Tanda dan gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia jaringan.
Tanda dan gejala yang sering dicari untuk menandakan adanya hipoksemia atau
tidak seringkali baru timbul setelah PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. tanda
dan gejala yang paling menonjol: sakit kepala, kekacauan mental gangguan dalam
penilaian, agitasi, gelisah. Respon awal terhadap hipoksemia adalah takikardi, dan
peningkatan curah jantung serta tekanan darah.
Sepsis
Cedera kepala
Emboli lemak
Cedera aspirasi
Inhalasi asap
berat. Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume
merupakan langkah besar dalam penanganan keadaan ini. PEEP membantu
memperbaiki sindrom gawat napas dengan mengembangkan daerah yang
sebelumnya mengalami atelektasis, dan mengembalikan aliran cairan edema
atelektasis dari kapiler. Karena penimbunan cairan pada paru merupakan masalah,
maka pembatasan cairan dan terapi diuretic merupakan tindakan lain yang penting
dalam penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi
infeksi. Pendekatan lain terhadap ARDS adalah penggunaan olsida nitrat inhalasi
yang menyebabkan vasodilatasi pada daerah dalam paru sehingga berventilasi
baik dan memperbaiki oksigenasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berhubungan dengan pasal di atas dengan sindrom gawat napas terapi serta
penatalaksanaan yang dilakukan harus segera, karen sindrom ini apabila
penanganannya tidak tepat akan menimbulkan kematian. Sehingga sebagai dokter
kita harus menanganinya dengan sangat segera.
Pada pembahasan pasal 13, banyak dokter yang enggan melakukan karena
sering terjadi, bahwa dokter yang menolong justru dituntut untuk mengganti
kerugian. Pertolongan yang diberikannya dianggap mengakibatkan cacat, atau
memperlambat proses penyembuhan.
Hal ini sangat disayangkan karena mengingat kegawatdaruratan yang
dialami pasien ini dapat meregang nyawanya. Sebagai dokter disini kita diminta
untuk mempertajam skill kita agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
Karena banyak dokter di Indonesia yang tinggal di daerah terpencil dan jauh dari
teman sejawatnya, hal inilah yang menuntut dokter untuk mempertajam
kemampuannya, terlebih lagi dalam melakukan pertolongan pertama pasien
kegawatdaruratan.
BAB V
KESIMPULAN
Gagal napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida. ada beberapa tingkatan dari gagal napas, dan
memastikan ada ventilasi yang memadai dan jalan napas yang bebas.
Tujuan pertama dari terapi adalah memastikan bahwa hipoksemia,
asidemia, dan hiperkapnia tidak mencapai taraf yang membahayakan.
PaO2 sebesar 40 mmHg atau pH sebesar 7,2 atau kurang sangat sulit
ditoleransi oleh orang dewasa dan dapat mengakibatkan gangguan pada
kerugian.
Pertolongan
yang
diberikannya
dianggap
DAFTAR PUSTAKA