Anda di halaman 1dari 12

ABSTRAK

PENENTUAN VOLUME MOLAR PARSIAL


Telah dilakukan percobaan penentuan volume molar parsial untuk menentukan
volume molar parsial larutan NaCl dengan berbagai variasi kosentrasi yaitu 3M;
1,5 M; 0,75 M dan 0,375 M sebagai fungsi rapat massa. Percobaan volume molar
ini dilakukan pada larutan NaCl karena NaCl larutan non ideal dan tidak
berkontribusi dengan baik didalam larutan dan sebagai pembandingnya digunakan
akuades. Dari percobaan yang dilakukan tersebut, dapat ditentukan rapat massa
larutan menggunakan piknometer dan dapat ditentukan volume molar parsialnya
yang didasarkan pada grafik hubungan antara volume molar nyata larutan
terhadap akar mol NaCl. Dari grafik hubungan tersebut, maka akan didapat
volume molar parsial larutan NaCl. Volume molar parsial larutan NaCl yang
didapat pada konsentrasi 3M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M yaitu 12,7272476 mL;
7.4886448 mL; 4.211352 mL dan 2,2575724 mL.
Kata kunci : larutan non ideal rapat massa, volume molar parsial

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontribusi pada volume, dari satu komponen dalam sampel terhadap
volume total disebut volume molar parsial. Volume molar parsial dari zat terlarut
didalam larutan didefenisikan sebagai perubahan volume dari larutan ketika zat
terlarut dimasukkan kedalam larutan. Penentuan volume molar parsial suatu
larutan dilakukan pada larutan non ideal.
Percobaan penetuan volume molar parsial dilakukan pada larutan NaCl
karena larutan ini termasuk larutan non ideal yang tidak berkontribusi dengan baik
didalam larutan. Penetuan volume molar parsial larutan NaCl menggunakan
piknometer, dimana dari piknometer tersebut dapat diketahui rapat massanya
dengan menimbang piknometer sebelum dan sesudah dari waterbath. Dari rapat
massa yang didapat maka dapat ditentukan volume molar parsialnya
menggunakan grafik hubungan antara volume molar parsial nyata dengan akar
mol NaCl.
Penentuan volume molar parsial dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh aplikasinya yaitu Kajian Pengaruh Volume Molar Parsial
Terhadap Titik Didih Gliserol dan Etilen Glikol Dalam Air. Dimana pengaruh
volume molar parsial ditentukan dengan pengukuran titik didih campuran
beberapa variasi % massa etilen glikol dan gliserol dengan sistem refluks.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah mennetukan volume molar parsial larutan
NaCl sebagai fungsi rapat massa.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan volume molar parsial
larutan NaCl sebagai fungsi rapat massa menggunakan piknometer. Piknometer
ditimbang sebelum dan sesudah perendaman didalam waterbath dan piknometer di
isi dengan larutan NaCl untuk mengetahui rapat massa nya selama di waterbath
pada suhu dan waktu tertentu. Sehingga dari percobaan, akan didapat rapat massa
nya yang digunakan untuk menentukan volume molar parsialnya. Dalam
penentuan volume molarnya digunakan metode grafik, dimana dalam grafik

tersebut digambarkan hubungan volume molar nyata NaCl dengan akar mol NaCl.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Volume Molar Parsial
Pada temperatur cairan perlu diketahui sifat parsial zat selain tekanan
parsial yaitu volume molar parsial. Volume molar parsial adalah kontribusi pada
volume, dari satu komponen dalam sampel terhadap volume total. Volume molar
parsial dibandingkan dengan suatu zat pada beberapa konsentrasi dan kompensasi
umum didefenisikan sebagai berikut (Atkins, 1999) :
(

( Vv ) p , T , n

dimana nj :jumlah mol 1, n :jumlah mol zat lain tetap.


Volume molar parsial dari zat terlarut dalam larutan didefenisikan sebagai
perubahan volume dari larutan ketika zat terlarut dimasukkan kedalam larutan.
Volume molar parsial juga menggambarkan potensial kimia zat terlarut (Imai,
2007).
2.2 Sifat Molar Parsial
Ada 3 sifat termodinamika molar parsial utama yaitu (Dogra dan Dogra,
1990) :
a. Volume molar parsial dari komponen-komponen dalam larutan
b. Entalpi molar parsial
c. Energi bebas molar parsial
Ketiga sifat tersebut akan saling bergantungan jika dihubungkan dengan beberapa
metode penentuan volume molar parsial.
Metode yang digunakan atas dasar ketiga sifat tersebut adalah (Rield,
1991) :
a. Menggunakan hubungan analitik yang menunjukan j dan n.
b. Menggunakan fungsi yang disebut molar massa.
c. Menggunakan metode grafik
Dalam hal ini j dapat berfungsi sebagai fungsi komponen larutan dengan menjaga
jumlah semua konsep lain tetap.

2.3 Kualitas Molar Parsial


Sifat termodinamika ektensif dari campuran homogen V,U,H,S,A
differensial total dari volume suatu larutan biner homogen, dapat dituliskan
sebagai berikut (Alberty dan Daniels, 1987) :
dv =

[ ]

[ ]

V
p 1, n 1,n 2
dt +
T

V
T , n1, n 2
dp +
P

[ ]

V
T 1, P , n 2
dn1 +
n1

[ ]

V
p 1, T 1, n1
dn2
n2

[ ]

V
p 1, n 1,n 2
dt +
T

[ ]

V
T 1,n 1, n 2
dp + V1dn1 + V2dn2
P

Dan didapatlah persamaan volume molar parsialnya yaitu :


V1 =

[ ]

V
T 1, P , n 2
n1

Subtrip nj meneunjukan bahwa jumlah mol setiap komponen tetap kecuali


untuk komponen I. Dapat dinyatakan bahwa V1 adalah perubahan larutan pada
suhu dan tekanan tetap. Peryataan lain menyatakan bahwa V 1 adalah perubahan
dalam V bila 1 mol ditambahkan pada sejumlah tertentu dari larutan pada suhu
dan tekanan tertentu (Yazid, 2005).
2.5 Larutan Ideal dan Non Ideal
Larutan

berdasarkan

interaksinya

diantara

komponen-komponen

penyusunnya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu larutan ideal dan larutan non
ideal. Sedangkan berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dibedakan menjadi
larutan elektrolit dan lautan non elektrolit (Petrucci, 1985).
Larutan dikatakan ideal bila partikel zat terlarut dari partikel pelarut
tersusun seimbang, pada proses pencampurannya tidak terjadi efek kalor. Larutan
ideal akan memenuhi hukum Raoult. Larutan non ideal adalah larutan yang terdiri
dari 2 komponen zat terlarut A dan pelarut B, bila gaya tarik antara A dan B tidak

sam dengan gaya kohesi antara A dengan A dan B dengan B, sehingga prosesnya
menimbulkan efek kalor (Petrucci, 1985).
2.6 Analisis Bahan
2.6.1 Akuades (H2O)
Akuades

merupakan

larutan

yang

bersifat

netral,

biasanya

dipergunakan sebagai pelarut universa, tidak berwarna, merupakan pelarut


yang sangat baik. Memiliki titik didih 100 0c, titik beku 00c dan massa jenisnya
1 g/cm3 (Daintith,1994).
2.6.2 Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida merupakan senyawa berbentuk padatan kristal putih
tak berwarna dan berbau. Senyawa ini larut sempurna dalam air. NaCl
memiliki titik didih 1413oC dan titik leleh 80oC (Scott, 1994).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang pengaduk,
botol semprot, gelas beaker, labu ukur, piknometer, pipet ukur dan waterbath.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades (H 2O)
dan natrium klorida (NaCl).
3.2 Cara Kerja
Larutan NaCl
Dibuat 4 macam konsentrasi (0,3 M; 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M).
Ditimbang piknometer kosong, diisi dengan larutan NaCl
Digantungkan piknometer didalam waterbath pada suhu 30OC,
selama 15 menit.
Diamati permukaan, lalu keluarkan piknometer dari waterbath.
Dikeringkan dengan tisu dan ditimbang piknometer.
hasil
3.3 Rangkaian Alat

Gambar I. Rangkaian alat waterbath


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No pikno
kosong
13
6
13
6

Konsentrasi
NaCl (M)
3M
1,5 M
0,75 M
0,375 M

Massa

Massa

Massa

pikno kosong
23,3600
23,0569
23,3600
23,0569

pikno + air
48,1003
47,8643

Pikno + NaCl
50,8651
49,2727
48,7939
48,1902

4.2 Pembahasan
Volume molar parsial adalah kontribusi pada volume, dari satu komponen
dalam sampel terhadap volume total. Volume molar parsail memiliki 3 sifat yaitu:
volume molar parsial dari komponen-komponen larutan, entalpi molar parsial dan
energi bebas molar parsial. Dari ketiga sifat-sifat tersebut, dalam penetuannya
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode grafik, metode analitik,
metode molar nyata dan metode interseep (Atkins, 1999; Dogra dan Dogra, 1990).
Metode volume molar parsial suatu larutan digunakan untuk menentukan
volume molar suatu larutan non ideal. Menurut Petrucci (1985) Larutan non ideal
adalah larutan yang terdiri dari 2 komponen zat terlarut A dan pelarut B, bila gaya

tarik antara A dan B tidak sam dengan gaya kohesi antara A dengan A dan B
dengan B, sehingga prosesnya menimbulkan efek kalor
4.2.1 Analisis Prosedur
Penentuan volume molar parsial dilakukan untuk menentukan volume
molar parsial larutan natrum klorida sebagai fungsi dari rapat massa. Langkahlangkah dalam penetuannya yaitu pertama-tama dibuat larutan NaCl dengan
berbagai variasi konsentrasi yaitu 3 M; 1,5 M; 0,75 M dan 0,375 M. Tujuan
konsentrasi divariasikan adalah untuk melihat perbedaan volume molar parsial
pada masing-masing konsentrasi dan membandingkan besar volume molar parsial
larutan dengan air.
Setelah itu ditimbang piknometer kosong yang telah dipanaskan teerlebih
dahulu kedalam oven selama 1 jam. Piknometer kosong ditimbang tujuannya
adalah untuk membandingkan hasil akhir kosong dengan yang diisi larutan.
Tujuan piknometer dipanaskan terlebih dahulu adalah untuk menghilangkan hidrat
yang ada didalam pikno. Apabila tidak dipanaskan maka hidrat yang ada akan
mempengaruhi nilai volume molar parsial larutan.
Selanjutnya diisi piknometer kosong dengan larutan NaCl hinnga penuh.
Digunakan larutan NaCl karena NaCl bukan larutan ideal, tidak berkontribusi
sempurna dalam larutan sehingga perlu ditentukan rapat massa nya. Selain
digunakan larutan NaCl, juga digunakan akuades sebagai pembandingnya.
Akuades berfungsi sebagai pelarut yang bersifat netral, tidak berwarna dan
merupakan pelarut yang sangat baik (Daintith, 1994).
Menurut Petrucci (1990) larutan dikatakan ideal bila partikel zat terlarut
dari partikel pelarut tersusun seimbang, pada proses pencampurannya tidak terjadi
efek kalor. Larutan ideal akan memenuhi hukum Raoult. Larutan non ideal adalah
larutan yang terdiri dari 2 komponen zat terlarut A dan pelarut B, bila gaya tarik
antara A dan B tidak sam dengan gaya kohesi antara A dengan A dan B dengan B,
sehingga prosesnya menimbulkan efek kalor.
Larutan yang ada didalam piknometer harus diisi penuh tujuannya agar
NaCl tidak bereaksi dengan udara luar sehingga massa larutan NaCl tidak

berkurang. Setelah digantungkan piknometer didalam waterbath dipanaskan pada


suhu 30OC. Digunakan suhu 30OC karena suhu tersebut adalah suhu maksimum
untuk penetuan volume molar parsial. Jika digunakan suhu berlebih, maka larutan
melewati batas maksimum pemanasan yang dapat mengakibatkan massa larutan
berkurang.
Pemanasan larutan dilakukan selama 15 menit. Tujuan dipanaskan selama
15 menit karena waktu tersebut adalah waktu maksimum pemanasan. Jika
dipanaskan melebihi 15 menit, dapat menyebabkan NaCl meguap. Tujuan
pemanasan adalah untuk mendapatkan variabel tetap. Kemudian dikeluarkan
piknometer dari waterbath dan dikeringkan dengan tisu. Tujuan dikeringkan agar
larutan yang menempel dipiknometer tidak mempengaruhi berat piknometer saat
ditimbang.
Penetuan volume molar parsial larutan NaCl dipengaruhi oleh konsentrasi.
Konsentrasi larutan berbanding lurus dengan berat massa. Semakin besar
konsentrasi, maka massa didalam piknometer juga semakin besar. Hasil reaksi
pengionan NaCl yaitu :
NaCl

Na+ + Cl-

Penentuan volume molar parsial berhubungan dengan variabel ektensif dan


variabel intensif. Menurut Atkins (1999) Variabel ekstensif adalah variabel yang
bergantung pada volume, suhu dan tekanan. Sedangkan variabel intensif adalah
variabel yang tidak bergantung pada volumE, suhu dan tekanan.
4.2.2 Analisis hasil
Dari percobaan yang dilakukan dapat ditentukan volume molar parsial
larutan NaCl berdasarkan grafik hubungan volume molar nyata larutan
berbanding dengan akar mol larutan NaCl. Volume molar nyata larutan didapat
dengan

Mr NaCl(

mengalikan

1/

NaCl

1000
m pikno+ NaCl
m pikno+air

)
n NaCl
m pikno+ air
m pikno kosong

dengan

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah

DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A dan Danniels, F., 1987, Kimia Fisika, Erlangga, Jakarta.
Atkins, P.W., 1996, Kimia Fisika, Jilid 3, Edisi III, Erlangga, Jakarta.
Daintith, J,1994, kamus lengkap kimia , Erlangga, Jakarta.
Dogra,S.K dan Dogra,S.,1984,Kimia Fisika dan Soal-Soal, Erlangga, Jakarta.
Imai, T., 2007, Molekular Theory of Partial Molar Volume and is Aplications to
Biomolecular System, CondencedMetter Physch, Vol 10, No 3, PP 343361.
Petrucci, R.H., 1985, Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern, Erlangga,
Jakarta.
Rield, R.C., 1991, Sifat Gas dan Zat Cair, Gramedia Pustaka, Jakarta.
Scott, W.A., 1994, Kamus Saku Kimia, Summar Achmadi, Jakarta.
Yazid, L., 2005, Kamus Fisika untuk Para Medis, Andi Ofset, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai